KONSTRUKSI BENDUNGAN II
Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Konstruksi Bendungan II yang diampu
oleh Dr. Ir. Aniek Masrevaniah, Dipl.HE.
Disusun oleh:
a. Tinggi bendungan
Tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi permukaan pondasi dan
elevasi mercu bendungan. Untuk menentukan tinggi bendungan secara optimal harus
memperhatikan tinggi ruang bebas dan tinggi air untuk operasi waduk (Soedibyo,
1993 : 219).
Untuk menentukan tinggi bendungan terlebih dahulu harus menentukan tinggi
jagaan (Hf ) yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
ℎ𝑒
Hf ≥ Δh + (hw atau ) +ha + hi
2
dengan:
∆h = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk yang terjadi akibat
timbulnya banjir abnormal
hw = Tinggi ombak akibat tiupan angin
he = Tinggi gelombang akibat gempa
hd = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila terjadi
kemacetan–kemacetan pada pintu bangunan pelimpah
hi = Tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk
dengan:
c. Panjang bendungan
Panjang bendungan adalah seluruh Panjang mercu bendungan yang
bersangkutan, termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua sisi
ujung mercu tersebut.
d. Kemiringan lereng bendungan
Pada tubuh bendungan urugan mempunyai kemiringan lereng tertentu, dalam
perencanaannya dapat menggunakan persamaan berikut:
dengan :
FShulu = faktor keamanan lereng bagian hulu
FShilir = faktor keamanan lereng bagian hilir
m = kemiringan lereng hulu
n = kemiringan lereng hilir
k = koefisien gempa
yang diperhitungkan selain dari tata guna lahan di hulu, juga berasal dari sedimen di
alam yang terbawa sungai.
Alasan utama penggunaan model USLE untuk memprediksi erosi DAS karena
model tersebut relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah
diperoleh (biasanya tersedia dan dapat dengan mudah diamati di lapangan).
Metode ini pertama kali diusulkan oleh Lane dan Koezler ( 1935 ), yang
kemudian dikembangkan oleh Borland Miller (1958, dalam USBR,1973) dan Lara
(1965, dalam USBR,1973). Dengan metode ini dapat diprediksi bagaimana sedimen
terdistribusi di dalam waduk pada masa-masa yang akan datang. Dalam perhitungan
ini sebagai acuan untuk menentukan usia guna waduk berdasar pada hubungan fungsi
antara luas genangan dengan elevasi genangan dan kapasitas tampungan. Sebagai
patokan elevasi pintu pengambilan sebagai acuannya. Sehingga apabila elevasi pintu
pengambilan akan dicapai oleh elevasi endapan sedimen, maka kegiatan operasional
waduk akan terganggu, yang pada akhirnya secara teknis akan mengakibatkan tidak
berfungsinya waduk. Setelah dihitung debit sedimen per tahunnya, baru dapat
diperkirakan volume tampungan sedimen.
Letak intake diletakkan dengan ketinggian H lebih tinggi dari puncak elevasi
tampungan mati. Sedangkan untuk diameter intake, dapat disesuaikan dengan
kebutuhan di hilir PLTA , irigasi, air baku. Intake dapat terdiri dari single conduit
ataupun double conduit.
Posisi Intake
Muka air waduk terendah yang diperoleh agar fungsi dari intake power tetap
berfungsi.
Muka air yang di ukur dari dasar bendungan mencakup volume tampungan mati,
dan volume tampungan efektif. Dimana volume tampungan efektif adalah MAN-
MOL. Full Supply Level adalah keadaan dimana volume air yang dapat ditampung
oleh bendungan, dibawah jagaan untuk tampungan Muka Air Banjir dan bantuan
spillway.
Muka air banjir adalah elevasi muka air waduk pada kondisi banjir (hanya terjadi
pada periode banjir). Tampungan banjir atau tampungan tambahan (surcharge storage)
adalah volume air diatas genangan normal selama banjir. Untuk beberapa saat debit
meluap melalui pelimpah. Kapasitas tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan
pengertian adanya hanya pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk
penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985:65). Untuk mendapatkan muka air banjir perlu
dilakukan penelusuran banjir untuk menentukan debit out flow untuk mendesain
spillway dan tampungan banjir dalam waduk (Soemarto, 1999).
Salah satu manfaat dari pembangunan bendungan dengan waduknya adalah
untuk pengendalian banjir suatu sungai. Ini dapat terjadi karena air banjir ditampung
dalam waduk yang volumenya relatif besar, sehingga air yang keluar dari sana
debitnya sudah mengecil. Makin besar volume waduk akan semakin besar pula
manfaat pengendalian banjirnya. Apabila terjadi banjir, maka permukaan air di dalam
waduk naik sedikit demi sedikit dan dari beberapa kali banjir waduk akan penuh air
dan mencapai ambang bangunan pelimpah. Kemudian air mulai melimpah melewati
bangunan pelimpah. Tinggi permukaan air waduk maksimal ini harus dapat dihitung
dengan teliti dengan melakukan routing banjir. Dengan mengetahui tinggi permukaan
air waduk maksimal ini, dapat dicari tinggi bendungan yang paling menguntungkan
(optimal) yang masih dalam keadaan aman terhadap risiko banjir.
6. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan harus diambil lebih besar jika terdapat hal-hal berikut:
a. terdapat resiko macetnya pembukaan pintu air bangunan pelimpah,
b. terdapat resiko longsornya tebing bendungan dan masuk ke dalam bendungan,
c. data hidrologi yang tersedia kurang lengkap.
Ada tiga cara untuk menentukan tinggi jagaan, dari ketiga cara tersebut tinggi
jagaan yang dipakai adalah yang paling besar.
1. Permukaan air tertinggi pada waktu banjir (Top Water Level, TWL).
Tinggi jagaan adalah selisih antara TWL dengan FSL ditambah dengan tinggi
tambahan sebagai angka keamanan.
tr = H1 + Ha
dengan notasi :
tr : tinggi jagaan,
H1 : selisih antara TWL dengan FSL,
Ha : angka keamanan.
Tinggi waduk
No Tipe beton Tipe urugan
(m)
1. < 50 1m 2m
2. 50 - 100 2m 3m
3. > 100 2,5 m 3,5 m