Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh
karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan
air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani,
maka air (irigasi) harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka
tanaman akan terganggu per-tumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi
produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna
meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada
saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga
tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi
oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia
yang dibutuhkan tanaman. Pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang
penyediaan bahan pangan, sehingga ketersediaan air di Daerah Irigasi akan terpenuhi
walaupun Daerah Irigasi tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal
tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat
mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis.

2.2 Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan
tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan

5
jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier.
Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan
Daerah Irigasi.

2.2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi
dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu

a. Jaringan irigasi sederhana


b. Jaringan irigasi semi teknis
c. Jaringan irigasi teknis.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Sumber: Standar perencanaan Irigasi (KP01)

2.3 Sistem Irigasi Pompa

Dalam pengoperasian sumur pompa untuk irigasi, perlu diperhatikan ketepatan


antara kebutuhan air irigasi yang harus dipenuhi oleh pompa dengan ketersediaan airtanah
yang sangat dipengaruhi oleh watak akuifer dan sistem pengolaan irigasi pompa. Hal ini
sangat penting agar pengoperasian pompa untuk memenuhi kebutuhan air irigasi tersebut
dapat dilakukan secara berkelanjutan baik ditinjau dari gatra lingkungan, kelembagaan,
maupun sosial ekonominya.

Model penentuan operasi sumur pompa yang disusun berdasarkan pada ketepatan
pemenuhan kebutuhan air irigasi dan dinyatakan dalam waktu pemompaan, jumlah pompa,
dan jarak antar pompa yang beroperasi dengan mempertimbangkan penurunan aras air yang

6
terjadi karena pemompaan tersebut. Pemompaan secara berlebihan baik dalam skala waktu,
maupun jumlah pompa yang beroperasi akan dapat mempengaruhi keberlanjutan operasi
pompa, penggambaran komponen-komponen dalam pengembangan model menentukan
operasi sumur pompa dangkal terlihat pada Gambar 2.1.

Dalam Gambar 2.1 terlihat bahwa pemompaan dengan debit Qp akan menimbulkan
penurunan aras sebesar si. Bila dalam suatu akuifer terdapat n pompa yang dioperasikan
dengan debit masing-masing Qp1, Qp2, Qp3, ….. Qpn maka penurunan aras air yang terjadi
merupakan resultan dari pemompaan-pemompaan tersebut sebesar sn.

Secara matematis dapat dituliskan total debit pompa sebesar

∑𝑛𝑖=1 𝑄𝑝𝑖 = 𝑄𝑝1 + 𝑄𝑝2 + 𝑄𝑝3 + ⋯ 𝑄𝑝𝑛 …(2.1)

Akan menimbulkan penurunan aras air sebesar sn dengan syarat

s n < di …(2.2)

dengan :

sn = penurunan aras air akibat Qpi

di = penurunan aras air aman, dipengaruhi oleh teknologi pompa

Gambar 2.1 Skema komponen-komponen dalam penurunan operasi sumur pompa untuk
irigasi

Keterangan : ET = evapotranspirasi

7
R = curah hujan

RO = limpasan permukaaan

DP = Perkolasi

Qp = debit pompa

=IxA

A = luas lahan

I = kebutuhan air irigasi

= ET – R + RO + DP

Setiap pompa yang beroperasi dengan debit Qpi tersebut akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi, oleh sebab itu besarnya debit pemompaan dihitung dengan :

Qpi = Ii x Ai …(2.3)

Dengan :

Ii = kebutuhan air irigasi yang harus dipenuhi pompa ke-I (l/dt/ha)

Ai = luas lahan yang harus diairi pompa ke-I (ha)

Agar suatu sistem irigasi pompa dapat berkelanjutan ditinjau dari sudut lingkungan
maka operasi pompa tidak boleh menyebabkan penurunan aras air lebih besar daripada yang
diijinkan dengan mempertimbangkan kedalaman sumur, tebal akuifer yang sama, dan
teknologi pompa (Murtiningrum, 1995).

Besar kebutuhan air irigasi ditentukan oleh beberapa factor, yaitu jenis tanaman, cuaca,
dan cara pemberian air irigasi. Penentuan kebutuhan air irigasi dilakukan dengan neraca air.
Kebutuhan air irigasi untuk padi dan palawija masing-masing ditentukan dengan persamaan
berikut :

Ipadi = ETa + DP – R +WLR + RO …(2.4)

Ipalawija = ETa – R + DP + RO …(2.5)

Dengan :

I = kebutuhan air irigasi (mm)

8
ETa = evapotranspirasi tanaman (mm)

DP = perkolasi (mm)

R = curah hujan (mm)

WLR = penggantian lapisan air (mm)

RO = limpasan permukaan (mm)

Model operasi pompa dikembangkan atas dasar asumsi sebagai berikut : (i) model
operasi pemompaan air tanah dangkal dikembangkan untuk akuifer bebas yang bersifat
homogeny isotropis dengan ketebalan seragam, (ii) air tanah dari akuifer digunakan untuk
irigasi dan dipompa oleh lebih daari satu pompa oleh motor dengan daya tertentu sehingga
mempunyai kemampuan tinggi (suction head) terbatas, (iii) perbedaan jumlah kebutuhan air
irigasi dipengaruhi oleh jenis tanaman yang diairi dan kalender tanam.

2.4 Operasi Pompa

Di daerah irigasi air tanah, air irigasi berasal dari air tanah yang berada dalam suatu
formasi akuifer. Akuifer dapat diartikan sebagai suatu formasi yang berupa bahan permeable
yang mengandung air serta dapat menghantarkan dan menghasilkan air dalam jumlah yang
cukup sebagai sumber air. Ada dua macam akuifer, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer)
dan akuifer terkekang (confined aquifer). Pada akuifer bebas terdapat muka air tanah (water
table) yang memisahkan zone saturasi dan zona aerasi. Di akuifer bebas ini, tekanan air sama
dengan tekanan atmosfer. Sumur merupakan saluran vertical yang membawa air dari akuifer
ke permukaan tanah.

Apabila elevasi air tidak dapat mencapai permukaan tanah maka untuk menaikkan air
ke permukaan tanah dipasang suatu instalasi pompa dan jika air sumur dipompa, akan terjadi
penurunan muka air (drawdown). Penuruan aras air ini tidak hanya terjadi pada sumur yang
dipompa tetapi juga disekelilingnya sehingga membentuk kerucut penurunan (cone of
depression). Jarak radikal dari pusat sumur sampai tempat penurunan aras air dapat
diabaikan disebut jari-jari pengaruh. Bila lebih dari satu pompa dengan jarak kurang dari
jari-jari pengaruh dioperasikan bersama-sama maka penurunan yang terjadi merupakan
resultan dari pemompaan-pemompaan tersebut.

Penurunan aras air tanah karena pemompaan dapat diduga besarnya dengan
menggunakan analisis gerakan air tanah yang didasarkan pada hokum kontinyuitas dan

9
hukum Darcy. Hasil penurunan persamaan-persamaan dikenal sebagai persamaan linier
Boussinesq, sebagai berikut :

𝛿ℎ 𝛿ℎ 𝑆𝑦 𝛿ℎ
+ = 𝑥 − 𝑄𝑝 …(2.6)
𝛿 𝑥2 𝛿 𝑦2 𝐾.𝑏 𝛿𝑡

dengan :
h = aras muka air seragam terhadap tempat dan waktu
x, y = arah gerakan air
Sy = koefisien simpanan
t = waktu
K = konduktifitas hidrolis
b = rerata ketebalan jenuh akuifer
qp = debit eksternal yang tidak tergantung pada h = Qp/A

2.5 Kebutuhan Air Irigasi


Air adalah faktor penting dalam bercocok tanam. Suatu sistem pengairan yang baik akan
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, sedangkan pengairan merupakan segala
usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan sumbernya. Hubungan erat antara air
dan tanaman disebabkan karena fungsi air yang penting dalam penyelenggaraan dan
kelangsungan hidup tanaman tersebut. Kebutuhan air irigasi merupakan kebutuhan air untuk
tanaman yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
a. Kebutuhan Air Tanaman
b. Kebutuhan Air untuk Penyiapan lahan
c. Penggunaan konsumtif
d. Perkolasi dan rembesan
e. Penggantian genangan air
f. Efisiensi irigasi
g. Curah hujan efektif.

