UU No 45 Tahun 2009 tentang perikanan menjelaskan bahwa, Pelabuhan
Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/ atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan memiliki arti dan peranan yang sangat penting untuk mendorong pengembangan perikanan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan. Kita sadari bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya perikanan melimpah, akan tetapi pengelolaan selama ini belum memberikan kontribusi yang maksimal bagi negara karena masih dililit dengan sejumlah persoaalan yang menjadi titik kelemahan pembangunan perikanan. Jika dilihat secara jeli maka persoalan pembanguna perikanan di sebabkan oleh sejumlah faktor yang salah satunya adalah ketersedian sarana infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan perikanan. . Merujuk dari defenisi pelabuhan perikanan menurut UU No 45 tahun 2009 memberikan gambaran bahwa pelabuhan perikanan menjadi sarana aktivitas masyarakat (nelayan) untuk memanfaatkan, mengelolah dan mengembangkan potensi sumberdaya perikanan. Disisi lain pelabuhan perikanan juga menjadi media interaksi antara nelayan, pemerintah, pengusaha dan swasta sehingga bisa memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan produksi ikan, pemasukan devisa, pendapatan nelayan, pendapatan daerah serta membuka lapangan kerja yang lebih luas. Yang jelasnya bahwa pelabuhan perikana akan menjadi pusat pengembangan ekonomi baru masyarakat apabila dikelolah dan ditata secara baik oleh stakeholder yang berkepentingan. Pelabuhan perikanan menjadi bagian dari sistem pembangunan, karena akan menjadi barometer/ukuran tentang maju tidaknya pengelolaan sektor periknan di suatu daerah ataupun negara. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah unsur yang menjadi variabel memainkan peranan dalam pengembangan perikanan seperti ketersedian ikan, keberadaan kapal, fasilitas pendaratan ikan, alat penagkapan serta tingkat mobilitas nelayan dan pengusaha perikanan. Pelabuhahan perikan juga dijadika sebagai pusat informasi semua pihak yang membutuhkan berupa hasil tangkapan, distribusi dan harga ikan. Bayangkan saja jika di daerah atau suatau negara yang kaya akan sumberdaya ikan, akan tetapi tidak memiliki infrastruktur pelabuhan perikanan, kalaupun ada tetapi pelabuhan tersebut tidak memadai. Maka sudah pasti kesimpulannya adalah terhambat proses aktivitas perikanan yang berada di wilayah tersebut. Data Dirjen tangkap kementrian kelautan dan perikanan tahun 2012. Jumlah pelabuhan perikanan yang sudah di bangun dan dikembangkan sebanyak 816 unit yang tersebar di sepanjang garis pantai Insonesia yang panjangnya 95.181 km 2, terdiri dari 6 unit pelabuhan perikanan samudra (PPS), 14 Unit pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 45 unit pelabuhan perikanan pantai (PPP) dan 749 unit pusat pendaratan ikan serta 2 unit pelabuhan perikanan swasta, dengan rasio 1 pelabuhan /117 km2. Jumlah tersebut masih dikategorikan sedikit bila dibandingkan dengan negara negara lain yang panjang garis pantai lebih kecil dari Indonesia, seperti Jepang dan Thailand. Dimana Jepang yang panjang garis pantai 34.000 km 2 memiliki ± 3000 unit pelabuhan perikanan, dengan rasionya adalah 1 pelabuhan/11 km 2. sedangkan Thailand dengan panjang garis pantai 2.600 km2 memiliki 52 unit pelabuhan perikanan, maka rasionya adalah 1 pelabuhan/50 km2. Kedua negara tersebut juga tidak memiliki sumberdaya perikanan yang sekaya Indonesia dan lautnya pun tidak seluas Indonesia akan tetapi komitmen pembangunan perikanan lebih besar dari Indonesia, indikatornya adalah infrastruktur pelabuhan perikanan. Belum lagi dari segi penyebaran pelabuhan perikanan Indonesia 70 % nya berada di wilayah bagian barat, dan hanya 30 % pelabuhan perikanan berada di kawasan timur Indonesia, padahal kita ketahui bersama bahwa Indonesia bagian timur memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dan selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Ratusan pelabuahan yang sudah di bangun oleh pemerintah, tentunya menguras uang negara dan daerah miliyaran rupiah. Namun tidak sebanding dengan kontribusi pelabuhan perikanan terhadap negara dan daerah, karena pelabuhan perikanan dibagun juga belum memanikan fungsi dan peran yang semestinya. Disebabkan oleh sejumlah faktor diantarnya; Satu. Pemilihan lokasi pelabuhan yang tidak strategis dan tepat sasaran, sebagai konsekuensi dari perencanan yang tidak matang. Dua. Minimnya fasilitas sarana dan prasarana pelabuhan perikanan, sehingga pengoperasiannya belum sesuai dengan fungsi. Tiga. Kelembagaan unit pembantu yang lemah, serta keterbatasan anggaran dalam pengelolaan. Empat. Managemen pengelolaan yang amburadul, sehingga para pelaku aktivitas perikanan tidak menjadikan pelabuhan perikanan sebagai tempat interaksi ekonomi. Pelabuhan perikanan menjadi faktor penting dan sangat mempengaruhi keberhasilan kebijakan pembanguna perikanan, maka tidak lah aneh jika selama ini kebijakan pengelolaan sektor perikanan gagal dengan sejumlah target penigkatan produksi perikanan secara nasional, karena infrstruktur pembangunan masih terbengkalai, hal ini menjadi tantangan bagai pemerintah. Olehnya itu kedepan pemerintah harus memiliki keseriusan dan komitmen menjadikan pelabuhan perikanan sebagai kebijakan proritas dalam sektor perikanan, yang didukung dengan sarana serta managemen pengelolaan yang baik, sehingga pelabuhan perikanan yang dibangun di wilayah mana saja bisa memainkan peran dan fungsi yang dapat memberikan kontribusi bagi negara dan daerah secara maksimal. Apalagi pemerintahan Jokowi-JK telah berikrar menjadikan Indonesia sebagai poros maritime yang kuat di dunia, maka pelabuhan perikanan adalah bagain dari langkah penguatan untuk mewujudkan visi poros maritime.