Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas menewaskan1,3 jiwa diseluruh dunia atau
3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang
setiap tahunnya, dimana di tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal kaerna kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecelakaan fisik. Berdasarkan laporan kepolisian menunjukkan
peningkatan 6,72% dan 57,26 kejadian di tahun 2009 menjadi 61,606
insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349
meninggal dunia atau 43,15%. Menurut WHO (2011) dalam Ropyanto
(2011)
Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan
dari selain gizi, konsumsi , sanitasi, lingkungan, penyakit gigi dan mulut,
serta aspek mortalitas dan perilaku di Indonesia. Kejadian fraktur akibat
kecelakaan di Indonesia mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah
penduduk 238 juta dan merupakan angka kejadian di Asia Tenggara.
Kejadian fraktur di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 8 juta orang
mengalami fraktur di Indonesia 5,5% dengan rentang setiap provinsi
antara 2,2 sampai 9% fraktur ekstremitas bahwa memilki pravelensi
sekitar 46,2 % dari insiden kecelakaan. Hasil tim survey Depkes RI (2007)
didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian 45% mengalami
cacat fisik 15% mengalami stress psikologi dan bahkan depresi, serta 10%
mengalami kesembuhan dengan baik. Depkes RI (2007) dalam Ropyanto
(2011)
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak sekitar tulang akan menentukkan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006)

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 1


Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang
mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera lakukan tindakan untuk
menyelamatkan klien dari kecacatan fisik.
Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh (1) trauma
langsung yang mengakibatkan fraktur transversal oblik/kominutif, (2) gaya
memutar tak langsung yang menghasilkan fraktur spiral, saraf dan
pembuluh darah brakhialis dapat mengalami cedera. Pada fraktur ini
lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya cedera syaraf
radialis. Pengkajian neurovaskuler awal sangat penting untuk
membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat
penanganan.
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor
patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan
bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok,
sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi,
dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan
terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan.
(Price, 2005) Berbagai tindakan bisa dilakukan di antaranya rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien
fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai
tindakan setelah atau post operasi
Berdasarkan data dari catatan medik Ruang Dahlia Rumah Sakit
PMI Bogor, jumlah penderita fraktur selama 1 tahun terakhir ini yaitu dari
bulan Januari 2019 sampai Desember 2019 sebanyak 32 pasien, dari
jumlah pasien yang mengalami fraktur humerus ada 8 pasien. Fenomena
yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit
mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan
mobilitas, resiko infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah.
Masalah tersebut harus di antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi
komplikasi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah
tentang “Asuhan keperawatan fraktur pada Tn. E di ruang dahlia RS PMI
Bogor.”

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 2


B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Berdasarkan paparan bahwa pasien dengan Fraktur lebih
banyak terjadi terjadi pada laki laki (43%) dan wanita sebanyak
(16%). Maka penulis tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Fraktur.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Fraktur diharapkan dapat melaksanakan :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Fraktur.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Fraktur.
c. Menyusun perencanaan pada pasien dengan Fraktur.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Fraktur.
e. Mengevaluasi penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Fraktur.
f. Mendokumentasikan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Fraktur.
g. Membandingkan teori dengan kasus.

3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penulisan makalah ini adalah
tentang Asuhan keperawatan pada pasien (Tn. E) dengan Fraktur
diruang Dahlia Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor, dari
tanggal 5 Desember 2019 s.d 7 Desember 2019.

4. Metode Penulisan
Adapun metode dalam penulisan makalah ini menggunakan metode :
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
tidak hanya mengukur sikap dari responden namun juga dapat
digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi. Dalam

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 3


observasi ini peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatan sehari
hari atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
2. Literatur
Literatur adalah salah satu metode pengumpulan data dimana
peneliti merangkai kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian.
3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara
pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber
data. Dalam metode ini peneliti langsung melakukan tanya jawab
dengan sumber data.
4. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai


ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi
objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat
penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap
terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)

5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari lima bab yang
disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut :
Bab satu : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan
penulisan (tujuan umum dan tujuan khusus), ruang lingkup, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan teori, yang
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi (proses, mannifestasi klinis dan
komplikasi), penatalaksanaan (pengobatan dan tindakan medis). Bab tiga :
Tinjauan kasus, yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, dalam bentuk narasi. Bab empat : Pembahasan
yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 4


evaluasi. Bab lima : Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran, serta
daftar pustaka dan lampiran.

6. Manfaat penulisan

Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dalam meningkatkan

pengetahuan klien dan keluarga dalam merawat pasien dengan fraktur

serta meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi baik

dengan bantuan maupun mandiri.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 5


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunank disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price & Wilson, 2006)
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering
kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukan keberadaan cedera
tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,
saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah yang dapat menjadi
komplikasi pemulihan klien. Untuk menentukan perawatan yang sesuai,
seorang perawat akan memulai dengan deskripsi cedera yang ringkas dan
cepat. (Black, J.2014)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat di absorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga
akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
(Smeltzer,S. 2001)

B. Etiologi
Menurut Black, J (2014) etiologi fraktur terjadi karena kelebihan
beban mekanis pada satu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang
terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya
pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi,

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 6


sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang klien
dengan gangguan metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami
fraktur dari trauma minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang
telah ada sebelumnya. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung,
seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh diatas
tulang. Gaya juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti ketika suatu
kontraksi kuat dari otot menekan tulang. Selain itu, tekanan dan kelelahan
dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang menahan
gaya mekanikal.
Dua tipe tulang juga merespons beban dengan cara berbeda.
Tulangh kartikal, lapisan luar yang diringkas dan mampu menoleransi
beban disepanjang sumbunya (longitudinal) lebih kuat dibandingkan jika
beban menembus tulang. Tulang kanselus atau spons (cancellous, spongy)
merupakan materi tulang bagian dalam yang lebih padat. Tulang ini
mengandung bentuk-bentuk serta rongga seperti sarang laba-laba yang
terisi oleh sumsum merah yang membuatnya mampu menyerap gaya lebih
baik dibandingkan tulang kortikal. Penonjoan tulang, disebut trabekula
memisahkan ruangan-ruangan dan tersusun disepanjang garis tekanan,
sehingga membuat tulang kanselus lebih kuat.
Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti
osteopenia (misalnya, karena penggunaan steroid atau sindroma Cushing)
atau osteogenesis imperfekta (penyakit kongenital tulang yang dicirikan
oleh gangguan produksi kolagen olekh osteoblas). Tulang menjadi rapuh
dan mudah patah. Neoplasma juga dapat melemahkan tulang dan berperan
terhadap fraktur.

Klasifikasi Fraktur

Metode klasifikasi paling sederhana adalah berdasarkan pada apakah


fraktur tertutup atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih
utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh
robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas
pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya:

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 7


a. Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal
b. Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang
c. Derajat 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, dan tendon; dan kontaminasi banyak. Oleh
karena luka berhubungan dengan dunia luar, risiko infeksi harus segera
dikenali dan ditangani. Black, J (2014)

C. Patofisiologi
Kerapuhan pada fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka
tulang mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayannya sangat
ekstrim, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-
keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser kesamping, pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah dikorteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluiran sumsum (medula), hematoma terjadi
diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang
disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respons peradangan
yang hebat. Akan terjadi vasodilatasai, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons
patofisiologis ini juga dapat merupakan tahap awal dari penyembuhan
tulang. Black, J (2014)

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 8


1. Manifestasi Klinis

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,


riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering
langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdekteksi hanya dengan rontgen
(sinar-x).

Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut.

a) Deformitas. Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan


deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata
b) Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari
akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta eksravasasi darah ke
jaringan sekitar.
c) Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada
lokasi fraktur.
d) Spasme otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar
sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e) Nyeri. Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur; intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda
pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat
jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot,
fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f) Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera
yang terjadi.
g) Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang
disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan
pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera
saraf.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 9


h) Gerakan abnormal dan kreptasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan
dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen faktur yang
menciptakan sensasi dan suara deritan
i) Perubahan neurovaskular. Cedera neurovaskular terjadi akibat
kerusakan saraf perifier atau struktur vaskular yang terkait. Klien
dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi
pada daerah distal dari fraktur.
j) Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.

2. Kompilkasi
a) Komplikasi Awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok, yang bisa
berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera; emboli lemak,
yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih; dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi eksremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal lainnya
yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli,
(emboli paru), yang dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera; dan koagulopati inravaskuler diseminata
(KID).
b) Komplikasi Lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan
terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan
normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan
terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
disraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur
menyembuh.
Tidak adanya penyatuan terkadi karena kegagalan
penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pasien mengeluh tidak
nyaman dan gerakan yang menetap pada tempat fraktur. Faktor
yang ikut berperan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 10


tempat fraktur; interposisi jaringan di antara ujung-ujung tulang;
imobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang
menghentikan pembentukan kalus.

D. Penatalaksanaan
Menurut Corwin, E (2009)
1) Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan
hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan.
2) Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi
pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar
reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup).
Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin
atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. Traksi
dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi
penyembuhan.
3) Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar
terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang
biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.

E. Pengkajian

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Tanda: Keterbatasan/khilangan fungsi bagian yang terkena (mungkin


segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder; dari pembengkakan
jaringan, nyeri).

SIRKULASI
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jatingan atau massa hematoma pada sisi cedera

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 11


NEUROSENSORI
Gejala: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot.
Tanda: Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)

NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin teralokasi pada
area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)

KEAMANAN
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Lingkungan cedera.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan ronsen: Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga


dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stres normal
setelah trauma.

Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi


multipel, atau cedera hati

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 12


F. Diagnosa
Nyeri akut
Dapat dihubungkan dengan : Spasme otot
Gerakan fragmen tulang, edema, dan
cedera pada jaringan lunak.
Alat traksi atau imobilisasi.
Stress ansietas.

Disfungsi neurovaskuler perifer, risiko tinggi terhadap


Faktor risiko meliputi: Penurunan atau intereupsi aliran
darah, cedera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan
trombus. Hipovolemia.

Pertukaran gas, kerusakan, risiko tinggi terhadap


Faktor risiko meliputi: Perubahan aliran darah atau emboli lemak.

Perubahan membran alveolar atau kapiler:


interstisial, edema paru, kongesti.

Mobilitas fisik, kerusakan


Dapat dihubungkan dengan: Kerusakan rangka neuromuskuler;
nyeri atau ketidaknyamanan; terapi
restriktif (Imobilisasi tungkai).

Integritas kulit/jaringan kerusakan


Dapat dihubungkan dengan: Cedera tusuk; fraktur terbuka; bedah
perbaikan; pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup.
Perubahan sensasi, sirkulasi,
akumulasi eksresi atau sekret.
Imobilisasi fisik.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 13


Infeksi resiko tinggi terhadap
Faktor risiko meliputi: Tak adekuatnya pertahanan primer;
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan
pada lingkungan.
Prosedur invasif, traksi tulang.
G. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan hasil
1. Nyeri akut Hasil yang diharapkan 1. Pertahankan
dengan kriteria hasil : immobilisasi bagian
Data : 1. Menyatakan nyeri yang sakit dengan tirah
1. Keluhan nyeri. hilang baring, gips, pembebat,
Menunjukkan traksi
2. Distraksi, fokus
tindakan santai 2. Tinggikan dan dukung
pada diri sendiri
2. Mampu ekstremitas yang
atau fokus
berpartisipasi terkena
menyempit,
dalam aktvitas 3. Hindari penggunaan
wajah
atau tidur dengan sprei/bantal plastik
menunjukan rasa
tepat. dibawah ekstremitas
nyeri
3. Menunjukkan dalam gips
3. Perilaku berhati
penggunaan 4. Tinggikan penutup
hati, melindungi
keterampilan tempat tidur;
perubahan tonus
relaksasi dan pertahankan linen
otot : respon
aktivitas terbuka pada ibu jari
otonomik
terapeutik sesuai kaki
indikasi untuk 5. Evaluasi keluhan
situasi individual. nyeri/ketidaknyamanan,
perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk
intensitas (skala0-10).
Perhatikan petunjuk
nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda
vital dan
emosi/perilaku)
6. Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah
sehubungan dengan
cedera
7. Jelaskan prosedur
sebelum memulai
8. Beri obat sebelum
perawatan aktivitas
9. Lakukan dan awasi

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 14


latihan rentang gerak
pasif/aktif
10. Berikan alternatif
tindakan kenyamanan,
contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan
posisi
11. Berikan alternatif
tindakan kenyamanan,
contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan
posisi
12. Dorong
menggunakan teknik
manajemen stress,
contoh relaksasi
progresif, latihan napas
dalam, imajinasi
visualisasi. Sentuhan
terapeutik
13. Identifikasi
aktivitas terapeutik
yang tepat untuk usia
pasien, kemampuan
fisik, dan penampilan
pribadi
14. Selidiki adanya
keluhan nyeri yang tak
biasa/tiba tiba atau
dalam lokasi
progresif/buruk tidak
hilag dengan analgesik
Kolaborasi
15. Lakukan kompres
dingin/es 24-48 jam
pertamma dan sesuai
keperluan
16. Berikan obat sesuai
indikasi narkotik dan
analgetik non narkotik.
NSAID injeksi contoh
ketorolak (Toradol) :
dan/atau relaksasi otot,
contoh siklobenzaprin
(Flekseril), hidroksin
(Vistaril). Berikan
narkotik sekitar pada
jamnya selama 3-5 hari

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 15


17. Berikan/awasi
analgesik yang
dikontrol pasien (ADP)
bila indikasi
2. Disfungsi Hasil yang diharapkan 1. Lepaskan perhiasan dari
neurovaskular dengan kriteria hasil : ekstremitas yang sakit.
perifer, resiko Mempertahankan 2. Evaluasi adanya atau
tinggi terhadap perfusi jaringan kualitas nadi perifer
dibuktikan oleh distal terhadap cedera
Dara Obyektif : terabanya nadi, kulit melalui palpasi atau
1. Tidak dapat hangat atau kering, Doppler. Bandingkan
diterapkan adanya sensasi normal, sensori dengan ekstremitas
tanda-tanda-tanda biasa, tanda vital yang sakit.
dan gejala-gejala stabil, dan haluaran 3. Kaji aliran kapiler ,
membuat urine adekuat untuk warna kulit, dan
diagnosa aktual. situasi individu. kehangatan distal pada
fraktur.
4. Lakukan pengkajian
neuromuscular ,
perhatikan perubahan
fungsi motorik atau
sensorik. Minta pasien
untuk melokalisasi
nyeri atau
ketidaknyamanan.
5. Test sensasi saraf
perifer dengan menusuk
pada kedua selaput
antara ibu jari pertama
dan kedua dan kaji
kemampuan untuk
dorsofleksi ibu jari jika
diindikasikan.
6. Kaji jaringan sekitar
akhir gips untuk titik
yang kasar atau
tekanan. Selidiki
keluhan rasa terbakar
dibawah gips.
7. Awasi posisi atau lokasi
cincin penyokong bebat.
8. Pertahankan peninggian
ekstremitas yang cedera
kecuali
dikontraindikasikan
dengan meyakinkan
adanya sindrom
kompartemen.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 16


