LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Oleh
karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan
air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani,
maka air (irigasi) harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka
tanaman akan terganggu per-tumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi
produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna
meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada
saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga
tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi
oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia
yang dibutuhkan tanaman. Pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang
penyediaan bahan pangan, sehingga ketersediaan air di Daerah Irigasi akan terpenuhi
walaupun Daerah Irigasi tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal
tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat
mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis.
5
jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier.
Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan
Daerah Irigasi.
Model penentuan operasi sumur pompa yang disusun berdasarkan pada ketepatan
pemenuhan kebutuhan air irigasi dan dinyatakan dalam waktu pemompaan, jumlah pompa,
dan jarak antar pompa yang beroperasi dengan mempertimbangkan penurunan aras air yang
6
terjadi karena pemompaan tersebut. Pemompaan secara berlebihan baik dalam skala waktu,
maupun jumlah pompa yang beroperasi akan dapat mempengaruhi keberlanjutan operasi
pompa, penggambaran komponen-komponen dalam pengembangan model menentukan
operasi sumur pompa dangkal terlihat pada Gambar 2.1.
Dalam Gambar 2.1 terlihat bahwa pemompaan dengan debit Qp akan menimbulkan
penurunan aras sebesar si. Bila dalam suatu akuifer terdapat n pompa yang dioperasikan
dengan debit masing-masing Qp1, Qp2, Qp3, ….. Qpn maka penurunan aras air yang terjadi
merupakan resultan dari pemompaan-pemompaan tersebut sebesar sn.
s n < di …(2.2)
dengan :
Gambar 2.1 Skema komponen-komponen dalam penurunan operasi sumur pompa untuk
irigasi
Keterangan : ET = evapotranspirasi
7
R = curah hujan
RO = limpasan permukaaan
DP = Perkolasi
Qp = debit pompa
=IxA
A = luas lahan
= ET – R + RO + DP
Setiap pompa yang beroperasi dengan debit Qpi tersebut akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi, oleh sebab itu besarnya debit pemompaan dihitung dengan :
Qpi = Ii x Ai …(2.3)
Dengan :
Agar suatu sistem irigasi pompa dapat berkelanjutan ditinjau dari sudut lingkungan
maka operasi pompa tidak boleh menyebabkan penurunan aras air lebih besar daripada yang
diijinkan dengan mempertimbangkan kedalaman sumur, tebal akuifer yang sama, dan
teknologi pompa (Murtiningrum, 1995).
Besar kebutuhan air irigasi ditentukan oleh beberapa factor, yaitu jenis tanaman, cuaca,
dan cara pemberian air irigasi. Penentuan kebutuhan air irigasi dilakukan dengan neraca air.
Kebutuhan air irigasi untuk padi dan palawija masing-masing ditentukan dengan persamaan
berikut :
Dengan :
8
ETa = evapotranspirasi tanaman (mm)
DP = perkolasi (mm)
Model operasi pompa dikembangkan atas dasar asumsi sebagai berikut : (i) model
operasi pemompaan air tanah dangkal dikembangkan untuk akuifer bebas yang bersifat
homogeny isotropis dengan ketebalan seragam, (ii) air tanah dari akuifer digunakan untuk
irigasi dan dipompa oleh lebih daari satu pompa oleh motor dengan daya tertentu sehingga
mempunyai kemampuan tinggi (suction head) terbatas, (iii) perbedaan jumlah kebutuhan air
irigasi dipengaruhi oleh jenis tanaman yang diairi dan kalender tanam.
Di daerah irigasi air tanah, air irigasi berasal dari air tanah yang berada dalam suatu
formasi akuifer. Akuifer dapat diartikan sebagai suatu formasi yang berupa bahan permeable
yang mengandung air serta dapat menghantarkan dan menghasilkan air dalam jumlah yang
cukup sebagai sumber air. Ada dua macam akuifer, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer)
dan akuifer terkekang (confined aquifer). Pada akuifer bebas terdapat muka air tanah (water
table) yang memisahkan zone saturasi dan zona aerasi. Di akuifer bebas ini, tekanan air sama
dengan tekanan atmosfer. Sumur merupakan saluran vertical yang membawa air dari akuifer
ke permukaan tanah.
Apabila elevasi air tidak dapat mencapai permukaan tanah maka untuk menaikkan air
ke permukaan tanah dipasang suatu instalasi pompa dan jika air sumur dipompa, akan terjadi
penurunan muka air (drawdown). Penuruan aras air ini tidak hanya terjadi pada sumur yang
dipompa tetapi juga disekelilingnya sehingga membentuk kerucut penurunan (cone of
depression). Jarak radikal dari pusat sumur sampai tempat penurunan aras air dapat
diabaikan disebut jari-jari pengaruh. Bila lebih dari satu pompa dengan jarak kurang dari
jari-jari pengaruh dioperasikan bersama-sama maka penurunan yang terjadi merupakan
resultan dari pemompaan-pemompaan tersebut.
Penurunan aras air tanah karena pemompaan dapat diduga besarnya dengan
menggunakan analisis gerakan air tanah yang didasarkan pada hokum kontinyuitas dan
9
hukum Darcy. Hasil penurunan persamaan-persamaan dikenal sebagai persamaan linier
Boussinesq, sebagai berikut :
𝛿ℎ 𝛿ℎ 𝑆𝑦 𝛿ℎ
+ = 𝑥 − 𝑄𝑝 …(2.6)
𝛿 𝑥2 𝛿 𝑦2 𝐾.𝑏 𝛿𝑡
dengan :
h = aras muka air seragam terhadap tempat dan waktu
x, y = arah gerakan air
Sy = koefisien simpanan
t = waktu
K = konduktifitas hidrolis
b = rerata ketebalan jenuh akuifer
qp = debit eksternal yang tidak tergantung pada h = Qp/A
dengan :
FPR = Faktor Palawija Relatif (lt/dt/ha.pol)
10
Q = Debit air yang mengalir di sungai (lt/dt)
LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)
Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air pada petak tersier
dapat dikategorikan sebagai berikut :
Cukup, FPR = 0,25 – 0,35 lt/dt/ha.pol (bulan Oktober sampai Februari)
Sedang, FPR = 0,35 – 0,45 lt/dt/ha.pol (bulan Maret sampai Juni)
Kurang, FPR = 0,45 – 0,55 lt/dt/ha.pol (bulan Juli sampai Oktober)
Misalnya pada bulan Oktober – Februari, FPR = 0,20 berarti nilai tersebut kurang dari 50%
FPR yang telah ditentukan sehingga perlu diadakan pergiliran air.
Kriteria FPR Berdasarkan jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)
FPR (lt/dt/ha.pol)
Jenis
Tanah Air Kurang Air Cukup Air Memadai
Untuk nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu
dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digunakan adalah palawija
yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari terlebih
dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya didapatkan satu angka
sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.
