Anda di halaman 1dari 22

REYNA

By: Vani Nurisma.

Renata Casilda Nandika, seorang gadis cantik dan jenius dengan sejuta rahasia hidup yang
dia sembunyikan dari semua orang. Dia adalah anak dari seorang Candra Nandika,
pengusaha sukses pemilik perusahaan CN'Crop yang bergerak dalam bidang properti. Dan
anak dari Diana Nandika seorang desainer terkenal, yang karyanya sudah dikenal di
berbagai negara.

Namun keberhasilan kedua orang tuanya tidak membuat Nata bahagia, karena kesibukan
yang mereka miliki, membuat Nata menjadi terabaikan. Nata tumbuh menjadi gadis yang
dingin dan cuek terhadap sekitarnya.

Reyhand Azam Pradipta, panggil aja Rey, dia cowok tampan yang nyaris sempurna,
dengan sifatnya yang kocak, serta kenakalannya yang membuat kedua orang tuannya kerap
kali kesal dan kelelahan karena sikap anak semata wayangnya. Namun dibalik sikap nakal
dan berandalnya Rey, kedua orang tuannya selalu memanjakannya ,tidak dipungkiri juga
sikap Rey sangat kekanak-kanakan apalagi ketika bersama sang ibu terkadang utnuk makan
saja Rey harus disuapi oleh sang ibu jika tidak dituruti terkadang Rey akan merengek kepada
kedua orang tuannya. Rey anak dari pasangan Agung Pradipta dan Citra Pradipta. Agung
yuPradipta adalah seorang pengusaha sukses, sedangkan Citra Pradipta adalah seorang ibu
rumah tangga yang selalu memanjakan putra semata wayangnya.

***

Pagi ini di kediaman keluarga Nandika, seorang gadis berseragam SMA tengah duduk
sendirian di meja makan menunggu kehadiran kedua orang tuanya untuk melakukan sarapan
pagi bersama. Namun ketika kedua orang tuanya tiba di meja makan, mereka mengabaikan
gadis itu yang sudah menunggu kehadiran mereka, dan mereka malah sibuk dengan pekerjaan
yang mereka miliki. Gadis itu hanya diam melihat kesibukan kedua orang tuanya, dia
memakan sarapannya dengan cepat dan langsung berangkat sekolah tanpa pamit kepada
orang tuanya.

“Non, udah mau berangkat?” tanya Bi Inah yang baru selesai menyiram tanaman di halaman
depan.

“Iya bi, Nata berangkat sekolah dulu,” jawab Nata sambil menyalami tangan Bi Inah.
“Iya non, hati-hati di jalan,” jawab Bi Inah.

***

Sebuah mobil sport memasuki pekarangan SMA Bina Bangsa, seorang gadis cantik keluar
dari mobilnya dengan raut wajah yang selalu datar. Gadis itu bernama Renata atau kerap
dipanggil Nata .Mata tajam dan indah miliknya menelusuri area parkiran mencari seorang
gadis yang selalu membuatnya naik darah. Diujung parkiran terlihat seorang gadis dengan
rambut hitam sepunggung sedang melambaikan tangannya sambil berteriak.

“Nata sini woyy......” teriak gadis bernama Dina itu, membuat Nata menggelen-gelengkan
kepalanya menatap datar gadis itu, lalu berjalan menuju ke arah gadis itu berada. Nata
berjalan ke arah Dina.

“Gak usah teriak,” ucap Nata dengan nada dingin ,membuat Dina mengerucutkan bibirnya.

“Lo tu kalo nggak dingin kenap sih Nat?” tanya Dina. Bukannya menjawab Nata malah pergi
meninggalkan Dina.

“Kapan sih Nat kamu bisa berubah” gumam Dina sambil menatap punggung Nata yang kian
lama menjauh.

***

Nata memasuki kelasnya, dia melihat teman-temannya yang sedang ribut menyalin contekan
tugas rumahnya. Ia menatap teman-temannya dengan raut wajah yang datar. Seperti biasa dia
berjalan menuju tempat duduknya, dan mengabaikan keributan yang terjadi di dalam
kelasnya.

“Kok lo ninggalin gue sih Nat,” Kesal Dina, dia berjalan kearah Nata dengan menghentak-
hentakkan kakinya. Nata hanya diam melirik Dina dari ekor matanya .

“Nat, tugas fisika lo udah selesai belum, gue liat dong,” ucap Dina dengan raut wajah
memohonnya.

Nata yang melihat wajah memelas Dina hanya memutar bola matanya malas, dan mengambil
buku tugas yang ada didalam tasnya. Melihat Nata mengeluarkan buku tugas miliknya
membuat mata Dina berbinar. Dina langsung mengambil buku yang ada di tangan Nata, dan
menyalin tugas Nata dengan tergesa-gesa karena lima menit lagi bel masuk berbunyi.
“Bu Jeje kesini woyyyyy” teriak Doni nyaring. Dan kelas berubah menjadi sunyi karena
pembelajaran alan segera di mulai.

***

TET...... bunyi bel istirahat membuat kelas menjadi gaduh, ada juga yang langsung berlari
menuju kantin untuk mengisi perutnya yang sudah meronta-ronta ingin di isi.

“Nat kantin yuk, laper nih,” ajak Dina kepada Nata.

“Hemm,” Jawab nata cuek.

Nata dan Dina berjalan menuju kantin , tetapi langkah mereka terhenti ketika

BUGH....

Suara benturan antara dua orang membuat semua mata menatap kearah keduannya .

“Ya ampun Nat lo gak papa kan,” tanya Dina sambil membantu Nata berdiri.

“Hmm,” Denata Nata menandakan bahwa dia baik-baik saja, Nata menatap seorang laki-laki
yang tengah terduduk menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan .

“Gak ada niatan buat bantuin gitu,” tanya Rey. Ya laki-laki yang telah bertabrakan dengan
Nata itu adalah Reyhan.

Nata hanya menatap Rey sambil mengerutkan keningnya, lalu berlalu pergi tanpa
menghiraukan Rey dan kedua temanya yang melogo tak percaya dengan apa yang mereka
lihat tadi. Sedangkan Dina masih mematung ditempat melihat reaksi sahabatnya itu, hingga
deheman Rey membuat Dina tersadar dari lamunannya, lalu Dina berlari mengejar Nata yang
sudah hilang dibalik tembok.

“menarik,” gumam Rey lirih namun masih dapat didengar oleh kedua sahabatnya .

“Rey lo gak ada niatan buat bangun gitu,” tanya Vino, salah satu sahabat Rey.

“Biarin aja paling dia nyaman duduk di situ. Kita tinggalin aja yokk,” ancam Dino kepada
sahabatnya itu .

Mendengar ancaman dari Dino Rey langsung bangkit .

“Jahat banget sih kalian berdua, sama sahabat kalian yang paling ganteng ini,” Kesal Rey.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju kantin.
***

Suasana kantin sangat ramai, disudut kantin terdapat segerombolan anak laki-laki yang
sedang bercanda, membuat suasana kantin menjadi gaduh.

“Lo kenapa sih Rey, gue perhatiin dari tadi Cuma diem aja,” tanya Dino.

“Gak papa,” jawab Rey.

“Kenapa masih terpesona sama Nata ya?” ledek Vino, yang membuat Dino tertawa terbahak-
bahak.

“Apaan sih, gak ya” jawab Rey dengan wajah memerah . Melihat ekspresi wajah Rey kedua
sahabatnya itu bertawa semakin keras.

Disudut lain dua gadis sedang menikmati makan siangnya dalam diam.

“Nat, si Rey liatin lo mulu tuh” kata Dina sambil melirik kearah Rey. Nata hanya melirik dan
melanjutkan makan siangnya.

Rey POV.

Rey dan kedua sahabatnya duduk diujung kantin tak jauh darinya terlihat seorang gadis
dengan raut wajah datar tengah makan bersama temannya, mungkin.

Tanpa sadar Rey terus menatap gadis itu dia sangat penasaran dengan siapa gadis itu ,hingga
gadis itu ikut meliriknya sekilas membuat jantunya berdegup kencang wajahnya memerah .

“Duh ketahuan gue.” gumam rey gelagapan dibuatnya .

“Lo kenapa sih Rey .” tanya Vino yang kebingungan dengan sikap Rey ,namun hanya
dijawab gelengan oleh Rey .

“Aneh Lo” kata Dino melanjutkan makannya .

“Emang gue punya riwayat jantung ya .”batin Rey sambil menatap nata lagi .

***

“Nat..nanti mau gak ikut gue ke toko buku gue mau beli novel, mau ya please .”pinta Dina
sambil menunjukan puppy eyes pada Nata.

Nata nelirik sebentar keaeah Dina lalu fokus lagi ke buku miliknya, ya kelas mereka memang
tengah free jadi mereka hanya diberi tugas saja.
“Nat ih ayo dong” rengek Dina lagi sambil menggoyang-goyangkan lengan Nata.

“hmmm.” Dehem Nata tanpa melirik Dina.

“Yes beneran ya nat awas sampai bohong.”ucap Dinakegirangan

“Hmm.” Dehem Nata tanpa memperdulikan reaksi dari Dina

Bel pulanh sekolah sudah berbunyi lima menit lalu, namun dua orang gadis masih belum
meninggalkan kelas. Keduannya masih sibuk dengan catatn mereka .

“Nat udah selesai apa belum.” tanya Dina, ya dua gadis itu adalah Dina dan Nata. Mereka
masih menyalin catatan sejarah karena tadi keduannya kompak tertidur ketika yang lain
tengah asik menyalin catatan yang ditulis di papan tulis.

“iya.” jawab Nata singkat sambil memasukan bukunya ke dalam tas lalu bangkit.

“Loh nat mau kemana .” tanya Dina dengan wajah polos .

“Ck, katanya ke toko buku.” Jawab Nata sambil menatap Dina.

“Oh iya ya lupa gue, ayo nanti kita kesorean lagi “ kata Dina menarik tangan Nata.

Keduannya samapai di toko buku yang jaraknya memang tidak jauh dari sekolah. Setelah
memasuki toko, mereka berpisah Dina inggin mencari buku novel sedangkan Nata pergi ke
bagian buku khusus untuk pendidikan.

Nata tengah melihat lihat buku yang ada dirak tanpa menghiraukan keberadaan Dina, toh
kalau Dina mau pulang dia pasti akan menunggu Nata atau bahkan Nata yang akan
meninggalkannya.

Nata mengambil buku rumus matematika yang ada di rak dia membukanya lalu membacanya,
tiba-tiba

BRUKK

Seorang remaja yang masih menggunakan seragam menabrak tubuh Nata kencang hingga
keduanya terduduk dilantai. Untung saja keadaan toko saat ini sepi jika ramai pasti dijamin
Nata sangat malu dibuatnya .

Nata menatap laki-laki itu dengan tatapan datar, dahinya berkerut ketika melihat laki-laki itu,
ia merasa pernah melihatnya tapi entah di mana, dan hal yang membuatnya kembali terkejut
adalah darah segar mengalir di lengan kanan laki-laki itu .
“Apa badan gue keras banget ya sampek dia berdarh gitu.” batin Nata masih menatap laki-
laki itu dalam namun terkesan datar.

“Ishh sak...it...hiks....” rintih laki-laki itu disela isakannya .

Melihat remaja itu merintihkesakitan membuat Nata semakin cemas dia memegang pundak
remaja itu alangkah terkejutnya dia ketika laki-laki itu mendongakkan kepalanya. Laki-laki
itu sama seperti laki-laki yang menabraknya dilobi sekolah tadi. Ia laki-laki yang menabrak
Nata itu adalah Rey

“Bukannya dia?” gumam Nata terpotong karena laki-laki itu langsung memeluknya.

“Hiks... Sakit.” Rintih Rey membenamkan kepalanya dibahu Nata.

Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat Nata menegang, seketika jantungnya berdetak
kencang, dia bingung harus melakukan apa.

“Hei lo kenapa.” tanya Nata mencoba selembut mungkin sambil mengelus punggung Rey
mencoba memenangkannya.

“Aku takut.” Cicit Rey yang mulai tenang di pelukan Nata.

“Huss..... Udah ya ada aku disini.” Ucao Nata mengangkat wajah Rey menghadap ke
arahnya.

Wajah keduanya sangat dekat, hal itu membuat jantung keduanya berdetak abnormal.

“hiks.. tapi skit Nata.” Ucap Rey kembali memeluk Nata.

Darah segar masih mengalir dilengan Rey, Nata yang baru tersadar akan hal itupun tersentak
lalu mengajak Rey untuk pergi dari toko tersebut.

“Kita pergi ya, gue obatin dulu luka lo.” ucap Nata lembut sambil membantu Rey berdiri,
Rey hanya menjawab dengan anggukan

Mereka berdua pergi ke sebuah taman yang ada di dekta toko tersebut, Nata mendudukkan
Rey di kursi taman lalu, mendudukkan Rey menatap punggung Nata yang semakin menjauh.

“Nata hiks... Jangan tinggalin Rey.” teriak Rey berharap Nata akan kembali, namun sayang
Nata tetap pergi.

Rey menundukkan kepalnya menahan rasa sakit dan tangis, ia mengacak-acak rambutnya
frustrasi, hingga sebuah sepatu hitam berhenti di depannya membuat dia mendongakkan
kepalanya untuk mencari tau siapa pemilik sepatu ,terkejutnya ketika ia melihat Nata tengah
membawa satu kantong plastik yang entah apa isinya. Rey langsung berdiri dari duduknya
dan memeluk Nata erat menenggelamkan kepalanya pada leher Nata tangannya melingkar di
pinggang Nata dan enggan untuk melepaskannya.

“Jangan pergi hiks....” ricau Rey sambil mempererat pelukannya pada Nata .

“Huss hey gue gak pergi, gue cuma beli obat aja buat obatin luka lo, lihat tuh darahnya keluar
teruskan.” Kata Nata sambil menggusap puncak ranbut Rey. Rey yang diperlakukan seperti
itu hanya memejamkan matanya menikmati belaian lembut yang diberikan Nata.

Nata membawa Rey untuk duduk dan dia mulai mengobati luka milik Rey itu.

“Kok bisa kayak gini sih?” tanya Nata ketika dia membersihkan luka Rey. Rey hanya
menggelengkan kepalanya. Membuat Nata menghembuskan nafas kasar .

“Ayo cerita.” ucap Nata kini dengan nada dingin mebuat Rey tersentak dan menunduk, dia
tak suka jika Nata berbicara dengan nada dingin padanya.

“cerita Rey.” ulang Nata dengan meningikan sedikit suaranya.

“Jangan bentak aku nat aku takut.” gumam Rey yang masih dapat didengar oleh Nata.

Nata menghembuskan nafas panjang menahan amarahnya.

“Ceritain ayo aku dengerin.” kini Nata berbicara dengan nada lembut dan menggusap rambut
Rey.

“Jadi tadi,” kini Rey mulai bercerita .

Flashback

Sepulang sekolah Rey langsung pulang ke rumahnya dengan wajah lesu, dia memasuki
rumah, entah mengapa setelah kejadian di loby sekolah tadi bayangan wajah cantik Nata
selalu terngiang di pikirannya.

Rey berjalan menuju meja makan dengan raut wajah lesu .

“Hey boy kenapa wajahnya gak bersemangat gitu, biasanya kamu kayak gitu habis di putusin
pacar kamu yang mana sih Rey kok sampek lesu kayak gitu.” goda Agung yang melihat sang
putra tidak bersemangat .

“Apa sih yah udah deh.” kesal Rey duduk di salah satu kursi
“Bun,” panggil Rey kepada Citra yang tengah sibuk mengambilkan nasi untuk Rey makan.

“Hmm.” gumam Citra masih fokus pada piring sang putra

“Emang Rey punya riwayat penyakit jantung ya.” tanya Rey polos kepada sang bunda yang
langsung dihadiahi sebuah jitakan dari sang ayah .

“Aww...ayah sakit.” rintih Rey menatap tajam sang ayah.

“Apa kamu, natap ayah kayak gitu mau ayah buang ke sungai Amazon kamu?.” jawab
Agung sambil memasukan sesuap nasi kedalan mukutnya.

“Rey kan tanya bunda bukan ayah.” ucap Rey ketus menatap ke arah sang bunda yang sudah
duduk dihadapnnya.

“Emangnya kenapa sih Rey kok nanyanya gitu.” kata Citra bingung dengan pertanyaan
putra semata wayangnya itu.

“Soalnya tadi waktu disekolah jantung Rey berdetak kencang banget bun waktu matanya Rey
bertemu sama matanya gadis yang namanya itu Nata.” jelas Rey .

“Uhkkk...ukhhh...” peryataan Rey, barusan memebuat Agung tersedak, Citra yang ada
disamping Agung pun dengan cekatan menganbilakan air untuk dininum suaminya.

“Mungkin kamu suka sama dia Rey.” ucap Agung sambil mengangkat alisnya naik turun
mencoba menggoda sang putra.

“Apa sih yah.” bantah Rey menundukkan kepalanya menyembunyikan rona wajahnya .

“Enggak kok merah gitu pipinnya Rey.” kekeh Citra yang mendapatkan tatapan tajam dari
sang putra. Bukannya takut Citra malah semakin kencang tertawa melihat reaksi sang putra
membuat Agung juga ikut tertawa.

Rey berdiri dari duduknya, ia sudah lelah disudutkan oleh kedua orang tuannya. Namun
langkahnya terhenti ketika Citra mengelurkan suara.

“Rey tolong ke supermarket bentar ya sayang beliin bunda susu.” Citra menunjukkan puppy
eyes nya pada sang putra. Rey yang tidak tahan dengan ekspresi bundanya itu hanya
mengangguk kepalnya lalu pergi ke kamar untuk menganti baju.

***
“Ck, dasar bunda, kan ada ayah kok aku yang disuruh” gerutu Rey saat dia sampai didepan
supermarket.

Setelah membeli barang-barang yang diminta oleh sang bunda , Rey keluar dari supermarket
dan menaiki sepeda motornya, namun belum sempat menyalakan sepedanya , tiba-tiba Rey
mendapatkan sepuh pukulan yang membuatnya terpental jatuh ke tanah dengan motor yang
ambruk, untung saja sepeda motor itu tidak menindih tubuhnya.

“Bangsat,” geram Rey dengan wajah merah menahan amarah..

“Bangun Lo anjing!” teriak seorang laki-laki yang sepantaran dengan Rey.

Rey menatap mata kaki laki itu lalu mengerutkan dahinya. Ia tau siapa laki-laki itu dia
adalah Alhendra atau biasa dikenal dengan Al. Rey bingung mengapa Al memukulnya seperti
ini.

“lo kenapa, kenapa Lo mukul gue emang gue punya salah apa sama Lo.” ucap Rey setelah
dia berhasil berdiri dari duduknya.

“Itu karena Lo anjing, Lo udah ngerebut Sinta dari gue, bang**t.” kata Al dengan nafas
memburu sambil kembali memukul Rey dengan ganasnya.

“Gue gak ngerebut pacar Lo anjing pacar Lo aja yang kegatelan.” ucap Rey sinis,
perkelahian sudah tidak bisa dihindari lagi bahkan sekarang sudah banyak sekali orang
yang berhenti dari pekerjaannya hanya untuk melihat perkelahian antar Al dan Rey.

Hingga saat Rey lengah tanpa ia ketahui bahwa Al membawa sebuah pisau lipat dan pisau
itu ngengeni bagian lengan Rey membuat Rey memekik.

“Akhh...sakit bajingan Lo.” wajah Al tiba-tiba memucat melihat darah segar mengalir di
lengan Rey.

“Mampus gue.” gumam Al lalu ia langsunh pergi menggunakan sepeda motor miliknya.
Banyak sekali orang yang menatap Rey namun tak ada yang berani mendekati walau hanya
untuk menanyai apakah dia baik-baik saja.

Rey berdiri lalu berjalan lemas sambil memengangi lengannya yang terus mengeluarkan
darah. Sesekali ia meringis menahan sakit, laki-laki itu berjalan gontai melupakan motornya
yang masih berada diparkiran supermarket entahlah dia tidak peduli. Remaja itu terus
berjalan tanpa arah hingga ia melihat seorang gadis yang sedari tadi selalu mengiang
dipikirannya. Rey melihat Nata dan temannya memasuki sebuah toko buku.

Entah setan apa yang merasuki Rey hingga dia langsung berlari memasuki toko buku
tersebut dan mencari keberadaan Nata. Entah sudah terlalu lemas atau apa tiba-tiba saja
Rey menabrak seorang gadis yang sedang membaca sebuah buku.

Brukk

Rey dan gaadis itu sama-sama terjatuh hingga terduduk di lantai, Rey masih menunduk
sambil menahan sakit, tanpa ia sadari satu isakannya lolos dari mulutnya.

“Ishh....sak...it..hiks.” Tanpa Rey sadari gadis yang tadi bertabrakan dengan dirinya itu
sedari tadi menatapnya.

Hingga tiba-tiba Rey merasakan sebuah sentuhan di pundaknya membuat dia mendongakkan
kepalanya. Tenyata itu adalah Nata, melihat itu Rey langsung memeluk Nata erat
menenggelamkan kepalanya pada leher Nata.

Flashback end.

“Hiks... Jadi gitu.” Ujar Rey masih betah dalam posisi itu.

“Udah ya kan sekarang lukanya udah diobati, jadi jangan nangis lagi ya,” ucap Nata mencoba
menenangkan Rey.

“Tapi masih sakit....”

“Udah ya, jangan nangis lagi ya, mana yang sakit.”

Rey mengangguk dan kembali memeluk tubuh Nata.

“Sekarang lebih baik lo pulang aja ya.”

“Iya, tapi anterin,” ucap Rey memelas.

Nata menghembuskan nafas kasar lalu mengangguk. Hal itu membuat mata Rey berbinar.

“Tapi sepeda kamu ada di mana?”

“Di depan supermarket.”

“Terus pulangnya gimana gak mungkin juga kan lo naik sepeda sendiri.”

“Enggak,” ucap Rey sambil menggelengkan kepalannya.


“Jadi?” tanya Nata dengan menaikkan sebelah alisnya.

“Kita naik taksi aja, soal motor urusan gampang.”

“Hufsss...... Ya udah.”

Nata mengantar Rey sampai ke rumahnya.

“Nat, kamu mampir dulu ya, please,” ucap Rey memelas.

Nata yang memang tidak bisa melihat wajah Rey ketika memelas pun akhirnya mengiyakan
ajakan Rey, ternyata kedua orang tua Rey tengah ada di ruang tamu alangkah terkejutnya
mereka ketika melihat putra semata wayangnya tengah terluka.

“YA AMPUN REY ITU KENAPA KOK ADA LUKA.” Teriakan Citra mampu membuat
Nata menunduk karena takut akan dimarahi oleh Citra.

“Paling juga tawuran bun,” ucap Agung meledek.

“Apa sih Yah, anak pulang ada luka kok malah dituduh kayak gini,” Ucap Rey menatap
tajam kepada sang ayah.

“Eh..loh siapa ini kok cantik banget, pacar kamu ya Rey?” tanya Citra menarik tangan Nata
untuk duduk di sampingnya.

“Pacar Rey lah. Gimana yah cantik kan?” ucatp Rey sambil menaik turunkan alisnya.

“Wah bener nak kamu pacarnya Rey, ya ampun nama kamu siapa?” tanya Citra dengan mata
berbinar.

“Eh bukan kok tante, saya temenya Rey bukan pacarnya,” ucap Nata gelagapan dengan pipi
yang merah padam.

“Ih sayang jangan malu gitu dong, oh iya sekarang panggil tante bunda.”

“Eh!”

“Iya sayang kamu juga sekarang panggil om ayah oke,” Ucap Agung yang langsung
mendapat tatapan tajam dari sang putra.

“Kamu kenapa, Rey kok melototin ayah kayak gitu?”

“Gak papa,” ucap Rey sambil menatap Agung dengan tatapan tajam dan duduk di samping
Nata lalu memeluknya dari samping.
“eh...lo kenapa peluk peluk gue kayak gini sih.”

“Pengen.”

“Udah ah gue mau pulang udah sore,” ujar Nata sambil mencoba melepaskan pelukan Rey.

“Aaaaa.... Jangan dilepas Nat...” rengek Rey.

“Udah malem Rey gue harus pulang.”

“Enggak....nggak..... Kamu gak boleh pulang Nat.”

“Udah Rey biarin Nata pulang,” ucap Citra yang langsung dijawab gelengan oleh Rey.

“Iya Rey gue pulang dulu ya lo istirahat sana,” Pinta Nata.

“Temenin sampai aku tidur dulu, baru kamu boleh pulang.”

“Hufsss ya udah.”

Rey menarik tangan Nata dan membawanya ke dalam kamar, Rey menempatkan dirinya
berbaring di kasur dan menepuk-nepuk ujung kasur agar Nata dapat duduk. Rey mengangkat
tangan Nata ke atas kepalanya.

“Usapin,” Pinta Rey.

Nata menghembuskan nafas kasar lalu mulai mengusap-usap kepala Rey hingga Rey tertidur
pulas, Nata yang melihat Rey tertidur pun tersenyum manis dan tanpa dia sadari, Nata
mencium kening Rey sayang.

“Happy Nice Dream.” Ucap Nata lalu keluar dari kamar Rey.

Rey yang belum sepenuhnya tertidur pun tersenyum dengan wajah merona.

“Aku sayang kamu Nat” ucap Rey lalu memejamkan matanya.

***

Setelah kejadian dimana Nata menolong Rey, keduanya sekarang semakin dekat bahkan
hampir semua murid di SMA Bina Bangsa sudah mengetahui kedekatan antara keduanya.

Semakin hari sifat asli Rey semakin ia perlihatkan pada Nata seperti, manja, pengatur,
pemaksa, dan juga posesif. Hanya satu jam saja Nata tidak menghubunginya Rey, Rey akan
sangat marah dan merajuk dan membuat Nata harus selalu bersabar dan sampai-sampai ia
lupa menjaga kesehatannya. Seperti saat ini Nata tengah duduk di meja makan ditemani oleh
Bi Inah, gadis itu tengah memakan sarapannya dengan wajah yang sangat pucat.

“Non.. nona gak apa-apa?”

“Aku gak papa kok Bi, Bi Inah gak usah khawatir,” ucap Nata dengan nada lemah.

“Non udah lama non enggak cek up ke dokter loh!”

“Oh iya Bi, Nata lupa habisnya Nata harus gusurin Rey, uhk..uhk..” ucap Nata sambil
terbatuk membuat Bi Inah semakin khawatir dengan kondisi kesehatan dari nona mudanya
itu.

“non.. non Nata gak apa-apa kan?” tanya Bi Inah memegangi pundak Nata.

“Enggak kok Bi,” ucap Nata mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Bi Inah.

Bi inah di buat terkejut dengan apa yang dia lihat, darah segar mengalir dari hidung Nata.

“Non.. hidung non, berdarah,” ucap Bi Inah bergetar.

“Hah!” Nata terkejut lalu memegang darah yang mengalir dari hidungnya, tak berselang lama
tiba-tiba pandangan Nata memudar dan akhirnya gelap gulita.

“Non Nata....” teriak Bi Inah histeris dan langsung memanggil ambulance dan memabwa
Nata ke rumah sakit.

***

Nata langsung dilarikan ke ruang ICU dan ditangani oleh dokter Hermawan, dokter yang
memang sudah biasa menangani Nata. Sejam lebih Nata diperiksa di dalam ruangan ICU.
Dan akhirnya dokter Hermawan keluar dari ruang ICU dengan wajah muram.

“Dok gimana keadaan nona Nata?”

“Leukimia yang diidap oleh Nata sudah semakin menyebar, dan keadaannya sekarang
semakin memprihatinkan apalagi akhir-akhir ini dia jarang sekali kontrol pada saya untuk
kemoterapi, hal itu membuat penyakitnya semakin parah,” ucap dokter Hermawan lalu
menghembuskan nafas panjang.
“Dan jika Nata tidak bangun hingga 1 kali 24 jam, dapat dipastikan bahwa Nata akan koma,
dan kita tidak tahu kapan dia akan sadar,” lanjut dokter Hermawan.

Nafas Bi Inah serasa tercekal tangisnya tidak dapat dibendung lagi. Tanpa pikir panjang Bi
Inah langsung menelepon kedua majikannya.

“Halo hiks... Nyonya.....”

“Halllo bi ada apa kok nangis?” suara Diana terdengar dari sebrang telepon.

“Nyonya Non Nata koma....” ucap Bi Inah gemetar.

“Apa.... Gak mungkin Bi kok bisa, bukannya selama ini Nata baik-baik saja.”

“Iya nyonya memang selama ini non Nata gak nunjukin kalo dia sakit.” Bi inah menceritakan
semua tentang penyakit yang diderita oleh Nata.

“Hiks.... Kok bisa Bi, saya gak becus jadi seorang ibu,” tangis Diana pecah setelah
mengetahui apa yang sebenarnya.

“Enggak nyonya, anda adalah ibu yang paling baik.”

Tutttt....

Sambungan terputus sepihak membuat Bi Inah sedikit terkejut.

“Non Nata yang sabar ya Non, Non Nata harus kuat.” Doa Bi Inah selalu bersama Nata.

****

Dilain tempat seorang pemuda tampan tengah duduk di sofa rooftop yang ada disekolahnya
sambil menampilkan wajah marahnya.

“Nat kamu kemana sih aku kangen, ditelpon gak diangkat, dichat juga gak bales, kamu
dimana sih?” ucap Rey berteriak sambil melempar hapnya jauh hingga sudah tak berbentuk.

Rey mengambil sebatang rokok yang ada di saku celana seragamnya, lalu menghidupkannya.

Ia marah karena Nata tidak ada kabar dia benci itu dan itu membuatnya sangat kacau, dapat
dilihat dari penampilan nya sekarang mulai dari rambut acak-acakan, wajah sendu, dan mata
sembab.

Dia sangat kacau walau hanya ditinggal oleh Nata belum ada setengah hari.
Setelah mendapat telepon dari sang pembantu Diana dan Candra langsung terbang dari
Amerika ke Indonesia. Mereka sangat khawatir dan menyesal karena mereka tidak tau bahwa
putri mereka mengidap penyakit yang sangat berbahaya.

“Bi bagaimana keadaan Nata?” tanya Diana dengan nafas terengah-engah akibat berlari.

“Non hiks... Nata... Hiks.... dinyatakan...hiks... Ko...ma..hiks.” tangis Bi Inah pecah kembali.

“Ap..pa.” tubuh Diana merosot kebawah, kedua kakinya sudah tidak sanggup lagi untuk
menopang berat badannya. Ia terduduk sambil menangis histeris.

Sedangkan Candra melampiaskan kesedihan dan penyesalannya dengan meninju tembok


rumah sakit hingga tangannya memerah.

“Enggak pa... Nata pasti baik-baik aja kan?” Ucap Diana bergetar.

“Papa juga berharap begitu ma.”

“Apa kita boleh masuk ke dalam?” tanya Candra yang langsung diangguki oleh Bi Inah.

Candra dan Diana memasuki raung rawat sang putri, mereka melihat Nata tengah terlelap
dengan wajah pucatnya.

“Nata maafin mama nak, ayo bangun mama kangen sama kamu hiks...” tangis Diana pecah
ketika melihat sang buah hati tegah tertidur yang semua orang juga tidak tau kapan dia akan
membuka mata.

“Sayang ini papa, ayo buka mata kamu nak,” sekarang giliran Candra yang berbicara dengan
menggenggam tangan sang buah hati.

Wajah Nata tetap terlihat cantik saat tertidur seperti ini, hal itu membuat tangisan Diana
semakin keras. Ia menyesal telah mengabaikan anaknya dulu, sungguh jika bisa merubah
waktu dia tidak akan sibuk dengan pekerjaannya begitu pun sang suami.

***

Sudah hampir seminggu Rey tidak bertemu dengan Nata, membuat keadaan Rey semakin
memburuk dengan kantung mata yang semakin besar dan juga mata sembab karena hampir
setiap hari menangis bahkan kedua orang tuanya sampai khawatir akan kesehatan Rey.

“Rey lo baik-baik aja?” tanya Dino Yang tidak mendapatkan jawaban dari Rey.
Sejak menghilangnya Nata, Rey cenderung menjadi laki-laki yang lebih pendiam, sangat
berbeda jauh dari sifat asli Rey yang sangat pecicilan, setiap harj Rey kesekolah ia hanya
duduk di belakang sekolah meratapi nasibnya dan tak jarang juga dia menangis, mengingat
kenangan bersama Nata beberapa hari yang lalu.

“Nat...hiks...kamu ....kemana aku kangen,” ucap Rey disela isakannya. Sekarang ia ada di
belakang sekolah tengah terduduk dengan tembok sebagai penyangga punggungnya, ia tatap
ke depan membayangkan ada Nata di situ.

“Nat aku gak bisa hidup tanpa kamu,” gumam Rey, hingga tanpa Rey sadari dia sudah berada
di alam mimpi.

***

“Rey, hei ayo bangun kamu ngapain tidur disini.”

Rey membuka matanya mendapati seseorang yang selama ini ia rindukan tapi yang aneh
kenapa ia memakai pakaian putih dan dimana Rey sekarang, bukannya tadi dia berada di
belakang sekolah.

“Rey kok ngelamun sih?” ucap perempuan itu lagi.

“Kamu Nata kan?” tanya Rey.

“Iya ini aku Nata kamu gak mau meluk aku gitu.”

“Nata Rey kangen,” ucap Rey berdiri lalu melangkah ingin memeluk tubuh Nata namun
tubuh Nata seolah tertarik ke belakang dan lama kelamaan menghilang.

“Nata hiks.. jangan pergi. Hiks....”

“Nata.......” teriak Rey histeris.

***

“Rey oey bangun,” kata Vino yang melihat Rey tengah berteriak histeris namun dalam
keadaan tertidur.

“Nat....aku kangen kamu jangan pergi.”


“Rey goblok bangun, bego,” kesal Dino menggoyang-goyangkan legan Rey, hal itu mampu
membuat Rey terbangun.

“Gue dimana?” tanya Rey dengan wajah yang dipenuhi keringat dingin.

“Lo kenapa sih, dibangunin tapi gak bangun bangun.”

“Gue....hiks....mimpi....Nata, No gue lihat dia pergi, hiks...” isakan Rey mulai terdengar, hal
itu telah lumrah ditelinga Dino dan Vino apalagi setelah Nata hilang kabar hampir setiap hari
Rey menangis tanpa henti.

“Udah nanti pulang sekolah coba lo ke rumahnya, oh iya lo udah tanya ke Dina?”

“Belum,” ucap Rey sambil menggelengkan kepalanya.

“Coba lo tanya dia dulu, mungkin aja dia tau kemana Nata, soalnya dia kan satu satunya
sahabat Nata,” kata Vino.

“Bener juga ya,” gumam Rey langsung berlari menuju kelas Dina.

Dikelas Dina tengah duduk sambil terdiam dibangkunya, memang semenjak dia mengetahui
bahwa Nata koma di rumah sakit, Dina berubah menjadi orang yang lebih pendiam dan
murung.

***

Rey sudah sampai di kelas Dina, ia menatap Dina yang tengah melamun di kursinya. Dina
tampak tak kalah sedih dengan Rey.

Rey masuk ke kelas Dina sambil menatap Dina tajam membuat seisi kelas Dina riuh seketika.

“Lo tau dimana Nata?” tanya Rey dengan tatapan tajam.

“Pergi aja ke rumahnya,” ucap Dina tanpa mengalihkan pandangannya pada bukunya.

“Lo sahabatnya, pasti lo tau dimana Nata berada.”

“Hiks.... Gue bilang gue gak hiks... Tau,” ucap Dina sambil terisak kecil.

“Terus kenapa lo nangis kalo lo gak tau.”


“Gue hiks... Gak tau, sekarang pergi.”

Dengan berat hati Rey pergi dari kelas itu bukannya kembali ke kelas Rey, malah
melangkahkan kakainya ke parkiran sekolah. Dia berinisiatif untuk menanyakan langsung
kepada Nata.

Rey sampai di kediaman Nata. Rumah yang didominasi dengan cat tembok berwarna putih
itu terlihat sepi seolah rumah ini sudah tidak ada penghuninya.

“Kok rumahnya sepi banget,” gumam Rey menatap rumah Nata.

Rey memberanikan diri untuk memasuki gerbang rumah yang memang tidak terkunci.
Pemuda itu mencoba untuk mengetuk pintu kayu rumah Nata.

Tok..tok.

“Nata.... Kamu di dalam kan Nat, keluar Nat aku kangen sama kamu,” ucap Rey sambil
mengetuk pintu rumah Nata, namun tidak ada sahutan dari dalam rumah.

“Nat kamu di dalam kan.”

Clek....

Suara pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang sudah beruban dengan wajah sendu.
Beliau menatap Rey dengan kebingungan.

“Ada apa nak?” tanya Bi Inah.

“Nata mana ya Bi.”

“Oh aden temannya non Nata ya?” tanya Bi Inah sambil membendung air matanya.

“Iya anda siapa ya?” ucap Rey dengan nada dingin.

“Saya pembantunya den, kalau aden mau tau non Nata ada dimana lebih baik ikut saya ke
dalam, nanti saya kasih tau, dan ada barang yang harus anda terima.”

“Maksudnya.”

“Ini dari non Nata.”


Bi inah masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Rey dibelakang nya. Bi inah meminta agar
Rey duduk di sofa ruang tamu, dan pergi ke kamar Nata mengambil barang yang dititipkan
Nata untuk Rey.

“Ini nak titipan buat kamu dari Non Nata, Non Nata bilang kalo gak boleh di buka sampai
aden samapai dirumah.”

“Tapi isinya apa bi?”

“Bibi juga enggak tau, Den.”

“Terus Nata dimana bi ?” tanya Rey penasaran.

“Jadi non Nata itu mengidap penyakit leukimia, dan sekarang dia sedang koma di rumah
sakit,” ucap Bi Inah membuat Rey membeku ditempat.

“Nggak mungkin bi,” ucap Rey bergetar “Bibi pasti bohong kan hiks....” isakan Rey mulai
terdengar.

“Kalau Aden mau lihat Aden bisa ke rumah sakit damai abadi, ruang VVIP Den.”

Rey tidak menjawab dia langsung pergi menuju rumah sakit yang dimaksud oleh Bi Inah.
Sesampainya disana Rey langsung bertanya pada resepsionis. Setelah mendapatkan jawaban
Rey langsung berlari menuju ke ruangan yang sudah diberitahukan tadi. Badan Rey
menegang setelah melihat Nata yang dikelilingi oleh alat-alat medis yang membantunya
bertahan. Badannya jatuh ke bawah akibat kakinya sudah tidak dapat menahan berat
tubuhnya sendiri.

“Hiks... “ isakan Rey mampu membuat seorang pria yang akan memasuki ruangan itu
berhenti dan menatapnya dengan penuh kebingungan.

“Nak kamu kenapa nangis disini?” tanya Candra sambil memegang pundak Rey.

“Nata.... Om hiks.....”

“Nata kenapa? Kamu kenal sama anak saya.”

“hiks... Om boleh Rey masuk?”

“Iya nak masuk aja,” ucap Candra tersenyum haru.


Rey masuk ke kamar inap Nata dengan hati-hati ia tatap wajah Nata yang tengah tertidur
dengan seksama.

“Nat bangun....hiks.... Aku nangis Nat, kata kamu aku gak boleh nangis, tapi kenapa kamu
gak marahin aku sekarang, ayo Nat marahin aku hiks.....” ucap Rey histeris sambil
mengenggam tangan Nata.

Rey menengelamkan kepalanya di lipatan tangannya hingga sebuah usapan kepala


membuatnya mendongakkan kepalanya, alangkah terkejutnya Rey ketika mendapati Nata lah
yang mengusap kepalanya.

“Nat... Hiks....ini beneran kamu Nat,” ucap Rey tak percaya.

“Iya uhuk...uhuk..... Ini aku kamu kenapa nangis, jangan nangis dong kan aku pernah bilang
kalau kamu jangan nangis. Aku gak suka lihat kamu nangis Rey,” ucap Nata dengan nada
lemah.

“Hiks...aku gak nangsi kok,” Rey tersenyum kepada Nata.

“Rey aku sayang kamu, kamu harus bahagia ya tanpa ada aku,” ucap Nata dengan pandangan
yang mulai rabun.

“Enggak Nat kamu itu harus selalu sama aku.”

“Iya aku selalu sama kamu di sini,” ucap Nata sambil menunjuk hati rRey.

“Enggak Nat hiks.. enggak.”

Tangan Nata yang tadinya berada di pipi Rey mulai turun dan Nata mulai memejamkan
matannya.

“Nat jangan tutup mata kamu please.... Hiks.....”

“Maaf,” kata Nata untuk yang terakhir hingga bunyi nyaring dari suara alat pendeteksi
jantung milik Nata berbunyi kencang dengan garis lurus terpampang di layar monitor.

Rey langsung berteriak memanggil dokter, dan Nata langsung ditangani oleh dokter. Disana
semua keluarga Nata ada bahkan Dina juga ada, Rey masih menunggu di depan pintu sambil
terus terusan menangis.

Dokter yang menangani Nata keluar dari ruangan dengan wajah sendu.
“Maaf saya sudah berusaha semaksimal mungkin, namun tuhan berkata lain,” ucap dokter itu
dengan menundukkan kepalanya.

Rey langsung menatap tajam ke arah dokter itu dan langsung meninju bagian perut dokter
muda itu.

Bugh...

Tinjuan itu mampu membuat dokter itu tersungkur ke lantai.

“Goblok kenapa lo gak bisa nyelametin Nata ha, gue bisa bayar lo berapa aja yang penting lo
bisa buat Nata kemabali lagi,” bentak Rey membuat semua orang menatapnya dengan kasian.

“Udah nak ini udah takdir...hiks ....” ucap Diana mencoba menenangkan Rey.

“Enggak tante .”

Rey menerobos masuk ke dalam ruangan Nata, disana semua alat penunjang kehidupan yang
dipasang di badan Nata sudah semua dilepas dari tubuh Nata.

Rey memeluk tubuh lemah Nata dan mengecup kening Nata sayang.

“Nat hiks... Bangun jangan pergi,” up Rey mengusap kepalanya Nata lembut, ketika
menaikkan tangannya rambut Nata rontok ditangan Rey membuat tangisan Rey semakin
histeris.

***

Rey berjalan menuju keluar rumahnya dengan mengenakan baju serba hitam dan juga
kacamata yang bertengger di hidungnya yang menutupi mata sembab akibat terus terusan
menangis.

Dia sampai disebuah pemakaman, disana sudah ramai sekali orang yang melayat dan
mengantarkan Nata ke tempat peristirahatan terakhirnya. Namun Rey tetap duduk di dalam
mobilnya menunggu keadaan sepi. Sudah tiga puluh menit Rey menunggu di sana. Tanpa
ada niatan untuk berjalan ke sana.

Keadaan mulai sepi Rey berjalan keluar dari mobilnya dan menuju ke gundukan yang
terdapat sebuah nisan bernamakan Renata Casilda Nandika.

Tangisnya pecah seketika.


“Nat kenapa kamu pergi secepat ini.”

“Aku sayang sama kamu Nat, maaf aku selalu ngerepotin kamu.” Kata rey lalu meletakkan
sebuah bunga lili dan berdiri meninggalkan pemakaman itu.

Tamat.

Anda mungkin juga menyukai