Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD TARAKAN

Nama Mahasiswa : Mohammad Fajar Akbar Tanda Tangan

Nim : 11.2015.441 ....................

Dr. Pembimbing : dr Nunik Sp,PD


...................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H Alamat : Kebon kacang Jakarta pst
Tanggal lahir : 3 Agustus 1974 Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan :- Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 30 Mei 2017

A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis/Alloanamnesis (tanggal : 16 juni 2017)

Keluhan Utama
Nyeri perut sejak 5 hari SMRS

1
Riwayat Penyakit Sekarang
OS mengatak nyeri di perut 5 hari SMRS, nyeri nya muncul secara tiba-tiba, nyeri di rasa
semakin memberat kita os berjalan atau melakukan aktivitas,nyeri yang di rasa menetap tidak
hilang timbul,nyeri seperti di remas tepat di perut bagian tengah. OS juga mengeluhkan sesak
nafas yang muncul secara tiba tiba pada saat nyeri perutnya timbul. Sesak dirasakan sepanjang
hari. Selain sesak, Os juga mengakui demam yang di rasa sepanjang hari,mual ada muntah ada
isi air dan sisa makanan. Os juga mengatakan BAB nya cair dengan frekuensi sehri bias 5 kali
Tidak ada ampas tidak ada darah
Riwayat kencing manis,riwayat sakit jantung,riwayat pengobatan paru di sangkal pasien
os mengatakn belum pernah merasakn sakit yang seperti ini sebelumnya, riwayat keluarga
dengan sakit dan gejala yang sama juga di sangkal pasien.os mengakui perokok sehari
sebungkus,riwayat minum alcohol tidak ada.

Penyakit Dahulu
(+) Cacar (- ) Malaria (- ) DBD
(+) Cacar Air (- ) Disentri (- ) Burut (Hemia)
(- ) Difteri (- ) Hepatitis (- ) Rematik
(- ) Batuk Rejan (- ) Tifus Abdominalis (- ) Wasir
(- ) Campak (- ) Skrofula (- ) Diabetes
(- ) Influenza (- ) Sifilis (- ) Alergi
(- ) Tonsilitis (- ) Gonore (- ) Tumor
(- ) Khorea (- ) Hipertensi (- ) Penyakit Pembuluh
(- ) Demam Rematik Akut (- ) Ulkus Ventrikuli (- ) Pendarahan Otak
(- ) Pneumonia (- ) Ulkus Duodeni (- ) Psikosis
(- ) Pleuritis (- ) Gastritis (- ) Neurosis
(- ) Tuberkulosis (- ) Batu Empedu lain-lain : (- ) Operasi
( +) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal

Kakek - Laki-laki Meninggal Tidak diketahui


Nenek - Perempuan Meninggal Tidak diketahui
Ayah 63 Laki-laki Sehat -
2
Ibu 60 Perempuan Sehat -
Saudara 33 Laki-laki Sehat -
Anak-anak 15 Perempuan Sehat -

Adakah Kerabat yang Menderita


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - X
Asma - X
Tuberkulosis - X
Artritis - X
Rematisme - X
Hipertensi X - ORANG TUA
Jantung - X
Ginjal - X
Lambung - X

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(- ) Bisul (- ) Rambut (-) Keringat Malam (- ) Lain-lain
(- ) Kuku ( -) Kuning/Ikterus (- ) Sianosis
Kepala
(- ) Trauma (+ ) Sakit Kepala
(- ) Sinkop (- ) Nyeri pada Sinus
Mata
(- ) Nyeri (- ) Radang
(- ) Sekret (- ) Gangguan Penglihatan
(- ) Kuning/Ikterus (- ) Ketajaman Penglihatan menurun

Telinga
(- ) Nyeri (- ) Tinitus
(-) Sekret (- ) Gangguan Pendengaran
(- ) Kehilangan Pendengaran
Hidung

3
(- ) Trauma (- ) Gejala Penyumbatan
(- ) Nyeri (- ) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (- ) Pilek
(- ) Epistaksis
Mulut
(+) Bibir kering (- ) Lidah kotor
(- ) Gangguan pengecapan (- ) Gusi berdarah
(- ) Selaput (- ) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(- ) Benjolan (- ) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(- ) Nyeri dada (+) Sesak Napas
(- ) Berdebar (- ) Batuk Darah
(- ) Ortopnoe (+) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(- ) Rasa Kembung (- ) Perut Membesar
(+) Mual (- ) Wasir
(+) Muntah (- ) Mencret
(- ) Muntah Darah (- ) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (- ) Tinja Berwarna Dempul
(- ) Nyeri Perut
(- ) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(- ) Disuria (- ) Kencing Nanah
(- ) Stranguri (- ) Kolik
(- ) Poliuria (- ) Oliguria
(- ) Polakisuria (- ) Anuria
(- ) Hematuria (- ) Retensi Urin
(- ) Kencing Batu (- ) Kencing Menetes
(- ) Ngompol (- ) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(- ) Anestesi (- ) Sukar Mengingat

4
(- ) Parestesi (- ) Ataksia
(-) Otot Lemah (- ) Hipo / Hiper-esthesi
(- ) Kejang (- ) Pingsan
(- ) Afasia (- ) Kedutan (‘tick’)
(- ) Amnesia (- ) Pusing (Vertigo)
(- ) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (- ) Deformitas
(- ) Nyeri (- ) Sianosis
______________________________________________________________________
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 68 kg
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 37,80 C
Pernafasaan : 26 x/menit
Keadaan gizi : IMT=
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Cara berjalan : sulit dinilai
Mobilitas ( aktif / pasif ) : pasif
Umur taksiran pemeriksa : 40 tahun

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi : tidak ada

5
Jaringan Parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : normal, merata
Lembab/Kering : lembab
Suhu Raba : hangat
Pembuluh darah : tampak
Keringat : merata
Turgor : baik
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : sedikit
Oedem : tidak ada
Ptekie : tidak ada
Lain-lain :-
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak membesar Leher : tidak membesar
Supraklavikula : tidak membesar Ketiak : tidak membesar
Lipat paha : tidak membesar
Kepala
Ekspresi wajah : normal
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam, merata
Pembuluh darah temporal : teraba
Mata
Exophthalamus : tidak ada
Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-)
Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis
Visus : normal
Sklera : tidak ikterik
Gerakan Mata : normal
Lapangan penglihatan : luas
Tekanan bola mata : normal
Nistagmus : tidak ada

6
Telinga
Tuli : tidak ada
Selaput pendengaran : utuh, intak (+)
Lubang : normal
Penyumbatan : tidak ada
Serumen : ada
Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Mulut
Bibir : kering
Tonsil : T1-T1 tenang
Langit-langit : tidak ada candida
Bau pernapasan : bau
Gigi geligi : lengkap
Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis, oedem(-)
Selaput lendir : normal
Lidah : tidak ada deviasi
Leher
Tekanan Vena Jugularis : 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : normal, simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Retraksi otot pernapasan (-) Retraksi otot pernapasan (-)
Palpasi Sela iga normal, tidak ada bejolan, Sela iga normal, tidak ada bejolan, nyeri
nyeri tekan(-) tekan(-)

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru


Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
7
Auskultasi Ki: vesikuler, Rh+/+, Wh+/+ Ki: vesikuler, Rh+/+, Wh+/+
Ka: vesikuler, Rh+/+, Wh+/+ Ka: vesikuler, Rh+/+, Wh+/+

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea midclavicula sela iga 5
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sela iga 5
Perkusi :
Batas kanan : sela iga 4, linea parasternal kanan
Batas kiri : sela iga 5, linea midclavicularis kiri
Batas atas : sela iga 2, line sternalis kiri
Auskultasi : BJ I-II murni reguler murmur(-), gallop (-)
Perut
Inspeksi : datar, simetris, tidak ada bekas operasi, peristaltik tidak terlihat
Palpasi
Dinding perut : datar, striae(-), tidak ada pembuluh darah kolateral
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Ginjal : ballottement(-)
Lain-lain : nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness(-), undulasi(-)
Auskultasi : bising usus (+)
Refleks dinding perut : baik
Alat Kelamin (atas indikasi)
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Tonus : hipotonus hipotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak tampak kelainan tidak tampak kelainan
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : 5 5
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : - -
Varises : - -
8
Otot : atrofi atrofi
Tonus : hipotonus hipotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak tampak kelainan tidak tampak kelainan
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : + +
Lain-lain : - -
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon ++ ++
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patela ++ ++
Achiles ++ ++
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit ++ ++
Refleks patologis - -

Colok Dubur (tidak dilakukan)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab tanggal 30/03/2017
Tes Hasil Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 16,8 g/dl 13.0-18.0
Hematokrit 51,4 % L: 42 - 52, P: 37- 47
Eritrosit 6,09 juta/ul L: 4,7 - 6,1, P: 4,2 - 5,4
Trombosit 73,980 ribu/ul 150-450
Leukosit 12,490 /ul L: 4,8 – 10,8, P: 4,8 – 10,8
KIMIA KLINIK
Elektrolit

9
Natrium (Na) 136 mEq/L 135-150
Kalium (K) 4,0 mEq/L 3,6-5,5
Clorida (Cl) 99 mEq/L 94-111
Analisa Gas Darah
pH 7.410 7.35 – 7,45
PCO2 31,5 mmHg 33-45
PO2 38,5 mmHg 83-108
SO2 74,3 % 85-99
BE-ecf -4,7 mmol/L -2 -3
BE-b -2,9 mmol/L
SBC 21.5 mmol/L
HCO3 20.0 mmol/L 21-28
TCO2 21.1 mmol/L 23-27
A 110.6 mmol/L 128-229
A-aDO2 72.10 mmol/L
a/A 0.3 mmol/L
O2 Ct 20.8 ml/dl
Temperature 37.0
Gula Darah
Gula darah sewaktu 90 mg/dl <140
Fungsi Liver
AST (SGOT) 46 < 40
ALT (SGPT) 33 < 41
Fungsi Ginjal
Ureum 65 15-50
Kreatinin 2.44 0,6-1,3

RO THORAX
30/03/2017

10
D. RINGKASAN (RESUME)
Laki-laki, 40 tahun, OS mengatakan nyeri di perut 7 hari SMRS. Nyeri dirasakan
sepanjang hari, seperti di remas. Os juga mengatak di seritai dengan sesak yang muncul secara
tiba tiba, Os juga mengeluhkan ada nya mual(+) muntah sekali tidak ada darah lender hanya sisa
makan, os juga di sertai dengan demam sepanjang hari yang menetap dan tidak hilang timbul, os
juga mengaku BAB nya cair sehari bisa 5 kali sehari. Lender darah BAB hitam di sangkal pasien
dari pemeriksaan fisik didapatkan
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD 110/70 mmHg , Nadi 100 x/menit,pernapasan 26x/menit suhu febris
suhu 37,80 celcius. Sklera tidak tampak ikterik. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan suara
nafas vesikuler dengan ronki -/-. Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur maupun
gallop. Abdomen supel, datar, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar.
Ekstremitas didapatkan edema tungkai dan akral hangat.

11
E. MASALAH
1. Colic abdomen
2. Dypepsia
3. CKD

F. TATALAKSANA
1. Tanggal
a. IUVD Ringer/12 jam
b. Injeksi omeprazole
c. metroklorpramid
G. PROGNOSIS
 Ad vitam :
 Ad functionam :
 Ad sanationam :

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang berkembang dari infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umumnya bakteri ini menyebar dari orang
ke orang melalui transmisi udara. Penyakit ini biasanya menyerang organ paru. Walaupun
begitu, sepertiga dari jumlah kasus tuberkulosis menyerang organ ekstra paru. TB Milier
merupakan penyakit Limfo-Hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberkulosis dari
kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal.

Tuberkulosis primer adalah kuman M.TB yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonia, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran getah
12
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfadenitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut: (1) sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali, (2) sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan sarang perkapuran di
hilus, (3) menyebar secara perkontuinatum, bronkogen, hematogen, dan limfogen.

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis


primer, biasanya terjadi pasa usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan
sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti salah satu jalan sebagai berikut: (1) diresopsi kembali dan sembuh tanpa
meninggalkan cacat, (2) sarang tersebut sakan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar, (3) sarang pneumoni
meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti ini akan
menjadi meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru, memadat dan membungkus
diri (enkapsulasi) disebut tuberkuloma, atau membersih dan menyembuh.

WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 5 kategori yaitu:

 Kategori I, ditujukan terhadap :


- Kasus baru dengan sputum positif.
- Kasus baru dengan bentuk TB berat.
 Kategori II, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
 Kategori III, ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

13
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
 Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.
 Kategori V untuk MDR-TB

1) Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), kriteria pasien TB paru adalah sebagai berikut:

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


 b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative


 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2) Berdasarkan tipe pasien:

1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan
selesai.

14
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.

Gejala klinis TB diagi dalam 2 bagian yaitu gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. Pada
paru akan timbul gajala lokal berupa gejala respiratori seperti batuk, sputum purulen, batuk
darah, nyeri dada dan sesak nafas. Tanda dan gejala respiratori tergantung luas lesi.

Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT:

1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.

2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)

Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).

3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)

Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, pasien
ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.

4. Obat sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori I
atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif.

Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk ke jaringan paru melalui


airborne infeksion yang terhirup. Masuknya kuman akan merangsang mekanisme imun
15
nonspesifik, makrofag alveolus akan memfagositosis kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB, dengan demikian masuknya kuman tidak selalu
menimbulkan penyakit, terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya kuman TB
serta daya tahan tubuh yang terkena. Jika virulensi kuman tinggi dan jumlah kuman banyak atau
daya tahan tubuh menurun maka makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag tersebut. Kuman TB yang terus berkembangbiak akan
menyebabkan makrofag lisis, dan kuman TB akan mmbentuk koloni di tempat tersebut yang
disebut Fokus Primer Ghon.

Dari Fokus Primer tersebut kuman TB dapat menyebar melalui saluran limfe menuju ke
kelenjar limfe regional yang akan menyebbkan terjadinya iflamasi di saluran limfe (Limfangitis)
dan kelenjar limfe tersebut (Limfadenitis). Kompleks Primer merupakan gabungan antara Fokus
Primer. Limfangitis dan Limfadenitis regional. Masa inkubasi yaitu sampai terbentuknya
Kompleks Primer biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu.

Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau daya tahan tubuh yang
baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis dan
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Begitu juga kelenjar limfe
regional akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi resolusinya biasanya tidak sesempurna
Fokus Primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini (dormant).

Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat juga mengalami komplikasi dan dapat
menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara bronkogen, limfogen dan hematogen.

Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks
primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sitemik.

Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa ;

 Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).


 Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut).
 Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang).

16
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis, dosis dan efek samping

Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer
Rifampicin 10-20 600 Hepatitis
Pirazinamid 15-30 2000 Hepatotoksik, artralgia
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik
Strepomicin 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

PNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris,
pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia.

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering mengakibatkan kematian.
Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat
menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih
setelah pengobatan sesesai.

Pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu
bagian substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia
lobaris. Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi.

Pneumonia Bakteri/Tipikal.

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu boleh menyerang siapa saja, dari bayi hingga
mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.

17
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika
terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian
besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi
saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi
virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.

Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya


klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

Pneumonia Akibat virus.

Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi boleh menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita
menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai
membirunya bibir.

Tipe pneumonia ini boleh itumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu
yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.

Klasifikasi Berdasarkan predileksi infeksi:

a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.

b. Pneumonia bronkopneumonia

18
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Boleh
kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang
lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen
dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super
infeksi) dan sebagainya.

Etiologi

Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus influenzae. Pada


bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat,
dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi.

 Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter


 Virus: virus influenza, adenovirus
 Micoplasma pneumonia

Pemeriksaan

Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga


menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia
mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.

Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat diambil biosi jarum, aspirasi
transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebeb. Lebih dari satu organise ada bakteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia,
stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza, CMV. Cairan seputum tak
dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah cuma dapat menunjukkan
bakteremia sementara

Terjadi eokositosis meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial. Pemeriksaan
serologi seperti titer virus atau legionella, aglutinin dingin membantu dalam membedakan
diagnosis organisme khusus. Pemeriksaan fungsi paru untuk melihat volume mungkin menurun

19
(kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin
terjadi perembesan (hipoksemia). Pemeriksaan lain seperti elektrolit dan hepar yang mungkin
akan didapatkan Natrium dan Klorida yang rendah dan bilirubin meningkat.

Tatalaksana

1. Oksigen 1-2 L / menit


2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % :
NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat
badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan.
7. Untuk kasus pneumonia komuniti base:
Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
8. Untuk kasus pneumonia hospital base :
Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.

