Profil gelatinisasi
tepung untuk disesuaikan pada produk yang akan diaplikasikan. Sifat profil gelatinisasi yang
dijadikan respon pada proses optimasi diantaranya adalah suhu gelatinisasi (PT), viskositas
puncak (PV) dan perubahan viskositas selama pendinginan atau viskositas setback (SB).
1. Suhu gelatinisasi
Suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca yang
menandakan pati mulai mengalami gelatinisasi (Faridah et al., 2014). Berdasarkan hasil analisis
keragaman model kubik, menghasilkan nilai suhu gelatinisasi yang signifikan 0.0072 atau p
value < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa model mewakili variabel bebas dalam
memepengaruhi respon suhu gelatinisasi. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa suhu
dan waktu modifikasi HMT mempengaruhi respon suhu gelatinisasi secara signifikan. Hasil uji
Pengaruh variable bebas terhadap respon suhu gelatinisasi disajikan melalui grafik dua
dimensi (plot kontur) pada Gambar . Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara suhu dan
waktu modifikasi HMT dengan respon suhu gelatinisasi yang dihasilkan. Bagian grafik yang
semakin berwarna merah menunjukkan nilai suhu gelatinisasi yang tinggi sedangkan bagian
yang semakin berwarna biru menunjukkan nilai suhu gelatinisasi yang rendah.
Design-Expert® Software
5.41
Pasting temperature
Pasting temperature
Design Points
91
89 4.71
X1 = A: suhu
B : w a k tu
X2 = B: waktu 89.7813 90.0563
4.00
89.5063
6
90.3313
89.2313
3.29
89.2313
2.59
82.93 86.46 90.00 93.54 97.07
A: suhu
Semakin tinggi suhu dan lama waktu modifikasi HMT maka suhu gelatinisasi akan
cenderung meningkat. Peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan karena proses modifikasi
HMT menyebabkan rekristalisasi komponen granula pati yang dimodifikasi HMT menjadi lebih
taha terhadap panas sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menggelatinisasi
Kenaikan suhu gelatinisasi ini disebabkan oleh pembentukan ulang struktur di dalam
granula pati (Lawal dan Adebowale, 2005). Selama proses modifikasi terjadi peningkatan
Peningkatan interaksi tersebut turut meningkatkan stabilitas interaksi molekul di dalam granula
(Herawati, 2009). Akibatnya, dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk memutuskan ikatan
Pada penelitian ini, nilai suhu awal gelatinisasi tertinggi 91ᴼC sedangkan terendah 89ᴼC.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya suhu selama HMT
menyebabkan granula pati lebih resisten terhadap panas, sehingga membutuhkan suhu yang lebih
tinggi lagi untuk mulai tergelatinisasi (menyerap air). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
(peningkatan) suhu awal gelatinisasi dan suhu gelatinisasi. Hal tersebut terjadi karena selama
proses HMT memungkinkan terbentuknya ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa pada
bagian kristalin dengan amilopektin pada bagian amorpous, sehingga menghasilkan formasi
kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat. Terbentuknya formasi kristalin tersebut
yang menyebabkan pati membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menyerap air (Lestari et al.,
2015). Penelitian lain menunjukkan bahwa perlakuan HMT dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu awal gelatinisasi pada pati ubi jalar (Collado et al., 2001), pati jagung
2. Viskositas puncak
Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati tergelatinisasi atau mencapai
pengembangan maksimum hingga selanjutnya akan pecah (Lestari et al., 2015). Grafik viskositas
Hasil analisis keragaman model kuadratik menghasilkan nilai viskositas puncak yang
signifikan yaitu 0.0006 atau p value < 0.05. Pada Tabel. Hasil viskositas puncak seiring menurun
dengan terjadinya peningkatan suhu modifikasi HMT. Hal ini terjadi karena akibat interaksi
antara molekul air, amilosa, dan amilopektin yang terjadi di dalam granula pati melalui ikatan
hidrogen. Interaksi yang terjadi antara ketiga molekul menyebabkan penyusunan ulang struktur
granula pati. Pada penyusunan ulang ini, ikatan yang terbentuk antara amilosa-amilosa, amilosa-
amilopektin, dan amilopektin-amilopektin akan semakin kuat sehingga kelarutannya di air akan
semakin berkurang (Varatharajan et al., 2010). Hal ini mengakibatkan turunnya viskositas
Design-Expert® Software
5.41
Peak viscosity (PV)
Peak viscosity (PV)
Design Points
1747
1137 4.71
1298.44
X1 = A: suhu B : w a k tu
X2 = B: waktu
4.00 1578.66 6 1485.25 1391.84
3.29 1672.06
2.59
82.93 86.46 90.00 93.54 97.07
A: suhu
Penurunan viskositas puncak pada tepung sorgum HMT yang diaplikasikan menjadi
produk mi diharapkan akan memiliki KPAP yang rendah pula. Penelitian yang telah dilakukan
oleh Pukkahuta et al. (2008), menunjukkan semakin lama waktu pemanasan pada proses HMT
rekristalisasi dari pati tergelatinisasi selama pendinginan (Beta dan Corke 2001). Tingginya nilai
analisis keragaman model kuadratik, menghasilkan nilai setback yang signifikan 0.0002 atau p
value < 0.005. Grafik kontur respon setback disajikan pada Gambar.
Design-Expert® Software
5.41
Setback
Setback
Design Points
1872
898 4.71
1106.63
X1 = A: suhu
B : w a k tu
X2 = B: waktu
4.00 1430.25 6 1268.44
1592.06
3.29
1753.87
2.59
82.93 86.46 90.00 93.54 97.07
A: suhu
Menurut Olayinka et al. (2008), pati dengan molekul amilosa dan amilopektin rantai
pendek cenderung cepat untuk mengalami retrogradasi. Pada Tabel . selama proses HMT terlihat
viskositas balik tepung sogum HMT mengalami penurunan. Penurunan viskositas balik ini
diakibatkan oleh penyusunan ulang antar molekul amilosa dan amilopektin yang menyebabkan
ikatan antar molekul amilosa dan amilopektin di dalam pati menjadi lebih banyak sehingga pada
akhirnya menurunkan kecenderungan untuk mengalami retrogradasi (Zavarese et al., 2010). Hal
ini terlihat dari angka viskositas balik yang semakin menurun. Penurunan nilai setback
merupakan karakteristik yang diinginkan pada tepung sorgum sebagai bahan baku mie, untuk