2.5.1 Kebutuhan Air Tanaman


Kebutuhan air irigasi dapat ditentukan salah satunya dengan metode FPR (faktor palawija
relatif)-LPR (luas palawija relatif), persamaan untuk metode FPR yaitu :
𝑄
FPR = 𝐿𝑃𝑅 …(2.7)

dengan :
FPR = Faktor Palawija Relatif (lt/dt/ha.pol)

10
Q = Debit air yang mengalir di sungai (lt/dt)
LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)
Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air pada petak tersier
dapat dikategorikan sebagai berikut :
 Cukup, FPR = 0,25 – 0,35 lt/dt/ha.pol (bulan Oktober sampai Februari)
 Sedang, FPR = 0,35 – 0,45 lt/dt/ha.pol (bulan Maret sampai Juni)
 Kurang, FPR = 0,45 – 0,55 lt/dt/ha.pol (bulan Juli sampai Oktober)
Misalnya pada bulan Oktober – Februari, FPR = 0,20 berarti nilai tersebut kurang dari 50%
FPR yang telah ditentukan sehingga perlu diadakan pergiliran air.
Kriteria FPR Berdasarkan jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)
FPR (lt/dt/ha.pol)
Jenis
Tanah Air Kurang Air Cukup Air Memadai

Alluvial 0,18 0,18 - 0,36 0,36


Latosol 0,12 0,12 - 0,23 0,23
Grumosol 0,06 0,06 - 0,12 0,12
Giliran perlu Mungkin Tidak
Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997

Untuk nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu
dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digunakan adalah palawija
yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari terlebih
dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya didapatkan satu angka
sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.

Tabel 2.3 Kriteria LPR Tanaman

Kebutuhan
Jenis Tanaman
(x Palawija)
Palawija 1

Padi Rendeng
Untuk pembibitan,
a. penggarapan lahan dan 20
tanaman

11
Untuk padi, penggarapan
b. 6
lahannya
c. Untuk padi dewasa/tua 4
Sama dengan
Padi Gadu Ijin
padi rendeng
Padi Gadu Tak Ijin 1
Tebu
a. Bibit 1.5
b. Muda 1.5
c. Tua 0
Tembakau atau Rosella 1
Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997:1

Kebutuhan air tanaman dapat juga dihitung berdasarkan kebutuhan air di


lapangan dan debit yang diperlukan pada pintu pemasukan yaitu:

𝐻𝑥𝐴
𝑄1 = 𝑥 10.000 …(2.8)
𝑇

𝑄1 1
𝑄2 = 𝑥 (1−𝐿) …(2.9)
86.400

dimana :

Q1 = kebutuhan harian di lapangan (m3/detik)

Q2 = kebutuhan harian air pada pintu pemasukan (m3/detik)

H = tinggi penggenangan (m)

A = luas areal sawah (ha)

T = interval pemberian air (hari)

L = kehilangan air di lapangan dan saluran (%)

a. Persamaan Penman

𝛥 𝛾
ETP = 𝛥+ 𝛾 (𝑅𝑛 + 𝐺) + 𝛥+ 𝛾 15,36 (𝑊1 + 𝑊2 𝑈2 )(𝐸𝑠 − 𝐸𝑎 ) …(2.10)

Dengan :

12
ETP = Evapotranspirasi potensial tanaman referensi, alfalfa yang diberi air
dalam kal/cm2 per hari (lengleys/hari), dikali 10/ λ , dalam mm/hari

𝛥 = Kemiringan kurva tekanan-temperatur uapjenuh (de/dt) dalam mbar / ° C

𝛾 = Konstanta psikometrik

Rn = Radiasi netto dalam kal / cm2 per hari

G = Aliran panas tanah dalam kal / cm2 per hari

U2 = Kecepatan angin dalam km / hari pada ketinggian 2m

ES = Tekanan uap jenuh, harga rata-rata didapatkan pada temperatur harian


maksimum dan minimum dalam mbar. (ini adalah modifikasi dari persamaan
penman yang pertama)

Ea = Tekanan uap nyata rata-rata dalam mbar

W1,W2 = Koefisien bentuk angin, beberapa harga empirik yang dihitung, seperti
pada Tabel 2.6

Tabel 2.4 Koefisien Bentuk Angin


W1 W2 Lokasi Tanaman referensi
1.10 0.0106 Mitchel, Nebraska Alfalfa
0.75 0.0115 Kimberly, Idaho Alfalfa
1.00 0.0062 Penman Rumput pendek
Sumber :Vaughan E. (1992)

b. Persamaan Jensen – Haise

Etp = Ct(T-Ts)Rs …(2.11)

