LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH :
NPM : 016.01.3319
2019
LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA
1. Definisi
Hernia merupakan penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah
yang abnormal pada selubungnya (Grace, 2007). Hernia adalah keluarnya isi tubuh
(biasanya abdomen) melalui defek atau bagian terlemah dari dinding rongga yang
bersangkutan (Dermawan, 2010).
2. Etiologi
Menurut Suratun (2010) ada 2 (dua) penyebab terjadinya hernia yaitu: Defek
dinding otot abdomen: Hal ini dapat terjadi sejak lahir (congenital) dan didapat.
Hernia congenital: Processus vaginalis peritoneum persisten Testis tidak
samapi scrotum, sehingga processus tetap terbuka Penurunan baru terjadi 1-2 hari
sebelum kelahiran, sehingga processus belum sempat menutupdan pada waktu
dilahirkan masih tetap terbuka
Hernia yang didapat seperti karena usia, keturunan, lemahnya dinding
rongga perut, akibat dari pembedahan sebelumnya. Peningkatan tekanan
intraabdominal: Penyakit paru obtruksi menahun (batuk kronik), obesitas, adanya
Benigna Prostat Hipertropi (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi dan berkemih,
mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan tekanan intraabdominal.
3. Tipe-Tipe Hernia
a. Sering terjadi
1) Umbilical/ para-umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan
bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, namun
tidak menutup sepenuhnya. Hernia umbilikalis sering terjadi pada bayi baru
lahir karena dinding abdomen anterior relative lemah pada annulus umbilicalis,
terutama pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah. Selain itu hernia
umbilikalis didapat paling sering terjadi pada perempuan atau orang obesitas.
2) Inguinal (direk dan indirek)
Hernia inguinalis (rupture) adalah suatu protrusi peritoneum dan viscera
parietalis, seperti usus halus, melalui lubang normal atau abnormal dari rongga
yang masuk bagiannya. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Karakteristik hernia
inguinalis direk dan hernia indirek disajikan dan digambarkan pada Tabel 2.1.
3) Femoral
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria dan sangatjarangpadaanak-
anak. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ketempat semual
(irreducible).
4) Insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini
muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar
tidak menutup sepenuhnya
b. Jarang terjadi
1) Epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah
perut (diantara processus xiphoideus dan umbilicus). Hernia epigastrik biasanya
terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus. Terbentuk di bagian
dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan rasa sakit dan
tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali ditemukan.
2) Gluteal, lumbal, obturator
Hernia pada kedua trigonum ini jarang dijumpai. Pada pemeriksaan
fisik tampakdanterababenjolandi pinggangdi tepibawahtulangrusukXIIataudi
tepi kranialpangguldorsal.Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen
obturatoria. Kantong hernia ini mungkin diisi oleh lekuk usus yang dapat
mengalami inkaserasi parsial atau total.
Gambar 2.3 Letak Terjadinya Hernia (Grace, 2007)
7. Komplikasi
Grace, (2007) dan Oswari (2006) Menyebutkan komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita hernia adalah:
a. Hematoma (luka atau pada skrotum),
b. Retensi urin akut. Infeksi pada luka.
c. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis.
d. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis).
e. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus.
f. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulata.
g. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis.
h. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
i. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki.
j. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah.
k. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
l. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
8. PemeriksaanPenunjang
Menurut Suratun, (2010). Pemeriksaan penunjang pada penderita hernia
dapat dilakukan dengan cara berikut:
Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis
hernia. Namun pemeriksaan seperti ultrasonografi (USG), CT Scan, maupun MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dapat dikerjakan guna melihat lebih lanjut
keterlibatan organ-organ yang terperangkap dalam kantung hernia tersebut.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk kepentingan operasi
a. sinar X abdomen menunjukan kadar gas dalam usus / abstruksi usus.
b. Laparoskopi, untuk menentukan adanya hernia inguinal lateralis apakah ada
sisi yang berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi hernia berulang atau
tidak.
c. Pemeriksan darah lengkap, hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat
menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel
darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3)
9. Penatalaksanaan Medis
Grace (2007), mengatakan penatalakasanaan yang diberikan kepada
penderita hernia meliputi :
a. Kaji hernia untuk: keparahan gejala, risiko komplikasi (tipe,ukuran leher
hernia), kemudahan untuk perbaikan (lokasi, ukuran), kemungkinan berhasil
(ukuran, banyakya isi perut kanan yang hilang).
b. Kaji pasien untuk : kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya hidup
(pekerjaan dan hobi).
c. Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien – pasien dengan:
1) Hernia dengan risiko komplikasi apapun gejalanya.
