Anda di halaman 1dari 5

Dampak Pemberian Vaksin Palsu

Beberapa gejala infeksi yang ditimbulkan akibat vaksin palsu ini diantaranya

 tubuh mengalami demam tinggi yang disertai laju nadi cepat,

 mengalami sesak napas

 anak akan susah makan

 leukosit meningkat

Menurut Vaksinolog dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc-VPCD, risiko terberat dari
pemberian vaksin palsu pada anak adalah terjadi infeksi. Komposisi kandungan vaksin
palsu tentu tidak steril. Dampaknya, anak tersebut tidak akan mendapat efek dari
perlindungan sistem kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

Hak konsumen (pasien) rumah sakit

Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi
dengan UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No.
8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa;

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa;

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut;

Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan


UndangUndang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak
pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:

Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:

a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;

b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar

prosedur operasional;

e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik

dan materi;

f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang

berlaku di Rumah Sakit;


h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang

mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data

medisnya;

j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan

tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga

kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak

mengganggu pasien lainnya;

n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah

Sakit;

o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan

yang dianutnya;

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan

pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi
pasien adalah:

1. Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum

maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)

2. Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undang-
undang

yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak

pasien.

3. pelaku pemalsuan vaksin dapat dijatuhkan dengan Pasal 197 UU No. 36 tahun 2009

tentang Kesehatan; Pasal 62 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen; Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7 ayat (1), (2) jo dan Pasal 64 UU No. 8

tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

serta Pasal 225 angka (1), (2), (3) dan Pasal 386 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang
Hukum

Pidana.

4. Pasal 6 ayat 2 Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No.43/2013 tentang


Penyelenggaraan

Imunisasi, penyelenggaraan imunisasi wajib, baik pengadaan vaksin, sampai distribusi,

menjadi tanggung jawab pemerintah.

5. Sementara Fasilitas kesehatan pengguna vaksin palsu akan dijatuhkan hukuman

berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 Pasal 78 ayat (6) tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit serta Permenkes No. 9 Tahun 2014 Pasal 41 ayat (1) dan (2)

tentang Klinik

6. Pasal 13 ayat 1, menyebut Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah

daerah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam penyediaan logistik untuk

penyelenggaraan imunisasi wajib.

7. Pasal 17 menjelaskan, Pemerintah bertanggung jawab tehadap pendistribusian logistik

berupa vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, dan dokumen pencatatan status

imunisasi untuk penyelenggaraan imunisasi wajib.

https://www.kontras.org/data/20160716_Yang_Perlu_Diketahui_Tentang%20VaksinPals
u_13nur513n0u5.pdf

Anda mungkin juga menyukai