Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan
oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada
fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan
hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.
Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang
menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini
terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas
hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium
kurang lebih 67% dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara
ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian,
dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah
kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai
1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah
ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah
korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu
jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi.
Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

II. Rumusan Masalah


a. Apa itu fraktur?
b. Bagaimana penanganan fraktur post orif?
c. Bagaimana merumuskan asuhan keperawatan dan intervensinya?
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

B. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000:
346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)

D. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

E. Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan /
tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-
union, dan infeksi tulang.
F. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
hari setelah cedera.

G. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
a. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
a. Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

H. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
I. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
b. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
c. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
d. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik :

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada
struktur lain. Yang perlu di kaji adalah :

a. Aktifitas/istirahat :

Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena mungkin segera


akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan
nyeri.

b. Sirkulasi:

Tanda :

1. Peningakatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap


nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila
terjadi perdarahan.
2. Takikardi
3. Penurunan/ tak ada denyut nadi pada bagian yang cedera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada area fraktur.
c. Neurosensori:

Gejala :

Hilang gerakan/sensasi

Kesemutan (parestesia)

Tanda :

1. Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, dan


krepitasi,spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
2. Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena cedera atau
akibat pembengkakan jaringan dan nyeri
3. Agitasi, mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/Kenyemanan:

Gejala :

Nyeri yang hebat tiba-tiba pada lokasi cedera mungkin terlokalisir pada area
fraktur, berkurang pada imobilisasi.

Spasme/kram otot setelah imobilisasi.


e. Keamanan

Tanda :

1. Laserasi kulit, perdarahan


2. Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba).
f. Penyuluhan/pembelajaran :

Imobiisasi

Bantuan aktivitas perawatan diri. Prosedur terapi medis dan keperawatan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d gejala terkait penyakit
2. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d gejala terkait penyakit

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan rasa
nyaman (nyeri) dapat berkurang/hilang.

Kriteria hasil : nyeri berkurang/hilang,klien dapat menggungkapkan rasa nyaman

Intervensi :

1. Kaji skala nyeri


2. Berikan posisi nyaman/relaks pada klien
3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
4. Kolaborasi pemberian analgetik

2. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri saat mobilisasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
mobilitas fisik
Kriteria hasil : klien dapat melakukan aktivitas
Intervensi :

1. Kaji tingkat mobilisasi klien


2. Berikan latihan ROM
3. Anjurkan penggunaan alat bantu, jika diperlukan.
4. Pastikan dampak penyakit terhadap kebutuhan mobilisasi.
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ansietas klien
dapat berkurang.

Keriteria hasil : klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya

Intervensi :

1. Bantu klien mengungkapkan perasaan cemas atau takut


2. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya
3. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita klien

Anda mungkin juga menyukai