Anda di halaman 1dari 23

ARSITEKTUR DAN PERILAKU

(BEHAVIOR SETTING DAN MAPPING)

MAHASISWA:

ARISTHA TITIEN BOBO (1606090078)


RIZKA PUTRI KUSUMO (1606090080)
YULIANA SURYANI MATUR (1606090081)
NURBAITH IBRAHIM (1606090085)

DOSEN MATA KULIAH:


THEODORA M. TUALAKA, ST.,M.Sc

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

ARSITEKTUR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan “Arsitektur
Perilaku” ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga laporan ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya laporan selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, namun manusia juga mampu untuk
mengolah lingkungan sesuai dengan kenyamanannya. Bangunan merupakan sebuah bentuk
karya seni arsitektur yang dinyatakan dalam bentuk nyata untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia akan tempat bernaung sesuai dengan fungsinya. Desain arsitektur
tidak lepas dari perilaku manusia sebagai pembentuknya dan hubungan manusia dengan
lingkungan fisiknya. Fenomena ini menunjuk pada pola–pola perilaku pribadi, yang
berkaitan dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal
manusia atau perilaku sosial manusia. Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan
lingkungan.

Di dalam sebuah lingkungan yang berbeda namun pada tempat yang sama akan
menghasilkan sebuah perilaku yang berbeda. Contohnya dalam sebuah ruangan kelas dirubah
menjadi ruang untuk berpesta maka perilaku yang awalnya belajar mengajar akan berubah
menjadi perilaku berpesta. Oleh karena itu terbentuknya sebuah pemetaan perilaku atau yang
disebut sebagai behavioral mapping. Behavioral mapping merupakan suatu peta yang
menggambarkan situasi hubungan manusia dengan lingkungannya sehingga mempermudah
membaca data melalui gambar.

Penelitian yang kita lakukan yaitu di Pasar Inpres, Kota Raja- Naikoten I. Pasar Inpres
merupakan sebuah pasar yang cukup luas dengan jumlah pengunjung yang tinggi tiap harinya
sehingga aktivitas yang terjadi cukup banyak. Penelitian ini dilakukan agar dapat
mengidentifikasikan perilaku dan aktivitas yang dominan pada suatu setting sehingga dapat
diketahui kebutuhan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Jelaskanlah bagaimana behavioral mapping (place dan person centered) dan setting pada
Pasar Inpres Kota Raja- Naikoten I !

1.3 Tujuan
Menjelaskan behavioral mapping (place dan person centered) dan setting pada Pasar
Inpres Kota Raja- Naikoten I.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Settingan Perilaku

Dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang sesuai diuraikan Maslov dalam


