Anda di halaman 1dari 15

Nama : Daffa Raihanawan

Kelas : 1E / Kelompok 3
NIM : 1820201
Tanggal : 10 April 2019

PENETAPAN KADAR Cu DALAM


SAMPEL AIR LIMBAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

I. TUJUAN
Menetapkan kadar Cu dalam sampel air limbah secaraspektorfotometri serapan atom
nyala.

II. PRINSIP
Ion logam Cu yang terlarut dalam air limbah ditetapkan kadarnya dengan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Larutan standar logam dan air limbah yang telah
disaring diaspirasikan ke alat AAS, kemudian dijadikan aerosol oleh nebulyzer,sampel yang
berbentuk aerosol atau kabut halus dibakar oleh nyala api supaya senyawaan organik terbakar
dan ion-ion logam teratomisasi dan berada dalam keadaan ground state. Logam yang telah
teratomisasi diberikan radiasi resonansi yang berasal dari lampu katoda, sehingga logam
tersebut mengalami eksitasi. Atom logam yang tereksitasi sesuai dengan radiasi resonansi
lampu katoda. Besarnya intensitas radiasi resonansi lampu katoda yang diserap oleh atom-
atom logam sebanding dengan konsentrasi logam tersebut.

III. DASAR TEORI


Spektrofotometri Serapan Atom adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan
cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode
ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah . Dalam AAS, atom bebas
berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik,
energi kimia danenergi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas
yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang
dipancarkan bersifat khas karenamempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk
setiap atom bebas.
Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di pertimbangkan
melibatkan molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap radiasi yang menimbulkan
keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi lebih sederhana dibandingakan dengan
spectra molekulnya karena keadaan energi elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi
rotasi. Jadi spectra absopsi atom terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam daripada pita-
pita yang diamati dalam spektrokopi molekul.
Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif dari unsur-unsur
yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik,
biaya analisa relatif murah, sensitif tinggi, dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai
dengan standar, waktu analisa sangat cepat dan mudah dilakukan. Analisis AAS pada
umumnya digunakan untuk analisa unsur, teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam
analisis ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan
unsur yang ditetukan karena kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan kehadiran
unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat
digunakan untuk mengukur logam sebanyak 62 logam. Sember cahaya pada AAS adalah
sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian
dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi
tersebut diteruskan ke detector melalui monokromator. Chopper digunakan untuk
membedakan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (
DC ) dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel.
Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan
menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang
lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang
dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi cahaya terjadi pada panjang gelombang
tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa nyala api
dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow
cathode; dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat
mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
1. Sumber Sinar
Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi, yang
diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi eksitasi atom bersifat terkuantisasi, oleh karena itu
sumber sinar harus memberikan radiasi sinar yang spesifik pula. Energi sinar yang khas dapat
diperoleh dari peristiwa emisi sinar dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp).
Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow Cathode Lamp (HCL)
yang memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda Hollow Cathode Lamp
biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapasi dengan unsur murni atau
campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Hollow Cathode Lamp dapat berupa unsur
tunggal atau kombinasi beberapa unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Lampu
katode terbuat dari gelas yang membungkus suatu katode (suatu logam berbentuk silinder
yang bagian dalamnya dilapisi dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit
yang akan dieksitasi). Anoda tungsten berbentuk kawat / batang, kedua elektrode diselubungi
oleh tabung gelas yang diisi gas inert seperti argon atau neon pada tekanan rendah (1-5 torr).
Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber
sinar berfungsi untuk memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi
yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi yang
sinambung dengan monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum Lambert-Beer dapat
dipakai menghasilkan intensitas radiasi yang kuat.

Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus
lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion yang bermuatan positif ini
menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-
atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat
dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang
dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.

2. Chopper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar menjadi
berselang-seling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam nyala yang bersifat
kontinyu). Isyarat selang-seling oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh
amplifier akan digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak digandakan oleh
amplifier.

3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi)


Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan N2O, dan gas alam seperti
propana, butana, asetilen, dan H2 dan asilen. Ada tiga cara atomisasi dalamAAS :
a) Memakai Nyala (pembakar)
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yangdipancarkan oleh lampu katode tabung. Pada cara ini
larutan dikabutkan terlebih dahulusebelum dimasukkan ke pembakar atau burner.
Udara bertekanan (kompresor) sebagaioksidan ditiupkan ke dalam ruang
pengkabut (nebulizer) sehingga akan mengisap larutansampel dan membentuk
aerosol kemudian dicampur dengan bahan bakar, diteruskan kepembakar
sedangkan butir-butir yang besar akan mengalir keluar melalui
pembuangan(waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan
mudah cara kerjanya.Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi pengatoman
didalam nyala rendah, sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat
dicapai.Ada tiga jenis nyala dalamspektrometer serapan atom yaitu:
 Udara – Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000C) dibandingkan jenis nyala lainnya.
Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik, jika elemen yang akan
diukur mudahterionisasi seperti Na, K, Cu.
 Udara – Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini
menghasilkantemperatur sekitar 23000C yang dapat mengatomisasi hampir
semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca,Mo juga dapat dianalisa
menggunakan jenis nyala inidengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar
terhadap gas pengoksidasi.