9. Kaji keseluruhan
panjang ekstremitas
yang cedera untuk
pembengkakan atau
pembentukan edema.
Ukur ekstremitas yang
cedera dan bandingkan
dengan yang tak cedera.
Perhatikan penampilan
atau luasnya hematoma.
10. Pertahankan
keluhan nyeri ekstrem
untuk tipe cedera atau
peningkatan nyeri pada
gerakan pasif
ekstremitas, terjadinya
parastesia, tegangan
otot/nyeri tekan dengan
eritema, dan perubahan
nadi distal. Jangan
tinggikan ekstremitas.
Laporkan gejala pada
dokter saat itu
11. Selidiki tanda
iskemia ekstremitas tiba
tiba, contoh penurunah
suhu kulit dan
peningkatan nyeri
12. Dorong pasien
untuk secara rtuin
latihan jari/sendi distal
cedera. Ambulasi
sesegera mungkin
13. Selidiki nyeri tekan,
pembengkakan pada
dorso fleksi kaki (tanda
homan positif)
14. Awasi tanda vital .
perhatikan tanda tanda
pucat/sianosis umum,
keringat dingin,
perubahan mental
15. Tes feses/aspirasi
gaster terhadap darah
nyata. Perhatikan
perdarahan lanjut pada
sisi trauma/injeksi dan
perdarahan terus

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 17


menerus dari membran
mukosa
Kolaborasi
16. Berikan kompres es
sekitar fraktur sesuai
indikasi beban spalk
sesuai kebutuhan
17. Kaji tekanan
sindrom kompartemen
18. Siapkan untuk
intervensi bedah
(contoh, fibulektomi
sesuai indikasi)
19. Awasi Hb/Ht,
pemeriksaan koagulasi,
contoh kadar protombin
20. Berikan kaus kaki
antiembolitik/tekanan
berurutan sesuai
indikasi

3. Pertukaran gas, Hasil yang diharapkan 1. Awasi frekuensi


kerusakan, resiko dengan kriteria hasil : pernapasan dan
tinggi terhadap Mempertahankan upayanya. Perhatikan
fungsi pernafasan stridor, penggunaan otot
Data Obyektif : adekuat,dibuktikan bantu, retraksi,
1. Tidak dapat oleh tak adanya terjadinya sianosis
diterapkan adanya dispnea atau sianosis, sentral.
tanda dan gejala frekuensi pernafasan 2. Auskultasi bunyi nafas
membuat dan GDA dalam batas perhatikan terjadinya
diagnosa aktual normal ketidaknyamanan, juga
adanya bunyi ronkhi,
atau bunyi sesak nafas.
3. Awasi jaringan cedera
tulang dengan lembut,
khususnya selama
beberapa hari pertama.
4. Instrusikan dan bantu
dalam latihan nafas
dalam dan batuk.
Reposisi dengan sering.
5. Perhatikan peningkatan
kegelisahan,kacau,latera
gi, stupor.
6. Observasi sputum untuk
tanda adanya darah
Kolaborasi

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 18


7. Bantu dalam spirometri
insentif
8. Berikan tambahan O2
bila diindikasikan
9. Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh
seri GDA
10. Hb, kalsium, LED,
lipase serum, lemak,
trombosit
11. Berikan obat sesuai
indikasi, heparin dosis
rendah dan
kortikosteroid

4. Mobilitas fisik, Hasil yang diharapkan 1. kaji derajat imobilisasi


kerusakan dengan kriteria hasil : yang dihasilkan oleh
1. Meningkatkan atau cedera/pengobatan dan
Data Obyektif : mempertahankan perhatikan persepsi
1. Ketidakmampuan mobilitas pada pasien terhadap
untuk bergerak tingkat paling imobilisasi
sesuai tujuan tinggi yang 2. Dorong partisipasi pada
dalam, mungkin. aktivitas
lingkungan fisik, 2. Mempertahankan terapeutik/rekreasi.
dilakukan posisi fungsional Pertahankan rangsang
pembatasan 3. Meningkatkan lingkungan, contoh
2. Menolak untuk kekuatan atau radio,TV, koran, barang
bergerak; fungsi yang sakit milik pribadi/lukisan,
keterbatasan dan jam, kalender,
rentang gerak mengkompensasi kunjungan
bagian tubuh. keluarga/teman
4. Meningkatkan 3. Instruksikan pasien
kekuatan atau untuk/bantu dalam
fungsi yang sakit rentang gerak pasif/aktif
dan pada ekstremitas yang
mengkompensasi sakit dan yang tak sakit
bagian tubuh. 4. Dorong penggunaan
5. Menunjukan teknik latihan isometrik mulai
yang memampukan dengan tungkai yang
melakukan sakit
aktivitas. 5. Berikan papan kaki,
bebat pergelangan,
dorongan
trokanter/tangan yang
sesuai
6. Tempatkan dalam posisi
telentang secara

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 19


periodik bila mungkin,
bila traksi digunakan
menstabilkan fraktur
tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong
menggunakan trapeze
dan pasca posisi untuk
fraktur tungkai bawah
8. Bantu/dorong
perawatan
diri/kebersihan
9. Berikan bantu dalam
mobilisasi dengan kursi
roda, kruk, tongkat,
sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan
dalam menggunakan
alat mobilitas
10. Awasi TD dengan
melakukan aktivitas.
Perhatikan keluhan
pusing
11. Ubah posisi secara
periodik dan dorong
untuk latihan
batuk/napas dalam
12. Auskultasi bising usus.
Awasi kebiasaan
eliminasi dan berikan
keteraturan defekasi
rutin. Tempatkan pada
pispot, bila mungkin,
atau menggunakan
bedpan fraktur. Berikan
privasi
13. Dorong peningkatan
masukan cairan sampai
2000-3000 ml/hari.
Termasuk air asam/jus.
14. Berikan diet tinggi
protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
Pertahankan penurunan
kandungan protein
sampai defekasi
pertama.
15. Laksanakan jumlah diet
kasar. Batasi makanan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 20


pementukan gas.
16. Kolaborasi konsul
dengan ahli terapi fisik
atau okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis.
17. Lakukan program
defekasi pelunak feses,
enema, laksatif sesuai
indikasi.
18. Rujuk ke perawat
spesialis psikiatrik
klinikal atau ahli terapi
sesuai indikasi.
5. Integritas Hasil yang diharapkan 1. Kaji kulit untuk luka
kulit/jariangan, dengan kriteria hasil : terbuka, benda asing,
kerusakan 1. Menyatakan kemerahan, perdarahan,
ketidaknyamanan perubahan warna kelabu
Data Obyektif : hilang. , memutih
1. Keluhan gatal, 2. Menunjukan 2. Masase kulit dan
nyeri, kebas, perilaku atau teknik penonjolan tulang.
tekanan pada area untuk mencegah Pertahankan tempat
yang sakit atau kerusakan kulit tidur kering dan beban
area sekitar. atau memudahkan kerutan. Tempatkan
2. Gangguan penyembuhan bantalan air atau
permukaan kulit, sesuai indikasi tambahan bantalan lain
invasi struktur 3. Mencapai dibawah siku sesuai
tubuh, destruksi penyembuhan luka indikasi.
lapisan kulit atau sesuai waktu atau 3. Ubah posisi dengan
jaringan. penyembuhan lesi sering. Dorong
terjadi. penggunaan trapeze bila
mungkin
4. Kaji posisi cincin bebat
pada alat traksi.
Penggunaan gips dan
perawatan kulit:
5. Bersihkan kulit dengan
sabun dan air. Gosok
perlahan dengan
alkohol atau dengan
jumlah sedikit.
6. Pasang pakaian dalam
yang menutup area dan
pelebar beberapa inci
dalam gips.
7. Gunakan telapak tangan
untuk memasang,
pertahankan atau
lepaskan gips dan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 21


