PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas menewaskan1,3 jiwa diseluruh dunia atau
3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang
setiap tahunnya, dimana di tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal kaerna kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecelakaan fisik. Berdasarkan laporan kepolisian menunjukkan
peningkatan 6,72% dan 57,26 kejadian di tahun 2009 menjadi 61,606
insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349
meninggal dunia atau 43,15%. Menurut WHO (2011) dalam Ropyanto
(2011)
Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan
dari selain gizi, konsumsi , sanitasi, lingkungan, penyakit gigi dan mulut,
serta aspek mortalitas dan perilaku di Indonesia. Kejadian fraktur akibat
kecelakaan di Indonesia mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah
penduduk 238 juta dan merupakan angka kejadian di Asia Tenggara.
Kejadian fraktur di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 8 juta orang
mengalami fraktur di Indonesia 5,5% dengan rentang setiap provinsi
antara 2,2 sampai 9% fraktur ekstremitas bahwa memilki pravelensi
sekitar 46,2 % dari insiden kecelakaan. Hasil tim survey Depkes RI (2007)
didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian 45% mengalami
cacat fisik 15% mengalami stress psikologi dan bahkan depresi, serta 10%
mengalami kesembuhan dengan baik. Depkes RI (2007) dalam Ropyanto
(2011)
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak sekitar tulang akan menentukkan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson, 2006)
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Fraktur diharapkan dapat melaksanakan :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Fraktur.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Fraktur.
c. Menyusun perencanaan pada pasien dengan Fraktur.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Fraktur.
e. Mengevaluasi penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Fraktur.
f. Mendokumentasikan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Fraktur.
g. Membandingkan teori dengan kasus.
3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penulisan makalah ini adalah
tentang Asuhan keperawatan pada pasien (Tn. E) dengan Fraktur
diruang Dahlia Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor, dari
tanggal 5 Desember 2019 s.d 7 Desember 2019.
4. Metode Penulisan
Adapun metode dalam penulisan makalah ini menggunakan metode :
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
tidak hanya mengukur sikap dari responden namun juga dapat
digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi. Dalam
5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari lima bab yang
disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut :
Bab satu : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan
penulisan (tujuan umum dan tujuan khusus), ruang lingkup, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan teori, yang
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi (proses, mannifestasi klinis dan
komplikasi), penatalaksanaan (pengobatan dan tindakan medis). Bab tiga :
Tinjauan kasus, yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, dalam bentuk narasi. Bab empat : Pembahasan
yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan
6. Manfaat penulisan
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunank disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price & Wilson, 2006)
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering
kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukan keberadaan cedera
tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,
saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah yang dapat menjadi
komplikasi pemulihan klien. Untuk menentukan perawatan yang sesuai,
seorang perawat akan memulai dengan deskripsi cedera yang ringkas dan
cepat. (Black, J.2014)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat di absorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga
akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
(Smeltzer,S. 2001)
B. Etiologi
Menurut Black, J (2014) etiologi fraktur terjadi karena kelebihan
beban mekanis pada satu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang
terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya
pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi,
Klasifikasi Fraktur
C. Patofisiologi
Kerapuhan pada fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka
tulang mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayannya sangat
ekstrim, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-
keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser kesamping, pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah dikorteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluiran sumsum (medula), hematoma terjadi
diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang
disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respons peradangan
yang hebat. Akan terjadi vasodilatasai, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons
patofisiologis ini juga dapat merupakan tahap awal dari penyembuhan
tulang. Black, J (2014)
2. Kompilkasi
a) Komplikasi Awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok, yang bisa
berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera; emboli lemak,
yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih; dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi eksremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal lainnya
yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli,
(emboli paru), yang dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera; dan koagulopati inravaskuler diseminata
(KID).
b) Komplikasi Lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan
terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan
normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan
terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
disraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur
menyembuh.
Tidak adanya penyatuan terkadi karena kegagalan
penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pasien mengeluh tidak
nyaman dan gerakan yang menetap pada tempat fraktur. Faktor
yang ikut berperan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada
D. Penatalaksanaan
Menurut Corwin, E (2009)
1) Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan
hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan.
2) Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi
pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar
reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup).
Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin
atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. Traksi
dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi
penyembuhan.
3) Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar
terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang
biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.
E. Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
SIRKULASI
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jatingan atau massa hematoma pada sisi cedera
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin teralokasi pada
area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
KEAMANAN
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Lingkungan cedera.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
H. Implementasi
I. Evaluasi
Tujuan Evaluasi
Macam-Macam Evaluasi
a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan
Ditulis pada catatan perawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk
selama 30 menit tanpa pusing
b. Evaluasi Sumatif ( SOAPIER )
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan
Ditulis pada catatan perkembangan
c. Tahap Dalam Evaluasi
Mengidentifikasi kriteria hasil standar untuk mengukur keberhasilan
Mengumpulkan data sehubungan dengan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Contoh : dalam waktu 1 minggu BB naik ½ kg
Mengevaluasi pencapaian tujuan dengan membandingkan data yang
dikumpulkan dengan kriteria. Contoh: setelah 1 minggu perawat
menimbang BB naik ¼ kg
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal pengkajian dimulai dari 5 Desember 2019, dimana tanggal
masuk pasien pada tanggal 4 Desember 2019. Pasien dirawat diruang
Dahlia, kelas II nomor kamar 201. Nomor registrasinya 0367001. Dengan
diagnose medis Fraktur mid humerus sinistra comminutive.