HIPOKALEMIA

Kehilangan K+ terjadi melalui saluran cerna (GI losses) terlihat pada muntah-muntah,
diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar. Adenoma villi dapat mengekskresikan
K+ dan diikuti oleh sejumlah besar lendir dalam tinja. Kehilangan dari saluran cerna di bawah
lambung akan menghasilkan konsentrasi K+ urin yang rendah serta asidosis metabolik yang
sekunder terhadap kehilangan banyak bikarbonat. Kehilangan dari lambung akan menghasilkan
konsentrasi K+ yang tinggi dalam urin (biasanya >40 mEq/L) serta alkalosis metabolik sekunder
dari kehilangan klorida yang banyak.

20
Etiologi hipokalemi juga terjadi karena Diuretik seperti Tiazid, furosemid, asam
etakrinat, dan bumetanid. Penurunan maksimal dari kadar K+ serum biasanya terlihat setelah 7
hari pengobatan. Derajat deplesi K+ tergantung pada asupan Na+ dengan pembatasan garam
yang ketat (<2 g/hari) atau asupan Na+ yang berlebihan (10 g/hari) menambah kehilangan
K+ dalam urin. Kehilangan K+mungkin lebih bermakna jika pasien mengalami edema (atau
keadaan-keadaan edema yang terkait dengan peningkatan kadar aldosteron akan merangsang
ekskresi K+ ). Kadar K+serum harus diukur sebelum memulai diuretik dan 1 minggu setelah
peningkatan dosis diuretik.

Sebab-sebab lain dari hipokalemia seperti asupan K+ yang tidak cukup dari diet tidak
lazim dijumpai. Kadang-kadang terlihat pada peminum alkohol atau pasien kakeksia. Selain itu,
boleh juga terjadi ekskresi berlebihan dari ginjal. Hipokalemia terjadi dengan konsentrasi K+ urin
>20 mEq/L.

Antara yang terjadi adalah disebabkan oleh hiperaldosteron, sindrom Bartter, kelebihan
glukokortikoid, defisiensi magnesium , diuresis osmotik , asidosis tubulus ginjal, diuretik, dan
banyak antibiotik (karbenisilin, aminoglikosida).

Gambaran klinik.

Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik, hipotensi,


penurunan motilias saluran cerna yang mengakibatkan ileus. Hiperpolarisasi miokard terjadi
pada hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena, dan
kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan depresi
segmen ST. Hipokalemia juga menyebabkan peningkatan kepekaan sel jantung terhadap digitalis
dan boleh mengakibatkan toksisitas pada kadar terapi.

Tatalaksana

Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesemia. Ini sering
terjadi pada pemakaian diuretik boros kalium. Kadar magnesium harus dicek jika kadar kalium
sulit dinaikkan. Magnesium harus diganti jika kadar serum rendah. Kadar serum magnesium
tidak mencerminkan cadangan total tubuh, penggunaan magnesium secara empirik diindikasikan
sekalipun pada kadar magnesium serum yang normal kalium serum masih sukar ditingkatkan.

21
Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi diuretik. Cek ulang
kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi dimulai. Cek secara berkala setelah itu. Pada
alkalosis metabolik hipokalemik-hipokloremik, suplemen klorida harus diberikan juga (KCl).
Pertimbangkan diuretik hemat-kalium pada pasien dengan hipokalemia karena kehilangan
melalui ginjal, namun jangan gunakan pada pasien insufisiensi ginjal, pasien dengan suplemen
kalium, atau pasien yang mendapat penghambat ACE kecuali di bawah pengawasan ketat (yakni
pada rawat-inap, dengan pengukuran kalium setiap hari). Terapi IV harus digunakan untuk
hipokalemia berat dan pada pasien yang tidak tahan dengan suplemen oral.

Daftar Pusaka

1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Hal 51-60
2. Murray MT (2013). Bronchitis and pneumonia. In JE Pizzorno Jr, MT Murray, eds., Textbook
of Natural Medicine, 4th ed., pp. 1271-1276. St. Louis: Elsevier
3. Torres A, et al. (2010). Pyogenic bacterial pneumonia and lungabscess. In R Mason et al., eds.,
Murray and Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 5th ed., vol. 1, pp. 699-740.
Philadelphia: Saunders
4. Firth (2010). "Chapter: Disorders of potassium homeostasis". In David A. Warrell, Timothy
M. Cox, John D. Firth ; sub-editor, Graham S. Ogg. Oxford textbook of medicine.5th ed.

22

Anda mungkin juga menyukai