Anda di halaman 1dari 21

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk energi yang dilambangkan dengan (H). Entalpi
bernilai konstan apabila tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. Nilai entalpi
bergantung pada jumlah mol zat. Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan, yang
dimaksud dengan entalpi pelarutan adalah jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk
melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar.
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak
terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap
dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Secara umum panas kelarutan adalah positif
(endotermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak
zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka
semakin tinggi suhu akan makin berkurang zat yang dapat larut.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan
suatu zat dan panas kelarutannya.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 MSDS
1.3.1.1 Asam Oksalat
Asam Oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis
asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus
HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam
asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang
membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat
(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Besarnya konstanta
disosiasi (K1) = 6,24.10-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan
asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang.
Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi
menurun. Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada
10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali
(NaK), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg
atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat
secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk
menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat. Asam oksalat
mempunyai massa molar 90 g/mol (anhidrat), rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³
(anhidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g/100 mL (25°C), dan 120 g/100 mL
(100°C), dan titik didih sebesar 101-102°C (dihidrat) (Anonim, 2014).
1.3.1.2 NaOH
Bahan yang digunakan adalah NaOH 0,5 M. NaOH atau biasa disebut Natrium Hidroksida
yang juga dikenal dengan soda kaustik membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan
kedalam air. NaOH sangat berbahaya apabila terjadi kontak dengan kulit dan mata karena dapat
menyebabkan iritasi dan korosif dan mengganggu pernafasan. Apabila terkena mata, basuh
dengan air mengalir selama 15 menit. Apabila terjadi kontak dengan kulit segera basuh dengan
air mengalir selama 15 menit. Apabila terjadi kontak yang parah dengan kulit segera cuci
dengan sabun desinfektan dan krim anti-bakterial. Apabila terjadi gangguan pernafasan segera
bawa ke udara terbuka. Longgarkan pakaian dan berikan nafas buatan apabila korban tidak dapat
bernafas. NaoH 0,5 N merupakan cairan tak berwarna dan tidak berbau dengan berat molekul 40
g/mol. Sifatnya basa (pH 13,5) dengan titik didih 1388oC dan titik leleh pada 323oC. NaOH larut
dalam air dingin, sangat reaktif terhadap logam dan agen pengoksidasi. NaOH melepaskan panas
ketika dilarutkan didalam air dan dengan spontan menyerap CO2 dari udara bebas. Larutan NaOH
akan meninggalkan noda kuning pada kain. Struktur molekul NaOH adalah tetrahedral (Anonim,
2014).
1.3.1.3 Indikator PP
Indikator Phenolptalein (PP) menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat asam atau basa.
Indikator asam-basa seperti pp (fenoftalen) mempunyai warna tertentu pada trayek pH / rentang
pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna indikator. Kalau indikator pp, merupakan
indikator yang menunjukkan pH basa, karena dia berada pada rentang pH antara 8,3 hingga 10,0
(dari tak berwarna - merah pink). ketika NaOH diberi fenoftalen, lalu warnanya berubah menjadi
merah lembayung, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10 (Anonim, 2014).
1.3.1.4 NaCl
Natrium klorida, juga dikenal sebagai garam, garam dapur, garam meja, atau garam karang,
merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl. Natrium klorida adalah garam yang paling
bertanggung jawab atas kadar garam dari laut dan dari cairan ekstraselular multiseluler dari
banyak organisme. Sebagai bahan utama garam bisa dimakan, itu biasanya digunakan sebagai
bumbu dan makanan pengawet. NaCl mempunyai massa molar 58,443 g/mol, tidak berwarna,
berbau, kepadatannya 58,443 g/mol, titik lebur 801°C, dan titik didih 1413oC
(www.chem-is-try.edu , 2014).
1.3.2 Dasar Teori
Sistem yang mengubah volume dengan tekanan luar yang tetap, maka energi dalamnya tidak
lagi sama dengan energi yang diberikan kepada kalor. Energi yang diberikan sebagai kalor
diubah menjadi kerja untuk memberikan tekana balik terhadap lingkungannya, sehingga dU<dq.
Pada tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat termodinamika
yang lain dari sistem, yaitu entalpi H (Atkins, 2006).
Entalpi (H) merupakan suatu fungsi termodinamika yang berhubungan dengan energi dalam
dan berguna untuk menjelaskan proses-proses pada tekanan tetap. Persamaan matematika
menyatakan entalpi ditulis sebagai berikut:
H = U + PV
H : entalpi (joule atau kalori)
U : dalam energi dalam (joule atau kalori)
P : tekanan (atm)
V : volume (liter)
Persamaan ini diperoleh dari penurunan persamaan hukum pertama termodinamika pada tekanan
tetap:
q = ∆U – W
q = ∆U + P∆V
q = U2 –U1 + P(V2 –V1)
q = (U2 + PV2) – (U1 + PV1)
q = H2 – H1
q = ∆H
(Syukri, 1999).
Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam sejumlah
tertentu pelarut pada suhu tertentu. Penetuan harga (∆H) tidak bergantung pada jalannya proses
namun hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir proses (∆H sebagai fungsi keadaan). Nilai
∆H dapat digunakan untuk meramalkan suatu proses reaksi. Bila ∆H > 0 proses berjalan secara
endotermis, yaitu sistem menyerap kalor. Bila ∆H = 0 proses berjalan secara adiabatik, semua
kalor diubah menjadi kerja. Bila ∆H < 0 proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem
melepaskan kalor. Hubungan-hubungan yang melibatkan entalpi diantaranya adalah ∆H adalah
suatu sifat ekstensif yaitu perubahan entalpi sebanding dengan jumlah zat yang terlibat dalam
reaksi Jika kita gandakan dua kali jumlah zat yang terlibat dalam reaksi maka perubahan entalpi
reaksi juga menjadi dua kali. ∆H akan berubah tanda bila arah reaksi berlangsung sebaliknya.
Entalpi pelarutan dapat diartikan sebagai perubahan entalpi pada peristiwa melarutnya 1 mol
suatu zat dalam n mol pelarut (air). Atau jika suatu zat yang dilarutkan (dalam air) yang bisa jadi
disertai dengan pembebasan kalor (eksoterm) atau penyerapan kalor (endoterm). Efek kalor yang
terdapat pada peristiwa tersebut disebut dengan entalpi pelarutan dimana besarnya bergantung
pada molalitas zat yang terbentuk dalam larutan. Hal-hal yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
adalah jenis zat pelarut, jenis zat terlarut, ukuran partikel, temperatur, dan tekanan (Syukri, 1999).
Larutan terbagi menjadi 3 yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh.
Larutan tidak jenuh adalah larutan yang jumlah zat terlarutnya kurang dari jumlah zat pelarutnya.
Larutan jenuh adalah larutan yang jumlah zat terlarutnya sama dengan zat pelarutnya sehingga
larutan tidak dapat lagi melarutkan lebih banyak zat terlarut. Larutan jenuh hanya terjadi pada
temperatur tertentu. Larutan jenuh membuat sistem didalamnya menjadi setimbang antara zat
terlarut dalam larutan dan zat yang tidak larut. Pada kondisi ini kecepatan melarut sama dengan
kecepatan mengendap dan konsentrasi sitem konstan. Pengaruh temperatur tergantung dari panas
pelarutannya. Panas pelarutan yang bernilai negatif (eksoterm), daya larut turun dengan naiknya
temperatur. Namun bila panas pelarutan bernilai positif (endoterm) maka daya larut naik seiring
naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu mempengaruhi daya larut zat padat dan cair tetapi
berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 2004).
Suatu kesetimbangan yang terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka konsentrasi
larutan juga akan berubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Van’t Hoff tentang pengaruh
temperatur terhadap kelarutan :

d ln S/dt = (∆H)/RT2 dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan


ln S2/S1 = (∆H/R) (T1-1-T2-1).
ln S = -(∆H)/RT + konstanta
Dimana :
S1,S2 = kelarutan masing – masing zat pada temperature T1 dan T2
∆H = panas pelarutan
R = konstanta gas umum (L atm/mol K)
(Syukri, 1999).
Analisa kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa dapat dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang disebut titrasi (titration). Dalam percobaan titrasi, suatu larutan
yang konsentrasinya diketahui secara pasti, disebut sebagai larutan standar (standard solution),
ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi
kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Jika kita mengetahui volume larutan
tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi maka kita dapat menghitung konsentrasi larutan
tidak diketahui itu (Chang, 2005).
BAB 2. METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan tentang pengukuran berat molekul ini adalah sebagai
berikut :
- Erlenmeyer 250 mL
- Buret 50 mL
- Termometer
- Gelas ukur 250 mL
- Pengaduk gelas
- Pipet Volum 10 mL
- Tabung reaksi
2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan tentang pengukuran berat molekul ini adalah
sebagai berikut :
- NaOH 0,5 N
- Indikator PP
- Asam Oksalat
- Es batu
- Garam dapur
2.2 Skema Kerja

Kristal Asam Oksalat

- diencerkan dalam 100 mL aquadest hingga jenuh


- dilengkapi termometer dan pengaduk dalam tabung reaksi kemudian
dimasukkan dalam es untuk menurunkan suhu sesuai percobaan yang dilakukan
yaitu 5, 10, 15, 20, 25oC
- diambil 5 mL dari larutan yang telah mencapai kesetimbangan
- ditimbang massanya
- dititrasi dengan NaOH 0,5 M menggunakan indikator PP dan lakukan duplo

Hasil
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Volume Titrasi Massa Massa Erlenmeyer
Suhu
NaOH 0,5 M Erlenmeyer + larutan H2C2O4
10 mL 34,851 g 39,851 g
5oC
9,5 mL 34,697 g 39,605 g
12,3 mL 35,248 g 40,321 g
10oC
11 mL 34,830 g 39,188 g
15,3 mL 34,851 g 39,826 g
15oC
14 mL 34,697 g 39,744 g
19 mL 35,248 g 40,073 g
20oC
19,8 mL 34,830 g 39,823 g
23,7 mL 34,851 g 39,894 g
25oC
23,3 mL 34,697 g 39,887 g

5oC 10oC 15oC 20oC 25oC


Molaritas
0,975 M 1,165 M 1,465 M 1,94 M 2,35 M
H2C2O4
Mol H2C2O4 4,875 mol 5,825 mol 7,325 mol 9,7 mol 11,75 mol
Massa
0,4388 g 0,5243 g 0,6593 g 0,87 g 1,058 g
H2C2O4
Massa
4,954 g 4,716 g 5,011 g 4,909 g 5,117 g
Larutan
Massa
4,5152 g 4,1917 g 4,3517 g 4,039 g 4,059 g
Pelarut H2O
Molalitas
1,0797 mol/g 1,3879 mol/g 1,6832 mol/g 2,4016 mol/g 2,8949 mol/g
Solute
n Solute 4,8751 mol 5,8177 mol 7,3248 mol 9,7001 mol 11,750 mol
Kelarutan
87,752 g/mL 107,72 g/mL 131,85 g/mL 174,60 g/mL 211,50 g/mL
H2C2O4
Kurva Kalibrasi
250
y = 6,347x + 46,87
R² = 0,975
200
Kelarutan/S (g/mL)

150

Series1
100
Linear (Series1)

50

0
0 5 10 15 20 25 30
Temperatur/T (oC)

H = 6,267 J/mol

3.2 Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan
suatu zat dan panas kelarutannya. Entalpi pelarutan adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan
untuk melarutkan 1 mol zat. Pertama, kristal asam oksalat dilarutkan dalam 100 mL aquadest
hingga larutan jenuh, artinya hingga larutan tidak dapat melarutkan kristal asam oksalat lagi
(lewat jenuh). Air disini berfungsi sebagai pelarut. Larutan jenuh tidak dapat diamati dengan
mata karena semua zat terlarut dalam larutan sehingga untuk menentukan larutan tersebut jenuh,
tak jenuh atau lewat jenuh dapat diamati dari kelarutan zat. Suatu zat dikatakan tak jenuh apabila
jumlah mol zat terlarut lebih kecil dari jumlah zat pelarutnya, dalam hal ini zat terlarut yang
ditambahkan masih dapat larut dalam larutan. Suatu zat dikatakan lewat jenuh apabila jumlah
mol zat terlarut lebih besar dari jumlah zat pelarutnya, dalam hal ini zat terlarut yang
ditambahkan tidak dapat larut lagi dalam larutan. Larutan jenuh merupakan larutan yang
mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara
solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang
banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu.
Setelah mencapai titik jenuh, temperatur larutan diturunkan sesuai dengan temperatur dalam
literatur yaitu 5, 10, 15, 20, 25oC . Temperatur diturunkan dengan bantuan es batu yang telah
diperkecil ukurannya dan ditambah garam kedalam es batu. Fungsi dari penambahan garam dapur
sendiri adalah untuk mempertahankan temperatur sistem. Pengukuran dimulai dari suhu terendah
karena untuk menurunkan suhu larutan membutuhkan waktu yang sangat lama, namun untuk
menaikkan suhu larutan sangat mudah. Oleh karena itu pengukuran dimulai dari suhu terendah.
Larutan yang didinginkan, konsentrasinya semakin rendah pula. Larutan juga semakin berwarna
putih seiring suhu diturunkan. Hal ini terjadi karena serbuk asam oksalat yang semakin tidak larut
pada suhu rendah. Daya larut suatu zat dalam zat lain dipengaruhi oleh : jenis zat pelarut, jenis
zat terlarut, temperatur dan tekanan. Setelah suhu larutan sesuai dengan suhu yang akan
digunakan, larutan diambil 5 mL dan dimasukkan dalam erlenmeyer untuk selanjutnya
distandarisasi dengan NaOH 0,5 M. Dalam pengambilan 5 mL larutan asam oksalat, jangan
sampai serbuk ikut terbawa. Jadi tunggu beberapa saat hingga larutan mengendap baru diambil 5
mL menggunakan pipet volume.
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak
terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap
dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Larutan asam oksalat 5 mL tersebut
selanjutnya ditimbang massanya. Percobaan harus dilakukan dengan cepat, karena praktikan
harus tetap mempertahankan suhu larutan saat dititrasi. Setelah ditimbang, ditambahkan 3 tetes
indikator PP agar dapat lebih mudah mengetahui titik ekivalennya atau titik dimana titrasi harus
di hentikan yaitu pada percobaan ini di tandai dengan perubahan warna pada larutan yang
awalnya tidak berwarna berubah menjadi merah muda transparan. Indikator PP memberikan
warna berbeda pada kondisi asam dan basa. Pada kondisi asam, indikator PP memberikan warna
tidak berwarna. Namun pada kondisi sedikit basa, indikator PP memberikan warna merah muda.
Selanjutnya dilakukan standarisasi larutan asam oksalat dengan larutan standar NaOH 0,5 M.
Larutan NaOH 0,5 M dijadikan sebagai larutan standar, karena larutan NaOH memiliki
konsentrasi yang pasti ( 0,5 M ) dan memenuhi persyaratan sebagai standar dalam analisis atau
reaksi kimia.
Kecenderungan kelarutan semakin menurun seiring dengan penurunan suhu terlihat pada
range suhu 25°C sampai dengan 5°C. Pada daerah variasi suhu ini terlihat bahwa semakin kecil
suhu, kelarutannya juga semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Apabila suhu diperbesar, maka
kelarutan semakin besar dan volume titran juga semakin besar. Sedangkan apabila suhu
diperkecil, maka kelarutan semakin kecil maka volume titran yang dibutuhkan semakin kecil.
Penetuan harga (∆H) tidak bergantung pada jalannya proses namun hanya tergantung pada
keadaan awal dan akhir proses (∆H sebagai fungsi keadaan). Nilai ∆H dapat digunakan untuk
meramalkan suatu proses reaksi. Bila ∆H > 0 proses berjalan secara endotermis, yaitu sistem
menyerap kalor. Bila ∆H = 0 proses berjalan secara adiabatik, semua kalor diubah menjadi kerja.
Bila ∆H < 0 proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem melepaskan kalor. Pada percobaan ini
nilai ∆H yang didapat yaitu 6,267 J/mol. Hal ini menunjukkan reaksi berjalan secara endotermis
yaitu sistem menyerap kalor. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya
temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi
berpengaruh pada daya larut gas. Jika kesetimbangan terganggu dengan adanya perubahan
temperatur maka konsentrasi larutannya akan berubah. Secara umum panas pelarutan adalah
positif (endodermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin
banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis),
maka semakin tinggi suhu maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut.
Berdasarkan data hasil percobaan, kelarutan asam oksalat pada suhu 5°C lebih rendah dari
pada kelarutan asam oksalat pada suhu 10°C. Atau dengan kata lain semakin rendah suhu, maka
endapan yang terbentuk semakin banyak pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
suhu, maka kelarutan suatu zat semakin bertambah.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah:
 Jenis zat pelarut dan zat terlarut
Apabila suatu zat pelarut mempunyai sifat mudah melarutkan suatu zat maka kelarutannya
sangat tinggi, dan apabila zat pelarutnya mempunyai sifat sulit melarutkan suatu zat maka
kelarutannya pun rendah. Begitu pula dengan zat terlarut apa bila zat terlarut tersebut mudah
melarut dalam suatu pelarut, maka kelarutannya dalam pelarut pun tinggi dan begitu pula
sebaliknya
 Suhu atau Temperatur
Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan. Adanya kalor (panas)
mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya
jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah
sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik antar molekul-molekul air dan terjadi kelarutan.
 Tekanan
Faktor berikutnya adalah pengaruh tekanan pada kelarutan, Perubahan tekanan pengaruhnya
kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Sebab suatu tekanan berhubungan dengan volum dan
volum cairan itu sendiri tidak mengalami perubahan yang besar, hal ini berbeda dengan volum
gas. Partikel gas geraknya lebih bebas dibandingkan dengan cairan, sehingga pengaruh tekanan
pada zat cair lebih kecil dibanding pengaruhnya terhadap gas.
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk energi. Nilai entalpi bergantung pada jumlah
mol zat. Temperatur dapat mempengaruhi konsentrasi suatu larutan. Pada penentuan entalpi
pelarutan asam oksalat, semakin tinggi temperaturnya, semakin tinggi pula konsentrasinya
sehingga semakin banyak pula NaOH yang digunakan untuk menstandarisasi larutan. Panas
pelarutan (Hs) asam oksalat adalah 6,267 J/mol.
4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya agar praktikan lebih cepat dan tangkas agar praktikum dapat
cepat selesai. Untuk bahan seperti air es untuk diberi wadah tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Material Safety Data Sheet Oxylic Acid.


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321 [diakses pada tanggal 22 Maret
2014].

Anonim. 2014. Material Safety Data Sheet Phenolptalein.


http://www.sciencestuff.com/msds/C1498.html [diakses pada tanggal 22 Maret 2014].

Anonim. 2014. Material Safety Data Sheet Sodium Chloride.


https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923955 [diakses pada tanggal 22 Maret
2014].

Anonim. 2014. Material Safety Data Sheet Sodium Hidroxide. www.chem-is-try.edu [diakses
pada tanggal 22 Maret 2014].

Atkins, P.W. 2006. Physical Chemistry. Oxford : Oxford University Press.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Erlangga.

Sukardjo, Prof. 2004. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : Penerbit ITB.


Perhitungan

1. Molaritas Asam Oksalat


- 5oC
M1V1 = M2V2 M1V1 = M2V2
M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,010 L M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0095 L
M1 = 1 M M1 = 0,95 M
Mrata-rata = 0,975 M

- 10oC
M1V1 = M2V2 M1V1 = M2V2
M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0123 L M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,011L
M1 = 1,23 M M1 = 1,1 M
Mrata-rata = 1,165 M

- 15oC
M1V1 = M2V2 M1V1 = M2V2
M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0153 L M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,014 L
M1 = 1,53 M M1 = 1,4 M
Mrata-rata = 1,465 M

- 20oC
M1V1 = M2V2 M1V1 = M2V2
M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,019 L M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0198 L
M1 = 1,9 M M1 = 1,98 M
Mrata-rata = 1,94 M

- 25oC
M1V1 = M2V2 M1V1 = M2V2
M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0237 L M1 x 0,005 L = 0,5 M x 0,0233 L
M1 = 2,37 M M1 = 2,33 M
Mrata-rata = 2,35 M
2. Mol Asam Oksalat (M/mL)
- 5oC
n=MxV
= 0,975 M x 5 mL
= 4,875 mol

- 10oC
n=MxV
= 1,165 M x 5 mL
= 5,825 mol

- 15oC
n=MxV
= 1,465 M x 5 mL
= 7,325 mol

- 20oC

n=MxV
= 1,94 M x 5 mL
= 9,7 mol

- 25oC
n=MxV
= 2,35 M x 5 mL
= 11,75 mol

3. Massa Asam Oksalat


- 5oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
m= x Mroksalat
1000 𝑚𝐿
4,875 𝑚𝑜𝑙
= x 90 g/mol
1000 𝑚𝐿
= 0,4388 g
- 10oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
m= x Mroksalat
1000 𝑚𝐿
5,825 𝑚𝑜𝑙
= x 90 g/mol
1000 𝑚𝐿
= 0,5243 g
- 15oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
m= x Mroksalat
1000 𝑚𝐿
7,325 𝑚𝑜𝑙
= x 90 g/mol
1000 𝑚𝐿
= 0,6593 g
- 20oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
m= x Mroksalat
1000 𝑚𝐿
9,7 𝑚𝑜𝑙
= x 90 g/mol
1000 𝑚𝐿
= 0,87 g
- 25oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
m= x Mroksalat
1000 𝑚𝐿
11,75 𝑚𝑜𝑙
= x 90 g/mol
1000 𝑚𝐿
= 1,058 g
4. Massa Larutan
- 5oC
mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer) mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer)
= 39,851 g – 34,851 g = 39,605 g – 34,697 g
=5g = 4,908 g
mrata-rata = 4,954 g

- 10oC
mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer) mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer)
= 40,321 g – 35,248 g = 39,188 g – 34,830 g
= 5,073 g = 4,358 g
mrata-rata = 4,716 g
- 15oC
mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer) mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer)
= 39,826 g – 34,851 g = 39,744 g – 34,697 g
= 4,975 g = 5,047 g
mrata-rata = 5,011 g

- 20oC
mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer) mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer)
= 40,073 g – 35,248 g = 39,823 g – 34,830 g
= 4,825 g = 4,993 g
mrata-rata = 4,909 g

- 25oC
mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer) mlarutan = (moksalat + erlenmeyer) – (merlenmeyer)
= 39,894 g – 34,851 g = 39,887 g – 34,697 g
= 5,043 g = 5,19 g
mrata-rata = 5,117 g

5. Massa Pelarut H2O


- 5oC
m H2O = mlarutan - moksalat
= 4,954 g – 0,4388 g
= 4,5152 g
- 10oC
m H2O = mlarutan - moksalat
= 4,716 g – 0,5243 g
= 4,1917 g
- 15oC
- m H2O = mlarutan - moksalat
= 5,011 g – 0,6593 g
= 4,3517 g
- 20oC
m H2O = mlarutan - moksalat
= 4,909 g – 0,87 g
= 4,039 g
- 25oC
m H2O = mlarutan - moksalat
= 5,117 g – 1,058 g
= 4,059 g

6. Molalitas Solute
- 5oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000 𝑚𝐿
msolute = x
1000 𝑚𝐿 𝑚 𝐻2 𝑂
4,875 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
= x
1000 𝑚𝐿 4,5152 𝑔

= 1,0797 mol/g
- 10oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000 𝑚𝐿
msolute = x
1000 𝑚𝐿 𝑚 𝐻2 𝑂
5,825 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
= x
1000 𝑚𝐿 4,1917 𝑔

= 1,3879 mol/g
- 15oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000 𝑚𝐿
msolute = x
1000 𝑚𝐿 𝑚 𝐻2 𝑂
7,325 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
= x
1000 𝑚𝐿 4,3517 𝑔

= 1,6832 mol/g
- 20oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000 𝑚𝐿
msolute = x
1000 𝑚𝐿 𝑚 𝐻2 𝑂
9,7 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
= x
1000 𝑚𝐿 4,039 𝑔

= 2,4016 mol/g
- 25oC
𝑛𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000 𝑚𝐿
msolute = x
1000 𝑚𝐿 𝑚 𝐻2 𝑂
11,75 𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
= x
1000 𝑚𝐿 4,059 𝑔

= 2,8949 mol/g

7. n Solute
- 5oC
nsolute = msolute x m H2O
= 1,0797 mol/g x 4,5152 g
= 4,8751 mol
- 10oC
nsolute = msolute x m H2O
= 1,3879 mol/g x 4,1917 g
= 5,8177 mol
- 15oC
nsolute = msolute x m H2O
= 1,6832 mol/g x 4,3517 g
= 7,3248 mol
- 20oC
nsolute = msolute x m H2O
= 2,4016 mol/g x 4,039 g
= 9,7001 mol
- 25oC
nsolute = msolute x m H2O
= 2,8949 mol/g x 4,059 g
= 11,750 mol
8. Kelarutan Asam Oksalat
- 5oC
𝑛𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑥 𝑀𝑟 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
S=
5 𝑚𝐿
4,8751 𝑚𝑜𝑙 𝑥 90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
=
5 𝑚𝐿
= 87,752 g/mL
- 10oC
𝑛𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑥 𝑀𝑟 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
S=
5 𝑚𝐿
5,8177 𝑚𝑜𝑙 𝑥 90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
=
5 𝑚𝐿
= 104,72 g/mL
- 15oC
𝑛𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑥 𝑀𝑟 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
S=
5 𝑚𝐿
7,3248 𝑚𝑜𝑙 𝑥 90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
=
5 𝑚𝐿
= 131,85 g/mL
- 20oC
𝑛𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑥 𝑀𝑟 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
S=
5 𝑚𝐿
9,7001 𝑚𝑜𝑙 𝑥 90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
=
5 𝑚𝐿
= 174,60 g/mL
- 25oC
𝑛𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑥 𝑀𝑟 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
S=
5 𝑚𝐿
11,750 𝑚𝑜𝑙 𝑥 90 𝑔/𝑚𝑜𝑙
=
5 𝑚𝐿
= 211,50 g/mL
Kurva Kalibrasi
250
y = 6,347x + 46,87
R² = 0,975
200
Kelarutan/S (g/mL)

150

Series1
100
Linear (Series1)

50

0
0 5 10 15 20 25 30
Temperatur/T (oC)

R2 = 0,975
R = 0,9874
y = mx + c
y = 6,347x + 46,87
𝑆2 ∆𝐻 𝑇 −𝑇
In ( ) =
𝑆1 𝑅
(𝑇2 − 𝑇1) + C
1 2

∆𝐻
Slope (m) =
𝑅

H = mR
H = 6,347 x 0,9874
H = 6,267 J/mol

Anda mungkin juga menyukai