Skripsi
Oleh :
NIM : 118114176
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skripsi
Oleh :
NIM : 118114176
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seburuk apapun kegagalan yang pernah kamu alami, ingat dan percayalah
bahwa Tuhan tidak akan melupakan mu. Maka bekerjalah sebaik mungkin
dan jangan pernah putus asa.
Jangan pernah berhenti mencoba apalagi mencoba untuk berhenti
Tuhan ku, “Ida Sang Hyang Widhi Wasa” sebagai pelindung dan kekuatanku
Orang tua ku tercinta, I Putu Siarka dan Ni Made Ariani sebagai motivator
terbesar dalam hidup ku
Made Bagus Putra Negara adikku dan keluarga besar yang selalu memberikan
dukungan dan doa
Ibu Aris Widayati sebagai dosen pembimbing yang selau membimbing dengan
sabar
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
(Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) Pada Pasien Rawat Inap
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini sangatlah
sulit untuk menyelesaikannya tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
penelitian.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama
penyusunan skripsi.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
INTISARI ..............................................................................................................xv
A. Latar Belakang 1
1. Rumusan masalah 5
2. Keaslian penelitian 5
3. Manfaat penelitian 11
1. Tujuan umum 12
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Tujuan khusus 12
F. Bahan Penelitian 29
G. Alat Penelitian 30
2. Pengambilan data 32
3. Pengolahan data 32
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Pola Penyakit 41
A. Kesimpulan 67
B. Saran 68
LAMPIRAN ...........................................................................................................74
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika
Tabel II. Frekuensi dan Presentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Rawat
Tabel III. Nilai DDD 100 bed-days untuk Masing-Masing Jenis Antibiotika dan
Tabel IV. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) untuk Masing-Masing Jenis
2014 ................................................................................................... 59
Tabel V. Rangkuman Nilai PDD dan DDD 100 bed-days untuk Masing-masing
Juni 2014............................................................................................ 60
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2014 ................................................................................................... 46
Juni 2014............................................................................................ 53
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dari Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari RSUD Panembahan Senopati Bantul ...... 79
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Kelompok anak lebih sering sakit karena daya tahan tubuhnya yang lebih
rentan dari orang dewasa. Terdapat kesulitan klinis untuk membedakan penyebab
dari infeksi selain bakteri, sehingga antibiotika diberikan pada hampir semua anak
yang menderita demam. Tingginya peresepan antibiotika pada anak dapat
menyebabkan terjadinya risiko penggunaan antibiotika yang tidak rasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai PDD (Prescribed Daily
Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotika pada pasien anak di
bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dan pengambilan data secara retrospektif. Terdapat 239 rekam medik
yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari-Juni 2014. Data yang
diambil meliputi profil pasien, diagnosis dan peresepan antibiotika. Data diolah
secara deskriptif dan data kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan
menggunakan rumus PDD dan DDD 100 bed-days.
Penyakit yang paling banyak ditemukan adalah bronkopneumonia (46
pasien). Terdapat 13 jenis antibiotika yang diresepkan dengan total nilai DDD 100
bed-days sebesar 60,2 dan nilai PDD sebesar 283,2. Nilai PDD dan DDD terbesar
adalah sefotaksim yaitu 154,3 untuk PDD dan 16,7 untuk DDD 100 bed-days.
Terdapat beberapa jenis antibiotika dengan nilai PDD yang besar dan memiliki
nilai DDD lebih tinggi dari standar DDD WHO. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan antibiotika kemungkinan belum selektif sehingga dikhawatirkan akan
ditemukan ketidakrasionalan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan
antibiotika pada pasien anak.
Kata kunci : antibiotika, Defined Daily Dose, Prescribed Daily Dose, pediatri
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
digunakan saat ini. Permasalahan sering kali timbul terkait dengan penggunaan
pertumbuhan kuman-kuman yang resisten. Selain itu, potensi efek samping yang
berbahaya bagi pasien serta beban biaya yang tinggi baik bagi pemerintah maupun
bagi pasien merupakan dampak negatif lain yang dapat ditimbulkan oleh
antibiotika yang tidak tepat juga dapat mengakibatkan pengobatan menjadi tidak
(Nelwan, 2007).
negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah
tidak rasional telah lama diamati. Suatu survei yang dilakukan di RS Dr. Cipto
untuk profilaksis bedah adalah tidak rasional dalam hal indikasi atau lama
pemberian. Survei serupa juga pernah dilakukan oleh tim AMRIN study di RS Dr.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002 menunjukkan
bahwa 83% pasien mendapat antibiotika dan penggunaan antibiotika yang tidak
Dr. Kariadi antara lain 19-76% tidak ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis,
dan lama pemberian) dan 1-8% tidak ada indikasi profilaksis. Di bagian Bedah
tingkat penggunaan antibiotik yang rasional kurang dari 20% (Dertarini, 2009).
khusus karena daya tahan tubuh pada bayi dan anak lebih rentan daripada orang
dewasa sehingga lebih sering menderita sakit. Rata-rata anak usia kurang dari 5
tahun mengalami episode demam dan infeksi saluran napas 6-8 kali dalam
setahun, serta melakukan kunjungan ke sarana kesehatan seperti rumah sakit lebih
sering dibandingkan dengan pasien dewasa. Oleh sebab itu, bayi dan anak-anak
Kekhawatiran tidak dapat membedakan infeksi bakterial dari sebab lain misalnya
virus merupakan alasan utama dokter anak untuk memberikan antibiotika pada
hampir semua anak dengan demam. Sehingga untuk pasien anak rawat inap,
(DIY) tahun 2013, selama tahun 2012 pola penyakit pada balita dan anak-anak
juga menunjukkan selama kurun tahun 2012 jumlah balita yang menderita kasus
1.739 menjadi 2.936 kasus pneumonia. Dilaporkan juga bahwa balita dan anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu dari 64.857 menjadi 74.689 kasus
klasifikasi dan unit perhitungan dalam studi penggunaan obat, yaitu sistem
Daily Dose (DDD). World Health Organization (WHO) Collaborating Centre for
organ atau sistem dimana aksi kimia, farmakologi dan sifat terapi bekerja dari
suatu obat. Sistem klasifikasi ini telah digunakan secara internasional (Persson,
2002).
hari pada orang dewasa untuk indikasi yang utama dari suatu obat. Defined Daily
Dose (DDD) adalah suatu unit internasional yang dapat digunakan secara luas
kesehatan (Muller, 2006). Data konsumsi obat yang disajikan dalam Defined
Daily Dose (DDD) hanya memberikan perkiraan kasar dari penggunaan obat,
bukan penggunaan obat yang sebenarnya karena DDD tidak memperhatikan usia,
berat badan pasien dan pertimbangan farmakokinetika obat (WHO, 2011). Oleh
karena itu dikembangkanlah metode lain yang disebut dengan Prescribed Daily
Prescribed Daily Dose (PDD) memberikan rata-rata dosis harian obat yang
analisa penggunaan obat yang terdapat pada resep atau catatan medis (WHO,
2003).
DDD juga sering digunakan untuk menghitung kuantitas penggunaan obat pada
pasien anak asalkan terdapat indikasi dan dosis pemberian pada populasi anak.
sebenarnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan
antibiotika dengan dua metode yaitu metode DDD dan PDD. Metode PDD dapat
menggambarkan dosis obat yang sebenarnya digunakan dan lebih tepat digunakan
Berdasarkan data dari Dinkes DIY tahun 2013 yang menunjukkan bahwa
angka kejadian penyakit infeksi pada anak-anak masih tinggi, maka salah satu
upaya yang dapat dilakukan oleh farmasis adalah dengan melakukan monitoring
dan evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotika terutama di rumah sakit yang
nantinya pengobatan antibiotika yang diperoleh oleh pasien rasional. Penelitian ini
Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose). Penelitian dilakukan di RSUD
utama kematian pada balita. Prevalensi penyakit diare pada tahun 2009 di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1. Rumusan masalah
masalah dalam penelitian ini terkait penggunaan antibiotika pada pasien rawat
inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari – Juni
Januari–Juni 2014 ?
2. Keaslian penelitian
DU90%. Hasil yang diperoleh yaitu untuk nilai DDD/100 hari rawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
DDD/100 hari rawat pada tahun 2010 adalah sebesar 381,34. Hasil
uji yang digunakan adalah pasien anak di rawat inap. Selain itu pada
DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Anak di Rawat Inap Bangsal
28 jenis antibiotika yang yang diresepkan dengan total nilai DDD 100
dengan PDD.
50% lebih besar dari DDD, serta PDD kloramfenikol 10% lebih kecil
PDD dan DDD, amoksisilin tetap menjadi urutan pertama dengan nilai
2014.
doksisiklin memiliki PDD yang lebih besar daripada DDD WHO yaitu
DDD WHO dan PDD amoksisilin 50% lebih besar dari DDD WHO.
Antibiotik yang memiliki PDD lebih kecil dari DDD WHO yaitu
rawat di ruang HCU dan 52,5 DDD/100 hari rawat di ruang ICU.
yaitu di ruang HCU sebesar 36,0 DDD/100 hari rawat dan di ruang
subyek penelitian yang berbeda. Waktu atau periode penelitian yang berbeda akan
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis
b. Manfaat praktis
antibiotika yang dilihat berdasarkan hasil dari perhitungan nilai PDD dan DDD
antar bangsal atau antar rumah sakit, serta antar periode waktu tertentu.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Definisi Antibiotika
senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang bukan merupakan produk
mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi
B. Penggolongan Antibiotika
golongan yaitu :
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman, baik jenis kuman Gram
positif maupun kuman Gram negatif. Antibiotika yang termasuk broad spectrum
dan sefalosporin.
nistatin.
klindamisin.
sulfonamide.
1. Time-dependent killing
Pada pola ini antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika
kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal kuman. Contoh
antibiotika yang masuk dalam golongan ini antara lain penisilin, sefalosporin,
2. Concentration-dependent killing
terhadap kuman apabila kadarnya diusahakan relatif tinggi, tetapi dengan catatan
kadar yang tinggi ini tidak perlu dipertahankan terlalu lama. Contoh
C. Penggunaan Antibiotika
penderita yang mengalami infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empirik atau
penyebab infeksi belum diketahui. Terapi empirik seharusnya tidak lebih dari 72
jam. Terapi definitif yaitu pemberian antibiotika yang didasarkan pada hasil kultur
dan uji kepekaan kuman yang terbukti menunjukkan adanya infeksi bakterial.
mencegah terjadinya infeksi bakterial, yang diberikan dalam keadaan tidak atau
belum terdapat gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami
untuk kasus dengan risiko infeksi pasca bedah yang tinggi. Waktu pemberian
dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi (Staf Pengajar FK UI, 2008 ;
Farida, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
antibiotika berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat, dosis yang adekuat,
serta tidak lebih lama dari yang dibutuhkan. Terapi inisial dapat menggunakan
antibiotika spektrum luas dan harus segera diganti apabila hasil laboratorium
mikrobiologi telah keluar, proses ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya
mengubah dari spektrum luas ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga
mengubah dari terapi kombinasi menjadi terapi tunggal. Indikasi yang tepat
diawali dengan diagnosis infeksi yang tepat. Antibiotika tidak diresepkan untuk
secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat
pasien, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (Agustina,
2001).
disesuaikan dengan Formularium Rumah Sakit yaitu daftar obat yang disepakati
beserta informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit (Depkes RI, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
sejak lama. Suatu survei dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun
2002. Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotika antara lain 19-76% tidak
ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis dan lama pemberian) dan 1-8% tidak
melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru. Hal ini menjadi
antibiotika terhadap bakteri ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat
antara lain edukasi dokter, edukasi pasien atau masyarakat dan pembuat keputusan
penggunaan antibiotika yang tepat (Blondeau, 2001 ; WHO, 2001 ; Reed, 2005).
penyakit infeksi yang dialami oleh anak (Bauchner, 1999). Sebuah studi di dua
peresepan antibiotika ditujukan untuk kelompok pasien anak (Hadi et al., 2008).
pada anak terdiri atas (Suharjono, Yuniarti, Sumarsono dan Sumedi, 2009) :
mengenai efek farmakologi obat yang akan digunakan. Hal yang perlu
pengobatan definitif yang berdasarkan hasil biakan atau kultur bakteri, atau
jenis obat lebih besar pada anak daripada dewasa sehingga waktu paruh
khusus. Anak memiliki risiko mendapatkan efek merugikan lebih tinggi akibat
pada anak seringkali tidak tepat indikasi. Penyebab kedua, karena terbatasnya
golongan antibiotika yang penggunaanya dilarang pada pasien anak terkait dengan
penggunaan antibiotika pada pasien anak akan menyebabkan para tenaga klinis
diresepkan terus menerus, maka hal ini akan menyebabkan tingginya resiko
terjadinya resistensi terhadap antibiotika (Shea, et al., 2001; Bueno dan Stull,
2009). Penyebab ketiga, terkait dengan fungsi fisiologis anak yang belum
pasien anak, belum maksimal bekerja dikarenakan fungsi fisiologis yang belum
dan farmakodinamik, hal ini dapat memicu terjadinya efek samping yang tidak
F. Metode ATC/DDD
obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembagan
komponen ini adalah presentase dan perbandingan dari konsumsi obat tingkat
ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drugs Statistic Methodology,
dan pertama kali dipublikasikan tahun 1976. Obat dibagi menjadi kelompok yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut beraksi. Obat
(Persson, 2002).
