Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari


ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat
intensitas yang berbeda. Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan
lingkungan di kota-kota besar.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996,


definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat atau waktu tertentu yang dapat mengganggu kenya manan lingkungan dan
dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia.

Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui
telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telfon, bunyi mesin
cetak, dan sebagainya. Namun, sering bunyi tersebut meskipun merupakan bagian
dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin
diesel yang melebihi ambang batas pendengaran. Bunyi yang tidak kita inginkan
atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan (Notoatmodjo,
2011).

Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yangsering dijumpai


ditempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yangberlebihan dapat merusak
kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli)dan juga dapat mempengaruhi
anggota tubuh yang lain termasuk jantung (Soeripto, 2008).

B. Tujuan
1) Untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
2) Untuk mengetahui pengoperasian alat pengukur kebisingan.
C. Manfaat
1) Mahasiswa mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
2) Mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Kerja


Menurut Sedarmayanti (2009) definisi lingkungan kerja yaitu keseluruhan
alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang
bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok.

Menurut Lewa dan Subowo (2005) lingkungan kerja didesain sedemikian


rupa agar dapat tercipta hubungan kerja yang mengikat pekerja dengan
lingkungannya. Lingkungan kerja yang baik yaitu apabila karyawan dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.

B. Pengertian Kebisisngan

Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-


48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan.

Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualiyas bunyi yaitu frekuensi dan


intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di
telinga setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energy
yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas bunyi
menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang
berbeda (Mulia, 2005).

C. Jenis-jenis Kebisingan

Berdasarkan atas sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi
atas 5 (Buchari, 2007):

a) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas. Bising ini relative
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.

b) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga
relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c) Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus


menerus, melainkan ada periode relative tenang. Misalnya suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang.

d) Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, dan meriam.

e) Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini
terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.

D. Sumber Kebisingan

Dilihat dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan
lainnya.
E. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti


gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.
Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap kesehatan
pekerja sebagai berikut (Buchari, 2007):

a. Gangguan Fisiologis Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,


peningkatan nadi, basal metabolism, konstruksi pembuluh darah kecil
terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,


kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka
waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis,
penyakit jantung koroner, dan lain-lain.

c. Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya


pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru
yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya
akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.

d. Gangguan Keseimbangan Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan


gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.

e. Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian) Diantara sekian banyak


gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran
adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran atau ketulian, ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya
bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus ditempat bising tersebut
maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
F. Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakukan


peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan
bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier)
pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar
(Mulia, 2005). Selain itu, terdapat pula cara-cara pengendalian kebisingan sebagai
berikut (Soeripto, 2008):

a. Pengendalian secara tehnis, yaitu menggunakan atau memasang pembatas atau


tameng yang dikombinasikan dengan akustik (peredam suara) yang dipasang
di langit-langit.

b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan mengurangi waktu pemajanan


tenaga kerja dengan cara mengatur jam kerja, sehingga masih dalam batas
aman.

c. Pengendalian yang bersifat medis, yaitu pemeriksaan kesehatan secara teratur,


khususnya pemeriksaan audiometric.

d. Penggunaan alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakanear plug dan ear
muff.

e. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan merupakan upaya dalam pembentukan


sikap selamat dan sikap yang konstruktif dan menghilangkan prasangka yang
merugikan.

G. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman


untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi
dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus
tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum
bekerja adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No.


KEP-51/MEN/1999
BAB III

METODOLOGI
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/6772609/laporan_KEBISINGAN

https://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambang-
dan-zona-kebisingan/

https://core.ac.uk/download/pdf/12347113.pdf

Anda mungkin juga menyukai