Kebutuhan
Jenis Tanaman
(x Palawija)
Palawija 1
Padi Rendeng
Untuk pembibitan,
a. penggarapan lahan dan 20
tanaman
11
Untuk padi, penggarapan
b. 6
lahannya
c. Untuk padi dewasa/tua 4
Sama dengan
Padi Gadu Ijin
padi rendeng
Padi Gadu Tak Ijin 1
Tebu
a. Bibit 1.5
b. Muda 1.5
c. Tua 0
Tembakau atau Rosella 1
Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997:1
𝐻𝑥𝐴
𝑄1 = 𝑥 10.000 …(2.8)
𝑇
𝑄1 1
𝑄2 = 𝑥 (1−𝐿) …(2.9)
86.400
dimana :
a. Persamaan Penman
𝛥 𝛾
ETP = 𝛥+ 𝛾 (𝑅𝑛 + 𝐺) + 𝛥+ 𝛾 15,36 (𝑊1 + 𝑊2 𝑈2 )(𝐸𝑠 − 𝐸𝑎 ) …(2.10)
Dengan :
12
ETP = Evapotranspirasi potensial tanaman referensi, alfalfa yang diberi air
dalam kal/cm2 per hari (lengleys/hari), dikali 10/ λ , dalam mm/hari
𝛾 = Konstanta psikometrik
W1,W2 = Koefisien bentuk angin, beberapa harga empirik yang dihitung, seperti
pada Tabel 2.6
Dengan :
T = Temperatur dalam ° C
Rs = Radiasi sinar matahari yang terjadi ddam lengleys / hari Sedangkan untuk
daerah lain
13
Ct dan Ts dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Ct = (l/Ci+C2CH) …(2.12)
Dengan :
CH = 50mbar/( 62-61)
C1 = 38-(2°CXEL/305)
C2 = 7.6 ° C
TS = -2.5-0.14(e2-ei)°C/mbar-EL/550
Dengan :
e1, e2 = Tekanan uap jenuh pada rata-rata temperatur maksimum dan minimum,
berturut-turut untuk bulan yang paling hangat pada tahun tersebut pada daerah yang
ditentukan.
Dengan :
c. Persamaan Hamon
Etc = Ch x D2 x Pt …(2.14)
Dengan :
Ch = Koefisien = 0,55
14
Tabel 2.5 Durasi Sinar Matahari D Terhadap Satuan 30 Hari Selama 12 jam/hari.
Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
0 1,04 0,91 1,04 1,01 1,04 1,01 1,04 1,04 1,01 1,04 1,01 1,04
Utara
5 1,02 0,93 1,03 1,02 1,06 1,03 1,06 1,05 1,01 1,03 0,99 1,02
10 1,00 0,91 1,03 1,03 1,08 1,06 1,08 1,07 1,02 1,02 0,99 0,99
15 0,97 0,91 1,03 1,04 1,11 1,08 1,12 1,08 1,02 1,01 0,95 0,97
20 0,95 0,90 1,03 1,05 1,13 1,11 1,14 1,11 1,02 1,00 0,93 0,94
40 0,84 0,83 1,03 1,11 1,24 1,25 1,27 1,18 1,04 0,96 0,83 0,81
Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
Selatan
5 1,06 0,95 1,04 1,00 1,02 0,99 1,02 1,03 1,00 1,05 1,03 1,06
10 1,08 0,97 1,05 0,99 1,01 0,96 1,00 1,01 1,00 1,06 1,05 1,10
15 1,12 0,98 1,05 0,98 0,98 0,94 0,97 1,00 1,00 1,07 1,07 1,12
20 1,14 1,00 1,05 0,97 0,96 0,94 0,95 0,99 1,00 1,15 1,20 1,29
40 1,27 1,06 1,07 0,93 0,86 0,78 0,81 0,92 1,00 1,15 1,20 1,29
50 1,37 1,12 1,08 0,90 0,77 0,67 0,74 0,88 0,99 1,19 1,29 1,41
Sumber : Soewarno (2000)
Dengan :
15
Eto = Evapotranspirasi tetapan, dalam persamaan bleney-criddle
J = Jumlah waktu lamanya siang dalam setahun, misalnya 12 jam x 360 hari.
Lintang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Utara
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei jun
Selatan
600 0.15 0.20 0.26 0.32 0.38 0.41 0.40 0.34 0.28 0.22 0.17 0.13
0
50 0.19 0.23 0.27 0.31 0.34 0.36 0.35 0.32 0.28 0.24 0.20 0.18
0
40 0.22 0.24 0.27 0.30 0.32 0.34 0.33 0.31 0.28 0.25 0.22 0.21
0
30 0.24 0.25 0.27 0.29 0.31 0.32 0.31 0.30 0.28 0.26 0.24 0.23
0
20 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.30 0.30 0.29 0.28 0.26 0.25 0.25
0
10 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
0
0 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27
Sumber : Soewarno (2000)
16
2.5.2 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung menggunakan metoda
perhitungan yang digunakan ialah metoda yang dikembangkan oleh Van De Goor dan
Zylstra (1968) yaitu :
Dengan :
K = M x T/S ...(2.18)
Dengan :
Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk
memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada
kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat
lingkungan pertumbuhan yang baik.
2.5.4 Perkolasi
Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan.
Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Hubungan jenis tanah
dengan laju perkolasi.
17
Tabel 2.9 Jenis Tanah dan Laju Perkolasinya
Laju
Jenis Tanah Perkolasi
(mm/hr)
Geluh berpasir (sandy loam)
Geluh (loam) 2–3
Geluh berliat (clay loam) 1–2
Sumber : KP.01 (1986)
2.5.5 Efisiensi Air Irigasi
Biasanya Efisiensi Irigasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah air yang hilang di perjalanannya
dari saluran primer, sekunder hingga tersier.
Efisiensi Irigasi
Jaringan
(%)
Primer 90
Sekunder 90
Tersier 80
Total EI 65
Sumber :. SPI penunjang (1986)
Efisiensi penggunaan air di sawah adalah perbandingan antara jumlah air irigasi yang
diperlukan tanaman dengan jumlah air yang sampai ke petakan sawah. Efisiensi di petak
tersier (Tertiary Unit Efficiency) adalah perbandingan antara jumlah air yang diberikan
kepada akar tanaman dengan jumlah air yang diberikan kepada lahan usaha tani. Dengan
kata lain gabungan efisiensi di saluran tersier dengan efisiensi penggunaan air di sawah.
Efisiensi pemakaian air di petak tersier sawah (Field Application Efficiency) dinyatakan
dengan persamaan:
𝑉𝑚
𝐸𝑎 = …(2.19)
𝑉𝑓
Keterangan :
18
2.5.6 Curah Hujan Efektif (Re = Rainfall Effektive)
Curah hujan efektif untuk kebutuhan air irigasi adalah curah hujan yang jatuh yang
dapat digunakan akar-akar tanaman selama tumbuh, atau dengan kata lain curah hujan yang
dapat digunakan tanaman selama tumbuh untuk memenuhi kebutuhan evapotranpirasi.
Curah hujan efektif tidak sama dengan R80, tetapi besarnya tergantung dari intenstas hujan.
Kebutuhan konsumtif tanaman (crop consumtive use) dan kapasitas daya tampung (storage
capacity) dari pada tanah saat hujan.
Dengan :
Dengan :
n = jumlah tahun/periode
Dengan :
GFR = Kebutuhan total air di sawah (mm / hari atau Lt / hari . ha)
P = Perkolasi
19
2.5.8 Kebutuhan bersih air disawah (NFR)
Kebutuhan bersih air disawah adalah kebutuhan total air disawah di kurangi oleh
curah hujan efektif, sehingga air yang diperlukan sudah berkurang akibat pengambilan air
untuk tanaman sebagian di ambil dari curah hujan
Dengan :
P = Perlokasi (2 – 3 mm)
𝑁𝐹𝑅
𝐷𝑅 = 8,64 𝑥 𝑒𝑓 …(2.24)
Dengan :
Ef = et x es x ep
20
2.6 Pemberian Air Irigasi
Dari jenis pemberian air irigasi, dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu (1)
Terus menerus dan proporsional pada kondisi debit puncak dan debit berubah] (2) Secara
Giliran berselang untuk kondisi debit tetap. Cara pemberian terus-menerus bisa diberikan
pada K>1 Sedang untuk berselang hanya pada K<1.
21
Tabel 2.12 Konversi Faktor K dan FPR untuk Pembagian Air
Pemberian air dengan sistem golongan adalah suatu cara pemberian air irigasi
secara teratur dan terarah pada daerah yang beririgasi teknis menurut lahan demi lahan,
dimana pemberian airnya disesuakan dengan keadaan jumlah air yang tersedia serta faktor
kebutuhan air irigasi (Prosida, 1975: 37 dalam Wahjono, 1986: 18). Sementara itu untuk
menilai apakah sistem rotasi teknis/golongan diperlukan, ada beberapa hal penting yang
harus dijawab, yaitu:
𝑘
𝑆𝑘 ∗ = ∑𝑖=1(𝑌𝑖 − Ӯ) , …(2.26)
𝑆𝑘 ∗
𝑆𝑘 ∗∗ = …(2.27)
𝐷𝑦
Dengan :
k = 1, 2, 3, ….. n
Dy = standar deviasi
22
Sk* = nilai kumulatif penyimpangan rata-rata
Sk** = hasil nilai uji RAPS
2.7.2 Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap ke udara bergerak dari permukaan tanah,
permukaan air dan penguapan melalui tanaman dinamakan evapotranspirasi. Apabila
ketersediaan air tidak terbatas maka evapotranspirasi yang terjadi disebut evapotranspirasi
potensial (ET0). Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti adalah rumus
Penman-Modifikasi yang diuraikan sebagai berikut :
Dengan :
1 – W = Faktor pembobot
Rn = Rns – Rnl
C = Koefisien bulanan
Curah hujan andalan adalah curah hujan rerata daerah minimun untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan dan dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Curah hujan
andalan untuk tanaman padi ditetapkan sebesar 80%, sedangkan untuk tanaman palawija
sebesar 50%. Curah hujan andalan ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑛
R80 = +1 …(2.29)
5
𝑛
R50 = +1 …(2.30)
2
23
Dengan :
R80 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat keandalam 80% (mm),
R50 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat keandalam 50% (mm),
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan.
Untuk tanaman padi nilai curah hujan efektifnya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
Sedangkan untuk tanaman palawija, nilai curah hujan efektifnya dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Re = R50 …(2.32)
dengan :
Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk keperluan irigasi. Debit aliran sungai
harus diketahui sebelum menentukan debit andalan sungai. Untuk mengetahui debit aliran
sungai yang tidak diketahui datanya maka dilakukan perhitungan dengan metode tertentu.
Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan
hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct
run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi pertama-
tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah
(ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).
Adapun tahapan yang digunakan dalam metode ini adalah seperti yang digambarkan dalam
bagan alir di bawah ini
24
2.7.5.2 Debit Andalan Metode Weibull
Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit
andalan (dependable discharge). Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung
peluang 80 % dari debit inflow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu.
Dalam menentukan besarnya debit andalan dengan peluang 80 % digunakan probabilitas
Metode Weibull, dengan rumus :
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 𝑥 100% …(2.33)
Dengan :
𝑃 = Peluang (%),
𝑛 = Jumlah data.
Model optimasi adalah penyusunan model suatu sistem yang sesuai dengan keadaan
nyata, yang nantinya dapat diubah ke dalam model matematis dengan pemisahan elemen-
elemen pokok agar suatu penyelesaian sesuai dengan sasaran atau tujuan pengambilan
keputusan tercapai (Montarcih, 2008).
25
Pada dasarnya program linier memiliki tiga unsur penting (Montarcih, 2008), yaitu:
1. Variabel Putusan
Variabel putusan merupakan variabel yang akan dicari dan memberi nilai yang paling
baik bagi tujuan yang hendak dicapai.
2. Fungsi Tujuan
3. Fungsi Kendala
Fungsi kendala adalah fungsi matematika yang menjadi kendala bagi usaha untuk
memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan, mewakili kendala yang harus
dicapai.
Bentuk matematika untuk pemecahan masalah dengan program linier adalah sebagai berikut:
Fungsi kendala :
…… …….. …... …… …
Non negativity :
X1 ≥ 0; X2 ≥ 0; …… ; Xn ≥ 0 …(2.36)
dengan :
26
amn = jumlah sumber daya m yang dikonsumsi oleh setiap unit kegiatan n,
Analisis usaha tani bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh
dari setiap kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh petani setempat. Dalam melakukan
analisis diperhitungkan semua jenis biaya masukan (input) dan keluarannya (output),
Sedangkan keuntungan dari usaha tani merupakan selisih dari kedua komponen tersebut.
27