1. Level pertama, level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14 kelompok
C Cardiovascular system
D Dermatologics
M Musculo-skeletal system
N Nervous system
R Respiratory system
S Sensory organs
V Various
A10BA Biguanides
A10BA02 Metformin
B01AB01 Heparin
Struktur ATC
J01MA Fluoroquinolones
J01MA02 Ciprofloxacin
1. Unit tetap yang tidak dipengaruhi perubahan harga dan mata uang serta
bentuk sediaan.
Defined Daily Dose (DDD) diasumsikan sebagai dosis rata-rata per hari
penggunaan antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa. Defined Daily
Dose (DDD) hanya ditetapkan untuk obat yang memiliki kode ATC. Kuantitas
penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di rumah sakit dapat menggunakan
rawat inap) dan DDD/100 patient-days (rata-rata penggunaan antibiotik dari 100
digunakan DDD 1000 inhibitans per day atau DDD per inhibitans per year
(WHO, 2003). Rumus DDD yang dipakai dalam penelitian ini adalah DDD/100
Keterangan :
Populasi : jumlah tempat tidur dikalikan dengan Bed Occupation Rate (BOR)
tingkat penggunaan tempat tidur pada satuan waktu tertentu di unit rawat inap
perangkat lunak ABC calc yang telah dikembangkan oleh WHO. Data penggunaan
dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang pasti. Klasifikasi ATC dan
nilai standar DDD WHO, hal ini menunjukkan bahwa pemilihan dan penggunaan
rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif. Evaluasi penggunaan
(Prescribed Daily Dose). Metode PDD ini didefinisikan sebagai dosis rata-rata
Rumus PDD yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Porta, et al., 2012) :
I. Keterangan Empiris
daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) penggunaan antibiotik pada pasien
rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari –
Juni 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
terhadap subyek uji dan hanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena
kesehatan yang terjadi dalam suatu populasi tertentu. Pengambilan data dilakukan
lembar rekam medik pasien anak yang mendapatkan pengobatan antibiotik (Imron
C. Variabel Penelitian
1. Pola peresepan
2. Pola penyakit
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
3. Nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose)
D. Definisi Operasional
pasien anak rawat inap yang meliputi jenis dan golongan antibiotika yang
diagnosis utama pada rekam medik pasien oleh dokter pada periode Januari–
Juni 2014 pada pasien anak rawat inap di RSUD Panembahan Senopati
yang digunakan dengan metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD
4. Prescribed Daily Dose (PDD) yaitu dosis harian yang diresepkan yang
dihitung dengan mengalikan antara berat badan pasien (kg) dengan dosis
antibiotika per 100 hari rawat yang dilihat dari presentase tingkat penggunaan
E. Subyek Penelitian
selama periode Januari–Juni 2014, dalam hal ini data pasien diambil dari lembar
rekam medis.
ATC.
c. Pasien anak dengan catatan rekam medik yang jelas terbaca oleh peneliti.
ruangan/rumah sakit).
F. Bahan Penelitian
anak rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
periode Januari–Juni 2014 dari subyek yang memenuhi kriteria inklusi di atas.
Rekam medis adalah data-data yang diperoleh dari bagian rekam medis RSUD
Panembahan Senopati Bantul yang berkaitan dengan pasien anak yang menjalani
G. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan yaitu lembar data dasar pasien dan
lembar data penggunaan antibiotika. Lembar data dasar pasien berisi informasi
mengenai nomor rekam medik, jenis kelamin pasien, usia, berat badan pasien,
lama rawat inap, diagnosa utama, kondisi pasien saat keluar dan biaya perawatan.
dosis dan rute pemberian, indikasi penggunaan, jumlah antibiotika yang diberikan,
berikut :
Senopati Bantul.
Bantul.
e. Hasil studi pendahuluan selama periode Januari sampai Juni 2014, tercatat
ada 849 rekam medik pasien anak rawat inap. Kemudian dilakukan
antibiotika pada periode Januari sampai Juni 2014. Data ini diperoleh
perawatan) serta catatan nama obat beserta dosis yang telah diberikan
kepada pasien selama pasien menjalani perawatan di rumah sakit dari awal
11 rekam medik
pasien anak yang
tidak lengkap
Rekam medik pasien anak yang masuk dalam kriteria inklusi yaitu
sebanyak 239 rekam medik diambil datanya kemudian ditulis ke dalam lembar
3. Pengolahan data
a. Editting.
diperoleh dari lembar rekam medik di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati
b. Entry Data
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data dari lembar data pasien dan
demografi, data pola penyakit, data pola peresepan dan data untuk perhitungan
c. Cleaning
metode PDD dan DDD. Analisa deskriptif dilakukan dengan menguraikan data-
data yang telah diambil menjadi frekuensi dan presentase untuk menggambarkan
data demografi pasien, pola penyakit, dan pola peresepan pasien anak yang
dihitung dengan metode PDD dan DDD 100 bed-days, yang diproses dengan
Data penggunaan obat dalam unit tablet, sirup, vial, umumnya memiliki
kekuatan sediaan dalam satuan milligram, gram atau international unit (IU).
antibiotik dijadikan dalam satuan yang sama untuk mempermudah dalam proses
perhitungan.
Contoh :
Keterangan :
Populasi : jumlah tempat tidur dikalikan dengan Bed Occupation Rate (BOR)
penggunaan tempat tidur pada satuan waktu tertentu di Unit Rawat Inap
selama periode 181 hari. Jumlah tempat tidur yang ada di bangsal anak RSUD
yang diterima oleh pasien selama dirawat inap dan total hari perawatan pasien
Total dosis antibiotika yang diterima oleh semua pasien adalah : 7,5 gram + 3
2. Total lamanya waktu perawatan pasien anak rawat inap/Lenght of Stay (LOS)
Lama rawat inap pasien 1 + lama rawat inap pasien 2 = 7 hari + 8 hari = 15
hari.
Kemudian dilakukan perhitungan nilai DDD berdasarkan rumus DDD 100 bed-
BOR = 0,28%
Maka nilai DDD 100 bed-days yang diperoleh adalah 0,7 DDD 100 bed-days,
maknanya adalah sebesar 0,7% dari pasien rawat inap menerima peresepan
antibiotika amoksisilin setiap harinya. Nilai DDD 100 bed-days ini dapat
dibandingkan antar bangsal di suatu rumah sakit atau antar rumah sakit untuk
J. Keterbatasan Penelitian
yang dialami oleh pasien serta tidak dapat menggambarkan kesesuaian dosis yang
diresepkan dengan tingkat keparahan infeksi bakteri yang dialami oleh pasien. Hal
ini disebabkan karena metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu DDD dan
PDD tidak dipengaruhi oleh indikasi, usia dan jenis kelamin pasien. Pada
penelitian ini juga tidak dapat melihat efek yang ditimbulkan dari pemberian dosis
resistensi bakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
pasien anak di rawat inap bangsal anak pada periode Januari-Juni 2014 dikaji dari
dilakukan dengan cara menghitung nilai PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD
(Defined Daily Dose). Pada penelitian ini digunakan metode PDD dan DDD 100
bed-days. Pertimbangan penggunaan metode PDD dan DDD 100 bed-days karena
penggunaan antibiotika di rumah sakit dapat digunakan nilai PDD atau DDD 100
bed-days. Hasil perhitungan dengan metode DDD dapat dibandingkan baik antar
bangsal, rumah sakit, kota maupun antar negara (WHO, 2003; Kemenkes,
2011).
Pada penelitian ini diperoleh 239 rekam medik yang memenuhi kriteria
inklusi selama periode Januari-Juni 2014. Dari 239 catatan medik tersebut,
didapatkan data mengenai pola penyakit berdasarkan diagnosis yang ditulis oleh
Data penggunaan antibiotika ini dihitung berdasarkan konsep DDD dan PDD,
data penggunaan antibiotika diperoleh dari data pasien anak yang menerima
Dari 239 rekam medik pasien anak rawat inap, pasien anak dengan jenis
kelamin laki-laki merupakan kelompok anak dengan jumlah paling banyak yaitu
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pada penelitian ini rentang umur pasien anak yang diteliti adalah umur
anak kurang dari 1 tahun sampai dengan 12 tahun. Pembagian usia anak
Sumarsono dan Sumedi (2009), usia anak dikelompokkan menjadi empat yaitu
infant (usia anak < 1 tahun), toddler (1 ≤ usia anak < 3 tahun), pre-school (3 ≤
usia anak < 6 tahun), school period (6 ≤ usia anak < 12 tahun). Jumlah
penggunaan antibiotika berdasarkan umur dari 239 pasien anak yang menerima
umur < 3 tahun sebanyak 45,2%. Pasien bayi yang berusia kurang dari 1 tahun
yang banyak terserang penyakit infeksi adalah anak dengan rentang usia 1 ≤ umur
< 3 tahun dan anak dengan usia < 1 tahun. Temuan ini sejalan dengan teori yang
telah dikemukakan pada telaah pustaka dimana pasien anak usia dibawah 1 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
10 kali lebih rentan terserang penyakit infeksi dikarenakan sistem imunitas yang
belum berkembang dengan sempurna (Shea et al., 2001). Jumlah pasien anak
Gambar 3.
A. Pola Penyakit
catatan medik pasien. Dari 239 catatan medik, diperoleh tiga penyakit yang paling
adalah Rino Faringitis Akut (RFA) sebanyak 42 pasien dan diurutan ketiga adalah
Diare Cair Akut (DCA) ditemukan pada 36 pasien. Pola penyakit selengkapnya
Tabel I. Diagnosis Penyakit pada Pasien Rawat Inap yang Menerima Antibiotika
di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni 2014
ditulis oleh dokter di catatan medis sebagian besar merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Tiga penyakit yang paling banyak ditemukan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
disebabkan karena infeksi bakteri yaitu Streptococcus grup A, dan penyakit Diare
Cair Akut (DCA) disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu Shigella, Salmonella,
antibiotika. Hasil penelitian serupa yang dilakukan di bangsal anak RSUP Dr.
Kariadi pada tahun 2012, urutan tiga teratas ditempati oleh demam tifoid, sepsis
penyakit yang sering dialami oleh pasien anak. Temuan ini juga serupa dengan
data dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY (2013) bahwa pada anak-anak masih
banyak didominasi oleh penyakit infeksi. Pada tahun 2012 misalnya, data anak-
yang diresepkan serta tercatat terdapat 483 kali pemakaian antibiotika. Antibiotika
yang paling banyak diresepkan adalah golongan sefalosforin (59,8%) dengan jenis
pengamatan pola peresepan golongan dan jenis antibiotika dapat dilihat dalam
Tabel II.
yang digunakan pada pasien anak rawat inap adalah penelitian tentang Kajian
Anak dengan Demam Tifoid di Kelas III dan Non Kelas III RSUP Dr. Kariadi
kloramfenikol (14,29%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel II. Frekuensi dan Presentase Penggunaan Antibiotika pada Pasien Rawat
Inap di Bangsal Anak RSUD Panembahan Senopati Periode Januari sampai Juni
2014 Berdasarkan Golongan dan Jenis Antibiotikanya
terapi empiris untuk penyakit infeksi yang belum dapat diketahui penyababnya,
penyakit infeksi bakteri pada pediatri (IDAI, 2008). Pada penelitian ini antibiotika
yang dapat melawan bakteri Gram positif maupun Gram negatif sehingga sering
digunakan sebagai terapi empiris pada pediatrik dengan penyakit infeksi bakteri
(Babu, 2011).
penelitian ini yaitu intravena dan oral. Rute pemberian yang paling banyak
31,1%
Intravena
68,9% Oral
N = 483
yang paling sering digunakan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal antara lain : pertama, pada pasien anak yang berusia < 6 tahun,
tablet) sulit untuk dilakukan. Anak biasanya akan menolak apabila diberikan
menelan sediaan serta rasa dari sediaan tablet yang biasanya pahit. Untuk itu
para tenaga kesehatan cenderung memberikan sediaan injeksi pada pasien anak
dimana sediaan injeksi ini biasanya dapat langsung dimasukkan melalui cairan
infus atau melalui conecta yang terpasang pada set infus (Shea et al., 2001).
cystitis, ISK (yang tidak menetap dan berulang), dan diare bakterial. Rute
tergolong sedang sampai berat (Kemenkes RI, 2011). Pada penelitian ini, banyak
ditemukan penyakit infeksi pada pasien anak rawat inap yang kategorinya
kategori penyakit infeksi yang sedang sampai berat (Reed and Glover., 2005;
dipilih untuk penyakit infeksi kategori sedang sampai dengan berat dikarenakan
onsetnya cepat dan bioavailibilitas sediaan yang diberikan melalui rute intravena
lebih tinggi daripada rute pemberian oral. Onset yang cepat dan bioavailibilitas
yang tinggi akan menyebabkan efek aksi antibiotika dalam menghambat atau
karena beberapa antibiotika memiliki nilai standar DDD WHO berbeda untuk
masing-masing rute pemberian. Salah satu contoh adalah nilai standar DDD untuk
nilai standar sebesar 0,5. Adanya perbedaan nilai standar dari masing-masing rute
penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika yang diperoleh.
Penentuan tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu antibiotika ditentukan oleh
perbandingan nilai DDD yang diperoleh dengan nilai DDD standar yang telah
ditetapkan. Nilai DDD dari suatu antibiotika dikatakan tinggi apabila nilai DDD
yang diperoleh lebih besar dari nilai DDD standar yang telah ditetapkan (WHO,
2012).
Bentuk sediaan yang paling sering digunakan dalam penelitian ini adalah
2,1%
28,8%
Injeksi
Tablet
69,1% Sirup
N = 483
antibiotika yang diresepkan pada pasien anak dapat dilihat pada Gambar 6.
antibiotika yang digunakan pasien per hari. Semakin tinggi frekuensi antibiotika
yang digunakan dalam satu hari, maka akan menyebabkan dosis penggunaan
(gram) antibiotika yang diterima oleh pasien. Semakin besar jumlah (gram)
PDD dari suatu jenis antibiotika semakin besar pula (WHO, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
5,8% 0,2%
30,4% 1 x sehari
2 x sehari
63,6% 3 x sehari
4 x sehari
N = 483
menjadi tiga kelompok yaitu lama penggunaan antibiotika 1 sampai 5 hari, lama
sampai 15 hari. Data mengenai lama penggunaan antibiotika dari setiap pasien
adalah selama 3-7 hari (Kemenkes RI, 2011). Pada penelitian ini lama
penggunaan antibiotika yang paling sering ditemukan adalah selama 1-5 hari.
antibiotika diresepkan dengan tujuan sebagai terapi empiris. Pada kasus terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
hal ini ikut berkontribusi terhadap besarnya jumlah pemakaian antibiotika yang
3 sampai dengan 7 hari (Coyle and Prince, 2005; Finch, 2010; Kemenkes RI,
2011). Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
PDD dan DDD. Semakin lama waktu penggunaan antibiotika pada saat pasien
menjalani rawat inap maka semakin besar dosis antibiotika yang diterima oleh
pasien tersebut. Semakin besarnya dosis antibiotika yang digunakan oleh pasien
per harinya akan memiliki kemungkinan untuk menyebabkan nilai DDD dan PDD
dari suatu jenis antibiotika akan semakin besar pula (WHO, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
0,2%
17,6%
1 sampai 5 hari
6 sampai 10 hari
82,2% 11 sampai 15 hari
N = 483
Pembagian lama rawat inap didasarkan pada studi dari beberapa literatur
dimana lama pengobatan serta perawatan untuk sebagian besar penyakit infeksi
sampai dengan pasien diperbolehkan keluar dari rumah sakit adalah sekitar 5
membagi lama rawat inap menjadi beberapa interval dengan jarak interval adalah
7 hari, sehingga lama rawat inap dibagi menjadi interval ≤ 7 hari (satu minggu),
8≤ lama rawat inap < 15 hari (atau 2 minggu), 15 ≤ lama rawat < 22 hari (tiga
minggu). Frekuensi lama hari rawat inap terbanyak adalah lama rawat inap pasien
anak ≤ 7 hari dengan presentase sebesar 67,8%. Distribusi lama rawat inap pasien
Selama periode Januari sampai dengan Juni 2014, tercatat total lama
rawat inap dari 239 pasien adalah 1346 hari. Total rawat inap pasien anak pada
penelitian ini digunakan dalam perhitungan DDD dimana total lama rawat inap
akan digunakan sebagai pembagi bersama nilai standar DDD WHO, jumlah
tempat tidur, bed occupation rate (BOR), dan jumlah hari dalam periode tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Berdasarkan rumusan dari metode DDD, nilai total lama rawat inap berbanding
terbalik dengan hasil nilai DDD yang akan didapat. Nilai DDD yang didapat akan
semakin kecil apabila nilai total lama rawat inap pasien semakin besar. Akan
tetapi besarnya nilai total lama rawat inap tidak selalu berarti nilai DDD akan
lebih kecil dan sesuai standar. Hal ini dapat terjadi karena pada kenyataannya
2008).
1,7%
Lama rawat inap ≤ 7 hari
30,5%
8 ≤ lama rawat inap < 15 hari
67,8%
15 ≤ lama rawat inap < 22 hari
N = 239
sesuai dengan hasil dari studi literatur yang telah didapatkan, dimana lama
dari rumah sakit adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari untuk sebagian besar
utama pada penelitian ini seperti pneumonia, diare, demam dengan kejang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
nasofaringitis, dan ISK dan penyakit utama lain yang jumlahnya kecil seperti
metode PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose) 100 bed-
days. Metode DDD (Defined Daily Dose) dipilih karena hasil penelitian
antar bangsal, rumah sakit, kota, bahkan antar negara sekalipun (WHO, 2003).
Prescribed Daily Dose (PDD) dapat menggambarkan jumlah harian dari obat
bangsal anak rawat inap selama periode Januari sampai Juni 2014 dengan total
nilai DDD 100 bed-days sebesar 60,2. Kode ATC serta nilai standar DDD WHO
dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 22,4, artinya adalah sebesar 22,4% dari
yang memiliki nilai DDD 100 bed-days paling tinggi adalah golongan penisilin
dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 31,7, artinya adalah sebesar 31,7% dari
mendapatkan antibiotika golongan penisilin setiap harinya. Hasil DDD 100 bed-
days ini dapat dibandingkan antar bangsal atau antar rumah sakit untuk
resistensi terhadap jenis dan golongan antibiotika tertentu. Nilai DDD 100 bed-
days masing-masing jenis dan golongan antibiotika tercantum pada Tabel III.
Tabel III. Nilai DDD 100 bed-days untuk Masing-Masing Jenis Antibiotika dan
Golongannya Beserta Kode ATC dan Standar DDD WHO
Nilai Nilai
Nilai DDD
Standar DDD
Golongan Jenis Kode per
DDD 100
Antibiotika Antibiotika ATC Golongan
WHO bed-
Antibiotika
(g) days
Sefotaksim (P) J01DD01 4 16,7
Sefiksim (O) J01DD08 0,4 8,1
Sefalosporin Seftriakson (P) J01DD04 2 1,1 26,1
Seftazidim (P) J01DD02 4 0,1
Sefadroksil (O) J01DB05 2 0,1
Amoksisilin (O) J01CA04 1 9,3
Penisilin 31,7
Ampisilin (P) J01CA01 2 22,4
Gentamisin (P) J01GB03 0,24 0,1
Aminoglikosida 0,4
Amikasin (P) J01GB06 1 0,3
Metronidazol J01XD01
Imidazol 1,5 1,0 1,0
(P)
Kloramfenikol J01BA01
Ampenikol 3 0,3 0,3
(P)
Rifampisin Rifampisin (P) J04AB02 0,6 0,2 0,2
Makrolida Eritromisin (P) J01FA01 1 0,5 0,5
TOTAL DDD 100 bed-days 60,2 60,2
Keterangan : P = Parenteral
O = Oral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Hasil dari perhitungan nilai DDD 100 bed-days dapat digunakan untuk
Bantul dan dapat dibandingkan antar bangsal atau antar rumah sakit. Nilai DDD
100 bed-days di bangsal anak rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
dilakukan pada pasien anak dengan demam tifoid di RSUP Dr. Kariadi pada tahun
2011. Hasil penelitian pada pasien anak dengan demam tifoid di RSUP Dr.
Kariadi Semarang memiliki nilai total DDD 100 bed-days sebesar 62,43.
Antibiotika yang memiliki nilai DDD paling besar adalah seftriakson dengan nilai
penggunaan antibiotika pada tahun 2005 dengan total nilai DDD 100 bed-days
sebesar 89,91 dan pada tahun 2006 total nilai DDD 100 bed-days sebesar 93,88.
Antibiotika yang paling banyak digunakan pada tahun 2005 dan 2006 adalah
antibiotika golongan Beta-lactam dengan nilai DDD 100 bed-days sebesar 36,0
pada tahun 2005 dan 30,44 pada tahun 2006 (Jasso, 2010). Apabila dibandingkan
dengan penelitian di sebuah rumah sakit di Mexico tersebut, maka nilai DDD 100
Penelitian serupa juga pernah dilakukan terhadap pasien anak di sebuah rumah
sakit di Cina selama tahun 2002 sampai 2006. Hasil dari penelitian tersebut
diperoleh nilai total DDD 100 bed-days pada tahun 2002 sampai 2006 secara
berturut-turut sebesar 62,2, 58,4, 65,8, 65,6, dan 49,9. Antibiotika yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(Zhang et al, 2008). Apabila dibandikan dengan penelitian di sebuah rumah sakit
di Cina tersebut, maka nilai DDD 100 bed-days di bangsal anak RSUD
yang tidak rasional pada pasien, terutama kerasionalan pada tepat dosis dan
yang melebihi nilai standar DDD WHO dalam penelitian ini menunjukkan
pasien rawat inap di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul pada
antar rumah sakit atau antar negara. Namun metode DDD memiliki beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
metode DDD bisa ditujukan untuk pasien anak apabila tersedia dosis harian dan
indikasi pada populasi anak tersebut. Selain itu, metode DDD ini hanya untuk
antibiotika dalam hal tepat indikasi dan tepat dosis karena hanya diperkirakan dari
jumlah (gram) antibiotika yang digunakan oleh pasien. Hasil yang diperoleh dari
menggunakan metode PDD (Prescribed Daily Dose). Pada penelitian ini kuantitas
jenis antibiotika yang digunakan di bangsal anak rawat inap selama periode
Januari sampai dengan Juni 2014 didapatkan total nilai PDD sebesar 283,2. Hasil
adalah antibiotika jenis sefotaksim yaitu dengan nilai PDD sebesar 154,3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kemudian di urutan kedua adalah ampisilin dengan nilai PDD sebesar 90,3, dan
diikuti oleh amoksisilin dengan nilai PDD sebesar 16,5. Nilai PDD untuk masing-
Tabel IV. Nilai Prescribed Daily Dose (PDD) untuk Masing-Masing Jenis
Antibiotika dan Golongannya selama Periode Januari sampai Juni 2014
antibiotika yang memiliki nilai PDD sangat besar. Golongan antibiotika yang
memiliki nilai PDD tinggi adalah golongan sefalosporin sebesar 169,8 dan
disebabkan karena jumlah (g) antibiotika yang diresepkan dan berat badan pasien.
Metode PDD dipengaruhi oleh berat badan pasien sehingga apabila karakteristik
pasien di tempat penelitian menunjukkan keadaan overweight maka hal ini akan
menyebabkan nilai PDD akan cenderung besar (Bro and Mabeck, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Rangkuman nilai PDD dan DDD 100 bed-days untuk masing-masing jenis
Tabel V. Rangkuman Nilai PDD dan DDD 100 bed-days untuk Masing-masing
Jenis Antibiotika dan Golongannya selama Periode Januari sampai Juni 2014
antibiotika yang memiliki nilai PDD lebih tinggi dibandingkan dengan nilai DDD
Antibiotika amikasin dan rifampisin memiliki nilai PDD dan DDD 100 bed-days
yang sama. Apabila terdapat perbedaan antara nilai PDD dan nilai DDD 100 bed-
days yang diperoleh, maka perlu diadakan evaluasi mengenai faktor-faktor yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
mempengaruhi nilai PDD dan DDD 100 bed-days. Karena metode PDD tidak
apakah nilai PDD yang tinggi terkait dengan tingkat keparahan infeksi yang
rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan metode PDD dan DDD 100 bed-
days belum pernah dilakukan sejauh penelusuran pustaka oleh peneliti. Penelitian
peresepan antibiotika pada pasien pediatrik dan neonatus di empat rumah sakit
dari tiga negara yang ada di Eropa. Hasil dari penelitian ini adalah total nilai PDD
100 bed-days pada rumah sakit pertama sebesar 50,0, di rumah sakit kedua
sebesar 18,5, di rumah sakit ketiga sebesar 24,4, dan di rumah sakit keempat
sebesar 39,6. Total nilai DDD 100 bed-days untuk rumah sakit pertama sebesar
21,9, untuk rumah sakit kedua sebesar 14,8, untuk rumah sakit ketiga sebesar
24,2, dan untuk rumah sakit keempat sebesar 15,8. Antibiotika golongan
rumah sakit tersebut (Porta, 2012). Apabila dibandingkan dengan penelitian pada
empat rumah sakit di tiga negara di Eropa tersebut, maka total nilai PDD dan
DDD 100 bed-days di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul lebih
tinggi daripada di rumah sakit di Eropa. Namun hasil penelitian yang diperoleh di
dilakukan oleh Porta (2012) dimana nilai PDD yang diperoleh lebih besar
membandingkan PDD (Prescribed Daily Dose) dan DDD (Defined Daily Dose)
periode 1 Januari sampai 31 Desember 2001. Hasil dari penelitian ini adalah
lebih besar dari nilai DDD. Metode DDD tidak menggambarkan jumlah dosis
bahwa terdapat beberapa antibiotika yang memiliki nilai PDD lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai DDD 100 bed-days, antibiotika tersebut antara lain
hasil penelitian serupa sebelumnya yang menyatakan bahwa nilai PDD antibiotika
lebih besar daripada nilai DDD. Adanya perbedaan nilai PDD dan DDD ini dapat
Tingginya nilai DDD dan PDD dipengaruhi oleh jumlah (g) pemakaian
antibiotika yang ditentukan oleh banyaknya dosis yang dipakai pasien selama
pasien menjalani rawat inap. Apabila dosis yang diberikan berlebihan maka nilai
PDD dan DDD akan cenderung semakin tinggi. Nilai PDD juga dipengaruhi oleh
berat badan dari pasien, apabila dosis antibiotika yang diberikan berlebihan dan
berat badan pasien besar, maka nilai PDD akan cenderung tinggi (WHO, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
juga diduga disebabkan oleh pemakaian frekuensi aturan pakai yang diberikan
terutama untuk antibiotika yang sering menggunakan aturan pemakaian lebih dari
1 x sehari (Carolina, 2014). Dugaan ini didukung dengan hasil yang didapatkan
pada penelitian ini, dimana beberapa antibiotika yang memiliki nilai PDD dan
sehari.
Nilai PDD dan DDD juga dipengaruhi oleh berat badan paisen. Pasien
dengan bobot badan yang lebih besar akan memiliki nilai PDD dan DDD yang
besar karena pada pasien anak dosis dihitung serta ditentukan dengan berat badan
keadaan overweight lebih banyak maka hal ini akan berpengaruh pada nilai PDD
pemilihan dan penggunaan antibiotika terutama dalam hal ketepatan dosis dan
indikasi. Hal ini disebabkan karena metode tersebut tidak dipengaruhi oleh
indikasi, usia dan jenis kelamin pasien sehingga tidak dapat menggambarkan
dengan tingkat keparahan infeksi yang dialami pasien (Bro and Mabeck, 1986).
penggunaan antibiotika seperti tepat penderita, tepat obat dan waspada ESO
antibiotika yang diberikan serta pertimbangan terhadap kondisi klinis pasien, juga
merupakan golongan yang paling banyak digunakan dengan total penggunaan 288
kali selama periode Januari-Juni 2014. Nilai PDD 100 bed-days untuk golongan
sefalosporin merupakan nilai PDD paling tinggi yaitu sebesar 169,32 dan nilai
digunakan pada pasien anak, serta untuk antibiotika oral golongan sefalosporin
generasi ketiga yang paling banyak digunakan pada pasien anak adalah sefiksim
(Bueno and Stull, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat
Bantul.
selain memiliki aktivitas untuk melawan infeksi bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif juga memiliki aktivitas yang lebih kuat untuk melawan infeksi bakteri
dapat digunakan sebagai terapi empiris dari berbagai jenis infeksi sehingga
golongannya sebagai first-line terapi (Bueno and Stull, 2009; Pradipta dkk.,
2012).
ampisilin tercatat memiliki nilai PDD sebesar 90,34 dan nilai DDD 100 bed-days
sebesar 22,36, serta amoksisilin tercatat memiliki nilai PDD sebesar 16,50 dan
influenza, Escheria coli, dan Proteus mirabilis sehingga ampisilin banyak dipilih
sebagai first-line terapi dan terapi empiris untuk berbagai jenis infeksi (Permenkes
RI, 2011).
Selain itu, penisilin juga merupakan salah satu first-line terapi untuk
kasus pneumonia pada semua usia. Ampisilin memiliki toksisitas yang rendah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
serta komplikasi candida rendah. Hal ini menyebabkan ampisilin banyak dipilih
sebagai pilihan utama untuk terapi infeksi (Resse, Beets and Gumustop, 2000).
penisilin perlahan mulai ditinggalkan sebagai terapi lini pertama dan beralih pada
BAB V
A. Kesimpulan
82.2%.
(154,3). Antibiotika yang memiliki nilai DDD 100 bed-days paling tinggi
DDD 100 bed-days paling besar adalah sefotaksim dengan nilai PDD
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
B. Saran
yang dapat mempengaruhi tingginya nilai PDD dan DDD, misalnya aturan
tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan waspada ESO (Efek Samping
melihat tingginya hasil nilai PDD dan DDD 100 bed-days yang diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani, Y., Agusdini, B., dan Erliana, 2013, Evaluasi Penggunaan Antibiotika
di Ruang HCU dan Ruang ICU Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Februari-Maret 2012, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, No. 2, 11:182-
190.
Babu, T.A., and Vijayan, S., 2011, Cefotaxime Induced Near-fatal Anaphylaxis in
a Neonate: A case report and review of literature, Indian J Pharmacol,
43(5):611-612.
Bari, S.B., Mahajan, B.M., and Surana, S.J., 2008. Resistance to antibiotic : A
challenge in chemotherapy, Indian journal of pharmaceutical education
and research, 43, 255-260.
Bauchner H., Pelton S.I., Klein J.O., 1999, Parents, Physicians, and
Antibiotic Use,Pediatrics, 103:395–402.
Blondeau, J.M., 2001, Apropriate Antibiotic Use – Past Lessons Provide Future
Direction, Royal Society of Medicine Press, London, pp. 1-9.
Bueno, S.C. and Stull, T.L., 2009, Antibacterial Agents in Pediatrics, Infect Dis
Clin N Am, 23 : 865–880.
Departemen Kesehatan RI, 2008, Daftar Obat Esensial Nasional 2008, Jakarta,
pp. 36-40.
Dinkes DIY., 2013, Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012,
Yogyakarta, pp. 32-33.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, G.B., and Posey,
L.M., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th edition,
McGraw-Hill, New York, pp. 618, 1768, 1785.
Farida, H., 2005, Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Anak Dengan Demam Pra
dan Pascapelatihan Dokter Tentang Penggunaan Antibiotik Yang Tepat di
Bagian Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2004, Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Finch, R.G., 2010, Antibiotic and Chemotheraphy, 9th ed., Elsevier, United
Kingom, pp. 112.
Gunawan, S.G., Setiabudi, R., Nafrialdi, Elysabeth, (Ed), 2007, Farmakologi dan
Terapi, Edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal.585-595.
Hadi, U., Deurink, D.O., Lestari, E.S., Nagelkerke, N.J., Werter, S., Keuter, M., et
al, 2008, Survey of Antibiotic Use of Individual Visiting Public
Healthcare Facilities in Indonesia,
https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/13822/03.pdf?seque
nce=4, diakses tanggal 20 Maret 2014.
Hardman, J.G., and Limbird, L.E., 2012, Goodman and Gilman Dasar
Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa
Sekolah Farmasi ITB, ECG, Jakarta, hal.1117.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Ieven, M., Van Loorven, M., Sudigdoadi, S., Rosana, Y., Goossens, W.,
Lammens, C., et al, 2003, Antimicrobial Suspectibilities of Neisseria
gonorrhoeae Strains Isolated in Java, Indonesia, Sex Trans Dis, 30 : 25-30.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis,
Penerbit Jakarta, hal. 66, 72.
Imron, M.T.A., dan Amrul, M., 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan,
Sagung Seto, Jakarta, hal. 117-118.
Jasso, L., 2010, Use of Defined Daily Doses per 100 bed-days for Measuring
Consumption of Antiinfectives in a Pediatric Hospital, Am J Health-Syst
Pharm, 67:14-15.
Kurniawan, A., Tri, L., dan Rohmadi, 2010, Analisis Pemanfaatan Data Sensus
Harian Rawat Inap Untuk Pelaporan Indikator Pelayanan Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeroto Ngawi, Jurnal Kesehatan, No. 2,
6:62-86.
Lestari, W., Almahdi, A., Zubir, N., dan Darwin, D., 2011, Studi Penggunaan
Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di
Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang, Laporan
Penelitian, Fakultas Farmasi Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Muller, A., Monnet, D.L., Daniel T.D., Henon, T., Bertrand, X., 2006,
Discrepancies Between Prescribed Daily Dose and WHO Defined Daily
Dose of Antibacterials at A University Hospital, Br J Clin Pharmacol ;
61(5): 585-591.
Nelwan, R. H. H., 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi III, Balai
Penerbitan FK UI, Jakarta, hal. 1700-1702.
Porta, A., Hsia, Y., Doerholt, K., Spyridis, N., Bielicki, J., Menson, E., et al.,
2012, Comparing neonatal and paediatric antibiotic prescribing between
hospitals: a new algorithm to help international benchmarking, J
Antimicrob Chemother, 67: 1278– 1286.
Pradipta, I.S., Febriana, E., Ridwan, M.H., Ratnawati, R., 2012, Identifikasi Pola
Penggunaan Antibiotik Sebagai Upaya Pengendalian Resistensi
Antibiotik, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, No. 1, 1: 12-18.
Reese, R.E., Beets, R., and Gumustop, B., 2000, Handbook of Antibiotics, 3rd
edition, Lippicont Williams and Wilkins, Philadelphia, pp. 861.
Sari, N.M., 2011., Gambaran Perbedaan Antara Prescribed Daily Dose Dengan
WHO Defined Daily Dose Pada Peresepan Antibiotik Untuk Pasien Rawat
Jalan Di Puskesmas Ngemplak I Sleman Yogyakarta Selama Tahun 2009,
Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Schmitz, G., Hans, L., and Michael H., 2009, Farmakologi dan Toksikologi, Edisi
3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 487-494.
Shea, K., Florini, K., and Barlam, T., 2001, When Wonder Drugs Don’t Work:
How Antibiotic Resistance Threatens Children, Seniors, and the Medically
Vulnerable, http://www.environmentaldefense.org, diakses tanggal 19
November 2014.
Tan H.T., dan Rahardja, K., 2003, Obat-obat Penting, Edisi ke-5, Gramedia,
Jakarta, pp. 56.
Tjaniadi, P., Lesmana, M., Subekti, D., Machpud, N., Komalarini, S., Santoso,
W., et al, 2003, Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens
Associated with Diarrheal Patient in Indonesia, Am J Trop Med Hyg,
68: 666-670.
World Health Organization., 2001, World Health Day 2011 Policy Package to
Combat Antimicrobial Resistance, No date [cited 2012 Feb 7]. Available
from: www.who.int/world-health-
day/2011/presskit/WHDIntrototobriefs.pdf
World Health Organization, 2012, Guidelines for ATC Classification and DDD
Assignment 2013,
http://www.whocc.no/filearchive/publications/1_2013guidelines.pdf,
diakses tanggal 17 Oktober 2014.
Zhang, W., Shen, X., Wang, Y., Chen, Y., Huang, M., Zeng, Q., et al, 2008,
Antibiotic Use in Five Children's Hospitals during 2002-2006: The Impact
of Antibiotic Guidelines Issued by The Chinese Ministry of Health,
Pharmacoepidemiol Drug Saf, 17(3):306-11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Usia : tahun
Rute Pemberian
Lama Penggunaan
Antibiotika
Indikasi
Penggunaan
Jumlah Antibiotik
yang Diberikan
Keterangan
Berhenti Pemakaian
Masalah yang
timbul dan
Rekomendasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
BIOGRAFI PENULIS
Pharmacy Performance and Event Cup 2012 sebagai Koordinator sie. Acara,
Panitia Pharmacy Competition 2013 sebagai Koordinator sie. Acara. Penulis juga
aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu UKF Agama Hindu sebagai wakil
ketua. Selain itu penulis juga aktif mengikuti seminar di dalam maupun di luar
kampus.