Anda di halaman 1dari 15

Keperawatan Anak, Lontara 4 Atas Belakang

Minggu : III

LAPORAN PENDAHULUAN

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

FILDA AWLIYA AL GAZALI


R014182011

PRESEPTOR INSTITUSI PRESEPTOR LAHAN

(................................................. ) (................................................. )

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB 1
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Pneumonia merupakan suatu peradangan pada paru yang dapat
disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, maupun
parasit. Sedangkan peradangan pada paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003). Pneumonia adalah proses inflamator
parenkim paru yang umumnya disebabkan agen infeksius. Pneumonia adalah
penyakit infeksius yang sering menyebakan kematian di Amerika Serikat
(Smeltzer & Bare, 2006). Community acquired pneumonia merupakan penyakit
infeksi yang sangat sering ditemukan dan menyebabkan jumlah kematian yang
tinggi pada balita di negara berkembang khususnya di Indonesia (Baharirama &
Artini, 2017). Pada perkembangannya, berdasarkan tempat terjadinya infeksi,
dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-
acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan
pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP),
bila infeksinya didapat di rumah sakit.
B. Anatomi Paru
Deskripsi awal dari pneumonia difokuskan pada anatomi atau penampakan
patologi dari paru - paru,baik melalui inspeksi langsung pada waktu otopsi atau
melalui mikroskop. Pneumonia lobarik adalah infeksi yang hanya melibatkan satu
lobus atau bagian dari paru. Pneumonia lobarik sering disebabkan Streptococcus
pneumoniae. Pneumonia multilobar melibatkan lebih dari satu lobus dan sering
merupakan penyakit yang lebih berat dari pneumonia lobarik. Pneumonia
interstisial melibatkan area di antara alveoli dan munkin disebut sebagai
“pneumonia interstisial.” Pneumonia interstisial lebih sering disebabkan oleh
virus atau oleh bakteri atipikal.
Penemuan x - ray membuat menjadi mungkin untuk menentukan anatomi
tipe dari pneumonia tanpa pemeriksaan langsung dari paru pad otopsi dan
mengarah pada perkembangan dari klasifikasi radiologi. Penyelidikan awal
membedakan antara pneumonia lobar dan atipikal (contoh:Chlamydophila) atau
pneumonia yang disebabkan oleh virus menggunakan lokasi,distribusi dan
penampakan dari opasitas yang mereka lihat pada foto x – ray (Smeltzer & Bare,
2006).
Penemuan x - ray dapat digunakan untuk membantu memprediksi bagian
dari penyakit,meskipun tidaklah mung kin untuk secara jelas menentukan
penyebab mikrobiologi dari pneumonia didasarkan hanya pada x - ray. Dengan
datangnya mikrobiologi modern, klasifikasi yang berdasar penyebab
mikroorganisme menjadi mungkin. Menentukan mikroorganisme mana yang
menjadi penyebab pneumonia pada masing - masing individu merupakan
langkah penting dalam menentukan jenis perawatan dan lamanya.Kultur
sputum,kultur darah,tes pada sekret pernapasan dan tes darah spesifik digunakan
untuk menentukan klasifikasi mikrobiologi. Karena beberapa tes laboratorium
umumnya memakan waktu beberapa hari,klasifikasi mikrobiologi biasanya tidak
mungkin pada saat awal diagnosis (Fransisca S., 2004).
C. Patofisiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Mekanisme
pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran
napas, paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak
masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan tersebut adalah :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
• Reepitelisasi saluran napas
• Aliran lendir pada permukaan epitel
• Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"
• Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
• Komponen mikroba setempat
•Sistem transpor mukosilier
•Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme
pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya
mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme
keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan.
Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian
pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret
yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi
infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".
2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :
• Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
• Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
• Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
•Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan
paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10
% dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko
untuk terjadi infeksi saluran napas atas yang berulang. Bakteri yang sering
mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim
proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia
spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak
IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas
menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran
napas bawah.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik Mekanisme pertahanan
saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan komponen
seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan
pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi
glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam
keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi
memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah.
Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke
saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan
virus dapat merusak gerakan silia.
4. Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway" Bronkiolus dan
alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :
• Cairan yang melapisi alveol :
a. Surfaktan Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa
komponen SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat
fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag.
b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.
• IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
• Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
• Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P.
aeruginosa)
• Mediator biologi Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk
C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin, leukotriene.

D. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti
yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti
adalah bakteri Gram negatif (PDPI, 2003).
E. Manifestasi Klinis
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat berrnafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi
redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. Batuk-batuk bertambah,
perubahan karakteristik dahak / purulent, suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat
demam, pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki, leukosit > 10.000 atau < 4500 (Baharirama & Artini, 2017).
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat
secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat
positif pada 20 - 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik (Smeltzer & Bare, 2006).
G. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik
misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Menurut ATS (2001) dalam PDPI
(2003), yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah:

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

• Umur lebih dari 65 tahun

• Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

• Pecandu alkohol

• Penyakit gangguan kekebalan

• Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

• Penghuni rumah jompo

• Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

• Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

• Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

• Bronkiektasis

• Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

• Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

• Gizi kurang

Penatalaksanaan CAP dibagi menjadi:

a. Penderita rawat jalan

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi


- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

 Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik


Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen.

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.

• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam.

• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.


H. Web Of Caution (WOC)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian dasar
a. Anamnesa.
1) Identitas pasien .
2) Identitas penanggung jawab pasien.
b. Keluhan utama.
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh klien saat pengkajian yaitu nyeri
dada dan sesak.
c. Riwayat kesehatan terdahulu.
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama atau pernah
dirawat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan sekarang.
Sesak yang dialami pasien dan kondisi fisik serta keadaan umum pasien seperti
apa.
2. Focus pengkajian.
a. Aktivitas/istrahat
Dikaji ativitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan dianjurkan
bedrest
b. Sirkulasi.
Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon inflamasi.
c. Eliminasi.
Frekuensi pengeluaran urin dan feses setiap harunya beserta karakternya.
d. Pernapasan.
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Intoleransi Aktivitas
c. Hipertermi
4. Rencana Keperawatan
Diagnosa NIC NOC Rasional
Keperawatan
Ketidakefektifan Pengelolaan jalan nafas: Status Respirasi: 1. a. Kedalaman inspirasi dan
Pola Nafas Fasilitasi untuk kepatenan jalan nafas. Pergerakan udara ke dalam dan ke kemudahan bernafas merupakan
1. a. Pantau kecepatan,irama, kedalaman luar paru-paru. indicator efektif atau tidaknya pola
dan usaha respirasi. Ditandai dengan indikator: nafas.
2. b. Informasikan kepada pasien dan
1. a. Kedalaman inspirasi dan
2. b. Tidak adanya otot bantu
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk kemudahan bernafas. pernafasan menandakan pola nafas
meningkatkan pola pernafasan 2. b. Tidak ada otot bantu. dalam keadaan normal
3. c. Berikan obat nyeri untuk
3. c. Bunyi nafas tambahan tidak ada. 3. c. Pada pernafasan normal tidak
pengoptimalan pola pernafasan. 4. d. Nafas pendek tidak ada. terdengar suara nafas tambahan.
4. d.Posisikan pasien untuk 4. d. Nafas pendek menandakan pola
mengoptimalkan pernafasan. nafas terganggu.

Hipertermi NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. pantau suhu dan tanda – tanda a. Memperbaiki TTV
selama 3x24 jam diharapkan: vital lainnya
a. Suhu tubuh dalam rentang normal b. monitor warna kulit dan suhu b. Mengurangi risiko kejang
b. Nadi dan RR dalam rentang c. monitor asupan dan keluaran,
c. Memperbaiki KU
normal sadari perubahan kehilangan
c. Tidak ada perubahan warna kulit cairan yang tak dirasakan d. Memperbaiki cairan elektrolit
dan tidak ada rasa pusing d. beri obat atau cairan IV (mis
antipiretik, anti bakteri, dll) dalam tubuh
e. tutup pasien dengan selimut atau
pakaian ringan, tergantung pada
fase demam
f. dorong konsumsi cairan
g. fasilitasi untuk istirahat,
terapkan pembatasan aktivitas;
jika diperlukan
h. berikan oksigen yang sesuai
i. tingkatkan sirkulasi udara
j. pastikan langkah keamanan
pasien yang gelisah atau
mengalami delirium
k. lembabkan bibir dan mukosa
hidung yang kering
Intoleransi NOC: NIC : a. Meningkatkan aktivitas
Aktivitas klien yang masih dapat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen energi
3x24 jam, pasien mampu bertoleransi ditoleransi
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil : a. Kaji status fisiologis pasien
b. Melatih klien untuk tetap
Kelelahan : efek yang mengganggu yang menyebabkan kelelahan
a. Tidak terjadi penurunan energi. sesuai dengan konteks usia dan beraktivitas sebagai proses
b. Tidak ada gangguan dengan aktivitas perkembangan.
pemulihan fisik bertahap
sehari – hari. b. Pilih intervensi untuk
c. Tidak terdapat perubahan nutrisi. mengurangi kelelahan baik c. Memperbaiki edaran darah
d. Tidak ada malaise. secara farmakologi maupun non
di seluruh tubuh
farmakologi dengan tepat.
Daya tahan c. Tentukan jenis dan banyaknya
a. Dapat melakukan aktivitas rutin. aktivitas yang dibutuhkan untuk
b. Pemulihan energi saat istirahat tidak menjaga ketahanan.
terganggu. d. Monitor intake dan output
c. Konsentrasi dan daya tahan otot tidak nutrisi untuk mengetahui
terganggu. sumber energi yang adekuat.
e. Bantu pasien memproritaskan
kegiatan untuk mengakomodasi
energi yang diperlukan.
Daftar Pustaka

Baharirama, M. V., & Artini, I. G. A. (2017). ISSN : 2303-1395 POLA PEMBERIAN


ANTIBIOTIKA UNTUK PASIEN COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA ANAK
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD BULELENG TAHUN 2013, 6(3), 5–10.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC). Indonesia: Elsevier.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses:


Defenitions and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.

Fransisca S. (2004). Pneumonia. Fakultas Kedokteran Kusuma. Surabaya, 3–12.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
classification. (I. Nurjanah, & R. D. Tumanggor, Eds.) united kingdom: Elsevier.

Nanda International. (2016). Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifilasi 2015-2017. (T.
H. Herdman, & S. Kamitsuru, Eds.) Jakarta: EGC.

PDPI. (2003). Pneumonia komuniti 1973 - 2003. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2006). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
PKDM Pneumonia

Jamur, virus, mycoplasma, bakteri


terhiru

Menembus pertahanan paru


Hipertermi

Peningkatan suhu tubuh Masuk ke alveoli

Terjadi proses peradangan


Peningkatan konsentrasi protein
infeksi
cairan alveoli
Eksudat dan serosus masuk ke
Kerja sel goblet
dalam alveoli
meningkat
Suplai Tekanan hidrostatik
oksigen dan osmosis meningkat
SDM dan leukosit PMN
Produksi sputum menurun
mengisi alveoli
meningkat
Difusi menurun
Konsolidasi di alveoli Intoleransi
Akumulasi sputum di
jalan nafas akivitas
Akumulasi cairan di alveoli
Konsolidasi di paru

Gg. Pertukaran gas


Ketidakefektifan Compliance paru menurun
bersihan jalan napas

Ketidakefektifan pola napas

Anda mungkin juga menyukai