 Nitrous Oksida – Asetilen


Jenis nyala ini paling panas (30000C) dan sangat baik digunakan untuk
menganalisissampel banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si,
Ti,W.
b) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit)
Tungku grafit dipanaskan dengan listrik (electrical thermal). Suhu dari tungku
dapatdiprogram, sehingga pemanasan larutan dilakukan secara bertahap:
 Tahap pengeringan (desolvasi)
 Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi)
 Tahap pendinginan
 Tahap atomisasi

c) Tanpa Panas (dengan penguapan)


Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada suhu biasa mudah
menguap danberada dalam keadaan atom bebas.

4. Nebulizer
Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran
partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan gas
bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang
halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala,
sedangkan titik kabut yang besar dialirkan ke saluran pembuangan.

5. Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar, dan
aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.

6. Ducting
Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran AAS, yang
langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
7. Kompresor
Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu pembakaran atom.

8. Burner
Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam
yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala. Merupakan bagian paling
terpenting didalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas
asetilen, dan aquabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secdara
baik dan merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang pemantik api, dimana
pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna api yang dihasilkan
berbeda-beda tergantung pada konsentrasi logam yang diukur.

9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom didalam
nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang
diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut
dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan
difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat AAS
akan memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah satu atau lebih garis-
garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda
berongga, dan meniadakan λ yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat
sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum kontinyu yang
dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam nyala.

10. Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang keluar dari
monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang paling banyak
digunakan adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang
bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda.
Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron.
Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca
sebagai sinyal listrik.

11. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan
secara otomatis kurva absorpsi.

12. Buangan pada AAS


Buangan pada AAS disimpan didalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS.
Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar
sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi keatas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel sehingga kurva yang
dihasilkan akan terlihat buruk.

Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu,
berasal dari bahasa Latin Cuprum dan nomor atom 29. Bernomor massa 63,54, merupakan
unsur logam, dengan warna kemerahan. Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik
yang baik. Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat sekali. Tembaga murni sifatnya
halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan. Tembaga mempunyai
kekonduksian elektrik dan kekonduksian haba yang tinggi (diantara semua logam-logam tulen
dalam suhu bilik, hanya perak mempunyai kekonduksian elektrik yang lebih tinggi
daripadanya). Apabila dioksidakan, tembaga adalah besi lemah. Tembaga memiliki ciri warna
kemerahan, hal itu disebabkan struktur jalurnya, yaitu memantulkan cahaya merah dan jingga
serta menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam spektrum tampak.
Tembaga sangat langka dan jarang sekali diperoleh dalam bentuk murni. Mudah didapat dari
berbagai senyawa dan mineral.
IV. BAGAN KERJA
1. Pembuatan larutan induk Cu 1000 mg/L

Ditimbang Kristal Masukan ke Tambahkan 5-10


CuSO4.5H2O dalam labu takar tetes HNO3 1:3
0.3929 g 100 mL

Tera dengan
aquadest
(Homogenkan)

2. Pembuatan standar kerja Cu 100 mg/L

Larutan induk Di pipet 10 mL Masukan ke dalam Tera dengan


1000 mg/L labu takar 100 mL HNO3 0.05 N

Homogenkan

3. Pembuatan deret standar Cu

Larutan induk Cu 100 mg/L

0 mL 0.5 mL 1 mL 1.5 mL 2 mL 2.5 mL


0 ppm 1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm 5 ppm

Labu Takar 50 mL

Tera dengan HNO3


0.05 N

Homogenkan
4. Preparasi sampel air limbah

Air limbah Air limbah Filtrat ditampung Dipipet 5 mL


dihomogenkan disaring di erlenmeyer

Lakukan Homogenkan Ditera dengan Masukan ke


pengulangan 5x HNO3 0.05 N labu takar 50
mL

V. PERHITUNGAN
a. Larutan standar induk Cu 1000 ppm
𝐴𝑟 𝐶𝑢 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑢
 C standar induk (mg/L) = 𝑀𝑟 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑢 𝑥 𝑉𝑜𝑙 𝑠𝑡𝑑 (𝐿)
mg
Mr Garam Cu x Vol std (L)x C std induk ( )
L
Bobot garam Cu = Ar Cu

g
249.7 x 0.1 L x 1000 mg/L
mol
Bobot garam Cu = g
63.55
mol

Bobot garam Cu = 392.9 mg = 0.3929 g

b. Pembuatan larutan standar kerja Cu 100 mg/L

C standar induk (mg/L) x Vol. yang di pipet (mL) = C standar kerja (mg/L) x Vol .labu takar
mg
C std kerja ( )
L
Vol. yang di pipet (mL) = mg x Vol. labu takar (mL)
C standar induk ( )
L

mg
100 ( )
L
Vol. yang di pipet (mL) = mg x 100 mL
1000 ( )
L
Vol. yang di pipet (mL) = 10 mL

c. Pembuatan deret standar


 0 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 0 ppm x 50 mL
V1 = 0 mL
 1 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 1 ppm x 50 mL
V1 = 0.5 mL
 2 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 2 ppm x 50 mL
V1 = 1 ppm
 3 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 3 ppm x 50 mL
V1 = 1.5 mL
 4 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 4 ppm x 50 mL
V1 = 2 mL
 5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 5 ppm x 50 mL
V1 = 2.5 mL

VI. DATA PENGAMATAN


A. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

Pengamatan Fisik
No Nama Bahan atau Reagen
Warna Bau Wujud
Tidak Tidak
1 Sampel Air Limbah Cair Larutan
Berwarna Berbau
Tidak Tidak
2 Larutan Cu Standar Cair Larutan
Berwarna Berbau
Tidak Tidak Cair Larutan
3 Larutan HNO3 Berwarna Berbau

B. Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Induk Cu

Volume Labu Perhitungan


Bobot Garam Cu (mg) Warna Larutan
Takar (ml) Konsentrasi

392,9 100 Tidak Berwarna 999,96


C. Data Pembuatan Deret Larutan Standar

Konsentr
Volume Konsentrasi asi Deret
Volume Labu Takar
No Standar Induk yang Standar Absorbansi
yang Digunakan (mL)
dipindahkan (mL) yang
Dibuat
1 10 100 0 0.0016
2 10 100 1 0.0832
3 10 100 2 0.1676
4 10 100 3 0.2402
5 10 100 4 0.3109
6 10 100 5 0.3742
Slope (b) 0.0748
Intercept (a) 0.00923

0.45
0.4
Kurva Kalibrasi Cu
0.35
0.3
Absorbansi

y = 0.0748x + 0.0092
0.25 R² = 0.9973
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi

D. Data Preparasi Sampel dan Penentuan Kadar Cu dalam Sampel Air Limbah

Vol sampel Vol Labu


C terukur kadar analit
yang Takar
No Vol sampel (mL) fp di alat dalam
dipindahkan Akhir
(mg/L) sampel
(mL) (mL)

1 5 5 50 10 4.33396 43.339571
2 5 5 50 10 4.64938 46.493807
3 5 5 50 10 4.52241 45.224093
4 5 5 50 10 4.42484 44.248418
5 5 5 50 10 4.60260 46.026018
E. Gambar Fish Bone Sumber Ketidakpastian Pengukuran Kadar Cu dalam Air
Limbah
 FP
 ef.T  kal
 reg
 Vol.
 vol. LT pipet
 ef.T
 kal
Kadar Cu
(mg/L)

 PM

F. Data Ketidakpastian Asal Kurva Kalibrasi

Xi Yc
Deret Standar Yi (abs) (Yi-Yc)2 Xi-Xr (Xi-Xr)2
(mg/L) (abs)
1 0 0.0016 0.0092 0.000058 -2.5 6.25
2 1 0.0832 0.0841 0.000001 -1.5 2.25
3 2 0.1676 0.1589 0.000076 -0.5 0.25
4 3 0.2402 0.2337 0.000042 0.5 0.25
5 4 0.3109 0.3085 0.000006 1.5 2.25
6 5 0.3742 0.3833 0.000083 2.5 6.25
    
Rerata 2.5 0.19628 0.000044 2.9167
Yo 0.3464
Slope (b ) 0.0748
Intersept (a ) 0.00923
RSD = (Yi-Yc)2/(n-2) 0.00816
(Yo - Yr)2 0.0225
1+1/n 1.1667
b (Xi-Xr)2
2
0.09797
1+1/n + (Yo - Yr)2/b2(Xi-Xr)2 1.397
reg 0.1290
G. Data Ketidakpastian Asal Faktor Presisi Metode

Kadar Cu
dalam
Ulangan Abs Fp Ket
C Cu terukur sampel
(mg/L) (mg/L)
1 0.3335 4.33396 10 43.339571
2 0.3571 4.64938 10 46.493807
3 0.3476 4.52241 10 45.224093
4 0.3403 4.42484 10 44.248418 Syarat
5 0.3536 4.60260 10 46.026018 Keberterimaan
Rata - rata 0.34642 4.50664 45.066382 PM % RSD < 5%
PM atau SD 1.287853
RSD 0.0286
%RSD 2.858

H. Data Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran (Labu Takar)

 Volume
Labu
Labu Takar
Takar
(mL)
Variasi
Koef. Muai Vol
Ketidakpastian Asal Suhu ( K  Efek T (mL)
Air (mL)
Temperatur C)
0.00021 50 10 1.73 0.06069 0.06990
Ketidakpastian Asal Data Kal. Spek
K  kal (mL)
Spesifikasi Kalibrasi Pabrik (mL)
Pabrik 0.06 1.73 0.03468
I. Data Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran (Pipet)

 Volume
Pipet Pipet
(mL)
Variasi
Koef. Vol  Efek T
Ketidakpastian Asal Suhu ( K
Muai Air (mL) (mL)
Temperatur C)
0.00021 5 10 1.73 0.006069 0.01058
Data Kal. Spek
Ketidakpastian Asal K  kal (mL)
Pabrik (mL)
Spesifikasi Kalibrasi Pabrik
0.015 1.73 0.008671
J. Kuantifikasi Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran

 Vol. Vol. Labu Vol.


 Vol. Labu Takar (mL) Pipet Takar Pipet Fp  Fp
(mL) (mL) (mL)
0.06990 0.01058 50 5 10 0.02537

K. Kuantifikasi Ketidakpastian Gabungan Penetapan Cu dalam Air Limbah

Sumber Ketidakpastian Nilai (Xi) Satuan  Xi (Xi/Xi)2


Kurva Kalibrasi 4.5066 mg/L 0.1290 0.0008188
Presisi Metode 45.066 mg/L 1.2879 0.0008166
Pengenceran 10 - 0.0254 0.0000064

 0.0016419

Nilai Ketidakpastian Gabungan CSx 1.82609


Nilai Ketidakpastian Gabungan Diperluas (U) yaitu 2 Csx 3.652

Pelaporan 45.066 mg/L

VII. KESIMPULAN
 Persamaam regresi y = 0.074x + 0.009 dengan R = 0.997 memenuhi syarat > 0.995
 %RSD presisi sampel diperoleh 2.9 % memenuhi syarat < 5%
 Pelaporan ketidakpastian gabungan Cu dalam air limbah sebesar 45.066 ± 3.652 mg/L

VIII. DAFTAR PUSTAKA


 NUGRAHA, ANDHIKA. 2017. Laporan Praktikum Kimia Instrumen Penentuan
Konsentrasi Cu Dalam Sampel Sarden Dengan Menggunakan AAS.
 G.SVEHLA. 1985. Vogel Buku Tesk Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi
Mikro. Jakarta. PT Kalman Media Pustaka

IX. TES FORMATIF

1.Berapakah nilai sensitivitas larutan standar Cu?


Jawab : Nilai sensitivitas larutan standar Cu dapat dilihat dari nilai slope yaitu 0.0748.
2.Mengapa larutan Cu direkomendasikan untuk mengkonfirmasi sensitivitas instrument
SSA?
Jawab : Karena larutan Cu meghasilkan nilai sensitivitas yang baik pada alat dan tidak
memerlukan nyala yang tinggi dalam proses atomisasi.

3.Mengapa sumber radiasi yang berasal dari lampu katoda dikategorikan radiasi
resonansi?
Jawab : Radiasi resonansi yaitu radiasi yang berasal dari di-eksitasi atom dari tingkat
ekstiasi tinggi ke tingkat dasar. Unsur Cu di dalam nyala api memiliki sifat yang khas,
yaitu akan menyerap radiasi yang datang. Sinar yang diabsorbsi paling kuat biasanya
adalah sinar yang berasal dari transisi electron ke tingkat terendah. Sinar ini disebut garis
resonansi. Radiasi resonansi memiliki panjang gelombang yang kharakteristik untuk
setiap atom bebas dimana sumber radiasi harus sama dengan analit yang diukur ,
misalnya logam Cu, harus menggunakan lampu katoda Cu.

4.Apakah Cu dapat dianalisis menggunakan nyala api yang berasal dari udara dan gas
elpiji?
Jawab : Ya bisa, karena nyala api yang dihasilkan oleh campuran udara dan gas elpiji
memiliki temperature ± 2250˚C dan masih mampu mengeksitasi atom logam Cu.

Anda mungkin juga menyukai