Pasien tersebut adalah Tn.E dengan jenis kelamin laki laki, usia 17
tahun , status perkawinan belu menikah, agama islam, suku bangsanya
jawa, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia,
pekerjaannya belum bekerja / pelajar, alamat rumah bantar kemang rt 02
rw 07, sumber biaya Umum. Informasi ini didapatkan dari klien dan
keluarga.
Resume ditulis sejak klien masuk rumah sakit sampai dengan
sebelum pengkajian dilakukan meliputi: data focus, masalah keperawatan,
tindakan keperawatan, mandiri serta kolaborasi dan evaluasi secara umum
yaitu pasien pertama kali masuk ke IGD pada tanggal 4 Desember 2019,
masuk dengan keluhan nyeri di lengan kiri atas dikarenakan kecelakaan
lalu lintas ditabrak mobil dari belakang sepulang sekolah pada pukul
10:00, pasien dibawa ke rumah sakit setelah 1 minggu kejadian. Sebelum
dibawa ke rumah sakit keluarga pasien membawa pasien ke alternatif
ciimande untuk diurut. Hari ke 4 setelah kejadian pasien mengeluh
demam, mual dan muntah. Hasil observasi tanda tanda vital, TD= 160/100
mmHg, N=74x/menit, S=360 C, Rr=22x/menit, GCS E-4, M=6, V=5,
Keadaan umum = sedang, edema di tangan kiri, skala nyeri 6, terpasang
oksigen simple mask 8 L/menit, terpasang monitor, restrain ekstremitas
menggunakan mitella. Pasien tampak meringis kesakitan dan masih
mengeluh mual.
Riwayat kesehatan sekarang dengan keluhan utama nyeri dibagian
lengan kiri atas. Kronologis keluhan dengan factor pencetus kecelakaan
lalu lintas (motor), timbulnya keluhan secara bertahap selama 4 hari dan
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal 5 Desember
2019 ada 3 yang diurutkan sesuai prioritas yaitu :
C. Perencanaan
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian menurut teori yaitu:
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
SIRKULASI
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respon stres, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jatingan atau massa hematoma pada sisi cedera
NEUROSENSORI
Gejala: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot.
Tanda: Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin teralokasi pada
area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf.
KEAMANAN
Tanda: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: Lingkungan cedera.
B. Diagnosa Keperawatan
Secara umum diagnosa yang timbul pada kasus fraktur yang ditemukan
adalah :
1. Nyeri akut
2. Disfungsi neurovaskuler perifer, risiko tinggi terhadap
3. Pertukaran gas, kerusakan, risiko tinggi terhadap
4. Mobilitas fisik, kerusakan
5. Integritas kulit/jaringan kerusakan
6. Infeksi resiko tinggi terhadap
Sedangkan diagnosa yang timbul pada Tn. E adalah :
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang ada pada teori yaitu:
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan yang terdapat pada teori yaitu dibedakan berdasarkan
kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana
terhadap dalam standar praktek keperawatan yaitu :
1. Independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
perintah dan petunjuk dari dokter, atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu
kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya. Misalnya, tenaga social, ahli gizi fisioterapi dan dokter.
3. Dependen adalah tindakan dependen berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan
suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2001)
E. Evaluasi Keperawatan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan langsung pada
Tn. E di Ruang Dahlia RS PMI Bogor dari tanggal 5 Desember sampai
dengan tanggal 7 Desember 2019, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan penulis menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai
evaluasi. Data-data tersebut digunakan untuk menyusun diagnosa
keperawatan.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan penulis berfokus pada data-
data sebagai hasil pengkajian berdasarkan masalah aktual, masalah
risiko tinggi yang penulisannya berdasarkan prioritas kebutuhan dasar
manusia menurut Maslow.
3. Pada pelaksanaan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan secara
komprehensif maka seluruh permasalahan yang dihadapi klien dapat
teratasi sebagian ataupun seluruhnya.
4. Pada klien fraktur ternyata tindakan dalam penyembuhannya sangat
berpengaruh pada sikap perawat yang empati dan menerapkan
komunikasi theraphy, di samping pemberian obat-obatan.
5. Bagi perawat, dengan adanya seminar ini, perawat dapat mengambil
manfaat yaitu menambah pengetahuan tentang proses asuhan
keperawatan klien dengan fraktur.
B. Saran
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat dalam meningkatkan
Huda, A. & Hardhi, K. (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: penerbit mediaction
Price, A. & Corwin. (2006). Patofisiologi konsep proses proses penyakit. Jakarta:
EGC
Smeltzer, S. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC