Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI SECTIO CAESAREA

OLEH :
MITA KURNIAWATI

DIKLAT BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA


TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PENATALAKSANAAN OPERASI SECTIO CAESAREA

A. Pengertian Sectio Caesarea


Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak pada
dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru sofian, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

B. Jenis – jenis SectioCaesarea


1. Sectio Caesarea klasik / korporal yaitu dengan melakukan sayatan vertikal
sehingga meungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan keluarbayi.
2. Sectio Caesarea Ismika / Profundal (low servical dengan insisi bawah rahim).
Dilakukan dengan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim
3. Sectio Caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka cavumabdominal.
4. Sectio Caesarea Vaginal
5. Histerektomi Caesarian

C. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI
yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun
ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang
tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.

D. Anatomi dan Fisiologi


1. Alat Genetalia Eksterna

a. Mons Pubis
Adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis
pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan
hubungan seks.
b. Labia Mayora (bibir besar)
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya
memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia monora,
berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia
minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
c. Labia Minora (bibir kecil)
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah
dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara bagian lateral
dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia
minora sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh
darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemurahan dan
memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau
stimulus fisik.
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak
tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang
terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai
glans dan lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita secara seksual
terangsang, glans dan badan klitoris membesar.
e. Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke
belakang dibatasi perineum.

f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina
dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini).
Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia (deodoran semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas
dan friksi (celana jins yang ketat).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak
pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah
dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis
terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Perineum terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit dan menjadi
penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.

2. Alat Genetalia Interna

a. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan
pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium,
panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Normalnya,
ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada
lakukan dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan
pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah
menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Ovarium juga
merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
b. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rektum dan di
belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara
eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva) sampai serviks (portio).
Vagina merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia
interna. Bagian depan vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang
berukuran 9,5 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran
keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ
kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks
yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen
dan progesteron. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi
dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat
digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan
sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi
vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).
c. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan
9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan
antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya
80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
2) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai
fungsi utama sebagai janin berkembang.
3) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak
dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun
terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta
pembuluh darah.
4) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium,
dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
d. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum
mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii
oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis : bagian tuba yang terdapat di
dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit seluruhnya,
pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi,
pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian
supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang
serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita
tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta
sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).

3. Anatomi Tulang Panggul

Tulang panggul (os sakrum) terdiri atas kiri dan kanan yang melekat satu
sama lain di garis medianus persambungan tulang rawan disebut simpisis oseum
pubis sehingga terbentuk gelang panggul yang disebut singulum ekstremitas
inferior.
Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang
kemaluan), dan os iskii (tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk besar
yang disebut fossa iliaka, di depan krisna iliaka terdapat tonjolan spina iliaka
anterior superior dan di belakang spina iliaka posterior superior. Os iskii terdiri
atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum korpus ossis iskii mempunyai
taju yang tajam disebut spina iskiadika yang terdapat insisura iskiadika mayor
dan dibawahnya spina iskiadika minor. Os pubis terdiri dari pubis kanan dan
kiri yang terdapat tulang rawan disebut simpisis pubis. (Syaifuddin, 2007).

4. Anatomi Konjugata Obstetrik

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium


panjangnya lebih kurang 11 cm. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas
panggul disebut diameter tranversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka
ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan
diteruskan ke linea innominata, disebut diameter oblikua. Konjugata vera sama
dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis
dengan promontorium.
5. Anatomi Kulit Abdomen

Kulit Abdomen

Kulit terdiri dari 2 lapisan, yaitu :

a. Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa


bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh lapisan germinal dalam
epitel silindris dan mendatar, ketika didorong oleh sel-sel baru ke arah
permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari
keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan
sel-selnya sangat rapat.
b. Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah
papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan
fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh
darah dan ujung saraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan
organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan
SC, lapisan ini adalah pengikat organ- organ yang ada di abdomen, khususnya
uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut
peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus
6. Anatomi Otot Perut dan Fasia

Otot Perut dan Fasia

a. Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal,
Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak
pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini
membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang
dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot
abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis
dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias
adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur
tubuh.
b. Otot Perut
Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding
perut posterior. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis) meluas
dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu
disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba
adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss
xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus
abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot
pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan.
Serat obliquus externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus
internus berjalan ke atas dan ke depan ; serat transverses (otot terdalam
dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot
terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus
abdominis. Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot
pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas
ke krista iliaca (Gibson, J. 2002).

E. Etiologi Sectio Caesarea


Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
2) Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
3) Presentasi muka
4) Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
5) Presentasi dahi
6) Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2012).

F. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesaria


Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien section caesaria.
1. Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
2. Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ), Untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung
darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel elektrolit, Skrining
toksik dari serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah,
Kadar magnesium darah.

G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

H. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital. Periksa tingkat
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika
penderita sudah terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada minimal 6 jam pasca operasi, berupa air putih.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri
b. Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
c. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 pasca operasi.
4. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi
dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
i. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan
infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
j. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter foley.

H. Teknik Instrumentasi Pada Operasi


1. Persiapan Alat
a. Alat tidak Steril
1) Gunting Verban/ bandage scissors
2) Mesin diatermi
3) Mesin suction
4) Lampu operasi
5) Meja operasi
6) Meja instrumen
7) Standar infus
8) Tempat sampah (tempat sampah infeksius, non infeksi, linen, flabot,
safety box)
b. Alat-alat steril
1) Instrumen Sectio Caesarea
a) Instrumen Basic
- Handle mess no 4
- Pincet chirurgis
- Pincet anatomi
- Gunting metzembaum panjang / pendek
- Gunting benang (ligature scissors)
- Arteri klem lurus/pean lurus
- Arteri klembengkok/pean bengkok (chrom klem)
- Nald voerder / needle holder
b) Instrumen Pendukung
- Hak blas
- Kocher klem
- Ring klem / ovarium klem / sponge holder forceps
- Doek klem (towel forceps)
- Hemostat lengkung
- Kanul suction
2) Linen pack
3) Kom besar
4) Kom kecil
5) Bengkok
6) Handpiece couter
7) Kasa
8) Darm duk
9) Handle lamp
c. Bahan penunjang operasi / bahan habis pakai
1) Benang multifilamen absorbable (Safil 1.0)
2) Benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0)
3) Benang monofilamen absorbable (Monosyn 3.0)
4) Benang multifilamen absorbable (Vicryl 1.0)
5) Mess no 20
6) Underpad
7) Negative plat
8) Selang suction
9) Supratule
10) Obsite besar
11) Betadine
12) NaCl dan transofik
13) Handscoon berbagai macam ukuran (6,5/7/7,5)
2. Persiapan pasien
a. Persetujuan operasi.
b. Alat-alat dan obat-obatan

I. Prosedur Jalannya Operasi

1. Lakukan sign in
2. Lakukan prosedur anesthesi
3. Memasang folley catheter
4. Mengatur posisi supine
5. Perawat instrumen cuci tangan
6. Perawat memakai baju operasi steril dan sarung tangan steril
7. Operator dan asisten cuci tangan
8. Beridan pakaikan baju operasi steril dan sarung tangan steril pada asisten dan
operator
9. Atur instrumen di meja mayo sesuai diatas
10. Berikan sponge holding forceps dan deper desinfektan untuk desinfeksi lapangan
operasi
11. Melakukan draping
12. Pasang selang suction, handpiece couter dan handle lamp
13. Instrumen didekatkan dan siap dipergunakan
14. Lakukan time out
15. Beri pinset chirurgis untuk marker
16. Berikan mess untuk insisi lapis demi lapis
17. Berikan arteri klem dan handpiece couter untuk merawat perdarahan
18. Berikan gunting metzenboum pada operator dan pinset chirurgis, berikan kocher
klem kepada asisten untuk memperluas insisi fasia
19. Berikan pinset anatomis ke operator untuk membuka otot secara tumpul
20. Berikan pinset anatomis dan gunting metzenboum untuk membuka peritoneum
21. Berikan 4 peritoneum klem untuk memegang atas, bawah, kana, kiri peritoneum.
22. Berikan hak blas untuk membuka rongga perut.
23. Berikan kassa besar untuk melindungi usus
24. Berikan metzenboem dan pinset anatomis pada operator untuk membuka segmen
bawah rahim
25. Berikan arteri klem bengkok untuk memegang bladder flap
26. Berikan mess untuk insisi segmen bawah rahim
27. Berikan suction untuk menyedot perdarahan
28. Berikan 2 arteri klem lurus dan gunting untuk memotong tali pusat.
29. Berikan 4 ring klem untuk memegang insisi segmen bawah rahim
30. Berikan bengkok untuk tempat plasenta
31. Berikan kassa besar dan betadine untuk membersihkan uterus dari sisa-sisa
palsenta
32. Berikan hecting set dengan benang multifilamen absorbable (Safil 1.0) untuk
menjahit sudut kanan dan kiri insisi uterus
33. Berikan needle holder untuk memegang benang
34. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit perimetrium
35. Jika masih terjadi perdarahan perawat penyiapkan jahitan
36. Operasi selesai lakukan sign out
37. Menghitung dan mengeluarkan kassa besar
38. Berikan cairan NaCL 0,9% (bila perlu) untuk mencuci intra abdomen
39. Berikan 4 ring klem hecting set dengan benang monofilamen absorbable
(Chromic 2.0) untuk menjahit peritoneum
40. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit otot
41. Berikan 2 kocher klem dan hecting set dengan benang multifilamen absorbable
(Vicryl 1.0) untuk menjahit fasia
42. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit lemak
43. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Monosin 3.0) untuk
menjahit kulit
44. Berikan kassa basah kepala asisten untuk membersihkan darah dan sisa antiseptik
45. Berikan obsite untuk menutup luka operasi
46. Berikan kassa dan betadine untuk vulva hygiene sampai dengan 3 kali
47. Rapikan alat dan tempat
J. Evaluasi
1. Kelengkapan instrument
2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA

Amru, Sofian. 2012. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Elainne. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC

Oxorm. 2010. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai