KETERAMPILAN KLINIK 6
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT
atas tersusunnya Buku Panduan Keterampilan Klinik 6 untuk instruktur dan mahasiswa tahun
akademik 2016/2017. Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
keterampilan klinik 6 sesuai dengan jadwal yang telah diatur. Panduan KK 6 ini terdiri dari
11 judul keterampilan yang tersebar dalam seri keterampilan komunikasi, keterampilan
pemeriksaan fisik, dan seri keterampilan prosedural.
Terima kasih, kami sampaikan kepada tim penyusun dan editor yang telah menyusun buku
panduan ini. Kami menyadari bahwa panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan.
Tim penyusun
4
DAFTAR ISI
Halaman Depan i
Judul Keterampilan Klinik 6 ii
Daftar Tim Penyusun Panduan Keterampilan Klinik 6 iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Pemeriksaan orthopedi umum dan regional 18
Stabilitas fraktur, dressing dan removal of splinter 31
Keterampilan membaca x-ray tulang tengkorak dan tulang belakang 36
Mengobati ulkus tungkai 44
Pemeriksaan pada sistem indra khusus (mata)
Pemeriksaan pada sistem indra khusus (kulit)
Pemeriksaan pada sistem indra khusus (tht)
Pemeriksaan refleks primitif pada bayi
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
Anamnesis Pediatrik (Alloanamnesis)
Tatalaksana Malnutrisi Akut Berat/Gizi Buruk Akut
5
Seri Ketrampilan Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN ORTHOPEDI UMUM DAN REGIONAL
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan orthopedi umum dan regional
II. Dapat melakukan pemeriksaan fisik umum dan lokal kelainan orthopedi
Dapat melakukan inspeksi terhadap keadaan umum, bentuk dan penampilan, cara
berjalan dan bentuk badan penderita
Mengenal keadaan umum penderita apakah kelihatan sakit sedang atau berat
Melakukan inspeksi postur dan penampilan tubuh penderita apakah
pendek, bungkuk, simetris tubuh kiri dan kanan mulai dari anggota atas,
bawah, bahu dan panggul dan punggung
6
Dapat melakukan inspeksi terhadap cara berjalan penderita baik normal atau tidak
normal (gait analyzed)
Dapat melakukan pemeriksaan postur penderita
Dapat membedakan kelainan pada kulit seperti warna, gangguan sirkulasi, scar, callus ,
eczeme dan naevus.
Dapat menjelaskan alat-alat penyangga kelainan orthopaedi yang sering dipergunakan
penderita seperti korset, crutch, prostesis dan lain-lainnya.
Mampu melakukan palpasi pada kelainan orthopaedi muskuloskeletal secara benar
Dapat melakukan palpasi kulit dan jaringan subkutan
Dapat melakukan palpasi temperatur kulit apakah panas atau dingin
Dapat memeriksa kelainan sekresi kelenjar apakah basah, kering
Dapat mendeteksi kelainan subkutan pada kulit
Dapat melakukan palpasi otot dan tendon
Dapat membedakan antara origo dan insersi otot
Dapat menentukan tonus otot.
Dapat menilai atrofi otot
Dapat melakukan palpasi pada tulang dan sendi
Dapat meraba permukaan tulang
Dapat meraba sendi seperti joint space, kapsul sendi
Dapat memeriksa kelaianan tendon dan ligamen
Dapat menilai ruang gerak sendi yang normal
Dapat melakukan palpasi kelainan saraf dan pembuluh darah.
TEORI
A. Keluhan Utama
Terdapat tiga keluhan utama di bidang orthopedi yang sering dikeluhkan penderita yang
mengalami gangguan muskuloskeletal, yaitu:
Deskripsi Nyeri, dapat disingkat dengan PQRST, yaitu:
8
Position; yaitu pasien dapat menentukan posisi dan lokasi nyeri
Quality; merupakan derajat kualitas nyeri seperti rasa menusuk dan panas
Radiation; merupakan deskripsi penjalaran nyeri
Severity; merupakan tingkat beratnya nyeri, sering dihubungkan dengan gangguan
Activity Daily Living (ADL)
Timing, merupakan penjelasan kapan nyeri muncul, apakah siang, malam, waktu istirahat,
dan lain-lain
Perubahan bentuk (Deformitas)
Bengkak, biasanya karena radang, tumor, pasca trauma, dan lain-lain
Bengkok, misanya pada
Varus; bengkok keluar
Valgus; bengkok kedalam seperti kaki X
Genu varum; kaki seperti O
9
Keadaan umum; tampak sehat, sakit, sakit berat
Tanda – tanda vital; seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur
2. Bentuk dan penampilan tubuh sewaktu datang
a. Bentuk tubuh
Normal
Athletic
Cebol
Bongkok
Miring
b. Cara penderita datang
Normal
Pincang
Digendong
3. Cara berjalan penderita yang normal dan kelainan cara berjalan
fase jalan normal:
Meletakkan tumit atau Heel strike
Fase menapak atau Stance Phase
Ujung jari bertumpu atau Toe Off
Mengayun langkah atau Swing Phase
Tredelenberg gait
11
4. Pemeriksaan tonus otot
Pemeriksaan tonus otot biasanya dilakukan pada otot-otot ekstremitas dalam keadaan
relaksasi. Pemeriksaan dengan cara perabaan dan dibandingkan dengan otot pada sisi
lateral tubuh penderita, atau otot lainnya. Dapat juga dibandingkan dengan otot pemeriksa
yang tonusnya normal. Tonus otot bisa disebut sebagai:
Eutonus; bila tonus normal
Hipertonus; bila tonus meninggi
Hipotonus; bila tonus melemah atau menurun
12
LEMBAR PENILAIAN
KETERAMPILAN ANAMNESIS, PEMERIKSAAN UMUM DAN CARA
BERJALAN PADA KELAINAN ORTHOPAEDI
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan banyak perbaikan/dilakukan
Skor 2 : Dilakukan dengan sedikit perbaikan
Skor 3 : Dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe, ………………2017
Instruktur,
( )
NIP
13
PEMERIKSAAN FISIK REGIONAL PADA KELAINAN ORTHOPEDI
Pemeriksaan Palpasi
Pemeriksaan palpasi meliputi:
Suhu; dibandingkan dengan anggota gerak kontralateral
Nadi /pulsasi; terutama pada tumor
Nadi distal; terutama pada fraktur akibat trauma
Nyeri; nyeri tekan & nyeri sumbu; terutama pada fraktur
Krepitasi; sering ditemukan pada fraktur (missal: fraktur klavikula) dan pada OA sendi
Fungsi saraf ; dinilai fungsi sensorik, motorik, dan refleks
Pemeriksaan Sendi
- Membandingkan sendi kiri dan kanan tentang bentuk, ukuran, tanda radang, dan
lain-lain
- Menilai ada/ tidak nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri sumbu, dan lain-lain
- Menilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif
- Memeriksa ada/ tidak krepitasi, biasanya ditandai dengan bunyi “klik”
- Menilai ada/ tidak kontraktur sendi
A. Pemeriksaan Leher
Inspeksi
- Minta penderita duduk atau berdiri dengan posisi relaks. Pemeriksa
memperhatikan dari arah depan, samping dan belakang.
- Dari inspeksi akan terlihat:
Leher normal; sama kiri dan kanan
Lordosis hebat; jika leher lebih ante fleksi
Miring; seperti pada tortikolis
14
Palpasi
melakukan perabaan pada leher untuk mengetahui adanya tonjolan tulang yang abnormal
15
Gambar 5: gerakan leher normal
(2)
16
B. Pemeriksaan Bahu
Inspeksi
Palpasi bahu
Gambar 7
17
Abduksi N : 0 – 170 Adduksi N : 0 – 500
0-165ᵒ 0-60ᵒ
18
Pemeriksaan siku
Inspeksi
Palpasi
19
3. Pergerakan :
1. Inspeksi
22
2. Palpasi
3. Pergerakan
22
E. Pemeriksaan gerakan punggung
1. Inspeksi
2. Palpasi
22
3. Pergerakan
Pada keadaan normal pasien bisa menyentuh lantai sampai 7 cm dari lantai
22
40o
30o
22
F. Pemeriksaan gerakan panggul
1. Inspeksi 2. Palpasi
3. Pergerakan
29
G. Pengukuran discrepancy (kesenjangan panjang anggota gerak)
Pengukuran anggota badan baik ektremitas atas atau bawah bertujuan untuk melihat
kelaianan sendi atau pemendekan akibat suatu kelainan
Caranya:
kanan
29
A B.
29
H. Pemeriksaan gerakan lutut
Inspeksi
Palpasi
29
Pergerakan
Inspeksi
29
Palpasi
Pergerakan
29
LEMBARAN PENILAIAN SKILLS LAB BLOK 3.4
SKOR
No Aspek Yang dinilai
0 1 2 3
29
SKOR
No Aspek Yang dinilai 0 1 2 3
TOTAL
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan banyak perbaikan/dilakukan* Skor 2 : Dilakukan dengan sedikit
perbaikan
Skor 3 : Dilakukan dengan sempurna
Instruktur
(NIP )
40
SERI KETERAMPILAN PROSEDURAL/ DIAGNOSTIK
Kasus traumatologi seiring dengan kemajuan jaman akan cenderung semakin meningkat,
sehingga seorang dokter umum dituntut mampu memberikan pertolongan pertama pada kasus
kecelakaan yang menimpa pasien. Di antara kasus traumatologi tersebut sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya kaki tergelincir saat menuruni tangga, seorang peragawati yang
menggunakan sepatu berhak tinggi tergelincir saat berjalan di atas cat walk, bahkan kasus
patah tulang leher akibat kecelakaan lalu-lintas yang dapat menyebabkan kematian.
Pemberian pertolongan pertama dengan imobilisasi yang benar akan sangat bermanfaat dan
menentukan prognosis penyakit.
Sebagian besar kasus traumatologi membutuhkan pertolongan dengan pembebatan dan
pembidaian. Pembebatan adalah keterampilan medis yang harus dikuasai oleh seorang dokter
umum. Bebat memiliki peranan penting dalam membantu mengurangi pembengkakan,
mengurangi kontaminasi oleh mikroorganisme dan membantu mengurangi ketegangan jaringan
luka.
Pertolongan pertama yang harus diberikan pada patah tulang adalah berupaya agar tulang yang
patah tidak saling bergeser (mengusahakan imobilisasi), apabila tulang saling bergeser akan
terjadi kerusakan lebih lanjut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memasang
bidai yang dipasang melalui dua sendi. Dengan prosedur yang benar, apabila dilakukan
dengan cara yang salah akan menyebabkan cedera yang lebih parah.
Pembebatan dan pembidaian memegang peranan penting dalam manajemen awal dari trauma
muskuloskeletal, seperti fraktur ekstremitas, dislokasi sendi dan sprain (terseleo).
Pemasangan bebat dan bidai yang adekuat akan menstabilkan ekstremitas yang mengalami
trauma, mengurangi ketidaknyamanan pasien dan memfasilitasi proses penyembuhan jaringan.
Tegantung kepada tipe trauma atau kerusakan, pembebatan atau pembidaian dapat menjadi
satu-satunya terapi atau menjadi tindakan pertolongan awal sebelum dilakukan proses
diagnostik atau intervensi bedah lebih lanjut.
B. TUJUAN
1. Umum
2. Khusus
a. Persiapan
1) Pembebatan
40
Mahasiswa mampu membangun komunikasi efektif dengan pasien.
1) Pembebatan
Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien, serta daerah di bawah lokasi
luka (meliputi warna, suhu, respon sensorik) karena gangguan sirkulasi.
2) Pembidaian
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan hasil pemasangan bidai dan menilainya dengan
benar (apakah bidai terlalu longgar atau terlalu ketat).
Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien.
C. DASAR TEORI
PEMBEBATAN (BANDAGE)
40
Derajat penekanan tersebut ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara empat faktor
utama yaitu :
1) Struktur fisik dan keelastisan dari pembebat.
Pada pembebatan diperlukan pemilihan pembebat yang tepat karena hal ini sangat
mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada bagian yang dibebat,
semakin lebar pembebat tekanan yang dihasilkan makin kecil.
Pada pembebatan diperlukan penentuan jumlah lapisan pembebat yang tepat karena hal ini
sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada bagian yang
dibebat, semakin banyak lapisan pembebatan yang dilakukan tekanan yang dihasilkan makin
besar.
3) Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik pada ekstremitas inferior untuk
meningkatkan laju darah vena.
4) Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi abdomen yang luas.
40
Digunakan untuk membebat bagian tubuh yang memiliki lingkaran yang sama, misalnya
pada lengan atas, bagian dari kaki. Putaran dibuat dengan sudut yang kecil, ± 300 dan setiap
putaran menutup 2/3-lebar bandage dari putaran sebelumnya.
40
3). Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang panjang kelilingnya
tidak sama, misalnya pada tungkai bawah kaki yang berotot. Bebat diarahkan ke atas dengan
sudut 30, kemudian letakkan ibu jari dari tangan yang bebas di sudut bagian atas dari bebat.
Bebat diputarkan membalik sepanjang 14 cm (6 inch), dan tangan yang membawa bebat
diposisikan pronasi, sehingga bebat menekuk di atas bebat tersebut dan lanjutkan putaran
seperti sebelumnya.
Digunakan untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari, atau pada bagian
tubuh yang diamputasi. Bebat diputar secara sirkuler di bagian proksimal, kemudian
ditekuk membalik dan dibawa ke arah sentral menutup semua bagian distal. Kemudian
kebagian inferior, dengan dipegang dengan tangan yang lain dan dibawa kembali menutupi
bagian distal tapi kali ini menuju ke bagian kanan dari sentral bebat. Putaran kembali dibawa
ke arah kiri dari bagian sentral bebat. Pola ini dilanjutkan bergantian ke arah kanan dan kiri,
saling tumpang-tindih pada putaran awal dengan 2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri
dengan dua putaran sirkuler yang bersatu di sudut lekukan dari bebat.
40
Gambar 5 Putaran Berulang (Recurrent Turns)
Biasanya digunakan untuk membebat siku, lutut, atau tumit. Bebat diakhiri dengan dua putaran
sirkuler menutupi bagian sentral sendi. Kemudian bebat dibawa menuju ke atas persendian,
mengelilinginya, dan menuju kebawah persendian, membuat putaran seperti angka delapan.
Setiap putaran dilakukan ke atas dan ke bawah dari persendian dengan menutup putaran
sebelumnya dengan 2/3 lebar bebat. Lalu diakhiri dengan dua putaran sirkuler di atas
persendian.
Bila memungkinkan, pembebatan dilakukan searah dengan pengembalian darah vena untuk
mencegah pengumpulan darah.
Memutar bebat saling tumpang tindih dengan 2/3 lebar bebat, pasang bebat dengan
lembut meskipun sambil menekan.
Menjaga ketegangan dari bebat, hal ini dibantu dengan memastikan bagian bebat yang bukan
rol tetap dekat dengan permukaaan tubuh.
Memastikan bebat yang saling tumpang tindih tidak menekuk atau berkerut.
Memastikan bahwa bebat terpasang dengan baik dibagian atas dan bawah daerah yang terluka,
namun jari atau ibu jari jangan dibebat supaya dapat mengobservasi neurovaskuler daerah
tersebut.
Memotong bebat bila terlalu panjang sisanya; jangan memutar berlebih di akhir pembebatan.
40
Mengunci atau menutup bagian akhir bebat, dan memastikan pasien tidak akan melukai
dirinya. Mengunci bagian akhir bebat bisa dilakukan dengan :
- Melakukan beberapa kali putaran sirkuler kemudian dijepit dengan pin atau
diplester.
- Menggunakan simpul (gambar di bawah)
Gambar 8 Atas : Mengunci atau menutup bagian akhir bebat; bawah : square knot
g. Prosedur Pembebatan
2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai kombinasi lebih dari satu jenis
pembebat.
40
3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan disinfektan, jika terdapat dislokasi sendi
diposisikan seanatomis mungkin.
4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan :
a) Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu imobilisasi b) Tidak boleh mengganggu
pergerakan sendi yang normal
c) Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat pembebatan d) Jangan sampai mengganggu
peredaran darah
e) Pastikan pembebat tidak mudah lepas.
PEMBIDAIAN (SPLINT)
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan kepada orang
yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa, menghindari cedera atau
kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan. Ekstremitas yang mengalami trauma
harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu,
logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan
tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri.
a. Tujuan Pembidaian
1) Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
2) Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian distal
yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
3) Mengurangi nyeri
b. Persiapan Pembidaian
40
1) Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status vaskuler
dan neurologis serta jangkauan gerakan.
2) Pilihlah bidai yang tepat.
1) Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2) Pembalut segitiga.
3) Kasa steril.
d. Prinsip Pembidaian
1) Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di sebelah
proksimal dan distal fraktur.
2) Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa
3) Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler dan
neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera spebelum dan sesudah pembidaian
40
4) Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5) Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai patah atau
dislokasi).
6) Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat
bahaya.
7) Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik
Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
e. Syarat-syarat pembidaian
3) Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada anggota
badan kontralateral korban yang sehat.
4) Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
6) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang patah.
7) Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
f. Prosedur Pembidaian
3) Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi
kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.
4) Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
6) Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang
yang patah
7) Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.
41
g. Contoh penggunaan bidai
Pertolongan :
- Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah dan
biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit
Gambar 9 Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku
bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii
42
2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).
Pertolongan:
- Lengan digendong.
b) Pertolongan :
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan
disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.
44
Gambar 11 Kanan atau kiri : Ransel perban
Pertolongan :
a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki. b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
44
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Pertolongan :
- Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang dipasang,
apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar. Bila pasien masih
merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai. Longgarkan bebat jika dirasakan
terlalu kencang. Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera setelah
memasang bebat dan bidai, meliputi :
- Warna kulit di distal
- Pulsasi arteri
- Pengisian kapiler
Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi ekstremitas
secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik untuk mengurangi rasa
gatal dan untuk mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada pasien untuk menjaga bebatnya dalam
keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih awal dari waktu yang diinstruksikan
dokter.
46
E. KOMPLIKASI PEMASANGAN
Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang karena
berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien untuk datang
kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler atau compartment
syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri, kesulitan menggerakkan jari,
dan gangguan fungsi sensorik.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen dan splintage
untuk menahan fragmen sampai menyatu. Penyembuhan fraktur didukung oleh pemadatan tulang
secara fisiologis, sehingga aktivitas otot dan pemberian beban awal penting untuk dilakukan.
Tujuan ini didukung oleh 3 proses yaitu reduksi, imobilisasi dan latihan. Dua masalah yang penting
yaitu bagaimana mengimobilisasi fraktur namun tetap memungkinkan pasien menggunakan
anggota gerak dengan cukup; hal ini adalah dua hal yang berlawanan (menahan versus
menggerakkan) yang dinginkan ahli bedah untuk mempercepat kesembuhan (misalnya dengan
fiksasi internal). Akan tetapi, ahli bedah juga ingin menghindari resiko yang tidak diinginkan; ini
adalah konflik kedua ( kecepatan versus keamanan). Faktor yang paling penting dalam menentukan
kecenderungan untuk sembuh secara alami adalah kondisi jaringan lunak sekitar dan suplai darah
lokal. Fraktur energi rendah ( atau velositas rendah) hanya menyebabkan kerusakan jaringan
lunak yang parah, walaupun fraktur terbuka ataupun tertutup.
Tscheme (Oestern and Tscherne, 1984) mengklasifikasikan luka tertutup sebagai berikut :
Grade 0 : Fraktur simple dengan sedikit atau tidak ada luka jaringan lunak
Grade 1 : Fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan kulit dan jaringan
subkutan
Grade 2 : Fraktur yang lebih parah dengan tanda kerusakan jaringan lunak dan
ancaman sindrom compartment.
Grade 3 : Luka berat dengan kerusakan jaringan halus yang jelas.
Semakin parah tingkatan luka makan semakin besar kemungkinan membutuhkan beberapa
bentuk fiksasi mekanis; stabilitas tulang yang baik membantu penyembuhan jaringan lunak.
REDUKSI
Walaupun penatalaksanaan umum dan resusitasi harus didahulukan, namun penanganan
fraktur diharapkan tidak terlambat; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam pertama
menyebabkan reduksi semakin sulit. Walaupun demikian, terdapat beberapa kondisi di mana
reduksi tidak dibutuhkan yaitu : 1. Saat hanya sedikit atau tidak ada dislokasi; 2. Saat
dislokasi bukan suatu masalah ( contoh: fraktur clavicula) dan 3. Saat reduksi tidak mungkin
berhasil ( contoh: fraktur kompresi pada vertebra)
Reduksi harus ditujukan untuk fragmen tulang dengan apposisi yang cukup dan garis fraktur yang
normal. Semakin besar area permukaan kontak antarfragmen semakin besar kemungkinan
terjadinya penyembuhan. Adanya jarak antara ujung fragmen merupakan penyebab sering union
yang terlambat atau nonunion. Di sisi lain, selama ada kontak dan fragmen segaris (alignment)
sedikit overlap pada permukaan fraktur masih diperbolehkan. Pada fraktur yang meliputi
pemukaan sendi, reduksi harus sedekat mungkin mendekati sempurna karena adanya irreguleritas
akan menyebabkan distribusi muatan yang abnormal antarpermukaan yang akan berpredispoisisi
46
pada perubahan degenaratif pada kartilago sendi. Terdapat 2 metode reduksi yaitu tertutup dan
terbuka.
Reduksi Tertutup
2. Karena fragment terpisah, maka direduksi dengan melawan arah gaya awal
Hal ini lebih efektif dilakukan ketika periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh
karena ikatan jaringan lunak mencegah over-reduction dan menstabilkan fraktur setelah direduksi
(Charnley 1961).
Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yg terlalu kuat
sehingga membutuhkan traksi yg lama. Traksi tulang atau kulit selama beberapa hari menyebabkan
tegangan jaringan lunak menurun dan memudahkan tejadinya alingment yg lebih baik; sebagai
contoh hal dapat dilakukan untuk fraktur femur, fraktur shaft tibia dan fraktur humerus
supracondylus pada anak. Pada umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur
dislokasi minimal, untuk sebagian besar fraktur pada anak, untuk fraktur yg tidak stabil setelah
reduksi dan dapat digunakan untuk beberapa bidai dan gips. Fraktur tidak stabil dapat direduksi
juga dengan metode tertutup sebelum dengan fiksasi internal atau eksternal. Hal ini dilakukan
untuk menghindari manipulasi langsung sisi fraktur oleh reduksi terbuka yang merusak
suplai darah lokal dan mungkin menyebabkan waktu penyembuhan lebih lambat. Traksi yg
mereduksi fragmen fraktur melalui ligamentotaxis (tarikan ligament) biasanya dapat diaplikasikan
menggunakan fracture table atau bone distraktor.
48
Gambar 14 Reposisi tertutup (a) Traksi pada garis tulang (b) Disimpaksi (c) Menekan
fragmen pada posisi reduksi ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S. Principles of
Fracture. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford University
Press Inc. New York. 2001)
48
Reduksi terbuka
Indikasi reduksi operatif yaitu : 1) reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan mengontrol
fragmen atau karena jaringan lunak berada diantaranya, 2) terdapat fragmen sendi yang
membutuhkan pengaturan posisi yang akurat, 3) untuk traksi (avulsi) fraktur dengan
fragmen yang terpisah.
Dislokasi
Dislokasi berarti permukaan sendi bergeser secara lengkap dan tidak utuh lagi.
Subluksasi menekankan pada pergeseran dengan derajat yang lebih ringan dengan
permukaan sendi sebagian masih berapposisi.
Gambaran Klinis
Oleh karena cedera, sendi terasa nyeri dan pasien berusaha untuk menghindari pergerakan
sendi. Bentuk sendi abnormal dan penanda tulang dapat bergeser. Anggota gerak yang
mengalami dislokasi sering ditahan pada posisi tertentu karena pergerakan menyebabkan
rasa nyeri dan juga terbatas. Foto sinar-X biasanya memperjelas diagnosis, dan juga
menunjukkan apakah ada luka tulang yang mempengaruhi stabilitas sendi- misalnya
dislokasi fraktur. Sendi yang dicurigai terjadi dislokasi dapat dites dengan menekannya, dan
bila terjadi dislokasi pada lokasi tersebut pasien akan merasakan rasa nyeri menetap
yang tidak tertahankan lebih jauh.
Jika batas sendi dan ligamen rusak, dislokasi berulang dapat terjadi. Hal ini terutama pada
dislokasi sendi bahu dan sendi patellofemoral. Pada dislokasi habitual (voluntary), pasien
mengalami dislokasi atau subluksasi sendi karena kontraksi otot secara volunter.
Kelemahan ligament dapat mempermudah terjadinya hal ini.
Penatalaksanaan
Dislokasi harus direposisi sesegera mungkin; anestesi umum dan muscle relaxant
kadang dibutuhkan. Sendi kemudian diistirahatkan atau diimobilisasi sampai
pembengkakan jaringan lunak berkurang, biasanya setelah 2 minggu. Latihan gerakan
terkontrol dimulai dengan penguatan fungsi kemudian bertahap berkembang dengan
monitor fisioterapi. Biasanya rekonstruksi bedah dibutuhkan untuk kondisi ketidakstabilan
sendi yang masih tersisa.
Komplikasi pada fraktur juga terlihat setelah dislokasi yaitu kerusakan pembuluh darah,
kerusakan saraf, nekrosis avaskular tulang, osifikasi heterotopic, kaku sendi dan
osteoarthritis sekunder.
Mitella
Mitella adalah suatu teknik immobilisasi ekstremitas ataf menggunakan balutan berbentuk
segitiga. Mitella biasa digunakan untuk mengimmobilisasi cedera pada bahu, lengan atas
dan lengan bawah. Mitella dilakukan dengan menggunakan balutan segitiga yang berukuran
50-100 cm yang terbuat dari cotton.
Tujuan Mitella
Terdapat lima tujuan pemasangan mitella pada cedera muskuloskeletal :
Untuk menggimmobilisati lengan atas.
Untuk memberikan efek elevasi pada ekstremitas atas.
Untuk memberikan efek anti grafitasi pada cedera sendi bahu.
Tujuan Umum
52
Dapat memberikan pemahaman dan keterampilan pada mahasiswa cara melakukan
pemasangan mitella yang benar.
Tujuan Khusus
Mampu merencanakan dan mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasangan mitella.
Mampu menerangkan ke pasien (inform consent) tentang tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan atas tindakan tersebut.
Mampu melakukan tindakan pemasangan mitella.
Mampu mengajarkan kepada petugas kesehatan lainnya bagaiman cara melakukan
pemasangan mitella.
Bahan dan Alat :
Sarung tangan.
Balutan berbentuk segi tiga ukuran 50-100 cm yang terbuat dari cotton.
Peniti
Prosedur
Melakukan inform consent.
Mempersiapkan alat balutan dengan ukuran yang tepat sesuai ekstremitas yang akan
dipasang mitella.
Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembalutan.
Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
Memposisikan ekstremitas atas pada posisi adduksi dan rotasi interna sendi bahu, fleksi 90
0
sendi siku.
Lakukan pemasangan mitella dengan sisi runcing ke arah sendi siku, dan dua sisi runcing
lainnya diikatkan ke samping leher.
7. Bagian akral diusahakan tidak tertutup mitella. Periksa kembali neurovaskuler distal.
52
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMBEBATAN (BANDAGE)
Nama : ....................................... Kelompok : .....................
NIM : ......................................
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai Bobot 0 1 2
1. Berkomunikasi dengan pasien dan menjelaskan tujuan dari 1
pembebatan dan meminta persetujuan tertulis pasien dan/atau
keluarga (informed consent)
2. Cuci tangan sesuai prosedur (sebelum dan setelah tindakan) 1
3. Inspeksi dan palpasi bagian tubuh yang terluka, memeriksa 1
neurovaskuler di bagian distal luka dan range of motion.
4. Perlindungan diri (sarung tangan steril) 1
5. Memberikan perawatan pertama pada luka (dengan 1
disinfektan, kasa steril, reposisi)
6. Memilih bebat yang sesuai dengan luka 2
7. Melakukan pembebatan sesuai prosedur dan posisi anatomis 2
yang benar
8. Memeriksa hasil pembebatan : terlalu kencang? Mudah 2
lepas? Membatasi gerakan sendi normal?
9. Memeriksa ulang bagian distal dan proximal dari daerah 2
yang dibebat (pulsasi, oedema, sensasi rasa, suhu, dan gerakan)
Instruktur
( )
NIP.
52
CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMBIDAIAN
11. Edukasi pada pasien dan keluarga saat merujuk pasien pada 1
kondisi terpasang bidai
12. Menjelaskan masa penyembuhan tulang, waktu serta 1
keuntungan dan kerugian pemasangan bidai
SKOR TOTAL
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna
Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%
32
Lhokseumawe, …………………. 2017
Instruktur
( )
NIP.
52
LEMBARAN PENILAIAN SKILLS LAB BLOK 3.4
KETERAMPILAN MITELLA
Keterangan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan dengan banyak perbaikan/dilakukan*
Skor 2 : Dilakukan dengan sedikit perbaikan
Skor 3 : Dilakukan dengan sempurna
Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%
18
( __________________________ )
NIP.
53
Ketrampilan membaca X-ray tulang tengkorak dan tulang belakang
A. Tujuan
Umum
Mahasiswa Mampu mengenal jenis foto tulang tengkorak dan tulang belakan
Khusus
Mahasiswa mampu menilai jenis posisi foto pada tulang tengkoarak dan tulang belakang
Mahasiswa mampu minilai jenis- jenis tulang pada foto tulang tengkorak dan tulang
belakang
Mahasiswa mampu menilai kelainan pada tulang tengkorak dan tulang belakang
Mahasiswa mampu menilai adanya fraktur dan dislokasi pada tulang tengkorak dan tulang
belakang
Mahasiswa mampu menilai adanya lordosis, kifosis , dan scoliosis pada tulang belakang
Dasar Teori
54
PA : orbita terisi oleh bayangan piramid petrosum , posterior etmoidal air cell, crista galli,
frontal bone, frontal sinus. Dorsum sellae tampak seperti kurva yang berada diantara 2
orbita tepat dibawah etmoid air cell.
PA Cadwell : hampir sama dengan PA, anterior etmoidal air cell Schuller yang pertama kali
menemukan proyeksi ini, dengan penyudutan 24 deratajat ke caudad.
Kriteria Evaluasi :
Jarak antara sisi lateral skull ke sisi lateral orbita sama pada kedua sisi.
Petrous ridge symetris
Tulang petrosum berada 1/3 bagian posterior foramen orbital apabila dilakukan penyudutan
15 derajat ke caudad.
Posisi Lateral
55
Klinis :
Fracture
Neoplastic process
3. Paget's disease
4. Infeksi
5. Tumor
Degenerasi tulang
Persiapan pasien:
Lepaskan semua bahan logam, plastik dan benda-benda lain yang dapat mengganggu
gambaran pada daerah kepala
56
Posisi Waters
Pada Posisi seperti ini digunakan lebih dominan untuk melihat tulang maxila dan
sinus paranasal .
Sinus paranasal adalah sinus (rongga) pada tulang berada sekitar nasal (hidung).
Rongga-rongga pada tengkorak ini berhubungan dengan hidung, dan secara terus menerus
menghasilkan lendir yang dialirkan ke hidung. Gangguan aliran ini karena berbagai sebab
akan menyebabkan penumpukan lendir di rongga sinus, jika terinfeksi oleh kuman akan
menyebabkan infeksi sinus yang disebut sinusitis.
Sampai saat ini belum diketahui secara jelas fungsi dari sinus ini, meskipun banyak teori
yang menerangkan fungsinya.
Ada 4 sinus paranasal:
Sinus Maksila
Sinus etmoid
Sinus frontal
4. Sinus Spenoid
Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen, otot,
saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis cranii), leher,
dada, pinggang bawah hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang
57
tubuh bagian atas serta pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang
melewatinya.
Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal (terdiri dari 7 ruas
tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen lumbal (terdiri dari 5 ruas
tulang) serta segmen sakrococygeus (terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus intervertebra terletak
mulai dari ruas tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang sakrum pertama (S1).
Kelainan dari susunan anatomis maupun perbedaan posisi tulang belakang yang
normal tersebut, dapat berakibat berbagai keluhan dan gangguan yang bervariasi. Keluhan
dan gangguan tersebut akan berakibat terganggunya produktivitas dan kualitas hidup
seseorang. Tidak jarang keluhan tersebut berakibat nyeri yang hebat, impotensi, hilangnya
rasa (sensasi) hingga kelumpuhan.
59
PENYEBAB
Penyebab dari penyakit Scheuermann tidak diketahui. Penyakit ini muncul
pada masa remaja dan lebih banyak menyerang anak laki-laki.
GEJALA
Gejalanya berupa:
– nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan
– kelelahan
– nyeri bila ditekan dan kekakuan pada tulang belakang
– punggung tampak melengkung
– lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (lengkungan
punggung yang abnormal). Juga dilakukan pemeriksaan neurologis (saraf) untuk
mengetahui adanya kelemahan atau perubahan sensasi).
Rontgen tulang belakang dilakukan untuk mengetahui beratnya lengkungan tulang
belakang.
Lordosis
Tulang belakang yang normal jika dilihat dari belakang akan tampak lurus. Lain halnya
pada tulang belakang penderita lordosis, akan tampak bengkok terutama di punggung
bagian bawah .
Gejala yang timbul akibat lordosis berbeda-beda untuk tiap orang. Gejala lordosis yang
paling sering adalah penonjolan bokong. Gejala lain bervariasi sesuai dengan gangguan lain
yang menyertainya seperti distrofi muskuler, gangguan perkembangan paha, dan gangguan
neuromuskuler.
Nyeri pinggang, nyeri yang menjalar ke tungkai, dan perubahan pola buang air besar dan
buang air kecil dapat terjadi pada lordosis, tetapi jarang. Jika terjadi gejala ini, dibutuhkan
pemeriksaan lanjut oleh dokter.
60
Selain itu, gejala lordosis juga seringkali menyerupai gejala gangguan atau deformitas
tulang belakang lainnya, atau dapat diakibatkan oleh infeksi atau cedera tulang belakang.
Untuk membedakannya dilakukan beberapa pemeriksaan seperti :
Sinar X. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur dan menilai kebengkokan, serta
sudutnya.
Magnetic resonance imaging (MRI)
Computed tomography scan (CT Scan)
Pemeriksaan darah
61
CHEKLIST PENILAIAN MEMBACA FOTO TULANG TENGKORAK DAN TULANG
BELAKANG
SKOR TOTAL
P enjelasan:
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan,tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna
Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%
12
Lhokseumawe,………………2017
( )
62
MENGOBATI ULKUS TUNGKAI
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka
terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds dari
King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi wagner, klasifikasi texas,
serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working
Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan,
vascular, infeksi, neuropatik,
sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik (Waspadji, 2006).
Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit Grade 2 : Ulkus dalam
tanpa terlibat tulang / pembentukan abses. Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses
atau osteomielitis Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
3 Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer
Klasifikasi sekunder
63
: - Vascular
- Neuropati
- Neuroiskemik
Impaired Perfusion
1 = None
2 = PAD + but not critical
3 = Critical limb ischemia
1= Absent
2 = Present (Waspadji, 2006).
Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes seperti sering kesemutan, nyeri kaki saat istirahat.,
sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering
(Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006)
1. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada
kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri
dorsalis pedis menurun atau hilang.
64
2 Pemeriksaan Penunjang :
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah ulkus kaki
diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu :
iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa
darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan
perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya
reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita
diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi dan
menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati
pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian
distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Tambunan,
2006). Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan
menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang
mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak
terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan
yang selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah
sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada
dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita diabetes mellitus
biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke
sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi
pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh
darah, konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah.
Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis (Tambunan, 2006).
65
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes
mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit
sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis
dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus kaki
diabetes, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob
yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium Septikum (Tambunan,
2006; Waspadji, 2006).
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki diabetes pada
penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah dan
faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
1. Umur
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging
terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang
di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita
10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan /luka pada kaki penderita diabetes mellitus
yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan,
2006; Waspadji, 2006).
mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang
mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati.
Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita
66
dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit
kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko
tinggi menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki
diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
2. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT
(index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering
terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini
menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak
pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai
yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki
diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
3. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga
terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.
Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah
ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada
arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai
dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
67
6. Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3x
untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang
tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok
akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan
mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh
positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot
betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi
keterbatasan gerak sendi. Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk
dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan
kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa
gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan
mencengkram pada jari – jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur
terutama pada saat kaki terasa dingin. (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
68
Pengobatan tidak teratur termasuk di dalamnya pemeriksaan terhadap kaki Penggolongan
dari kaki diabetes berdasarkan risiko terjadinya yang dapat dijadikan acuan dalam
memeriksa kaki penderita diabetes mellitus dan tindakan pencegahan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
tinggi
Kombinasi antara adanya insensitivitas, deformitas dan / atau iskemia (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
Perawatan luka sejak pasien datang harus ditangani dengan baik dan teliti, klasifikasi ulkus
PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam
Dressing (pembalut) yang masing – masing dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka
dan letak luka tersebut, teapi jangan lupa tindakan debridement merupakan syarat mutlak
yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka, debridement
yang baik and adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh sehingga membantu mengurangi produksi pus/ cairan dari ulkus /
gangrene diabetik (Waspadji, 2006).
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka. Selama
proses inflamsi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses
selanjutnya yaitu proses granulasi sampai epitealisasi. Untuk menacapai suasana kondusif
bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin
69
11. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat
Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan
alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes
yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam faktor mekanik
dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk penderita diabetes mellitus.
Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan
tanpa alas kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk
kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau
ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit,
sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh
dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati,
memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol
atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat
dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
Edukasi sangat penting untuk setiap tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan
yang baik penderita diabetes mellitus dengan kaki diabetes maupun keluarganya diharapkan
akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal. Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang
harus dilaksanakan unutk pengelolaan kaki diabetes, bahkan sejak pencegahan terjadinya
ulkus kaki diabetes, keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi
kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut
sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi para penderita kaki
diabetes yang mengalami amputasi untuk menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian
alas kaki khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah
terbentuknya ulkus baru yang akan memberikan prognosis yang lebih buruk dari ulkus
sebelumnya
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika.
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan
nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik,
debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan
dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
- debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah.
- Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik.
- Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara
topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein.
Contohnya, kolagenasi
akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah
papin, DNAse dan fibrinolisin.
70
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini
melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan
jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan
kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata)
yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim
yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan
debridemen bedah adalah untuk :
Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
Menghilangkan jaringan kalus,
Mengurangi risiko infeksi lokal.
71
CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN Pemeriksaan ulkus pedis
Nip
72
Fakultas Kedokteran Unimal
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Penuntun Skill lab Blok 18. 2013. Panduan Skill Lab Blok 18.
Lhokseumawe: FK UNIMAL.
Skills Laboratory Manual. 2003. Vital sign Examination and Bandages and
Splints, Skills Laboratory. Yogyakarta: School of Medicine Gadjah Mada
University,
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
73
Fakultas Kedokteran Unimal
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa dalam mencapai kemampuan tertentu
didalam pemeriksaan pada sistem indra khusus (Mata, Kulit dan THT). Dengan
mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan mempunyai kemampuan yang baik
tentang aplikasi sistem indra khusus (Mata, Kulit dan THT) dalam pemeriksaan
fisik dalam mencapai suatu diagnosis yang tepat
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
74
Fakultas Kedokteran Unimal
MATA
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan reflek pupil
3. Pemeriksaan funduskopi
4. Pemeriksaan sensibilitas kornea
4. Pemeriksaan eversi kelopak mata
5. Pemeriksaan lapang pandang
6. Pemeriksaan TIO
7. Pemeriksaan penglihatan warna
ANATOMI MATA
Perhatikan bahwa kelopak mata atas biasanya menutupi sebagian (kurang
lebih 2mm) dari iris, tetapi tidak menutupi pupil. Daerah yang terbuka di antara
kelopak atas dan kelopak bawah sebut fisura palpebra. Sklera di daerah perifer
kadang-kadang berwarna agak kekuningan, yang harus dibedakan dengan warna
kuning pada ikterus. Pada orang kulit berwarna kadang terdapat beberapa bercak
coklat.
Selain kornea, bagian dari bola mata yang tampak dari depan dilapisi
konjungtiva. Pada tepi kornea (limbus), konjungtiva menyatu dengan epitel
kornea. Sebagian dari konjungtiva beserta pembuluh darahnya melapisi sclera
dengan longgar dan disebut konjungtiva bulbi. Ke atas dan ke bawah konjungtiva
bulbi membentuk cekungan yang kemudian melipat ke depan menyatu dengan
jaringan pada kelopak mata (konjungtiva palpebra).
Kelopak mata diberi bentuk oleh suatu pita jaringan pengikat yang tipis
dan disebut tarsus. Di dalam tiap tarsus terdapat barisan kelenjar Meibom yang
bermuara di dekat tepi posterior kelopak mata. Kelenjar ini mensekresikan
material sebaceous yang membatasi kelopak mata. Otot levator palpebra yang
bertugas mengangkat kelopak mata atas inervasi oleh dua macam saraf, yaitu n.
oculomotorius dan sistem saraf simpatis.
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
75
Fakultas Kedokteran Unimal
Kornea dan konjungtiva dibasahi oleh sekresi kelenjar air mata dan dari
konjungtiva sendiri. Kelenjar air mata terletak di dalam tulang orbita, di sebelah
atas dan lateral bola mata. Air msata akan disebarkan ke seluruh permukaan bola
mata dan keluar melalui dua buah lubang kecil disebut puncta lakrimalis,
kemudian masuk ke suatu kantong (sacus lakrimalis), dan mengalir ke hidung
melalui kanalis sakrolakrimalis.
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
76
Fakultas Kedokteran Unimal
Suatu cairan jernih yang disebut humour akuos mengisi kamera oculi anterior dan
kamera oculi posterior. Humor akuos diproduksi korpus siliaris, mengalir dari
kamera oculi posterior ke kamera oculi anterior melalui pupil dan kemudian
keluar melalui kanalis Schlemm. Tekanan bola mata sebagian besar dipengaruhi
oleh aliran humor akuos ini.
LINTASAN VISUAL
Agar terjadi bayangan yang jelas, sinar yang dipantulkan oleh suatu objek harus
melewati kornea, humos akuos, lensa dan vitreus, lalu difokuskan pada retina.
Bayangan yang terbentuk adalah terbalik
Sebagai respon atas ransangan ini, impuls saraf akan berjalan lewat retina,
nervus optikus ke midbrain dan kemudian ke korteks visualis di lobus oksipitalis.
Pada chiasma serabut nasal atau medial akan saling bersilangan . Camera oculi
posterior ke kamera oculi anterior melalui pupil dan kemudian keluar melalui
kanalis Schlemm. Tekanan bola mata sebagian besar juga dapat dipengaruhi oleh
adanya aliran humorakuos ini.
I. PEMERIKSAAN VISUS
1. Memeriksa Visus sentral (dan perifer) secara sederhana
2. Mampu menentukan derajat penilaian visus
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
77
Fakultas Kedokteran Unimal
Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari
pemeriksa.
5/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter
1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.
Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan
selanjutnya dengan menilai gerakan tangan di depan pasien dengan latar belakang
terang. Jika pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka
tajam penglihatan dicatat sebagai:
VISUS 1/300 (Hand Movement/HM).
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
78
Fakultas Kedokteran Unimal
Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari segala
posisi (nasal, temporal, atas, bawah) maka tajam penglihatan V = 1/ ~
(Light Perception/LP, proyeksi baik).
Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~ (LP,
proyeksi salah).
Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP).
CARA PEMERIKSAAN :
Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
Berikan objek yang bisa di lihat dan dikenali ( Gambar atau benda )
Sumber cahaya haruslah terang dan mudah dimanipulasi
Observasi general pupil : bentuk, ukuran, lokasi, warna iris, kelainan bawaan,
dan kelainan lain.
Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik.
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
79
Fakultas Kedokteran Unimal
Isokoria fisiologis
dapat ditemukan pada 20% populasi perbedaan ke 2 pupil < 1mm.
Abnormal pupil
Apabila ditemukan pupil yang :
- Anisokoria (beda , 1mm dianggap fisiologis)
- Kecil atau besar dari normal (3-4 mm)
III. FUNDUSKOPI
Cara pemeriksaan funduskopi:
- Periksa oftalmoskop terlebih dahulu, sesuaikan dengan kelainan refraksi
pemeriksan dengan kekuatan dioptri pada oftalmoskop
- Berdiri dengan sopan disamping pasien, beritahu apa yang akan dikerjakan
- Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
- Teliti segmen posterior yang diperiksa
Hasil Pemeriksaan Funduskopi:
1. Gambaran media ( termasuk Vitreus posterior)
2. Gambaran Papil N. Optik, pembuluh darah, retina, makula dan fovea
3. Lakukan pada kedua mata
TUJUAN :
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
80
Fakultas Kedokteran Unimal
AESTESIOMETER
Alat : Aestesiometer
Hasil : Hipoestesi bila panjang filamen <12 mm
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
81
Fakultas Kedokteran Unimal
4. Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama dari mata anda
dan mata penderita, agar anda dapat membandingkan lapang pandang anda
dengan lapang pandang pasien anda
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
82
Fakultas Kedokteran Unimal
dari korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut
kamera okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork.
Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi
bilik anterior sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL. Aqueous
humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada
jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular
meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat)
juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting
adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga
integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke
jaras penglihatan. Tekanan normal tekanan intra okuli adalah10-22 mmHg
Tekhnik tonometer
1. Tonometer digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan intra okular dengan jari pemeriksa
Alat : Jari telunjuk kedua tangan
Tekhnik :
1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan
2. Pasien disuruh menutup mata
3. Pandangan mata pasien seolah-olah menghadap kebawah
4. Jari-jari pemeriksa bersnadar di dahi dan pipi pasien
5. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian mata kornea bergantian
6. Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
83
Fakultas Kedokteran Unimal
Tekhnik pemeriksaan :
1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan
2. Pasien diarahkan pada posisi duduk miring atau terlentang dengan kepala dan
mata berada pada posisi vertical
3. Mata diteteskan anastesi local, (panthocain) 1-2 tetes ditunggu saat pasien tidak
meraskan perih pada matanya lagi
4. Tonometer dibersihkan, diberi beban 5,5 mg dan diperiksa dengan batang
penguji
5. Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari diusahakan jangan
menekan bola mata
6. Pasien diarahkan untuk menatap vertical dapat dibantu dengan menggunakan
alat (sinar fiksasi berkedip atau dengan ibu jari)
7. Alat tonometer direndahkan hampir menyentuh kornea, diberitahu agar pasien
rileks, sambil pemeriksa mengarahkan alat tonometer berada diatas kornea dan
skala penunjuk menghadap pemeriksa
8. Tonometer Schiotz dipastikan terletak diatas kornea mata dan pemeriksa
membaca skala nya
9. Alat diangkat dan pasien diizinkan untuk mengedipka matanya
10. Melakukan pemeriksaan pada mata sebelahnya dengan sesuai prosedur
Penilaian :
Hasil pembacaan skala dikonversikan dengan table yang telah ditentukan untuk
mengetahui tekanan bola mata dalam millimeter air raksa
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
84
Fakultas Kedokteran Unimal
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
85
Fakultas Kedokteran Unimal
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
86
Fakultas Kedokteran Unimal
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
1 Mempersiapkan dan memasangkan SnellenChart
Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan kepada
2
pasien
3 Menilai visus normal
4 Menilai visus yang tidak normal
5 Dapat membedakan kelainan refraksi dan non refraksi
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
87
Fakultas Kedokteran Unimal
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan
1
sensibilitas kornea
Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan kepada
2
pasien
3 Fiksasi mata pasien keatas
4 Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien
5 Menyentuhkan ujung kapas pada kornea pasien
6 Melakukan hal yang sama pada mata sebelahnya
7 Menyatakan sensainya pada kedua mata
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
88
Fakultas Kedokteran Unimal
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
1 Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan
kepada pasien
2 Fiksasi mata pada jarak tertentu
3 Menilai bentuk, ukuran dan warna pupil
4 Menilai refleks pupil langsung
5 Menilai refleks pupil tidak langsung
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
89
Fakultas Kedokteran Unimal
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan
1
kepada pasien
2 Mencuci kedua tangan
3 Membalikan kedua kelopak mata
Mengembalikan posisi kelopak mata seperti
4
semula
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
90
Fakultas Kedokteran Unimal
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
91
Fakultas Kedokteran Unimal
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
92
Fakultas Kedokteran Unimal
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
93
Fakultas Kedokteran Unimal
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
94
Fakultas Kedokteran Unimal
SKOR
No Aspek yang dinilai
0 1 2 3
1 Mempersiapkan ishchiara test
Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan kepada
2
pasien
3 Menilai kemampuan pasien
Mencocokkan hasil tes dengan tabel pada kartu ishiara
4
untuk menentukan tipe kebutaan
5 Menginterpretasikan hasil ischiara test
6 Menyampaikan kepada pasien
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
95
Fakultas Kedokteran Unimal
KULIT
ANATOMI SISTEM KULIT
Terdiri atas :
1. Lapisan – lapisan kulit :
epidermis : stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lusidum, stratum korneum
dermis : stratum papilare, stratum retikulare
subkutis : lemak
2. Adneksa kulit :
kuku
rambut
kelenjar : kelenjar keringat ekrin dan apokrin, kelenjar sebase
FISIOLOGI KULIT
Yaitu :
Untuk proteksi organ dalam dari lingkungan luar
Untuk absorbsi
Untuk mengatur suhu
Untuk ekskresi sisa-sisa metabolik
Pembentukan pigmen
Pembentukan vit D
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
96
Fakultas Kedokteran Unimal
Bentuk/susunan :
Betuk : khas ( bentuk yang dapat dimisalkan, seperti : bulat, lonjong,
seperti ginjal, dll), dan tidak khas ( tidak dapat dimisalkan)
Susunan :
Liniar : seperti garis lurus
Sirsinar/anular : seperti lingkaran
Polisiklik : bentuk pinggir yang sambung menyambung membentuk lingkaran.
Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-anaknya
4. Batas : tegas dan tidak tegas
5. Ukuran:
Milier : sebesar kepala jarum pentul
Lentikular : sebesar biji jagung
Numular : sebesar uang logam dengan Ø 3 cm – 5 cm
Plakat : lebih besar dari numular
6. Efloresensi :
Primer :
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
97
Fakultas Kedokteran Unimal
Sekunder :
Skuama : sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Krusta : kerak, keropeng, yang menunjukan cairan badan yang mengering
Erosi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal, ditandai dengan keluarnya serum.
Ekskoriasi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan jaringan
melewati stratum basal (sampai ke stratum papilare), ditandai dengan
keluarnya darah selain serum.
Ulkus : tukak, borok disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari
ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.
Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang : sesuai dengan jenis penyakit, seperti pemeriksaan KOH
(Potasium hidroksida) 10 – 20% untuk infeksi jamur, pemeriksaan sinar wood
untuk pityriasis versikolor, dan pemeriksaan BTA untuk Morbus Hansen,
pewarnaan gram dan NaCl untuk pemeriksaan duh genitalia.
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
98
Fakultas Kedokteran Unimal
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
99
Fakultas Kedokteran Unimal
Kelainan rambut
Kelainan kuku
Pembesaran kelenjar getah bening regional (sesuai dengan status dermatologikus)
Palpasi Kulit
Penderita bisa dalam posisi duduk dan bisa posisi tidur.
Pemeriksa menggunakan jari telunjuk tangan kanan yang ditekankan pada
permukaan lesi. Kemudian jari tersebut diangkat, tampak permukaan lesi
berwarna
pucat sesaat, kemudian warna lesi kembali ke warna semula (merah/eritem). Atau
dapat juga dilakukan dengan tekhnik diaskopi dengan cara menggunakan gelas
objek. Gelas objek dipegang dengan jari-jari tangan kanan kemudian ditekankan
pada permukaan lesi. Tampak lesi berwarna pucat waktu penekanan dengan gelas
objek.Dan waktu gelas objek diangkat, warna lesi kembali seperti semula
(merah/eritem).
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
100
Fakultas Kedokteran Unimal
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
SKOR
No POINT PENILAIAN
0 1 2 3
Dapat menanyakan identitas pasien ( umur, jenis
1 kelamin,pekerjaan, pendidikan, suku, alamat
tempat tinggal tetap).
Dapat menanyakan keluhan utama pasien :
Lokasi keluhan
2
Lama keluhan
Gatal / nyeri / mati rasa / tumor / tukak
Dapat menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
(RPS)
Lokasi timbul lesi pertama kali
Bagaimana perluasan lesi tersebut
3 Ada atau tidak pengaruh makanan / lingkungan
Keluarga lain ada yang menderita penyakit
seperti ini /
turunan
Sudah diobati atau belum
Dapat menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu
(RPD)
4
Apakah pernah menderita penyakit yang sama
Apakah ada menanyakan riwayat alergi
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penuntun Ketrampilan Klinik 3.5 Gangguan Sistem Indera (Mata, Kulit dan THT) 2016/2017
101
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
102
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
TELINGA
Corong telinga
Otoskop
Aplikator (alat pelilit) kapas
Pengait serumen
Pinset telinga
Garpu tala (512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz)
HIDUNG
spekulum hidung
kaca tenggorok no 2-4
pinset bayonet
alat pengisap
alat pengait benda asing hidung
spatula lidah
lampu transluminasi di kamar gelap
TENGGOROK
spatula lidah
kaca tenggorok No 5-8
103
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
TEKNIK PEMERIKSAAN
Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan
Pemeriksa mengatur:
Posisi pasien :
Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
Pasien anak dipangku dengan posisi yang sama dengan ibu
Pasien bayi ditidurkan di pangkuan (paha) orang tua
Mengucapkan terimakasih pada pasien/ op
PEMERIKSAAN TELINGA
Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran
timpani.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk
meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang atau pada anak, ditarik
kebawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas.
Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga, sehingga perlu dipakai
corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong
telinga.
Kadang-kadang membran timpani sukar dinilai. Dalam hal demikian, lebih baik
dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan
tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa
telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang
otoskop ditekankan pada pipi pasien. Gerakan membran timpani jelas terlihat apabila
memakai otoskop pneumatic.
DAUN TELINGA
Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan.
Tragus di tarik untuk menentukan nyeri tarik.
DAERAH MASTOID
Adakah abses atau fistel di belakang telinga.
Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.
LIANG TELINGA
104
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya polip atau
jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.
MEMBRAN TIMPANI
Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.
Refleks cahaya normal berbentuk kerucut
Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani kearah
dalam.
Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya
berbentuk robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi
dapat di atik (di daerah pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar
perforasi masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi terdapat di pars tensa
dengan salah satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus
timpanikus) Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon
otoskop. Pada sumbatan tuba Eustachius tidak terdapat gerakan membrane timpani ini.
RINOSKOPI ANTERIOR
Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri
(right handed), dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi. Tangan kanan untuk
fiksasi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan
dikeluarkan dalam posisi terbuka.
Kemudian diperhatikan keadaan :
Rongga hidung, luasnya, adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut.
Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat
atau hiperemis. Besarnya, edema atau hipertrofi.
Septum nasi lurus, deviasi, krista dan spina.
Meatus superior, meatus medius dan meatus inferior.
Jika terdapat sekret kental yang keluar dari meatus medius berarti sekret berasal dari
sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di
meatus superior berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid.
Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya.
Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu diperhatikan.
RINOSKOPI POSTERIOR
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan
lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak menjadi
kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan
pemeriksa apakah tidak terlalu panas.
105
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca
tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien
diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding
faring posterior supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala
diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
septum nasi bagian belakang
nares posterior (koana)
sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka
superior, konka media dan konka inferior.
Meatus superior dan meatus medius yang terletak masing-masing di bawah
Konkanya
Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan :
Dinding belakang faring : warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan
gerakan arkus faring.
Tonsil : besar, warna, kripti, apakah ada detritus, adakah perlekatan
Rongga mulut, uvula, gusi dan gigi geligi
Lidah : gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput
Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Lidah pasien
dijulurkan kemudian dipegang dengan tangan kiri memakai kasa. Pasien diminta bernafas
melalui mulut denggan tenang. Kaca tenggorok yang telah dihangatkan dipegang dengan
tangan kanan seperti memegang pensil, diarahkan ke bawah, dimasukkan ke dalam mulut
dan diletakkan di muka uvula.
Diperhatikan :
Epiglotis yang berberbentuk omega
Aritenoid berupa tonjolan 2 buah
Plika ariepiglotika yaitu lipatan yang menghubungkan aritenoid dengan epiglottis
Pita suara (plika vokalis): warna, gerakan adduksi pada waktu fonasi dan abduksi pada
waktu inspirasi, tumor dan lain-lain
Pita suara palsu (plika ventrikularis) : warna, edema atau tidak, tumor.
Valekula : adakah benda asing
Sinus piriformis : apakah banyak secret
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba dengan kedua belah tangan seluruh
daerah leher dari atas ke bawah. Bila terdapat pembesaran kelenjar limfa, tentukan
ukuran, bentuk, konsistensi,perlekatan dengan jaringan sekitarnya.
106
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Tes RINNE
Membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga
Garpu tala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid. Setelah tidak terdengar
garpu tala dipindahkan dan dipegang kira-kira 2,5 cm di depan liang telinga
Masih terdengar : Rinne (+), tidak terdengar : Rinne (-)
Tes WEBER
Garpu tala digetarkan di linea mediana, dahi atau di gigi insisivus atas
Vibrator BC : tes Weber audiometric
Prinsip tes Weber : bunyi terdengar di mana ?
di tengah kepala
107
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Tes Schwabach
Membedakan kepekaan BC antara pasien dan pemeriksa
Interprestasi :
Schwabach memanjang → gangguan konduksi
Schwabach memendek → normal
108
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
109
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
2. Pemeriksaan Telinga
SKOR
No POINT PENILAIAN
0 1 2 3
1 Pasien pada posisi yang benar (Cara duduk)
2 Melihat liang telinga dengan lampu kepala
Memeriksa telinga luar, menentukan nyeri ketok/
3
tarik
4 Memeriksa telinga dengan otoskopi
5 Mempresentasikan membrane timpani
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan sama sekali
1. dilakukan dengan banyak perbaikan
2. dilakukan dengan sedikit perbaikan
3. dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
110
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
Nip. Nim.
111
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Nama Mahasiswa :
BP. :
Kelompok :
4. Pemeriksaan Garpu tala
SKOR
No POINT PENILAIAN
0 1 2 3
1 Mengetahui frekwensi garputala
2 Menggetarkan garputala dengan benar
Melakukan pemeriksaan Rhinne pada kedua
3
telinga
4 Melakukan pemeriksaan Weber
5 Melakukan pemeriksaan schwabach
6 Mampu melakukan interpretasi sederhana
7 Menerangkan pada pasien
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan sama sekali
1. dilakukan dengan banyak perbaikan
2. dilakukan dengan sedikit perbaikan
3. dilakukan dengan sempurna
Lhokseumawe, 2017
Instruktur Mahasiswa
(……………………………..) (………………………………)
NIP. NIM.
112
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
PRASYARAT
Pengetahuan dan keterampilan pengukuran antropometri pada anak
Pengetahuan dan keterampilan pemeriksaan perkembangan anak menggunakan kuesioner
pra skrining perkembangan (KPSP)
Pengetahuan dan keterampilan tentang penilaian status gizi pada anak dengan
menggunakan grafik pertumbuhan CDC 2000 dan grafik pertumbuhan WHO 2006
PERSIAPAN ANAMNESIS PEDIATRIK
Formulir KPSP menurut umur
Grafik pertumbuhan CDC 2000 dan grafik pertumbuhan WHO 2006
TEORI
113
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Teknik anamnesis
Dalam melaukan anamnesis pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang
kondusif agar orangtua, pengantar atau pasien dapat mengemukakan keadaan pasien
dengan spontan, wajar namun tidak berkepanjangan. Anak yang sudah besar (usia
sekolah-lanjut) seringkali dapat menceritakan sendiri keadaan sakitnya sehingga
membantu pembuatan anamnesis.
Anamnesis dilakukan dengan wawancara secara tatap muka. Pemeriksa harus bersikap
empatik dan menyesuaiakandiri dengan keadaan sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan
memperhatikan kepribadian serta keadaan emosi orang yang diwawancara, misal:
seorang ibu yang sedang dalam keadaan bingung dan sedih karena keadaan anaknya
mungkin akan memberikan informasi yang kurang akurat. Demikian pula hambatan yang
timbul karena yang diwawancara berpendidikan rendah atau hanya mampu berbahasa
daerah.Pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya tidak sugestif dan sedapat
mungkin dihindari pertanyaan yang jawabannya hanya'ya' atau 'tidak', berikanlah
kesempatan untuk menceritakan riwayat penyakit pasien sesuai dengan persepsinya.
Dalam melakukan anamnesis pemeriksa harus memperhatikan keadaan pasien.Pada kasus
gawat darurat, anamnesis terbatas pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting
untuk mengatasi keadaan darurat.Pada kesempatan berikutnya, setelah keadaan pasien
stabil, barulah anamnesis dilengkapi.
Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis :
1. Identitas pasien:
- Nama
- Umur (sebaiknya didapat dari tanggal lahir)
- Jenis kelamin
- Nama orangtua
- Alamat
- Umur, pendidikan dan pekerjaan orangtua
- Agama dan suku bangsa
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan utama
Yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.Perlu diperhatikan
bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh
orangtua pasien; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang
dapat mengemukakan esensi masalah.
b. Keluhan tambahan
Keluhan tambahan merupakan keluhan/gejala lain selain keluhan utama.
114
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
memproleh informasi yang cukup lengkap; tetapi bila tidak, dapat ditanyakan nama,
jenis, warna atau kemasan obat (kapsul, tablet, sirup, puyer), serta dosis obat yang
diminum (berapa tablet/bungkus/sendok dan berapa kali diberikan dalam satu hari).
Hendaknya juga ditanyakan efek samping dan kemungkinan alergi.
Pada umumnya, hal-hal berikut yang perlu ditanyakan dan diketahui pada riwayat
perjalanan penyakit:
Lamanya keluhanberlangsung
Bagaimana sifat terjadinyagejala
Lokalisasi dan sifat keluhanlokal
Berat-ringannya keluhan danperkembangannya
Terdapatnya hal yang mendahuluikeluhan
Apakah keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan ataukah sudah pernah sebelumnya;
bila sudah pernah, dirinci apakah intensitas dan karakteristiknya sama atau berbeda, dan
interval antara keluhan-keluhantersebut.
Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang menderita
keluhan yangsama.
Upaya yang dilakukan dan bagaimanahasilnya.
e. Riwayat kehamilanibu
Umur ibu saathamil
Keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakittersebut.
Berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa (dokter spesialis, dokter
umum, bidan, perawat/mantri,dukun).
ApakahibumendapatTT/toksoidtetanus(terutamapadakasustetanusneonatarum).
Obat-obat yang diminum pada usia kehamilan muda/ TM I(kemungkinan menderita cacat
bawaan).
Kebiasaan ibu selama hamil: ditanyakan apakah ibu merokok, minuman keras, dan
catatan makanan ibu selama kehamilan (khususnyaBBLR).
Jarak kelahiran (jarak kelahiran yang dekat berhubungan dengan KEP, infeksi berulang
seperti diare dan ISPA setaBBLR)
Jumlah kelahiran, termasuk aborsi (paritas yang tinggi berhubungan dengan KEP, infeksi
berulang seperti diare dan ISPA sertaBBLR)
f. Riwayatkelahiran
Yang harus ditanyakan pada riwayat kelahiran mencakup:
Tanggal dan tempatkelahiran
Siapa yangmenolong
115
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Cara kelahiran (spontan, ekstraksi cunam, vakum, bedah Caesar). Pada kelahiran dengan
instrumentditanyakanindikasidaritindakantersebut.
Adanya kehamilanganda
Keadaan segera setelah kelahiran/ APGAR; lebih baik bila bisa melihat catatan medis
dari rumah bersalin, puskesmas,dll. Kalau tidak ada cukup ditanyakan apakah bayi
langsung menangisatautidak,warnakulitkemerahan/biru/merahdanbiru,gerakanaktif/tidak.
Morbiditas pada hari-hari pertama setelah lahir (asfiksia, trauma lahir, infeksi
intrapartum, ikterusdsbyangmungkinberhubungandengankeadaansekarang).
Masakehamilan(apakahcukupbulan,kurangbulan,ataulebihbulan)
Berat dan panjang bayi (mengetahui masa gestasi dan menilai kesesuaian masa gestasi
denganBB/PB)
g. Riwayatmakanan
Pada anamnesis tentang riwayat makan diharapkan dapat diperoleh data tentang:
Makanan yang dikonsumsi oleh anak, baik dalam jangka waktu pendek (beberapa waktu
sebelum
sakit) ataupun jangka panjang (sejakbayi).
Kualitas dan kuantitas; apakah adekuat atau tidak; yaitu memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG)
yangdianjurkan.
Pada bayi untuk memperkirakan kuantitas dan kualitas makanan yang diterima perlu
ditanyakan:
Susuapayangdiberikan:ASIataukahPASI(penggantiASI),ataukeduanya.
Apabila diberikan ASI apakah secaraeksklusif
Cara pemberian ASI/PASI
On demand atau ad libitum, ataukah dengan jadwaltertentu.
Volume pemberianASI/PASI.
Untuk PASI tanyakan jenis dan mereknya, takaran, frekuensi, dan jumlah setiap kali
pemberian.
Pemberian makanan tambahan (MPASI): umur berapa mulai, jenis dan jumlahnya, serta
jadwalpemberian.
Pada hakekatnya anamnesis tentang ambilan (intake) makanan ini merupakan analisis
makanan secara kasar.Hasil analisis ini berperan terutama pada kasus kelainan gizi dan
gangguan tumbuh kembang, serta harus digabungkan dengan data lain, yaitu hasil
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan antropometris, sehingga akhirnya dapat disimpulkan
status nutrisi pasien secara lebih akurat.
h. Riwayat Imunisasi
Status imunisasi pasien penting untuk ditanyakan, meliputi:
Imunisasi Dasar : BCG, polio, DPT, Campak danHepatitis-B
Imunisasi ini dikenal juga dengan Imunisasi wajib oleh pemerintah melalui Program
Pengembangan Imunisasi (PPI)
Imunisasi lain: MMR (mumps, measles, rubella), hepatitis-A, Hib (untuk mencegah
infeksi Haemophilus influenza tipe b), Influenza, Pneumokokus (PCV), HPV (Human
Papilloma Virus) danTifoid. Imunisasi ini dikenal juga sebagai Imunisasi Non-PPI
116
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Imunisasi ulangan/booster
Informasi tentang imunisasi diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik
yang diperoleh, mungkin dapat membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu
(misalnya penyakit polio hampir tidak pernah terjadi pada anak yang sudah mendapat
imunisasi polio secara benar).Informasi tentang imunisasi juga dapat dipakai sebagai
umpan balik tentang perlindungan pediatrik yang diberikan.
Riwayat Perkembangan
Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui apakah semua
tahapan perkembangan dilalui dengan mulus atau terdapat penyimpangan.
117
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
118
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
Referensi
Matondang CS, dkk. Diagnosis Fisik pada Anak. Edisi 2.Jakarta
119
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
PENGANTAR
Kehidupan pada masa bayi baru lahir (BBL) sangat rawan oleh karena memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Peralihan
dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan
faali. Terpisahnya bayi dari ibu merupakan awal proses fisiologis:
Pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas
(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk
mempertahankan homeostasis kimia darah
Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekskresi bahan racun yang tidak diperlukan
Sistem imunologiberfungsi untuk mencegah infeksi
Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan dengan perubahan fungsi organ
tersebut diatas
PRASYARAT
Pengetahuan dan keterampilan yang adekuat sehingga tidak menimbulkan risiko
yang dapat membahayakan bayi
Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran untuk memahami
pentingnya hasil temuan fisik bayi baru lahir
TEORI
120
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Sebelum melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir perlu dilakukan anamnesis
yang cermat untuk mengetahui hal-hal berikut:
Riwayat keluarga (misal: terdapatnya penyakit keturunan)
Riwayat kehamilan sekarang dan sebelumnya
Riwayat persalinan sekarang
Pemeriksaan bayi baru lahir dilakukan dalam keadaan telanjang dibawah lampu yang
terang. Yang berfungsi juga sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan
serta alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat. Pemeriksaan
fisik pada bayi baru lahir dilakukan paling kurang 3 kali, yaitu:
1. Pada saat lahir, dilakukan di kamar bersalin
Tujuannya:
Menilai gangguan adaptasi BBL dari kehidupa intrauterin ke ekstrauterin yang
memerlukanresusitasi
Menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera (atresia
ani, atresia esofagus), traumalahir
Menentukan apakah BBL tersebut dapat rawat gabung atau ditempat perawatan khusus
untuk diawasi atau di ruang intensif, atau segera dioperasi
Pemeriksaan di kamar bersalin :
Menilai adaptasi
Perlu segera diperiksa apakah bayi beradaptasi dengan baik atau memerlukan resusitasi.
Kelaina yangditemukan harus diterangkan kepada ibunya dan harus dijelaskan apakah
kelainan tersebut berbahaya atau tidak agar si ibu dapat memahaminya dan merasa
tenang.
Pemeriksaan meliputi:
Aktivitas fisik : melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan
Tangisan bayi : tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan
neurologis, sedangkan tangisan yang lemah/merintih dijumpai pada bayi dengan
kesulitan pernafasan
Wajah : dapat menunjukkan kelainan yang khas (sindrom Down, sindrom Pierre-
Robin, sindrom de Lange)
Keadaan gizi : dinilai dari berat badan dan panjang badan, disesuaikan dengan
masa kehamilan.
Pemeriksaan suhu : diukur pada aksila, suhu BBL normal 36,5 – 37,5 C
122
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
Referensi
Kosim, MS, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta. 2014
123
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
PENGANTAR
Perkembangan sistem saraf pusat pada bayi dapat dinilai dengan pemeriksaan otomatisme
infantile, biasa disebut dengan refleks primitif. Refleks-refleks ini berkembang selama
dalam kandungan, umumnya muncul setelah lahir dan menghilang pada umur tertentu.
Kelainan ada refleks-refleks ini menandakan penyakit neurologis dan mengindikasikan
investigasi lebih intensif.
Refleks primer atau primitif mencerminkan aktivitas batang otak. Refleks ini
merupakan manifestasi dari pemrograman sistem saraf pusat dengan penekanan oleh
fungsi kortikal yang lebih tinggi di kemudian hari. Jika refleks ini tidak dapat
dibangkitkan, maka hal ini menunjukkan adanya depresi susunan saraf pusat, dan yang
lebih penting adalah bahwa menetapnya refleks ini menunjukkan adanya kerusakan pada
kontrol kortikal yang lebih tinggi.
124
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Refleks Moro
Merupakan suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi atau
mengubah posisi secara tiba-tiba
Caranya : Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepala dijatuhkan dengan cepat
beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa
Kondisi normal: bayi akan kaget dengan lengan ekstensi, jari-jari mengembang, kepala
terlempar ke belakang, tungkai sedikit ekstensi. Kemudian lengan kembali ke tengah
dengan tangan menggenggam dan ekstremitas bawah ekstensi
125
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Refleks Snout
Caranya : Dilakukan perkusi pada bibir atas
Refleks Snout dikatakan positif apabila didapatkan respon bibir atas dan bawah
menyengir atau kontraksi otot-otot di sekitar bibir dan dibawah hidung.
Refleks Snout yang menetap pada anak besar menunjukkan regresi SSP.
126
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Bila refleks menetap setelah umur tersebut, hati-hati akan kemungkinan terdapatnya palsi
serebral
127
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Refleks Landau
Jika bayi dipegang horizontal dengan wajahnya ke bawah, ia akan meluruskan kedua kaki
dan punggungnya akan mencoba untuk mengangkat kepala.
Cara : Pegang pasien pada bagian depan untuk menyangga thoraks. Posisi tengkurap.
Angkat kepala secara aktif atau pasif.
Reaksi positif : Jika kepala ventrofleksi/fleksi ke depan, punggung dan kedua tungkai
fleksi.
128
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
Referensi
1. Lissauer T, Fanafoff A. Selayang Neonatologi. Edisi kedua. PT Indeks. Jakarta. 2013
2. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Jakarta
129
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
PENGANTAR
Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang berkembang
dan melatarbelakangi (underlying factor) lebih dari 50% kematian balita. Severe acute
malnutrition atau malnutrisi berat akut (MAB) atau disebut juga gizi buruk akut adalah
keadaan dimana seorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB < -3 SD dari
median WHO child growth standard, atau didapatka edema nutrisional, dan pada anak
umur 5 – 59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) < 110 mm3.
Masalah besar dalam menangani penderita gizi buruk adalah belum ditemukannya
strategi yang efektif dalam skala yang luas untuk mencegah kematian karena gizi buruk.
Semula WHO menganjurkan tatalaksana penderita gizi buruk dengan rawat inap di
Rumah Sakit (RS) dalam jangka waktu setidaknya satu bulan. Keterbatasan tatalaksana
berbasis perawatan di RS ini sangat banyak. Rumah sakit tidak mungkin merawat
penderita gizi buruk dalam jumlah besar karena keterbatasan kapasitas, sarana dan tenaga
yang terampil. Perawatan di RS bersama dengan penderita penyakit lain akan
memudahkan penularan karena daya tahan tubuh penderita gizi buruk rendah sehingga
justru akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu memperkenalkan
terapi nutrisi berbasis komunitas merupakan hal penting dalam penanggulanagan masalah
MAB.
TEORI
Diagnosis malnutrisi berat (MAB) berdasarkan kriteria :
Terlihat sangat kurus
Edema nutrisional
BB/TB < -3 SD
LILA < 115 mm
Marasmus dan kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi
buruk. Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat kurus dengan berbagai tanda
ikutannya, sedangkan kwashiorkor ditandai dengan edema, diawali edema pada
punggung kaki yang dapat menyebar ke seluruh tubuh.
130
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
131
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Gambar 3. Tatalaksana malnutrisi akut berat yang digunakan pada program Community-
based Therapeutic Care
132
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Tabel 1. Sepuluh langkah tatalaksana MAB dan perkiraan waktu setiap fase
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
Bolus 50 ml larutan Glukosa 10% atau Glukosa 10% intravena (5 mg/ml), diikuti
sukrosa 10% (1 sendok teh penuh gula dengan 50 ml Glukosa 10% atau sukrosa
dengan 50 ml air), baik per oral maupun lewat pipa NGT. Kemudian mulai pemberian
dengan pipa nasogastric. Kemudian mulai F 75 (lihat langkah 7)
pemberian F75 (lihat langkah 7) setiap 2 jam, setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan ¼
untuk 2 jam pertama berikan ¼ dari dosis dari dosis makanan setiap 30 menit
makanan setiap 30 menit Antibiotik spectrum luas (lihat langkah 5)
Antibiotik spectrum luas (lihat langkah 5) Pemberian makan per 2 jam, siang dan
Pemberian makan per 2 jam, siang dan malam
malam (lihat langkah 7)
Monitor :
Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah (menggunakan
darah dari jari atau tumit). Bila gula darah masih rendah, ulangi pemberian 50 ml bolus
glukosa 10% atau laruan sukrosa, kemudian lanjutkan pmberian makan F-75 setiap 2 jam
hingga anak stabil
Suhu : jika turun < 35,5 C, ulang pengukuran kadar gula darah
Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darh sambil mencari
penyebabnya
Bila pengukuran kadar gula darah tidak dapat dilakukan, anggaplah semua anak dengan
MAB mengalami hipoglikemia dan lakukan penanganan.
Pencegahan :
Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung (lihat langkah 7) atau bila
perlu lakukan rehidrasi terlebih dahulu
Selalu berikan makanan padamalam hari
133
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Monitor:
Suhu tubuh : lakukan pemeriksaan suhu rektal setiap 30 menit hingga mencapai
suhu > 36.5C
Yakinkan bahwa anak telah tertutupi seluruh permukaan tubuhnya, terutama pada
malam hari
Kadar gula darah : ukur kadar gula darah ketika didapati adanya hipotermia
Pencegahan :
Berikan makanan tiap dua jam (lihat langkah 7 )
Selalu berikan makanan (F75 atau F100)
Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara
Jaga anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tidur jika basah
Biarkan anak tidur dengan ibu/pengsuh pada malam hari agar kehangatan tetap
terjaga
134
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
135
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Pemberian hari 1:
Vitamin A per oral
Dosis: > 12 bulan 200.000 SI, 6-12 bulan 100.000 SI, 0-5 bulan 50.000 IU
Ditunda bila kondisi klinis buruk
Asam folat 5 mg, oral
Pemberian formula awal (F-75) dan jadwal pemberian makanan yang disarankan
Hari Frekuensi Volume/kgbb/pemberian Volume/kg/hari
1–2 tiap 2 jam 11 cc 130
3–5 tiap 3 jam 16 cc 130
6 – 7+ tiap 4 jam 22 cc 130
Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi 3 jam dan 4 jam dilakukan bila anak
mampu menghabiskan porsinya.
136
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Protein : 2 – 3 g/kgbb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, tetap berikan diantara pemberian formula
137
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
138
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
MG K HARI/TAN TEKNISI
WAKTU JUDUL INSTRUKTUR
GU LP GGAL
1 Senin/30/1/17 10.30-12.10 dr. Meutia Kamalat Shah
Selasa/31/1/1 Keterampilan
2 09.30-11.10 dr. Meutia Kamalat Shah
7 Melakukan
3 Senin/30/1/17 13.30-15.10 Anamnesis,Pemeriksa dr. Meutia Kamalat Shah
I
4 Rabu/1/2/17 13.30-15.10 an Orthopedi Umum dr. Sufri Halwi,M.Kes
Selasa/31/1/1 dan Regional
5 14.30-16.10 dr. Sufri Halwi,M.Kes
7
6 Kamis/2/2/17 10.30-12.10 dr. Sufri Halwi,M.Kes
1 Selasa/7/2/17 09.30-11.10 Stabilitas Fraktur dr. Adi Rizka, Sp.B
2 Senin/6/2/17 09.30-11.10 tanpa dr. Adi Rizka, Sp.B
3 Rabu/8/2/17 09.30-11.10 Gips,ReduksiDislokas dr. Adi Rizka, Sp.B
II
4 Rabu/8/2/17 13.30-15.10 i,Reposisi Fraktur dr. Adi Rizka, Sp.B
5 Senin/6/2/17 13.30-15.10 tertutup,Dressing dan dr. Adi Rizka, Sp.B
6 Kamis/9/2/17 13.30-15.10 Removal of Splinter dr. Adi Rizka, Sp.B
1 Senin/13/2/17 13.30-15.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD Fahrul
Kamis/16/2/1 Rizal,Amd
2 10.30-12.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD .Kep
7
Selasa/14/2/1
3 13.30-15.10 Keterampilan dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
membaca X-ray
III Selasa/14/2/1
4 09.30-11.10 tulang tengkorak dan dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
tulang belakang
Kamis/16/2/1
5 13.30-15.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
Jum‟at/17/2/1
6 13.30-15.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
1 Senin/20/2/17 13.30-15.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
Selasa/21/2/1
2 09.30-11.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
Selasa/21/2/1
3 13.30-15.10 Mengobati Ulkus dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
IV 7
Tungkai
4 Rabu/22/2/17 13.30-15.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
5 Rabu/22/2/17 09.30-11.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
Jum‟at/24/2/1
6 09.30-11.10 dr. M.Sayuti, Sp.B.KBD
7
Pemeriksaan pada dr.Nora
1 Senin/27/2/17 10.30-12.10
V Sistem Indra Khusus Maulina,M.Biomed
2 Senin/27/2/17 13.30-15.10 (Mata) dr.Nora
139
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
Maulina,M.Biomed
Selasa/28/2/1 dr.Nora
3 09.30-11.10
7 Maulina,M.Biomed
Selasa/28/2/1
4 13.30-15.10 dr.Fury Maulina,MPH
7
5 Rabu/1/3/17 13.30-15.10 dr.Fury Maulina,MPH
6 Kamis/2/3/17 09.30-11.10 dr.Fury Maulina,MPH
1 Senin/6/3/17 10.30-12.10 dr.Meutia Kamalat S
2 Senin/6/3/17 13.30-15.10 dr.Meutia Kamalat S
Pemeriksaan pada
3 Selasa/7/3/17 09.30-11.10 dr.Meutia Kamalat S
VI Sistem Indra Khusus
4 Selasa/7/3/17 13.30-15.10 dr.Noviana Zara
(Kulit)
5 Rabu/8/3/17 09.30-11.10 dr.Noviana Zara
6 Rabu/8/3/17 dr.Noviana Zara
Dr.dr.Indra
1 Senin/13/3/17 10.30-12.20
Zachreini,Sp.THT-KL
Dr.dr.Indra
2 Senin/13/3/17 13.30-15.10
Zachreini,Sp.THT-KL
Dr.dr.Indra
3 Rabu/15/3/17 10.30-12.20 Pemeriksaan pada
Zachreini,Sp.THT-KL
VII Sistem Indra Khusus
Kami/s16/3/1 Dr.dr.Indra
4 10.30-12.20 (THT)
7 Zachreini,Sp.THT-KL
Dr.dr.Indra
5 Jumát/17/3/17 9.30-11.20
Zachreini,Sp.THT-KL
Dr.dr.Indra
6 Jumát/17/3/17 13.30-15.10
Zachreini,Sp.THT-KLs
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
1 Senin/20/3/17 10.30-12.20
Sp.A
Selasa/21/3/1 dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
2 10.30-12.20
7 Sp.A
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
3 Rabu/22/3/17 7.30-9.20
Anamnesis Pediatrik Sp.A
VIII
(AlloAnamnesis) dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
4 Rabu/22/3/17 10.30-12.20
Sp.A
Kamis/23/3/1 dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
5 10.30-12.20
7 Sp.A
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
6 Jumát/24/3/17 9.30-11.20
Sp.A
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
1 Senin/27/3/17 10.30-12.20
Sp.A
Pemeriksaan Fisik dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
IX 2 Senin/27/3/17 13.30-15.10
Bayi Baru Lahir Sp.A
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
3 Rabu/29/3/17 10.30-12.20
Sp.A
140
Panduan Keterampilan Klinik Blok 3.4 FK Universitas Malikussaleh
dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
4 Rabu/29/3/17 13.30-15.10
Sp.A
Kamis/30/3/1 dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
5 9.30-11.20
7 Sp.A
Kamis/30/3/1 dr.Mardiati,M.Ked(Ped),
6 13.30-15.10
7 Sp.A
1 Senin/3/4/17 9.30-11.20 dr.Fury Maulina,MPH
2 Selasa/4/4/17 9.30-11.20 dr.Fury Maulina,MPH
3 Rabu/5/4/17 8.30-10.20 Pemeriksaan Refleks dr.Fury Maulina,MPH
X
4 Rabu/5/4/17 13.30-15.10 Primitif pada Bayi dr.Fury Maulina,MPH
5 Kamis/6/4/17 8.30-10.20 dr.Fury Maulina,MPH
6 Jumát/7/4/17 13.30-15.10 dr.Fury Maulina,MPH
1 Senin/10/4/17 9.30-11.20 dr.Nur Fardian,M.Gizi
Selasa/11/4/1
2 9.30-11.20 dr.Nur Fardian,M.Gizi
7
Selasa/11/4/1 Tatalaksana
3 13.30-15.10 Malnutrisi Akut dr.Nur Fardian,M.Gizi
XI 7
Berat/Gizi Buruk
4 Rabu/12/4/17 9.30-11.20 dr.Noviana Zara
Akut
5 Rabu/12/4/17 13.30-15.10 dr.Noviana Zara
Kamis/13/4/1
6 9.30-11.20 dr.Noviana Zara
7
141