Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batasan asma oleh Global Initiative for Asthma GINA) yaitu suatu penyakit

heterogen berupa gangguan inflamasi kronik saluran nafas. Penyakit ini

didefinisikan dengan gejala berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan

batuk yang bervariasi serta keterbatasan aliran udara yang bervariasi.4

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI), asma adalah penyakit

saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan

obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi.

Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada

tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung

memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.5

B. Epidemiologi

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta orang

di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di

negara-negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.6 National Center

for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi

asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan

menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan.7

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua

umur adalah 4,5%, dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi

2
3

Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%),

Sulawesi Selatan (6,7%), untuk Jawa Tengah memiliki prevalensi asma sebesar

4,3 %.8

Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di

rumah sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara

nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak

perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak.6

Kematian akibat asma termasuk pada anak di beberapa negara pada dua dekade

terakhir mengalami peningkatan. Dalam penelitian yang menggunakan

kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children),

periode usia yang sering mengalami kematian diwakili oleh kelompok usia 13-

14 tahun.9

C. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk penyakit asma dapat di kelompokan menjadi

genetik dan non-genetik.10 Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa

faktor risiko yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat

lahir, cooking( fuel,( rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah yang

tidak memadai, merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi.5

D. Klasifikasi3,5

 Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala menurut Pedoman Nasional Asma

Anak (PNAA) 2016 (dibuat pada kunjungan awal dan berdasarkan

anamnesis):
4

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma menurut PNAA 2016.

 Berdasarkan umur:

o Asma bayi-baduta (bawah 2 tahun)

o Asma balita (bawah lima tahun)

o Asma usia sekolah (5-11 tahun)

o Asma remaja (12-17 tahun)

 Berdasarkan derajat beratnya serangan:

Tabel 2. Klasifikasi derajat serangan asma.


5

 Berdasarkan derajat kendali:

Tabel 3. Klasifikasi derajat kendali asma.

E. Patogenesis5

Asma dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi paling sering berawal

pada anak usia dini. Konsep terkini patogenesis asma adalah asma

merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran

respiratori, peningkatan reaktivitas saluran respiratori dan menyebabkan

terbatasnya aliran udara. Hiperreaktivitas tersebut merupakan predisposisi

terjadi penyempitan saluran respiratori sebagai respons terhadap berbagai

macam rangsang. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratori adalah

aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan

lumen saluran respiratori. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan


6

epitel bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratori yang disebut

remodeling saluran napas.

Gambar 1. Patogenesis Asma.4

F. Patofisiologi

Ketika terjadi serangan asma, paru mengembang berlebihan dan

menunjukkan bercak atelektasis dengan oklusi saluran pernapasan oleh

sumbatan mukus. Secara mikoskopik, paru menunjukkan sembab, sebukan sel

radang pada dinding bronkus dengan banyak eosinofil, hipertrofi otot bronkus

dan kelenjar submukosa, sumbatan mukus (spiral Curschmann), debris

kristaloid membran eosinofil (kristal Charcot – Leyden) dalam saluran

pernapasan. Berikut ini merupakan patofisiologi asma bronkial (Gambar 1):3


7

 Hiperresponsivitas saluran napas

Ciri penting asma adalah tingginya respons bronkokonstriktor

terhadap berbagai macam stimulan. Hiperresponsivitas saluran napas

merupakan penyebab utama timbulnya gejala klinis berupa mengi dan

dispnea setelah terpapar oleh alergen, iritan lingkungan, infeksi virus, udara

dingin, dan latihan fisik. Beberapa penelitian menunjukkan terapi anti

inflamasi mampu mereduksi hiperresponsivitas saluran pernapasan. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflamasi dapat mengkontribusi

terjadinya saluran pernapasan yang hiperresponsif.

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan

memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya

dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan

fungsi paru (PFR atau FEV1. Dikatakan hiperreaktif bila dengan cara

pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada konsentrasi

histamin kurang dari 8 mg%.5

 Obstruksi Saluran Pernafasan

Terbatasnya aliran udara ekspirasi secara berulang dapat

menyebabkan berbagai macam perubahan pada saluran pernapasan, seperti

bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, mukus kronis yang

menyumbat, dan remodelling saluran pernafasan. Obstruksi saluran napas

dapat bersifat difus dengan derajat bervariasi, serta dapat membaik spontan

atau dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini menyebabkan


8

gejala batuk, rasa berat di dada, mengi, dan hiperesponsivitas bronkus

terhadap berbagai stimuli.

Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh

banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratori

adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan

agonis dari sel-sel inflamasi, seperti histamin, triptase, prostaglandin

D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen

setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi

otot polos saluran respiratori diperkuat oleh penebalan dinding

saluran respiratori akibat edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan

remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular,

dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran

respiratori. Selain itu, hambatan saluran respiratori juga bertambah

akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel

goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui

mikrovaskular bronkus, dan debris selular.5

 Hipersekresi mukosa

Hipersekresi mukosa terjadi karena hiperplasia kelenjar submukosa

dan sel goblet pada saluran napas penderita asma yang disebabkan oleh

aktivasi mediator inflamasi. Penyumbatan saluran napas oleh mukus hampir

selalu didapatkan pada asma yang berat. Hipersekresi mukus akan

mengurangi gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi, dan

menyebabkan kerusakan struktur/ fungsi epitel.


9

Gambar 2. Patofisiologi asma bronkial.

G. Gejala Klinis

Pada anak yang rentan, inflamasi disaluran nafas ini dapat

menyebabkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada

tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini

biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun

bervariasi, yang sebagian besar bersifat reversible baik secara spontan

maupun dengan pengobatan. Gejala dan serangan asma biasanya timbul

bila pasien terpajan dengan faktor pencetus yang sangat beragam dan

bersifat individual.3,9

H. Diagnosis

Penegakan diagnosis asma pada melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,

dan pemeriksaan penunjang. (Gambar 3) (Tabel 4).5


10

Anamnesis

Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi

klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori

asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan,

dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB)

dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala

dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis

asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:

 Gejala timbul secara episodik atau berulang.

 Timbul bila ada faktor pencetus.

o Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,

suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,

penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.

o Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan,

serbuk sari.

o Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common

cold, rinofaringitis.

o Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa

berlebihan.

 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan

dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
11

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan

pemberian obat pereda asma.

Pemeriksaan fisis

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien

biasanya tidak ditemukan kelainan.

1. Penampilan umum

a. Agitasi pada pasien yang orientasinya baik dapat diharapkan terjadi pada

serangan ringan sampai sedang dan pada fase dini serangan berat sewaktu

pasien masih dapat mengkompensasi.

b. Somnolen atau agitasi dan disorientasi adalah tanda akan segera

terjadinya kegagalan pernafasan. Gas-gas darah arteri harus dicek

untuk mencari ada tidaknya peningkatan paCO2.

2. Tanda-tanda vital

a. Frekuensi pernafasan : takipnea

b. Frekuensi denyut nadi : takikardia

c. Tekanan darah : normal atau sedikit meningkat.

3. Pemeriksaan dada

a. Penggunaan otot pernafasan tambahan (otot leher dan otot

interkostal) adalah tanda obstruktif yang cukup berat.

b. Auskultasi biasanya menyatakan bunyi nafas yang berkurang, fase

ekspirasi yang lebih lama dengan rasio inspirasi:ekspirasi lebih

besar dari 1:2 dan mengi.


12

Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis

atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic

shiners atau geographic tongue.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran

napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori,

atau adanya atopi pada pasien.

 Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk

menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan

dengan peak flowmeter.

 Uji cukit kulit (skin(prick(test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE

spesifik.

 Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide),

eosinofil sputum.

 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin

hipertonik.

Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk

mencari kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto

sinus paranasalis, foto toraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji

gerakan silia, uji defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori

(rinoskopi, laringoskopi, bronkoskopi).


13

Gambar 3. Alur diagnosis asma.


14

Tabel 4. Kriteria diagnosis asma.

I. Penatalaksanaan3,5

Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah mencapai kendali

asma sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara

optimal. Tata laksana jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata

laksana non medikamentosa dan tata laksana medikamentosa.

Obat asma dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (Reliever)

dan obat pengendali (Controller) (Gambar 4). Obat pereda digunakan pada saat

eksaserbasi atau saat gejala asma sedang timbul dan apabila serangan sudah teratasi

maka obat ini dihentikan. Termasuk obat pereda asma adalah: inhalasi agonis 2

aksi cepat (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, fenoterol), steroid sistemik

(prednison, prednisolon, metil prednisolon), inhalasi anti kolinergik (ipratropium

bromid, oksitropium bromid), xantinergik aksi cepat (tiofilin), agonis 2 aksi cepat

oral (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, heksoprenalin, trimetokuinol).

Obat pengendali asma digunakan untuk pencegahan, mengatasi masalah

inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
15

dalam jangka waktu relatif lama tergantung derajat penyakit asma dan respon

terhadap pengobatan. Termasuk obat ini adalah inhalasi anti inflamasi non

steroid (kromoglikat, nedokromil), inhalasi steroid (beklometason,

budesonid, triamsionolon), inhalasi atau oral agonis 2 aksi lambat

(Prokaterol, hambuterol, salmeterol). Golongan obat oral lepas lambat

(terbutalin, salbutamol, teofilin), antihistamin (ketotifan), anti leukotrin.


16

Gambar 4. Alur tata laksana serangan asma pada anak.

Anda mungkin juga menyukai