2) Hernia dengan adanya gejala-gejala obstruksi sebelumnya.
3) Hernia dengan risiko komplikasi yang rendah namun dengan gejala yang
mengganggu gaya hidup dan sebagainya.
Secara konservatif (non operatif)
1) Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
2) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
Secara operatif (prinsip pembedahan)
1) Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada
klien dengan hernia yang sudah nekrosis. Eksisi kantung hernianya saja
untuk pasien anak.
2) Herniorafi
Memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang
biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah
terbuka atau laparoskopik.
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik focus hernia yaitu pemeriksaan abdomen meliputi :
a) Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda
infeksi( merah, bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
b) Auskultasi
Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan
pasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
c) Perkusi
Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen
d) Palpasi
Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri
Post Operasi
1. Riwayat penyakit sekarang
Menurut Rumiati (2013) dan Hartini Tri Palupi (2013) klien dengan post
operasi hernia mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi
pembedahan.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan
luka operasi.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan luka post operasi herniotomi atau herniorapi dapat
menimbulkan nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur
klien.
c. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri
luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.
d. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri (biasanya terdapat nyeri disekitar
luka pembedahan herniotopi atau herniorap indikator 4-7) penglihatan,
perabaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu,
orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pemeriksaan fisik :
B1 (breath) : biasanya tidak terjadi gangguan pernafasan yang spesifik untuk
pasien post operasi hernia
B2 (blood) : biasanya tekanan darah masih dalam batas normal
B3 (brain) : Kesadaran secara kuantitatif (GCS) dalam batas normal (Eye
4,verbal 5, motorik 6)
Kesadaran secara kualitatif : kompos mentis, kadang
dijumpaikesadaran yang apatis dan gelisah pada hernia
inkarcerata danstrangulata.
B4 (bladder) : Biasanya di jumpai penurunan produksi urine
B5 (bowel) : Terdapat penurunan peristaltic usus.
B 6 (bone) : pasien biasanya mengalami kesulitan dalam berpindah dan
berejalan akibat luka post operasi herniotomi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang lazim muuncul pada pasien dengan Hernia menurut NANDA
(2013) yaitu sebagai berikut :
a. Pre Operasi Hernia
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
b) Mual berhubungan dengan regurgitasi usus akibat obstruksi usus
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, gangguan peristaltic usus
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
e) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan operatif
f) Deficit pengetahuan berhubungan dengan potensial komplikasi
gastrointestinal dan kurangnya informasi.
b. Post Operasi Hernia
a) Nyeri akut berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan
operasi.
b) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan operatif
c) Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Perencanaan/Intervensi Rasional
Dx
INTERVENSI PRE OPERASI
1 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
Kontrol nyeri Manajemen nyeri
dengan agen injuri fisik
Indikator : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Dengan mengetahui lokasi,
1. Tidak pernah menunjukkan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,kualitas dan derajat
manajemen nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri sebelum pemberian, dapat
2. Jarang menunjukkan kualitas dan intensitas atau dijadikan acuan untuk tindakan
manajemen nyeri keparahan nyeri, dan faktor penghilang nyeri setelah pemberian
3. Kadang-kadang menunjukkan presipitasinya obat
manajemen nyeri
4. Sering menunjukkan
manajemen nyeri 2. Observasi isyarat nonverbal 2. Untuk mengetahui tingkat
5. Secara konsisten ketidaknyamanan, khususnya keparahan nyeri pasien yang tidak
menunjukkan manajemen pada mereka yang tidak mampu mampu berkomunikasi efektif
nyeri berkimunikasi efektif
Pemberian analgesik
7. Cek perintah pengobatan meliputi 7. Menghindari terjadinya kesalahan
obat, dosis, dan frekuensi obat dalam pemberian obat ke pasien
analgesik yang diresepkan dan perintah pemberian obat
8. Cek adanya riwayat alergi obat 8. Mengetahui adanya riwayat alergi
9. Berikan kebutuhan kenyamanan obat pasien
dan aktivitas lain yang dapat 9. Meciptakan lingkungan yang
membantu relaksasi untuk nyaman dengan membersihkan
memfasilitasi penurunan nyeri tempat tidur, mengatur suhu, dan
mengurangi kebisingan.
Pemberian analgesik
7. Cek perintah pengobatan 7. Menghindari terjadinya kesalahan
meliputi obat, dosis, dan dalam pemberian obat ke pasien
frekuensi obat analgesik yang dan perintah pemberian obat
diresepkan 8. Mengetahui adanya riwayat alergi
8. Cek adanya riwayat alergi obat obat pasien
9. Meciptakan lingkungan yang
9. Berikan kebutuhan kenyamanan nyaman dengan membersihkan
dan aktivitas lain yang dapat tempat tidur, mengatur suhu, dan
membantu relaksasi untuk mengurangi kebisingan.
memfasilitasi penurunan nyeri
2 Kerusakan Integritas Integritas jaringan: kulit Perawatan luka
jaringan berhubungan dan membran mukosa 1. Bersihkan luka dengan normal 1. untuk mengatasi iritasi pada luka
dengan kerusakan jaringan Indikator : saline ata pembersih yang tidak
akibat dari tindakan 1. Sangat terganggu beracun
operasi. 2. Banyak terganggu 2. Oleskan salep yang sesuai 2. salep yang sesuai dapat membantu
3. Cukup terganggu dengan kulit/lesi menjaga agar kulit tetap lkembab
4. Sedikit terganggu 3. Berikan balutan yang sesuai 3. balutan yang sesuai dengan jenis
5. Tidak terganggu dengan jenis luka luka dapat mempengaruhi proses
penyembuhan
Hasil yang diharapkan 4-5 4. Periksa luka setiap kali perbahan 4. memeriksa luka untuk mengetahui
balutan perubahan-perubahan pada luka
kriteria hasil : 5. Reposisi pasien setidaknya setiap 5. untuk mencegah terjadinya luka
1. Suhu kulit 2 jam decubitus
2. Sensasi
3. Elastisitas Kontrol risiko : proses infeksi
4. Hidrasi 6. Anjurkan pengunjung untuk 6. Menghindari masuknya
5. Tekstur mencuci tangan pada saat mikroorganisme atau bakteri yang
6. Perfusi jaringan memasuki dan meninggalkan akan menyebabkan infeksi
7. Integritas kulit ruang pasien
7. batasi jumlah pengunjung bila 7. menghindari terjadinya penularan
Kontrol risiko : proses infeksi perlu atau penyebaran infeksi
Indikator : 8. Dorong asupan cairan: tawari 8. untuk membantu perbaikan
1. Tidak pernah menunjukkan makanan ringan, minuman jaringan yang rusak dari dalam
2. Jarang menunjukkan ringan dan buah-buahan segar/jus tubuh
3. Kadang-kadang menunjukkan buah) 9. Nutrisi yang tepat dapat membantu
4. Sering menunjukkan 9. Tingkatkan intake nutrisi yang memperbaiki sel/jaringan yang
5. Secara konsisten tepat: dengan memotivasi pasien rusak dari dalam tubuh.
menunjukkan untuk makan sesuai dengan porsi
yang disediakan dari rumah sakit.
Hasil yang diharapkan 4-5
Kriteria hasil:
1. Mengidentifikasi faktor risiko
infeksi
2. Mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas sehari-
hari
3. Mengidentifikasi strategi
umtuk melindungi diri dari
orang lain yang terkena
infeksi
4. Mempraktikkan strategi
untuk mengontrol infeksi
5. Mempertahankan lingkungan
yang bersih
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri
dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011).
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan
pengertian S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diberikan. O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. A (analisis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi. P (planning) adalah rencana keperawatan
lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa (Kozier, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Hartini. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia Hari Ke-1.
Surakarta
Kemenkes RI, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, pp. 51-83
http://eprints.ums.ac.id/31241/19/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.diakses pada tanggal
01 Oktober 2016, pukul 05.36 WIB
Kozier. 2011. Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, Dan Praktik). Jakarta: EGC
Moore & Dalley. 2013. Anatomi Fisiologi Berorientasi Klinis. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
Ruhl, C.E,: Everhart, J.E.,2007. Risk Factors foringuinal Hernia Adult in the US Population.
Am Jepidemiol. http://eprints.ums.ac.id/31241/19/NASKAH _PUBLIKASI.pdf
Rumiati. 2013. Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia.
Surakarta
Suratun. (2010). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem gastrointestinal. Jakarta: CV.
Trans Info Media:
http://eprints.ums.Ac.id/22022/16/naskah_publikasi.pdf.diakses pada tanggal 15
September 2016, pukul 15.53 WIB