Dengan :

Etp = Evaporasi tetapan (lengleys / hari) dikali 10 / X dalam mm / hari

Ct = Koefisien temperatur, nilainya 0.0025

T = Temperatur dalam ° C

Ts = Fotongan pada aksis temperatur, nilainya -3

Rs = Radiasi sinar matahari yang terjadi ddam lengleys / hari Sedangkan untuk
daerah lain

13
Ct dan Ts dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Ct = (l/Ci+C2CH) …(2.12)

Dengan :

CH = 50mbar/( 62-61)

C1 = 38-(2°CXEL/305)

C2 = 7.6 ° C

TS = -2.5-0.14(e2-ei)°C/mbar-EL/550

Dengan :

e1, e2 = Tekanan uap jenuh pada rata-rata temperatur maksimum dan minimum,
berturut-turut untuk bulan yang paling hangat pada tahun tersebut pada daerah yang
ditentukan.

Untuk perhitungan kebutuhan air tanaman maka dipakai persamaan berikut:

Et = Kco x Etp …(2.13)

Dengan :

Etp = Kebutuhan air untuk tanaman

Kco = Koefisien tanaman

c. Persamaan Hamon

Etc = Ch x D2 x Pt …(2.14)

Dengan :

Etc = Evapotranspirasi rujukan (inchi/hari)

Ch = Koefisien = 0,55

D = Durasi jam penyinaran matahari terhadap satuan 30 hari selama 12


jam/hari Lihat Tabel 2.7

Ft = Kerapatan uap jenuh (gram/mVlOO) dan merupakan fungsi temperatur.


Nilai Ft dapat dilihat pada Tabel 2.7

14
Tabel 2.5 Durasi Sinar Matahari D Terhadap Satuan 30 Hari Selama 12 jam/hari.
Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
0 1,04 0,91 1,04 1,01 1,04 1,01 1,04 1,04 1,01 1,04 1,01 1,04
Utara
5 1,02 0,93 1,03 1,02 1,06 1,03 1,06 1,05 1,01 1,03 0,99 1,02
10 1,00 0,91 1,03 1,03 1,08 1,06 1,08 1,07 1,02 1,02 0,99 0,99
15 0,97 0,91 1,03 1,04 1,11 1,08 1,12 1,08 1,02 1,01 0,95 0,97
20 0,95 0,90 1,03 1,05 1,13 1,11 1,14 1,11 1,02 1,00 0,93 0,94
40 0,84 0,83 1,03 1,11 1,24 1,25 1,27 1,18 1,04 0,96 0,83 0,81
Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
Selatan
5 1,06 0,95 1,04 1,00 1,02 0,99 1,02 1,03 1,00 1,05 1,03 1,06
10 1,08 0,97 1,05 0,99 1,01 0,96 1,00 1,01 1,00 1,06 1,05 1,10
15 1,12 0,98 1,05 0,98 0,98 0,94 0,97 1,00 1,00 1,07 1,07 1,12
20 1,14 1,00 1,05 0,97 0,96 0,94 0,95 0,99 1,00 1,15 1,20 1,29
40 1,27 1,06 1,07 0,93 0,86 0,78 0,81 0,92 1,00 1,15 1,20 1,29
50 1,37 1,12 1,08 0,90 0,77 0,67 0,74 0,88 0,99 1,19 1,29 1,41
Sumber : Soewarno (2000)

Tabel 2.6 Nilai Pt Untuk Kerapatan Uap Jenuh


Temperatur Kerapatan uap air jenuh (gram/m3/100)
10 9.3
15 12.3
20 17.1
25 22.8
30 30.4
35 39.4
Sumber : Soewarno (2000)

d. Persamaan Blaney - Criddle

Bleney-Criddle mengembangkan rumusan yang disederhanakan dengan


menggunakan temperatur dan jam siang hari. Konsep tanaman referensi tidak sesuai pada
persamaan ini. Bentuk persamaan yang disajikan disini adalah kebutuhan air tanaman
(Etc, estimate crop requirement) yang digambarkan secara matematik sebagai berikut:

Etc = kc x Eto ... (2.15)

Eto = p(0.46t + 8.13) ... (2.16)

Dengan :

Etc = Kebutuhan air tanaman (dalam mm/hari)

kc = Koefisien tanaman ( Tabel 2.9)

15
Eto = Evapotranspirasi tetapan, dalam persamaan bleney-criddle

f = faktor kebutuhan air dalam mm/hari

t = Temperatur rata- rata dalam ° C

p = j/J x l00 nilai p dapai dilihat pada Tabel 2.10

j = Rata-rata harian lamanya waktu siang hari untuk bulan tertentu.

J = Jumlah waktu lamanya siang dalam setahun, misalnya 12 jam x 360 hari.

Tabel 2.7 Nilai-Nilai Koefisien Tanaman Padi dan Palawija


Bulan Nedeco / Porsida FAO
Palawija
Ke Lokal Unggul Lokal Unggul
0.5 1.20 1.20 1.10 1.10 0.50
1.0 1.20 1.27 1.10 1.10 0.65
1.5 1.32 1.33 1.10 1.05 0.97
2.0 1.40 1.30 1.10 1.05 1.03
2.5 1.35 .130 1.10 0 0.98
3.0 1.24 0 1.05 0.85
3.5 1.12 0.95
4.0 0 0
Sumber.Soewarno (2000)

Tabel 2.8 Nilai-Nilai Faktor P Untuk Metode Bleney-Criddle

Lintang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Utara
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei jun
Selatan
600 0.15 0.20 0.26 0.32 0.38 0.41 0.40 0.34 0.28 0.22 0.17 0.13
0
50 0.19 0.23 0.27 0.31 0.34 0.36 0.35 0.32 0.28 0.24 0.20 0.18
0
40 0.22 0.24 0.27 0.30 0.32 0.34 0.33 0.31 0.28 0.25 0.22 0.21
0
30 0.24 0.25 0.27 0.29 0.31 0.32 0.31 0.30 0.28 0.26 0.24 0.23
0
20 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.30 0.30 0.29 0.28 0.26 0.25 0.25
0
10 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
0
0 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27
Sumber : Soewarno (2000)

16
2.5.2 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung menggunakan metoda
perhitungan yang digunakan ialah metoda yang dikembangkan oleh Van De Goor dan
Zylstra (1968) yaitu :

IR = Mek/ (ek – 1) …(2.17)

Dengan :

IR = Kebutuhan air di tingkat pesawahan (mm/hari)

M = Eo + p, yaitu ; kebutuhan air untuk mengganti /mengkompensasi


kehilangan akibat evaporasi dan perkolasi yang telah dijenuhkan, dimana :

Eo = Evaporasi air terbuka nilainya di pakai 1 . 1 x Etc (mm/hari)

E = Bilangan nafier (2.71828182846)

K = M x T/S ...(2.18)

Dengan :

T = Jangka waktu penyiapan lahan

S = Kebutuhan air untuk penjenuhan di tambah lapisan air yaitu :

200 + 50 = 250 mm.

2.5.3 Penggunaan Air Untuk Konsumtif Tanaman (ETc)

Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk
memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada
kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat
lingkungan pertumbuhan yang baik.

2.5.4 Perkolasi

Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan.
Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Hubungan jenis tanah
dengan laju perkolasi.

17
Tabel 2.9 Jenis Tanah dan Laju Perkolasinya
Laju
Jenis Tanah Perkolasi
(mm/hr)
Geluh berpasir (sandy loam)
Geluh (loam) 2–3
Geluh berliat (clay loam) 1–2
Sumber : KP.01 (1986)
2.5.5 Efisiensi Air Irigasi

Biasanya Efisiensi Irigasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah air yang hilang di perjalanannya
dari saluran primer, sekunder hingga tersier.

Tabel 2.10 Efisiensi Irigasi

Efisiensi Irigasi
Jaringan
(%)
Primer 90
Sekunder 90
Tersier 80
Total EI 65
Sumber :. SPI penunjang (1986)
Efisiensi penggunaan air di sawah adalah perbandingan antara jumlah air irigasi yang
diperlukan tanaman dengan jumlah air yang sampai ke petakan sawah. Efisiensi di petak
tersier (Tertiary Unit Efficiency) adalah perbandingan antara jumlah air yang diberikan
kepada akar tanaman dengan jumlah air yang diberikan kepada lahan usaha tani. Dengan
kata lain gabungan efisiensi di saluran tersier dengan efisiensi penggunaan air di sawah.
Efisiensi pemakaian air di petak tersier sawah (Field Application Efficiency) dinyatakan
dengan persamaan:

𝑉𝑚
𝐸𝑎 = …(2.19)
𝑉𝑓

Keterangan :

ea = efisiensi penggunaan air di petak tersier sawah (%)

Vf = volume air yang diberikan ke sawah (mm/hari)

Vm = volume air irigasi yang diperlukan oleh tanaman (mm/hari)

18
2.5.6 Curah Hujan Efektif (Re = Rainfall Effektive)

Curah hujan efektif untuk kebutuhan air irigasi adalah curah hujan yang jatuh yang
dapat digunakan akar-akar tanaman selama tumbuh, atau dengan kata lain curah hujan yang
dapat digunakan tanaman selama tumbuh untuk memenuhi kebutuhan evapotranpirasi.
Curah hujan efektif tidak sama dengan R80, tetapi besarnya tergantung dari intenstas hujan.
Kebutuhan konsumtif tanaman (crop consumtive use) dan kapasitas daya tampung (storage
capacity) dari pada tanah saat hujan.

Re (padi) = 70% x R80 …(2.20)

Dengan :

Re = hujan efektif (mm)

R80 = hujan dengan kemungkinan 80% dipenuhi/dilampaui (mm)

R80% = (n/5)+1 …(2.21)

Dengan :

n = jumlah tahun/periode

2.5.7 Kebutuhan Total Air Di Sawah


Kebutuhan total air disawah adalah air yang diperlukan dari mulai penyiapan lahan
pengolahan lahan, sehingga siap untuk ditanami, sampai pada masa panen. Dengan kata lain,
air yang di perlukan dari awal sampai selesainya penanaman. Kebutuhan total air di sawah
dapat di hitung dengan rumus:

GFR = Etc + P + WLR …(2.22)

Dengan :

GFR = Kebutuhan total air di sawah (mm / hari atau Lt / hari . ha)

Etc = Evapotranspirasi tetapan (mm / hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm / hari)

P = Perkolasi

19
2.5.8 Kebutuhan bersih air disawah (NFR)

Kebutuhan bersih air disawah adalah kebutuhan total air disawah di kurangi oleh
curah hujan efektif, sehingga air yang diperlukan sudah berkurang akibat pengambilan air
untuk tanaman sebagian di ambil dari curah hujan

NFR = Etc + P + WLR- Re …(2.23)

Dengan :

NFR = Kebutuhan bersih air disawah ( mm/hari)

Etc = Kebutuhan air untuk tanaman

Eto = Evapotranspirasi potensial (4 – 6 mm)

P = Perlokasi (2 – 3 mm)

WLR = Tebal penggenangan air di sawah (100 – 200mm) setelah di


transplantasikan

Reff = Hujan efektif

R80 = Curah hujan 80% terlampaui

Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

2.5.9 Kebutuhan Air Pengambilan (DR)

Kebutuhan air pengambilan (DR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑁𝐹𝑅
𝐷𝑅 = 8,64 𝑥 𝑒𝑓 …(2.24)

Dengan :

DR = Kebutuhan air di lahan (lt/det/ha)

NFR = Kebutuhan bersih air disawah (mm/hari)

ef = Efisiensi irigasi (nilai efisiensi diambil 65%)

Harga efisiensi irigasi didapat dari ;

Ef = et x es x ep

Ef = 0.8 x 0.9 x 0.9 - 0.648 ~ 0.6

20
2.6 Pemberian Air Irigasi

2.6.1 Pemberian Air dengan Faktor K

Dari jenis pemberian air irigasi, dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu (1)
Terus menerus dan proporsional pada kondisi debit puncak dan debit berubah] (2) Secara
Giliran berselang untuk kondisi debit tetap. Cara pemberian terus-menerus bisa diberikan
pada K>1 Sedang untuk berselang hanya pada K<1.

𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑑𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑈𝑡𝑎𝑚𝑎


Faktor K = …(2.25)
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛

Data yang diperlukan untuk perhitungan Faktor K adalah:

1. Data Rencana tanam setiap petak tersier ½ bulanan.


2. Data debit sungai ½ bulanan
 Ketersediaan Air Cukup (K ≥ 1)
Ketersediaan air cukup apabila luas lahan yang tersedia untuk diairi lebih kecil dibandingkan
dengan debit yang tersedia, juga selama masa pengembangan setelah konstruksi selesai,
apabila areal yang akan dikembangkan masih tetap lebih kecil dibandingkan areal yang
dapat dikembangkan.
 Ketersediaan Air Kurang (K<1)
Ketersediaan air kurang disebabkan:
a. Saat pengoperasian jaringan irigasi lebih benyak mempertimbangkan faktor sosial
yang tidak dipertimbangkan saat perencanaan.
b. Ketersediaan air di sungai < dari perkiraan debit sungai yang digunakan untuk jadwal
rencana irigasi tahunan.
c. Perubahan intensitas tanam tidak sesuai dengan jadwal tanam, misalnya semestinya
ditanami palawija ternyata ditanami padi.

Tabel 2.11 Kriteria Pemberian Air dengan Faktor K


No. Faktor K Pemberian Air
1 Faktor K = 0.75 - 1.00 terus menerus
giliran di saluran
2 Faktor K = 0.50 - 0.75
Tersier.
giliran di saluran
3 Faktor K = 0.25 - 0.50
Sekunder.
giliran di saluran
4 Faktor K < 0.25
Primer.

21
Tabel 2.12 Konversi Faktor K dan FPR untuk Pembagian Air

FPR Pembagian Air


No. Faktor K
(lt/dt/ha.pol) Faktor K FPR
1 > 0,75 > 0,12 Terus menerus Memadai
2 0,25 - 0,75 0,06 – 0,12 Gilir di saluran tersier Cukup
3 < 0,25 < 0,06 Gilir di saluran sekunder Kurang

2.6.2 Sistem Pemberian Air dengan Golongan

Pemberian air dengan sistem golongan adalah suatu cara pemberian air irigasi
secara teratur dan terarah pada daerah yang beririgasi teknis menurut lahan demi lahan,
dimana pemberian airnya disesuakan dengan keadaan jumlah air yang tersedia serta faktor
kebutuhan air irigasi (Prosida, 1975: 37 dalam Wahjono, 1986: 18). Sementara itu untuk
menilai apakah sistem rotasi teknis/golongan diperlukan, ada beberapa hal penting yang
harus dijawab, yaitu:

1. Dilihat dari pertimbanganpertimbangan sosial, apakah sistem tersebut dapat


diterima dan apakah pelaksanaan dan eksploitasi secara teknis layak.
2. Jenis sumber air.
3. Sekali atau dua kali tanam.
4. Luasnya areal irigasi

(Dirjen Pengairan Dep. PU. KP-01, 1986: 171-17)

2.7 Optimasi Pola Tanam


2.7.1 Uji Konsistensi Data

Sebelum data hidrologi tersebut digunakan, harus dilakukan pengujian terhadap


konsistensinya. Konsistensi dari pencatatan hujan dalam penelitian ini diperiksa
menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).

𝑘
𝑆𝑘 ∗ = ∑𝑖=1(𝑌𝑖 − Ӯ) , …(2.26)

𝑆𝑘 ∗
𝑆𝑘 ∗∗ = …(2.27)
𝐷𝑦

Dengan :
k = 1, 2, 3, ….. n
Dy = standar deviasi

22
Sk* = nilai kumulatif penyimpangan rata-rata
Sk** = hasil nilai uji RAPS

2.7.2 Evapotranspirasi

Peristiwa berubahnya air menjadi uap ke udara bergerak dari permukaan tanah,
permukaan air dan penguapan melalui tanaman dinamakan evapotranspirasi. Apabila
ketersediaan air tidak terbatas maka evapotranspirasi yang terjadi disebut evapotranspirasi
potensial (ET0). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti adalah rumus
Penman-Modifikasi yang diuraikan sebagai berikut :

Eto = C(W. Rn + (1 – W). f(U). (ea - ed) …(2.28)

Dengan :

ea = Tekanan uap jenuh (mbar)

ed = Tekanan uap nyata (mbar)

f(U) = Fungsi angin (m/s)

U = Kecepatan angin (m/s)

1 – W = Faktor pembobot

Rn = Rns – Rnl

Rns = Radiasi gelombang pendek netto

Rnl = Radiasi gelombang panjang netto

C = Koefisien bulanan

2.7.3 Curah Hujan Andalan

Curah hujan andalan adalah curah hujan rerata daerah minimun untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan dan dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Curah hujan
andalan untuk tanaman padi ditetapkan sebesar 80%, sedangkan untuk tanaman palawija
sebesar 50%. Curah hujan andalan ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑛
R80 = +1 …(2.29)
5

𝑛
R50 = +1 …(2.30)
2

23
Dengan :

R80 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat keandalam 80% (mm),

R50 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat keandalam 50% (mm),

n = Jumlah tahun pengamatan

2.7.4 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan.
Untuk tanaman padi nilai curah hujan efektifnya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :

Re = 70% x R80 …(2.31)

Sedangkan untuk tanaman palawija, nilai curah hujan efektifnya dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :

Re = R50 …(2.32)

dengan :

Re = Curah hujan efektif (mm).

2.7.5 Debit Andalan

Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk keperluan irigasi. Debit aliran sungai
harus diketahui sebelum menentukan debit andalan sungai. Untuk mengetahui debit aliran
sungai yang tidak diketahui datanya maka dilakukan perhitungan dengan metode tertentu.

2.7.5.1 Debit Sungai Hujan-Aliran Metode FJ.Mock

Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan
hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct
run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi pertama-
tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah
(ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).
Adapun tahapan yang digunakan dalam metode ini adalah seperti yang digambarkan dalam
bagan alir di bawah ini

24
2.7.5.2 Debit Andalan Metode Weibull

Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit
andalan (dependable discharge). Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung
peluang 80 % dari debit inflow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu.
Dalam menentukan besarnya debit andalan dengan peluang 80 % digunakan probabilitas
Metode Weibull, dengan rumus :
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 𝑥 100% …(2.33)

Dengan :

𝑃 = Peluang (%),

𝑚 = Nomor urut data,

𝑛 = Jumlah data.

2.7.6 Optimasi Menggunakan Program Linier

Model optimasi adalah penyusunan model suatu sistem yang sesuai dengan keadaan
nyata, yang nantinya dapat diubah ke dalam model matematis dengan pemisahan elemen-
elemen pokok agar suatu penyelesaian sesuai dengan sasaran atau tujuan pengambilan
keputusan tercapai (Montarcih, 2008).

25
Pada dasarnya program linier memiliki tiga unsur penting (Montarcih, 2008), yaitu:

1. Variabel Putusan
Variabel putusan merupakan variabel yang akan dicari dan memberi nilai yang paling
baik bagi tujuan yang hendak dicapai.

2. Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan adalah fungsi matematika yang harus dimaksimumkan atau


diminimumkan, dan mencerminkan tujuan yang hendak dicapai.

3. Fungsi Kendala

Fungsi kendala adalah fungsi matematika yang menjadi kendala bagi usaha untuk
memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan, mewakili kendala yang harus
dicapai.

Bentuk matematika untuk pemecahan masalah dengan program linier adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan = maksimisasi

Zmax = C1X1 + C2X2 + …… + CnXn …(2.34)

Fungsi kendala :

a11X1 + a11X1 + …... + a1nXn ≤ b1

a21X1 + a21X1 + …... + a2nXn ≤ b2

…… …….. …... …… …

am1X1 + am1X1 + …... + amnXn ≤ bm …(2.35)

Non negativity :

X1 ≥ 0; X2 ≥ 0; …… ; Xn ≥ 0 …(2.36)

dengan :

Zmax = fungsi tujuan (objective function), Xn = variabel,

Cn = koefisien variabel (cost),

26
amn = jumlah sumber daya m yang dikonsumsi oleh setiap unit kegiatan n,

bm = jumlah sumber daya m yang tersedia untuk dialokasikan,

m = jumlah sumber daya yang terbatas,

n = jumlah kegiatan yang memerlukan sumber daya yang terbatas.

2.8 Analisa Usaha Tani

Analisis usaha tani bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh
dari setiap kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh petani setempat. Dalam melakukan
analisis diperhitungkan semua jenis biaya masukan (input) dan keluarannya (output),
Sedangkan keuntungan dari usaha tani merupakan selisih dari kedua komponen tersebut.

27

Anda mungkin juga menyukai