BAB. I
PENDAHULUAN
1.4. Manfaat
BAB. II
PEMBAHASAN
Sejarah atau history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian
atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik,
moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi di atas merupakan warisan generasi terdahulu kepada
generasi muda yang tidak ternilai harganya. Generasi muda dapat belajar dari
informasi-informasi ini terutama tentang kejadian-kejadian masa lampau dan
memanfaatkannya untuk mengembangkan kemampuan diri mereka. Sejarah telah
memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi mereka dan semuanya ini diharapkan
akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang
akan datang.
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori,
1995: vii). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan
pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang
lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan
semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai
aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik untuk
membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh bermacam-
macam corak (Sigit, 1992: xi) . Menjelang 64 tahun Indonesia merdeka, dengan
system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era Reformasi ini yang
telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang, kita mulai dapat
melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat dalam ikut serta
menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut memiliki pandangan atau
dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan; pendidikan diarahkan pada
optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses pembangunan bangsa.
Page |5
positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah
August Comte (ibid.: 121).
7. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap
dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul
Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey. Menurut aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada
artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk
tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24).
b. Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah
ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu
dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (ibid.:
125). Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman
tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya
memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan
figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada
lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal
dari keyakinan tersebut (Mudyahardja, 2008: 215) Tujuan pendidikan pada zaman
ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam
rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.:
217)
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar
Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan
dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun
sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut
Page |8
Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan
hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat. (ibid.: 223)
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan
perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243).
Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan.
Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun
dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk
mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka,
pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds
Oost Indische Compagnie)atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602
(Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar
dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme
(Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya
ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual,
Page |9
nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk
anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa
pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan
anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan
mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-
13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudulHutang
Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih
memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal
dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan
peranan penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga
mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai
Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya
(ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini
meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak
Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan
elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui
pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan
lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
5. Zaman Kolonial Jepang
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk
di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan
sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia
P a g e | 10
B. LANDASAN HUKUM
Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
P a g e | 13
Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah landasan
serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat
penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia
dan masyarakat bangsa tertentu. Secara umum, pendidikan merupakan segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup.
2. Peraturan Pendidikan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila
dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap
program studi dan bersifat nasional
Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
P a g e | 16
Pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : “Tiap – tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran”. Pada kenyataannya masih banyak warga negara baik
dari kelompok masyarakat miskin, daerah tertinggal dan sebagainya yang belum
mendapatkan pengajaran seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
Pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 ayat 2 berbunyi : “Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa”. Namun dalam kenyataanya sebagian penyelenggaraan pendidikan belum
sesuai dengan peraturan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan masih saja bersifat
diskriminatif dan tidak menjunjung hak asasi manusia. Misalnya dalam
penyelenggaraan pendidikan di RSBI dengan pelajarannya yang begitu padat siswa
kehilangan hak-haknya untuk bermain, serta diskriminatif karena hanya siswa yang
pandai dan mampu saja yang bisa menempuh pendidikan disana.
C. LANDASAN FILSAFAT
Filsafat sebagai Induk Ilmu Pengetahuan Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu,
kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari keduanya. Dalam
berfilsafat kita didorong untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum
kita tahu.
Filsafat dalam pandangan tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:
Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang
asli
Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika
Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh
jangkauan kemampuan manusia
Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana
hakikat sebenarnya.
Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui
kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat diartikan sebagai berikut
1.Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan,
pemikiran pengetahuan, sifat alam semesta.
2. Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan.
3. Ilmu yang berintikan logika ,estetika, metafisika, dan epistemologi
4. Falsafah
Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan
menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk sistematik. Dengan demikian
filsafat memerlukan analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran sudut
pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.
Semua ilmu baik ilmu sosial maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya
yaitu filsafat. Pada awalnya filsafat terdiri dari tiga segi yaitu (1)apa yang disebut
P a g e | 19
benar dan apa yang disebut salah (logika); (2) mana yang dianggap baik dan mana
yang dianggap buruk (etika); (3)apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk
jelek (estetika).
Kemudian ketiga cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang
filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang filsafat
tersebut antara lain mencakup:
1. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
2. Etika (Filsafat Moral)
3. Estetika (Filsafat Seni)
4. Metafisika
5. Politik (Filsafat Pemerintahan)
6. Filsafat Agama
7. Filsafat Ilmu
8. Filsafat Pendidikan
9. Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat Matematika
Objek dalam Filsafat Ilmu Pendidikan dapat dibedakan dalam 4 (empat) macam
yaitu:
1. Ontologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola
organisasi Ilmu Pendidikan
2. Epistomologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat objek formal
dan material Ilmu Pendidikan
3. Metodologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja
dalam menyusun ilmu pengetahuan
4. Aksiologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan
teoritis dan praktis Ilmu Pendidikan
1. Pengertian Sosiologi
Menurut etimologi sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu kata socious yang
berarti teman, dan logos yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti
pengetahuan. Pengertian tersebut diperluas menjadi ilmu pengetahuan tentang
pergaulan hidup manusia atau masyarakat. Seiring dengan perkembangan
sosiologi, para ahli telah memberikan definisi dengan sudut pandang yang
berbeda-beda, seperti berikut ini. (Soerjono Soekamto, 2001:20).
Sosiologi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sosiologi umum yang
menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum, dan sosiologi khusus, yaitu
pengkhususan dari sosiologi umum yang menyelidiki aspek kehidupan sosio-
kultural secara mendalam, salah satunya adalah sosiologi pendidikan. Sosiologi
juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
P a g e | 21
Dari beberapa pendapat diatas dapat tarik persamaan dari pengertian sosiologi,
yakni sosiologi merupakan ilmu yang membahas atau mempelajari interaksi dan
pergaulan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial.
2. Pengertian Budaya
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya. Salah satu bagian sosiologi, yang dapat dipandang
sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Wuradji (1988) menulis
bahwa sosiologi pendidikan meliputi : 1) interaksi guru-siswa; 2) dinamika
kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah; 3) struktur dan fungsi sistem
pendidikan dan; 4) sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan. Wujud
dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasari oleh faktor-faktor berikut:
P a g e | 22
2. Sugesti, yang akan terjadi apabila jika seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa atau berwenang atau mayoritas.
3. Identifikasi, yang berusaha menyamakan dirinya denga orang lain secara sadar ataupun di bawah
sadar.
4. Simpati, yang akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.
Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan
manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam kebudayaan.
Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek
yang dididik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu sendiri. Oleh
karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah. Sedangkan
kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, dan kebudayaan
populer juga diajarkan dengan proporsi yang kecil.
Maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila
kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah
akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang
kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki
dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya
sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya.
6. Fungsi Sosial Budaya terhadap Pendidikan
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting
dalam dunia pendidikan yaitu :
1. Mewujudkan masyarakat yang cerdas
Yaitu masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat
Demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan
bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan
kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara
bangsa.
2. Transmisi budaya
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai
pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada
perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak
setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
7. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku
menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial
juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga
pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
8 Dampak Konsep Pendidikan
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya
yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan
fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai Kebudayaan
dari generasi ke generasi.
P a g e | 24
E. LANDASAN EKONOMI
1. Peningkatan kepribadian
P a g e | 26
Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada kewajiaban
lembaga pendidikan untuk memperbanyak Sumber-sumber dana pendidikan yang
mungkin bisa diperoleh di antaranya: a) Dari pemerintah dalam bentuk proyek
pembangunan, penelitian dan sebagainya; b) Kerjasama dengan instansi lain, baik
pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja samanya dalam bidang penelitian,
P a g e | 27
1. Dana Rutin, adalah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti gaji.
Dan dipertanggungjawabkan dengan SPJ (suratPertanggungjawaban) yang
disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah.
2. Dana Pembangunan, adalah dana yang dipakai membiayai pembangunan-
pembangunan dalam berbagai bidang juga dipertanggungjawabkan dengan SPJ
(Surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang
sah.
3. Dana Bantuan Masyarakat, adalah dana yang digunakan untuk membiayai hal-
hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan. Dan
dipertanggungjawabkan dalam laporan yang disertai bukti-bukti pembayaran
yang sah pada wakil-wakil masyarakat.
F. LANDASAN IPTEK
Berbeda dengan unit sumber yang memberi kebebasan dan fleksibilitas, kita lihat
bahwa teknologi pendidikan menyajikan program yang terinci dan ketat yang
P a g e | 30
BAB. III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari rangkaian masa dalam sejarah yang menjadi landasan historis kependidikan
di Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa masa-masa tersebut memiliki wawasan
yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Mereka sama-sama menginginkan
pendidikan bertujuan mengembangkan individu peserta didik, dalam arti memberi
kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi mereka secara alami dan
seperti ada adanya, tidak perlu diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Sementara itu, pendidikan pada dasarnya hanya memberi bantuan dan layanan dengan
menyiapkan segala sesuatunya. Sejarah juga menunjukkan betapa sulitnya perjuangan
mengisi kemerdekaan dibandingkan dengan perjuangan mengusir penjajah. Dengan
demikian mereka berharap hasil pendidikan dapat berupa ilmuwan, innovator, orang
yang peduli dengan lingkungan serta mampu memperbaikinya, dan meningkatkan
peradaban manusia. Hal ini dikarenakan pendidikan selalu dinamis mencari yang baru,
memperbaiki dan memajukan diri, agar tidak ketinggalan jaman, dan selalu berusaha
menyongsong zaman yang akan datang atau untuk dapat hidup dan bekerja senafas
dengan semangat perubahan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
H. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Cet. 2, Jakarta: Rineke Cipta, 2004.
H. Muhaimin MA, Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI, Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum Untuk Abad Ke-21, Jakarta :
Grasindo, 1994.
https://rahmawatiindahlestari.wordpress.com/semester-1/lkpp/landasan-sosial-budaya-
pendidikan/
S Nasution MA, Pengembangan Kurikulum, Cet. 1, Bandung: PT Alumni, 1986