dukung bantal setelah
pemasangan.
8. Potong kelebihan
plester dan akhir gips
sesegera mungkin saat
gips lengkap.
9. Tingkatkan pengeringan
gips dengan
mengangkat linen
tempat tidur,
memanjakan pada
sirkulasi udara.
10. Observasi untuk
potensial area yang
tertekan, khususnya
pada akhir dan bawah
bantalan atau gips.
11. Masase kulit sekitar
akhir gips dengan
alkohol.
6. Infeksi risiko tinggiHasil yang diharapkan 1. Inspeksi kulit untuk
terhadap dengan kriteria hasil : adanya iritasi atau
Mencapai robeka kontinuitas.
Data Obyektif : penyembuhan luka 2. Kaji sisi pen atau kulit
1. Tidak dapat sesuai waktu, bebas pertahankan kelebihan
diterapkan adanya drainase purulen atau peningkatan nyeri atau
tanda dan gejala edema dan demam. rasa terbakar atau
membuat adanya edema, drainase
diagnosa aktual atau bau tak enak.
Berikan perawatan pen
atau kawat steril sesuai
protokol dan mencuci
tangan.
3. Intruksikan pasien
untuk tidak
menyebutkan sisi
insersi.
4. Tutupi pada akhir gips
peritonetal dengan
plastik.
5. Observasi luka untuk
pembentukan bula,
krepitasi, perubahan
warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak
enak.
6. Kaji tonus otot, refleks
tendon dalam dan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 22


kemampuan untuk
berbicara.
7. Selidiki nyeri tiba-tiba
atau keterbatasan
gerakan dengan edema
lokal.
8. Lakukan prosedur
isolasi.

H. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai


tindakan tujuan yang spesifik tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. (Nursalam, 2001)

Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan


tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terhadap dalam
standar praktek keperawatan yaitu :

1. Independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa


perintah dan petunjuk dari dokter, atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu
kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya. Misalnya, tenaga social, ahli gizi fisioterapi dan dokter.
3. Dependen adalah tindakan dependen berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan
suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2001)

I. Evaluasi

Menurut Nursalam (2011) tindakan intelektual untuk melengkapi


proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 23


dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan

Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam


mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien

Macam-Macam Evaluasi

a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan
Ditulis pada catatan perawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk
selama 30 menit tanpa pusing
b. Evaluasi Sumatif ( SOAPIER )
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan
Ditulis pada catatan perkembangan
c. Tahap Dalam Evaluasi
Mengidentifikasi kriteria hasil standar untuk mengukur keberhasilan
Mengumpulkan data sehubungan dengan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Contoh : dalam waktu 1 minggu BB naik ½ kg
Mengevaluasi pencapaian tujuan dengan membandingkan data yang
dikumpulkan dengan kriteria. Contoh: setelah 1 minggu perawat
menimbang BB naik ¼ kg

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 24


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tanggal pengkajian dimulai dari 5 Desember 2019, dimana tanggal
masuk pasien pada tanggal 4 Desember 2019. Pasien dirawat diruang
Dahlia, kelas II nomor kamar 201. Nomor registrasinya 0367001. Dengan
diagnose medis Fraktur mid humerus sinistra comminutive.
Pasien tersebut adalah Tn.E dengan jenis kelamin laki laki, usia 17
tahun , status perkawinan belu menikah, agama islam, suku bangsanya
jawa, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia,
pekerjaannya belum bekerja / pelajar, alamat rumah bantar kemang rt 02
rw 07, sumber biaya Umum. Informasi ini didapatkan dari klien dan
keluarga.
Resume ditulis sejak klien masuk rumah sakit sampai dengan
sebelum pengkajian dilakukan meliputi: data focus, masalah keperawatan,
tindakan keperawatan, mandiri serta kolaborasi dan evaluasi secara umum
yaitu pasien pertama kali masuk ke IGD pada tanggal 4 Desember 2019,
masuk dengan keluhan nyeri di lengan kiri atas dikarenakan kecelakaan
lalu lintas ditabrak mobil dari belakang sepulang sekolah pada pukul
10:00, pasien dibawa ke rumah sakit setelah 1 minggu kejadian. Sebelum
dibawa ke rumah sakit keluarga pasien membawa pasien ke alternatif
ciimande untuk diurut. Hari ke 4 setelah kejadian pasien mengeluh
demam, mual dan muntah. Hasil observasi tanda tanda vital, TD= 160/100
mmHg, N=74x/menit, S=360 C, Rr=22x/menit, GCS E-4, M=6, V=5,
Keadaan umum = sedang, edema di tangan kiri, skala nyeri 6, terpasang
oksigen simple mask 8 L/menit, terpasang monitor, restrain ekstremitas
menggunakan mitella. Pasien tampak meringis kesakitan dan masih
mengeluh mual.
Riwayat kesehatan sekarang dengan keluhan utama nyeri dibagian
lengan kiri atas. Kronologis keluhan dengan factor pencetus kecelakaan
lalu lintas (motor), timbulnya keluhan secara bertahap selama 4 hari dan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 25


upaya yang dilakukan untuk mengatasinya yaitu datang ke alteratif
cimande untuk diurut. Riwayat kesehatan masa lalunya yaitu pasien
pernah masuk rumah sakit saat usia 3 tahun karena diare, dan pernah
kecelakaan satu tahun yang lalu tetapi tidak ada luka serius dan tidak
dibawa ke rumah sakit. Klien mengatakan tidak memiliki alergi apapun.
Riwayat kesehatan keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi dari
klien) klien anak pertamat dari dua bersaudara, ayahi klien anak pertama
dari enam bersaudara, ibu klien anak kedua dari dua bersaudara. Klien,
adik klien ayah dan ibu tinggal serumah. Klien mengatakan tidak ada
riwayat penyakit keluarga. Riwayat psikososial dan spiritualnya klien
dekat dengan ibu, klien dapat berkomunikasi dengan baik, klien dapat
mengambil keputusan dengan baik, klien melakukan kegiatan organisasi di
sekolah. Klien mengatakan tidak ada dampak penyakit pada keluarga.
Klien mengatakan tidak memiliki masalah. Mekanisme koping terhadap
stress yang dilakukan klien yaitu pemecahan masalah dan tidur. Klien
ingin cepat sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarganya, klien
ingin sembuh dari penyakitnya, dan klien merasakan perubahan saat
beraktivitas menjadi sulit bergerak dikarnakan patah tulang. Klien tidak
memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, klien
menjalankan ibadah dan dengan berdoa, dan kondisi lingkungan rumah
klien ramai dan nyaman.
Pola kebiasaan, hal yang dikaji yaitu (1) pola nutrisi pada frekuensi
makan sebelum masuk dan saat masuk dirumah sakit 3x/hari, nafsu makan
sebelum dan saat masuk rumah sakit baik, porsi makan sebelum dan saat
masuk rumah sakit satu porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada,
makanan yang mebuat alergi tidak ada. Pantangan makanan membuat
klien alergi tidak ada. Makanan pantangan sebelum dan saat masuk rumah
sakit tidak ada, makanan diet sebelum masuk rumah sakit tidak ada.
Penggunaan obat-obatan sebelum makan sebelum dan saat masuk rumah
sakit tidak ada, penggunaan alat bantu sebelum dan saat masuk rumah
sakit tidak ada. Pola eliminasi BAK frekuensi sebelum dan saat masuk
rumah sakit itu 5 x/hari, warna kuning bening, tidak ada keluhaan saat bak,

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 26


dan tidak menggunakan alat bantu sebelum dan saat mausk rumah sakit.
Pola eliminasi BAB frekuensi sebelum dan saat masuk rumah sakit itu 1
x/hari dan waktu makan pada pagi hari, warna feses kuning, konsistensi
lunak, keluhan dan penggunaan laksatif sebelum dan saat masuk rumah
sakit tidak ada. Pola personal hygiene mandi dengan frekuensi 2 x/hari di
pagi dan sore hari sebelum dan saat masuk rumah sakit. Oral hygiene
2x/hari di pagi dan sore hari sebelum dan saat masuk rumah sakit. Cuci
rambut 2 x/minggu sebelum dan saat masuk rumah sakit. Pola istirahat dan
tidur yaitu tidur siang selama 2 jam/hari, tidur malam 8 jam/hari dan
kebiasaan sebelum tidur berdoa sebelum dan saat masuk rumah sakit. Pola
aktivitas dan latihan yaitu waktu kerja pagi dan siang sebelum masuk
rumah sakit dan saat masuk rumah sakit tidak bekerja tetapi sekolah,
sebelum masuk rumah sakit klien olahraga futsal dan saat dirumah sakit
tidak olahraga, tidak ada keluhan saat aktivitas sebelum masuk rumah
sakit dan saat masuk rumah sakit klien sulit untuk beraktivitas karna patah
tulang. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan sebelum dan saat masuk
rumah sakit tidak ada, klien tidak merokok dan tidak meminum minuman
keras/NAFZA.
Pengkajian fisik, pemeriksaan fisik umumnya berat badan saat ini
dan sebelum dirawat 72 kg, tinggi badan 172 cm, keadaan umum sedang,
dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Sistem penglihatan yaitu
posisi mata simetris, kelopak mata dan pergerakan bola mata normal,
konjungtiva merah muda, kornea normal, sklera anikterik, pupil isokor,
otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-
tanda radang, tidak memakai kacamata, tidak memakai lensa kontak,
reaksi terhadap cahaya ada. System penglihatan daun telinga dan kondisi
telinga tengah normal, tidak ada cairan dari telinga, perasaan penuh
ditelinga dan tinitus tidak ada, fungsi pendengaran normal, tidak ada
gangguan keseimbangan dan tidak ada pemakaian alat bantu. Sistem
wicara normal. Sistem pernafasan bersih, pernafasan tidak sesak, frekuensi
20 x/menit, irama teratur, pernafasan spontan dan dalam, tidak ada batuk,
hasil palpasi dada simetris dan tidak ada benjolan adapun hasil perkusi

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 27


dada yaitu bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas,
penggunaan alat bantu nafas oksigen 8 liter/menit. System kardiovakuler,
sirkulasi peripher nadi 80 x/menit dan irama teratur dan denyut kuat,
tekanan darah 110/70 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis dikanan
atau kiri, temperature kulit hangat suhu 36,20 C, warna kulit kemerahan,
pengisian kapiler <2 detik, ada edema di humerus sinistra. Sirkulasi
jantung irama teratur dan tidak ada sakit dada. Sistem hematologi, pucat
dan tidak ada perdarahan. System syaraf pusat, tidak ada keluhan sakit
kepala, kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5, tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, reflek fisiologis dan patologis normal. Sistem
pencernaan , keadaan mulut yaitu tidak ada karies dan penggunaan gigi
palsu, tidak stomatitis dan lidah tidak kotor, salifa normal, ada muntah
berisi makanan warna sesuai warna makanan frekuensi 1 kali jumlah
kurang lebih 200 cc, dan tidak ada nyeri perut, bising usus 28 x/menit,
tidak ada diare dan konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek.
Sistem endokrin, tidak ada pembesara kelenjar tiroid, nafas tidak berbau
keton, dan tidak ada luka gangren. System urogenital, tidak ada perubahan
pola kemih, warna urin kuning jernih, tidak ada distensi dan tidak ada
keluhan sakit pinggang. Sistem integument, turgor kulit elastis,
temperature kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, tidak
ada kelainan kulit, kulit sekitar pemasangan infus tidak ada kemerahan
atau bengkak, tekstur rambut baik dan bersih. Sistem muskuloskeletal,
kesulitan dalam pergerakan, rasa sakit pada tulang, sendi, kulit, terdapat
fraktur lokasi humerus mid sinistra kondisi terpasang pen, keadaan tonus
otot baik, dan kekuatan otot 5555 tetapi dilengan kiri 2222. Data tambahan
(pemahaman tentang penyakit), klien paham dengan penyakit yang
dideritanya.
Data penunjang (pemeriksaan diagnostik yang menunjang masalah:
Lab, Radiologi, Endoskopi dll) yang didapatkan yaitu Hemoglobin 13,5
g/dl, Hematokrit 41%, Leukosit 10,60/ul, dan Trombosit 380.000/ul,
pemeriksaan humerus = fraktur mid humerus sinistra, pemeriksaan thorax
PA = tak tampak kelainan pada cordan pulmo, waktu perdaraham 3 menit,

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 28


waktu pembekuan 4 menit. Penatalaksanaan (terapi/ pengobatan termasuk
diet) yaitu pemberian obat-obatan tramadol drip extra 1 ampul 100 mg,
lantidex 3x1 ampul iv, ondansentron 8mg 2x1, ketorolac 30 mg 3x1, infus
RL/8 jam, diet = makan biasa tinggi protein, oksigen simple mask 8
L/menit, restrain ekstremitas.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal 5 Desember
2019 ada 3 yang diurutkan sesuai prioritas yaitu :

No. Data Fokus Masalah Etiologi


1. Ds : Pasien mengeluh kesakitan Nyeri akut Agen cedera fisik
P : Nyeri post op fraktur
humerus
sinistra
Q : Seperti diiris iris
R : Nyeri tidak menjalar
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri pada saat
digerakkan
Do : Pasien tampak meringis
kesakitan
KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
E4V5M6
Terpasang infus Rl/8 jam
Terpasang O2 8 L//menit
2. Ds : Pasien mengatakanluka Resiko infeksi Prosedur invasif
operasi masih basah
Do : K : Tidak terjadi
peningkatan suhu
tubuh, S : 36,20C
D : Skala nyeri 5
R : Ada kemerahan di area
humerus sinsistra
T : Ada pembengkakan di
area humerus sinistra
Leukosit 10,60/ul
3. Ds : Pasien mengatakan sulit Hambatan Gangguan
beraktivitas karena mobilitas fisik muskuloskletal
penyakitnya
Do : Klien tampak lemas
Terdapat luka operasi
fraktur humerus sinistra

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 29


TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,20C
Rr : 20x/menit

C. Perencanaan

Perencanaan keperawatan pada tanggal 5 Desember 2019 yang


meliputi tindakan keperawatan independen dan intrdependen.

1. Diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera


fisik . Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan skala
nyeri klien berkurang menjadi 2, dengan kriteria hasil klien mampu :
a) Mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri),
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri,
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang .

Rencana tindakan :

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
d) Tingkatkan istirahat
e) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgetik

2. Diagnosa Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Setelah


dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
pada klien, dengan kriteria hasil klien mampu :
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi,
jumlah leukosit dalam batas normal.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 30


Rencana tindakan:

a) Monitor tanda tanda infeksi


b) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
e) Tingkatkan intake nutrisi tinggi protein
f) Lakukan perawatan luka satu kali sehari

3. Diagnosa Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskletal. Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
diharapkan mobilitas fisik klien kembali normal, dengan kriteria hasil
klien mampu :
a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b) Mengerti tujuan dari mobilitas.

Rencana tindakan :

a) Monitoring vital sign


b) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
c) Bantu KDM klien
d) Berikan alat bantu jika diperlukan.

D. Pelaksanaan

Pada hari, tanggal Rabu 5 Desember 2019

Jam 10:00 . Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedra fisik

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri;
meningkatkan istirahat
4) Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgetik

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 31


Hasil yang didapat yaitu S : (P) : nyeri post op fraktur humerus sinistra,
(Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) : nyeri tidak menjalar, (S) : skala nyeri
5, (T) : nyeri pada saat digerakkan / beraktivitas ; O: klien tampak
meringis kesakitan, KU = sedang, Kesadaran Compos mentis, terpasang
infus Rl/8 jam, Oksigen 8 L/mnt, Leukosit 10,60/ul

Jam 10:30 Dx 2 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

1) Monitor tanda tanda infeksi


2) Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
3) Membatasi pengunjung bila perlu
4) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
5) Meningkatkan intake nutrisi tinggi protein
6) Melakukan perawatan luka satu kali sehari.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan luka operasi masih basah
O: (K) tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, S= 36,20 C: (D) : skala
nyeri 5 (R) : ada kemerahan di area humerus sinistra (T) ada
pembengkakan di area humerus sinistra.

Jam 11:00 Dx 3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskletal
1) Memonitor vital sign
2) Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3) Membantu KDM klien
4) Memberikan alat bantu jika diperlukan.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan sulit beraktivitas karna
penyakitnya O: klien tampak lemas, terdapat luka operasi fraktur
humerus sinistra, TD = 110/70 mmHg, N= 80x/menit, S= 36,20 C,
Rr=20x/menit.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 32


Pada hari, tanggal Kamis 6 Desember 2019

Jam 11:30 Dx 1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedra fisik

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi;
2) Mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
3) Meningkatkan istirahat
4) Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan nyeri berkurang (P) :
nyeri post op fraktur humerus sinistra, (Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) :
nyeri tidak menjalar, (S) : skala nyeri 3, (T) : nyeri pada saat digerakkan
/ beraktivitas ; O: KU = sedang, Kesadaran Compos mentis, terpasang
infus Rl/8 jam, Oksigen 5 L/mnt.

Jam 12:00 Dx 2 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

1) Monitor tanda tanda infeksi


2) Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
3) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
4) Meningkatkan intake nutrisi tinggi protein
5) Melakukan perawatan luka satu kali sehari.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan luka operasi masih basah
O: (K) tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, S= 36,50 C: (D) : skala
nyeri 3 (R) : kemerahan di area humerus sinistra berukurang (T)
pembengkakan di area humerus sinistra berkurang.

Jam 12:30 Dx 3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskletal
1) Memonitor vital sign
2) Membantu KDM klien
3) Memberikan alat bantu jika diperlukan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 33


Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan masih sulit beraktivitas
O: klien tampak lemas, terdapat luka operasi fraktur humerus sinistra,
TD = 120/80 mmHg, N= 87x/menit, S= 36,50 C, Rr=18x/menit.

Pada hari, tanggal Jumat 7 Desember 2019

Jam 13:00 Dx 1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedra fisik

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi
2) Meningkatkan istirahat
3) Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan nyeri berkurang (P) :
nyeri post op fraktur humerus sinistra, (Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) :
nyeri tidak menjalar, (S) : skala nyeri 2, (T) : nyeri pada saat digerakkan
/ beraktivitas ; O: KU = ringan, Kesadaran Compos mentis, terpasang
infus Rl/8 jam, Oksigen 3 L/mnt.

Jam 13:30 Dx 2 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

1) Monitor tanda tanda infeksi, membersihkan lingkungan setelah dipakai


pasien
2) Meningkatkan intake nutrisi tinggi protein
3) Melakukan perawatan luka satu kali sehari.
Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan luka operasi mulai
mengering O: (K) tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, S= 36,30 C: (D)
: skala nyeri 2 (R) : kemerahan di area humerus sinistra sudah tidak ada
(T) pembengkakan di area humerus sinistra sudah tidak ada.

Jam 14:00 Dx 3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


muskuloskletal
1) Memonitor vital sign
2) Membantu KDM klien
3) Memberikan alat bantu jika diperlukan.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 34


Hasil yang didapat yaitu S : klien mengatakan sudah mulai bisa
mengangkat tangannya secara perlahan O: KU= ringan, terdapat luka
operasi fraktur humerus sinistra, TD = 110/90 mmHg, N= 79x/menit,
S= 36,30 C, Rr=21x/menit.

E. Evaluasi

Catatan perkembangan pasien

Pada hari, tanggal Rabu 5 Desember 2019

Dx 1 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan skala


nyeri klien berkurang menjadi 2, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik


non farmakologi untuk mengurangi nyeri),
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri,
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri),
menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang .

S : Klien mengatakan nyeri, (P) : nyeri post op fraktur humerus sinistra,


(Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) : nyeri tidak menjalar, (S) : skala nyeri 5,
(T) : nyeri pada saat digerakkan / beraktivitas ; O: klien tampak meringis
kesakitan, KU = sedang, Kesadaran Compos mentis, terpasang infus Rl/8
jam, Oksigen 8 L/mnt A: Masalah keperawatan belum teratasi, P:
Lanjutkan intervensi no 1,3,4, dan 5

Dx 2 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan tidak


terjadi infeksi pada klien, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 35


S : klien mengatakan luka operasi masih basah O: (K) tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh, S= 36,20 C: (D) : skala nyeri 5 (R) : ada
kemerahan di area humerus sinistra (T) ada pembengkakan di area
humerus sinistra, leukosit 10,60/ul. A: masalah keperawatan belum
teratasi, P: lanjutkan intervensi no 1,2,4,5,6

Dx 3 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan


mobilitas fisik klien kembali normal, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik


b) Mengerti tujuan dari mobilitas.

S : klien mengatakan sulit beraktivitas karna penyakitnya O: klien tampak


lemas, terdapat luka operasi fraktur humerus sinistra, TD = 110/70 mmHg,
N= 80x/menit, S= 36,20 C, Rr=20x/menit A: masalah keperawatan belum
teratasi, P : lanjutkan intervensi no 1,3,4

Pada hari, tanggal Kamis 6 Desember 2019

Dx 1 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan skala


nyeri klien berkurang menjadi 2, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri),
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri,
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang .

S : klien mengatakan nyeri berkurang (P) : nyeri post op fraktur humerus


sinistra, (Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) : nyeri tidak menjalar, (S) : skala
nyeri 3, (T) : nyeri pada saat digerakkan / beraktivitas ; O: KU = baik,
Kesadaran compos mentis, terpasang infus Rl/8 jam, Oksigen 5 L/mnt, A:
Masalah keperawatan teratasi sebagian, P: Lanjutkan intervensi no 1,3,
dan 5

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 36


Dx 2 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal.

S : klien mengatakan luka operasi masih basah O: (K) tidak terjadi


peningkatan suhu tubuh, S= 36,50 C: (D) : skala nyeri 3 (R) : kemerahan
di area humerus sinistra berkurang (T) pembengkakan di area humerus
sinistra berkurang: A: masalah keperawatan teratasi sebagian, P: lanjutkan
intervensi no 1,2,5,6

Dx 3 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan


mobilitas fisik klien kembali normal, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik


b) Mengerti tujuan dari mobilitas.

S : klien mengatakan masih sulit beraktivitas O: klien tampak lemas,


terdapat luka operasi fraktur humerus sinistra, TD = 120/80 mmHg, N=
87x/menit, S= 36,50 C, Rr=18x/menit A: masalah keperawatan belum
teratasi, P : lanjutkan intervensi no 1,3,4

Pada hari, tanggal Jumat 7 Desember 2019

Dx 1 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan skala


nyeri klien berkurang menjadi 2, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri),
d) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri,
e) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang .

S : klien mengatakan nyeri berkurang (P) : nyeri post op fraktur humerus


sinistra, (Q) : nyeri seperti diiris iris, (R) : nyeri tidak menjalar, (S) : skala

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 37


nyeri 2, (T) : nyeri pada saat digerakkan / beraktivitas ; O: KU = ringan,
Kesadaran Compos mentis, terpasang infus Rl/8 jam, Oksigen 3 L/mnt, A:
Masalah keperawatan teratasi, P: Hentikan intervensi

Dx 2 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan tidak


terjadi infeksi pada klien, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal.

S : klien mengatakan luka operasi mulai mengering O: (K) tidak terjadi


peningkatan suhu tubuh, S= 36,30 C: (D) : skala nyeri 2 (R) : kemerahan
di area humerus sinistra berkurang (T) pembengkakan di area humerus
sinistra berkurang: A: masalah keperawatan teratasi sebagian, P:
Lanjutkan intervensi no 1,4 dan 6.

Dx 3 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan


mobilitas fisik klien kembali normal, dengan kriteria hasil klien mampu :

a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik


b) Mengerti tujuan dari mobilitas.

S : klien mengatakan sudah mulai bisa mengangkat tangannya secara


perlahan O: KU= ringan, terdapat luka operasi fraktur humerus sinistra,
TD = 110/90 mmHg, N= 79x/menit, S= 36,30 C, Rr=21x/menit A: masalah
keperawatan teratasi sebagian, P : lanjutkan intervensi no 1,3,4

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 38


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini kami akan membandingkan beberapa kesenjangan antara


tinjauan teoritis Fraktur yang penulis temukan pada Tn. E selama dinas di RS
PMI Bogor .

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian menurut teori yaitu:

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi bagian yang terkena (mungkin


segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder; dari pembengkakan
jaringan, nyeri).

SIRKULASI
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jatingan atau massa hematoma pada sisi cedera

NEUROSENSORI
Gejala: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot.
Tanda: Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)

NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin teralokasi pada
area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 39


Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)

KEAMANAN
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Lingkungan cedera.

Sedangkan pengkajian yang dilaksanakan penulis sebelumnya


yaitu melaksanakan asuhan keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan dimana pengkajian dilaksanakan pada hari pertama
pengambilan kasus. Untuk mendapatkan data yang menunjang baik secara
objektif maupun subyektif, kami melakukan wawancara dengan klien dan
keluarga, pemeriksaan fisik, mempelajari catatan keperawatan, catatan
medis dan hasil pemeriksaan penunjang pada saat dilakukan pengkajian
penulis tidak menemukan adanya kesenjangan atau perbedaan antara
tinjauan teori dengan kasus yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan
Secara umum diagnosa yang timbul pada kasus fraktur yang ditemukan
adalah :
1. Nyeri akut
2. Disfungsi neurovaskuler perifer, risiko tinggi terhadap
3. Pertukaran gas, kerusakan, risiko tinggi terhadap
4. Mobilitas fisik, kerusakan
5. Integritas kulit/jaringan kerusakan
6. Infeksi resiko tinggi terhadap
Sedangkan diagnosa yang timbul pada Tn. E adalah :
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 40


Pada kasus yang dialami Tn. E terjadi kesenjangan antara teori
dengan kasus yaitu tidak adanya diagnosa
1. Disfungsi neurovaskuler perifer
2. Risiko tinggi terhadap
3. Pertukaran gas, kerusakan, risiko tinggi terhadap
4. Integritas kulit/jaringan kerusakan
Pasien tidak menunjukkan tanda tanda disfungsi neurovaskular,
tidak ada gangguan pertukaran gas, dan luka operasi minimal
karena pasien mengalami fraktur tertutup.

C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang ada pada teori yaitu:

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan hasil
1. Nyeri akut Hasil yang diharapkan 1. Pertahankan
dengan kriteria hasil : immobilisasi bagian
Data Obyektif : 1. Menyatakan nyeri yang sakit dengan tirah
1. Keluhan nyeri. hilang baring, gips, pembebat,
Menunjukkan traksi
2. Distraksi, fokus
tindakan santai 2. Tinggikan dan dukung
pada diri sendiri
2. Mampu ekstremitas yang
atau fokus
berpartisipasi terkena
menyempit,
dalam aktvitas 3. Hindari penggunaan
wajah
atau tidur dengan sprei/bantal plastik
menunjukan rasa
tepat. dibawah ekstremitas
nyeri
3. Menunjukkan dalam gips
3. Perilaku berhati
penggunaan 4. Tinggikan penutup
hati, melindungi
keterampilan tempat tidur;
perubahan tonus
relaksasi dan pertahankan linen
otot : respon
aktivitas terbuka pada ibu jari
otonomik
terapeutik sesuai kaki
indikasi untuk 5. Evaluasi keluhan
situasi individual. nyeri/ketidaknyamanan,
perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk
intensitas (skala0-10).
Perhatikan petunjuk
nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda
vital dan
emosi/perilaku)

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 41


6. Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah
sehubungan dengan
cedera
7. Jelaskan prosedur
sebelum memulai
8. Beri obat sebelum
perawatan aktivitas
9. Lakukan dan awasi
latihan rentang gerak
pasif/aktif
10. Berikan alternatif
tindakan kenyamanan,
contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan
posisi
11. Berikan alternatif
tindakan kenyamanan,
contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan
posisi
12. Dorong
menggunakan teknik
manajemen stress,
contoh relaksasi
progresif, latihan napas
dalam, imajinasi
visualisasi. Sentuhan
terapeutik
13. Identifikasi
aktivitas terapeutik
yang tepat untuk usia
pasien, kemampuan
fisik, dan penampilan
pribadi
14. Selidiki adanya
keluhan nyeri yang tak
biasa/tiba tiba atau
dalam lokasi
progresif/buruk tidak
hilag dengan analgesik
Kolaborasi
15. Lakukan kompres
dingin/es 24-48 jam
pertamma dan sesuai
keperluan
16. Berikan obat sesuai
indikasi narkotik dan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 42


analgetik non narkotik.
NSAID injeksi contoh
ketorolak (Toradol) :
dan/atau relaksasi otot,
contoh siklobenzaprin
(Flekseril), hidroksin
(Vistaril). Berikan
narkotik sekitar pada
jamnya selama 3-5 hari
17. Berikan/awasi
analgesik yang
dikontrol pasien (ADP)
bila indikasi
2. Infeksi risiko tinggi Hasil yang diharapkan 1. Inspeksi kulit untuk
terhadap dengan kriteria hasil : adanya iritasi atau
Mencapai robeka kontinuitas.
Data Obyektif : penyembuhan luka 2. Kaji sisi pen atau
1. Tidak dapat sesuai waktu, bebas kulit pertahankan
diterapkan drainase purulen atau kelebihan peningkatan
adanya tanda edema dan demam nyeri atau rasa terbakar
dan gejala atau adanya edema,
membuat drainase atau bau tak
diagnosa enak. Berikan perawatan
aktual pen atau kawat steril
sesuai protokol dan
mencuci tangan.
3. Intruksikan pasien
untuk tidak
menyebutkan sisi
insersi.
4. Tutupi pada akhir
gips peritonetal dengan
plastik.
5. Observasi luka
untuk pembentukan
bula, krepitasi,
perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase
yang tak enak.
6. Kaji tonus otot,
refleks tendon dalam
dan kemampuan untuk
berbicara.
7. Selidiki nyeri tiba-
tiba atau keterbatasan
gerakan dengan edema
lokal.
8. Lakukan prosedur

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 43


isolasi.

3. Mobilitas fisik, Hasil yang diharapkan 1. kaji derajat imobilisasi


kerusakan dengan kriteria hasil : yang dihasilkan oleh
1. Meningkatkan atau cedera/pengobatan dan
Data Obyektif : mempertahankan perhatikan persepsi
3. Ketidakmampuan mobilitas pada pasien terhadap
untuk bergerak tingkat paling imobilisasi
sesuai tujuan tinggi yang 2. Dorong partisipasi
dalam, mungkin. pada aktivitas
lingkungan fisik, 2. Mempertahankan terapeutik/rekreasi.
dilakukan posisi fungsional Pertahankan rangsang
pembatasan 3. Meningkatkan lingkungan, contoh
Menolak untuk kekuatan atau radio,TV, koran,
bergerak; fungsi yang sakit barang milik
keterbatasan dan pribadi/lukisan, jam,
rentang gerak mengkompensasi kalender, kunjungan
bagian tubuh. keluarga/teman
4. Meningkatkan 3. Instruksikan pasien
kekuatan atau untuk/bantu dalam
fungsi yang sakit rentang gerak
dan pasif/aktif pada
mengkompensasi ekstremitas yang sakit
bagian tubuh. dan yang tak sakit
Menunjukan teknik 4. Dorong penggunaan
yang memampukan latihan isometrik mulai
melakukan aktivitas. dengan tungkai yang
sakit
5. Berikan papan kaki,
bebat pergelangan,
dorongan
trokanter/tangan yang
sesuai
6. Tempatkan dalam
posisi telentang secara
periodik bila mungkin,
bila traksi digunakan
menstabilkan fraktur
tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong
menggunakan trapeze
dan pasca posisi untuk
fraktur tungkai bawah
8. Bantu/dorong
perawatan
diri/kebersihan
9. Berikan bantu dalam
mobilisasi dengan

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 44


kursi roda, kruk,
tongkat, sesegera
mungkin. Instruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
10. Awasi TD dengan
melakukan aktivitas.
Perhatikan keluhan
pusing
11. Ubah posisi secara
periodik dan dorong
untuk latihan
batuk/napas dalam
12. Auskultasi bising
usus. Awasi kebiasaan
eliminasi dan berikan
keteraturan defekasi
rutin. Tempatkan pada
pispot, bila mungkin,
atau menggunakan
bedpan fraktur.
Berikan privasi
13. Dorong peningkatan
masukan cairan sampai
2000-3000 ml/hari.
Termasuk air asam/jus.
14. Berikan diet tinggi
protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
Pertahankan penurunan
kandungan protein
sampai defekasi
pertama.
15. Laksanakan jumlah
diet kasar. Batasi
makanan pementukan
gas.
16. Kolaborasi konsul
dengan ahli terapi fisik
atau okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis.
17. Lakukan program
defekasi pelunak feses,
enema, laksatif sesuai
indikasi.
18. Rujuk ke perawat
spesialis psikiatrik

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 45


klinikal atau ahli terapi
sesuai indikasi.

Pada perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. E menggunakan


prioritas masalah dengan mempertimbangkan dasar-dasar kebutuhan
manusia untuk menyelesaikan 3 diagnosa yang di tegakan. Dalam
menetapkan rencana asuhan keperawatan kami berusaha menjalankannya
secara sistematis, berkesinambungan dan efisien. kami juga berusaha agar
perencanaan ini dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dibuat
sesuai dengan prioritas masalah dan dapat mengatasi diagnosa
keperawatan yang ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang ada pada Tn.
E tidak ada kesenjangan dengan perencanaan keperawatan yang ada di
teori pada bab sebelumnya.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan yang terdapat pada teori yaitu dibedakan berdasarkan
kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana
terhadap dalam standar praktek keperawatan yaitu :
1. Independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
perintah dan petunjuk dari dokter, atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu
kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya. Misalnya, tenaga social, ahli gizi fisioterapi dan dokter.
3. Dependen adalah tindakan dependen berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan
suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2001)

Dalam tahap implementasi, penulis bekerjasama dengan keluarga


klien, perawat ruangan dan tim kesehatan .sesuai prioritas masalah dan
kondisi klien.
1. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik yaitu Melakukan pengkajian nyeri secara

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 46


komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor prespitasi; mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan; mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri; meningkatkan istirahat; mengkolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian analgetik.
2. Pada diagnosa Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Monitor tanda tanda infeksi, membersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien; membatasi pengunjung bila perlu; mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan; meningkatkan intake nutrisi tinggi protein;
melakukan perawatan luka satu kali sehari.
3. Pada diagnosa Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskletal Memonitor vital sign, mengkaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi, membantu KDM klien, memberikan alat bantu jika
diperlukan.
Kesimpulan yang didapat yaitu, pelaksanaan keperawatan yang
dilakukan pada pasien Tn. E tidak ada kesenjangan dengan pelaksanaan
pada teori yang ada dibab sebelumnya.

E. Evaluasi Keperawatan

Melaksanakan evaluasi proses dan evaluasi hasil pada klien


dilaksanakan pada saat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan
keperawatan mengenai reaksi klien dan evaluasi hasil berdasarkan tujuan
yang ditetapkan pada evaluasi ini penulis melakukan penilaian asuhan
yang diberikan dari tanggal 5 – 7 Desember 2019.
Keberhasilan tindakan keperawatan dilakukan secara subjektif
melalui ungkapan klien dan secara objektif melalui pengamatan dan
pengukuran. Dari tiga diagnosa yang kami tegakan hanya satu diagnosa
yang teratasi yaitu diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik dan 2 diagnosa teratasi sebagian yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif dan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan muskuloskletal dikarenakan pasien masih menunjukan tanda

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 47


resiko infeksi seperti bengkak dan kemerahan pada area luka operasi dan
terhambat dalam beraktivitas walaupun tidak separah ketika awal masuk.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 48


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan langsung pada
Tn. E di Ruang Dahlia RS PMI Bogor dari tanggal 5 Desember sampai
dengan tanggal 7 Desember 2019, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan penulis menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai
evaluasi. Data-data tersebut digunakan untuk menyusun diagnosa
keperawatan.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan penulis berfokus pada data-
data sebagai hasil pengkajian berdasarkan masalah aktual, masalah
risiko tinggi yang penulisannya berdasarkan prioritas kebutuhan dasar
manusia menurut Maslow.
3. Pada pelaksanaan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan secara
komprehensif maka seluruh permasalahan yang dihadapi klien dapat
teratasi sebagian ataupun seluruhnya.
4. Pada klien fraktur ternyata tindakan dalam penyembuhannya sangat
berpengaruh pada sikap perawat yang empati dan menerapkan
komunikasi theraphy, di samping pemberian obat-obatan.
5. Bagi perawat, dengan adanya seminar ini, perawat dapat mengambil
manfaat yaitu menambah pengetahuan tentang proses asuhan
keperawatan klien dengan fraktur.

B. Saran
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dalam meningkatkan

pengetahuan klien dan keluarga dalam merawat pasien dengan fraktur

serta meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi baik

dengan bantuan maupun secara mandiri

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 49


DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis


untuk hasil yang diharapkan edisi 8. Jakarta: PT Salemba Medika

Corwin, E. (2009). Buku saku patofisiologi edisi 3. Jakarta: EGC

Doengoes, M. (1999). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian. Jakarta : EGC

Huda, A. & Hardhi, K. (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: penerbit mediaction

Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.


Jakarta: Salemba medika

Price, A. & Corwin. (2006). Patofisiologi konsep proses proses penyakit. Jakarta:
EGC

Smeltzer, S. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR | 50

Anda mungkin juga menyukai