hierarki kebutuhannya tersebut, terlihat adanya pola prilaku para penggunanya. Barker
(1968) seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian prilaku individual
dilapangan, menelusuripola prilaku manusia berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya,
dan melahirkan konsep “tatar atur” (behavior seting).
Menurut Setiawan (1995) penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian
arsitektur lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi antara
ruang (lingkungan fisik secara spasial) dengan segala aktivitas individu/sekelompok individu
dalam kurun waktu tertentu.
Dimana penggunaan istilah setting lebih menunjuk pada unsur kegiatan
manusia yang tidak nampak. Menurut Schoggen dalam Sarwono (2001), pengertian setting
diartikan sebagai tatanan suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku manusia,
artinya di tempat yang sama, perilaku manusia dapat berbeda kalau tatanannya berbeda.
Menurut Barker (1968) dalam Laurens (2004:131), behaviour setting di sebut
juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan
lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens (2004:131) bahwa tatar
perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu unit hubungan antara
perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2005:174) juga menyebutkan dan
memakai istilah behavior setting untuk menjelaskan tentang kombinasi prilaku dan mileniu
tertentu. Seperti unit dasar ilmu lain,misalnya sel untuk biologi, atau planet untuk astronomi,
behavior setting berdiri sendiri secara independen, tidak terkait dengan investigator. Akan
tetapi untuk tujuan ilmiah, diperlukan definisi yang lebih akurat, terukur, dan terutama
mengetahui derajat ketergantungan antarunit.
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2005:175) mengungkapkan ada
kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai
sebuah behaviour setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas,
tempat, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Terdapat suatu aktifitas berulang, berupa suatu pola prilaku (standing patern of
behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih pola prilaku ekstraindividual.
2. Dengan tata lingkungan tertentu (Circumfacent milieu), mileu ini berkaitan dengan
pola prilaku.
3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya, (synomorphy)
4. Dilakukan pada priode waktu tertentu.
Menurut Laurens (2005:175) istilah ekstraindividual menunjukan fakta operasional
bahwa sebuah setting tidak tergantung hanya pada seorang manusia atau objek. Yang penting
adalah konfigurasi secara keseluruhan, bagian demi bagian.
Laurens (2005:176) menjelaskan istilah circumjacent milieu merujuk pada batas fisik
dan tempolar dari sebuah seting. Setiap behavior setting berbeda dari setting menurut waktu
dan ruang.
Sementara itu, synomorphic yang berarti struktur yang sama menurut Laurens
(2005:176) menunjukkan adanya hubungan antara mileu dan prilaku. Batas-batas mileu dan
bagian internal sebuah setiing tidak ditentukan secara sembarangan, tetapi merupakan
sesuatu yang harus selaras dengan pola prilaku ekstraindividual dan setting.
Menurut Laurens (2005:176) ketidakhadiran suatu bagian memang menimbulkan
perbedaan dalam hal fungsi suatu setting, namun tidak berarti bahwa menghalangi terjadinya
sebuah behavior setting. Dengan demikian, berarti suatu tatanan fisik tertentu bias menjadi
bagian dari beberapa behavior setting apabila aktivitas yang terjadi berbeda-beda dan pada
waktu yang berbeda pula. Melalui definisi tersebut terlihat bahwa setiap kriteria meunjukan
atribut tertentu dari sebuah setting.
Istilah Behavior Setting kemudian dijabarkan dalam 2 istilah oleh Barker dalam
Laurens (2005:184) yakni system of setting dan system of activity, dimana keterkaitan antara
keduanya membentuk satu behavior setting tertentu. System of setting atau system tempat
atau ruang diartikan sebagai rangkaian unsur – unsur fisik dan spasial yang mempunyai
hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu. Sementara
System of activity atau system kegiatan diartikan sebagai suatu rangkaian perilaku yang
secara sengaja dilakukan.

2.2 Sistem Aktivitas

Menurut Chapin dan Brail (1969;Porteous,1977) dalam Laurens (2005:184) sistem


aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting.
Sistem aktivitas seseorang menggambarkan motivasi, sikap, dan pengetahuannya tentang
dunia dengan batasan penghasilan, kompetisi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan.
Laurens (2005:184) menyebutkan dalam pengamatan behavior setting, dapat dilakukan
analisis melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut,
a. Mengugunakan Time Budget
Time Budget memungkinkan orang mengurai/mendekomposisikan suatu aktivitas
sehari-hari, aktivitas mingguan atau musiman, kedalam seperangkat behavior setting
yang meliputi hari kerja mereka, atau gaya hidup mereka (Michelson dan Reed,
1975). Fungsi dan time budget adalah memperlihatkan bagaimana seseorang individu
mengonsumsi atau menggunakan waktunya.
1. Jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan tertentu, dengan variasi
waktu dalam sehari, seminggu, atau semusim.
2. Frekuensi dari aktivitas dan jenis aktivitas yang dilakukan.
3. Pola tipikal dari aktivitas yang dilakukan.
b. Melakukan Sensus

Sensus adalah istilah yang dikemukakan oleh para ahli psikologi lingkungan
untuk menggambaan proses pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam
waktu tertentu dengan metode pengamatan. Seperti yang dilakukan Barker dan
Wright dengan mengamati perilaku seseorang anak sepanjang hari. Cara ini dipakai
dengan tujuan mendapatkan pengertian mengenai, misalnya bagaimana paa pekerja
menggunakan bangunan.
Untuk mendapatkan data mengenai pola interaksi dalam lingkungan tersebut,
dilakukan sejumlah pengamatan yang membandingkan bagian demi bagian dalam
sebuah lingkungan, atau membanndingkan lingkungan yang sama pada waktu yang
berbeda, dan memandingkan lingkungan yang berbeda sama sekali. Biasanya tahun
dilakukannya survey atau pengamatan meru[akan suatu interval tertentu untuk
mendapatkan data rata – rata dari fluktuasi perubahan yang mungkin terjadi karena
adanya pergantian penghuni, musim, atau factor lain.
Hal yang dapat mewakili data pengamatan behavior Setting meliputi :
1. Manusia (siapa yang dating, ke mana dan mengapa, siapa yang
mengendalikan setting?);
2. Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting
bagaimana ukuran setting secara fisik, berapa sering dan berapa lama setting
itu ada?);
3. Objek ( ada berapa banyak objek dan apa jenis objek yang dipakai dalam
Setting, kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan
adaptasi?);
4. Pola aksi (aktivitas apa saja yang terjadi di sana, seberapa sering terjadi
pengulangan yang dilakukan orang?).
Setiap setting diamati secara individual. Orang – orang yang memiliki informasi
dan pengetahuan dapat dimintai keterangannya mengenai setting yang bersangkuta.
Adanya sampel dari semua setting meruakan kekuatan metode ini karena dapat
menghindari terjadinya masalah sampling. Namun, sealigus juga merupakan
kelemahan metode ini karena menjadi sangat sulit untuk mendekati semua
lingkungan.
Dari observasi bise diketahui kondisi lingkungan secara fisik, seperti jumlah, jenis
tatanan perabot yang ada. Melalui pengukuran yang lebih rinci bias diketahui
keadaan ambiennya seperti suhu ruangan, kelembaban, pencahayaan ruangan, atau
tingkat kebisingan.
Analisis sistem fungsional, termasuk aktivitas dan komponen fisik. Melalui
pengamatan dapat diperoleh data bagaimana ruang digunakan dan fungsi – fungsi
apa saja yang ada. Seperti terlihat disini, ruang digunakan sebagai kantor dan
gudang. Melalui pengamatan yang lebih tajam, dapat dikenali yang manakah
aktivitas yang lebih dominan.
Dengan tatanan kantor yang terbuka, ketika seseorang staf masuk membawa
sesuatu atau mendiskusikan suatu dengan seseorang. Staf lain telihat terganggu.
Melalui pengamatan juga dapat diketahui bagaimana interaksi antara kedua staf
tersebut.
c. Studi Asal dan Tujuan

Studi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati, mengidentifikasi
awal dan akhir dari pola – pola pergeraan. Studi semacam ini menggambarkan pola
perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh
arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang.
Studi asal dan tujuan merupakan pendekatan akro yang dapat diterapkan pada skala
tahun atau skala bangunan.
Rancangan tang dibuat semata – mata berdasarkan imajinasi arsitek sering
kali menjadi rancangan yang ideal bagi arsitek, tetapi mungkin miskin akan
affordances dan peluang – peluang bagi seseorang pengguna untuk memenuhi
kebutuhannya.
Citra suatu tempat dapat dipelajari dari komponen visual yang membentuk citra atau
aura tempat ataulingkungan tersebut. Bagaimana persepsi pengguna terhadap
lingkungan dan memberi respons terhadap affordances yang ada. Melalui studi asal
dan tujuan ini, yang dapat dilakukan dengan bantuan fotografi atau film, dapat dibuat
rekaman untuk mengungkapkan pengalamanvisual dan spasial dan mempelajari
sekuen ruang serta perilaku pengguna dalam ruang secara runtut dan logis.
2.3 Sistem Setting
Menurut Barker (1968), dalam Laurens (2004:131), behaviour setting di sebut
juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan
tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens
(2004:131) bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk
menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi
perancangan arsitektur.
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2004:133) mengungkapkan ada
kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan
sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara
aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing
pattern of behaviour)
2. Tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu berkaitan dengan pola
perilaku.
3. Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya, (synomorphy)
4. Dilakukan pada priode waktu tertentu.
Selanjutnya yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas untuk menjadi sebuah behaviour
setting menurut Laurens (2004:136) adalah :

1. Aktivitas
2. Penghuni
3. Kepemimpinan, Untuk mengetahui posisi fungsional penghuni, untuk
mengetahui peran sosialnya yang ada didalam komunitas tersebut.
4. Populasi, Sebuah setting dapat mempunyai banyak atau sedikit partisipan.
Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting.
5. Ruang, Ruang tempat terjadinya setting tertentu sangat beragam, bisa di ruang
terbuka atau ruang tertutup.
6. Waktu, Kelangsungan sebuah setting dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-
waktu. Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus-
menerus sepanjang tahun.
7. Objek
8. Mekanisme Pelaku
Terdapat dua model pengamatan atau observasi dalam penelitian arsitektur dan
perilaku manusia, yaitu model dengan metoda place centered map dan person
centered map.
1. Metoda Place Centered Mapping
Menuurt haryadi (1995), metode atau teknik ini adalah pemetaan berdasarkan
tempat dimana kegiatan berlangsung, bertujuan untuk mengetahu bagaimana
manusia atau kelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau
mengakomodasi perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu.
Perhatian dari teknik atau metoda ini adalah suatu tempat yang spesifik baik kecil,
atau pun besar dalam satu setting yang tetap.
2. Metoda Person Centered Mapping
Salah satu metoda penelitian arsitektur penelitian dan perilaku yang dikenalkan
oleh Sommer (1980), yaitu metoda person centered mapping. Metoda ini
menekankan pada pergerakan manusia pada periode waktu-waktu tertentu,
dimana teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi, akan
tetapi beberapa tempat atau lokasi. Metoda ini mengharuskan peneliti berhadapan
dengan seseorang atau kelompok manusia yang khusus diamati.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan teknik ini adalah
sebagai berikut :
a. Menentukan jenis sampel person yang akan diamati (aktor atau
penggunaan ruang secara individu)
b. Menentukan waktu pengamatan (pagi, siang dan malam)
c. Mengamati aktivitas yang dilakukan dari masing-masing sampel person
d. Mencatat aktivitas sampel person yang diamati dalam matriks atau table.
Metoda person centered mapping dilakukan dengan membuat alur sirkulasi sampel
person di area yang diamati atau di peta untuk mengetahui dari mana dan kemana
orang pergi dengan mengidentifikasi arah lintasan pergerakannya. Metoda lain yang
dikenalkan oleh Sommer adalah Phsycal traces atau jejak-jejak fisik. Pengamatan
terhadap jejak-jejak fisik hasilnya dapat disajikan dalam bentuk rekaman tanda-
tanda yang ditinggalkan oleh kegiatan yang berlangsung sebelumnya.

2.4 Hubungan Antara Setting dan Perilaku Manusia


Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditujukan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi
wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut di butuhkan adanya (Widley dan
scheid dalam Weisman, 1987)
1. Kenyamanan, Menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai
dengan panca indra
2. Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan menggunakan
lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan pemakai.
3. Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan
memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya dalam suatu lingkungan yang
menyebabkan orang tersebut menemukan arah atau jalan.
4. Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas,
menciptakan teritori dan membatasi suatu ruang.
5. Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan
kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat. Pola
tingkah laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari
luar (Holahan,1982 dalam Hartanti 1997)
6. Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari
dalam maupun dari luar.
Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas di upayakan untuk memenuhi kemungkinan
kebutuhan yang diperlukan manusia, yang artinya menyediakan ruang yang memberikan
kepuasan bagi pemakainya. Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga
dengan mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi dalam suatu ruang akan
teridentifikasi pula sistem settingnya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam
ruang. (Rapoport,1991)
BAB III

STUDY KASUS

3.1 LOKASI

LOKASI BERADA DI JALAN Jl. Jend. Soeharto, Naikoten I,


Kec. Kota Raja, Kota Kupang, Nusa Tenggara Tim. 85142
Pasar Inpres, Kota Raja- Naikoten II merupakan salah satu pasar terbesar yang berada
di kota kupang.
3.2 BEHAVIOR MAPING
a. Place Centered Maping

KETERANGAN:
Lokasi: pusat Pasar
Waktu: 10:00-10.30 am
Cuaca: Panas (30⸰)

KETERANGAN:
: DEWASA (P)
: DEWASA (L)
: ANAK-ANAK (P)
: ANAK-ANAK (L)

Perilaku pria wanita catatan


I II I II

Duduk - - - -

Jalan 11 I0

Berbelanja 10 1 18 -

Ngobrol - - - -
KETERANGAN:
Lokasi: Pusat Pasar
Waktu: 17.00-17.30
Cuaca:

KETERANGAN:
: DEWASA (P)
: DEWASA (L)
: ANAK-ANAK (P)
: ANAK-ANAK (L)

Perilaku pria wanita catatan


1 2 1 2
Duduk 4 - - -

Jalan - - 6 3

Berbelanja - - 5 4

Ngobrol - - - -

b. Person Centered Maping


KETERANGAN:
Waktu : 10:00-10:30 am
Cuaca : Cukup Panas
Lokasi : Sekitar Pusat Pasar

KETERANGAN: KETERANGAN:
: DEWASA (P) : BERJALAN
: DEWASA (L) : DUDUK
: ANAK-ANAK (P) : BERBELANJA
: ANAK-ANAK (L) : NGOBROL
PELAKU PERILAKU CATATAN

A (L/57 thn) Jalan-duduk-jalan-pergi Kegiatan berlangsung selama


20 menit
B (L/30 thn) Jalan-belanja-duduk-pergi Kegiatan berlangsung selama
30 menit

C (L/26 thn) Jalan-belanja-jalan-pergi Kegiatan berlangsung selama

D (P/60 thn) Datang-jalan- belanja- Kegiatan berlangsung selama


jalan-melihatlihat-jalan- 30 menit
pulang
E (P/3 thn) Datang-jalan-menemani Kegiatan berlangsung selama
ibu belanja-jalan- 10 menit
melihatlihat-jalan-pulang
F (P/55 thn) Datang-jalan-berbelanja- Kegiatan berlangsung selama
melihatlihat-jalan- 10 menit
berbelanja-pulang
KETERANGAN:
Waktu : 17:00-17:30 aM
Cuaca : Cukup Panas
Lokasi : Sekitar Pusat Pasar

KETERANGAN: KETERANGAN:
: DEWASA (P) : BERJALAN
: DEWASA (L) : DUDUK
: ANAK-ANAK (P) : BERBELANJA
: ANAK-ANAK (L) : NGOBROL
PELAKU PERILAKU CATATAN

A (L/30 thn) Datang-Jalan-pulang Kegiatan berlangsung selama


20 menit
B (L/30 thn) Datang-Jalan-belanja-duduk- Kegiatan berlangsung selama
pergi 30 menit
C (L/26 thn) Datang-Jalan-belanja-jalan- Kegiatan berlangsung selama
pergi 30 menit
D (L/5 thn) Datang-jalan-menemani ibu Kegiatan berlangsung selama
belanja-jalan-melihatlihat- 20 menit
jalan-pulang
E (L/3 thn) Datang-jalan-menemani ibu Kegiatan berlangsung selama
belanja-jalan-melihatlihat- 20 menit
jalan-pulang
F (P/40 thn) Datang-jalan- melihatlihat- Kegiatan berlangsung selama
jalan- pulang 20 menit
BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/3489/4/A04dsw.pdf

http://archpopspot.blogspot.com/2015/10/seting-prilaku-behavior-setting.html

Anda mungkin juga menyukai