Anda di halaman 1dari 38

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN THALASEMIA

Nama Kelompok :
1. Dhenis Puji Rahayu (1711005)
2. Herlina Binti Mahmudah (1711017)
3. Lutfi Huzaini (1711006)
4. Miftackul Nikmah (1711011)
5. Sinta Anna Insyia (1711023)
6. Uma Nurrozikhin (1711024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat, serta penyertaanNya, sehingga makalah Keperawatan Anak
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalassemia
ini dapat kami selesaikan.Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan
bahan dan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dicermati isinya oleh para
pembaca.Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini.maka kami
berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan
mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Blitar, 27 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1
1.2RUMUSAN MASALAH ........................................................................................... 2
1.3 TUJUAN ................................................................................................................... 3
BAB II TEORI DASAR ..................................................................................................... 4
2.1PENGERTIAN .......................................................................................................... 4
2.2KLASIFIKASI ........................................................................................................... 4
2.3ETIOLOGI ................................................................................................................. 7
2.4MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................... 8
2.5PATOFISIOLOGI.................................................................................................... 11
2.6PATHWAY.............................................................................................................. 13
2.7KOMPLIKASI ......................................................................................................... 15
2.8PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................. 17
2.9PENATALAKSANAAN ......................................................................................... 18
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 22
3.1 PENGKAJIAN ........................................................................................................ 22
3.2 PEMERIKSAAN FISIK ......................................................................................... 23
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN ............................................................................ 24
3.4 INTERVENSI ......................................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 34
4.1KESIMPULAN ........................................................................................................ 34
4.2SARAN .................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas.
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari).( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi
daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur
tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang
Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen
thalasemia.(Kliegam,2012)
Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin
yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein
dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-
sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan
jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya. (Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia
ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua
yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang
mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut
juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini
hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu
dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik

1
ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat
gen.(Williams,2005)
Dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25
persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen
kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha
thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan
Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir.
Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan
menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan
thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak
tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah
thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-
anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu
dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat. Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih
meningkatkan asuhan keperawatan pada anak thalasemia, karena anak yang
terkena thalasemia bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga
gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak
tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian thalassemia?


2. Apa saja klasifikasi dari thalassemia?
3. Apa yang menyebabkan thalassemia?
4. Apa saja manifestasi klinis dari thalassemia?
5. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari thalassemia
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk penyakit thalassemia?
7. Bagaimana cara mengatasi thalassemia?
8. Apa saja konsep keperawatan untuk penderita thalassemia?

2
1.3 TUJUAN

1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada
anak yang menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita
thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien
thalasemia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
1. Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik
molekul hemoglobin
2. Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam
atau dekat gen globin
3. Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin
4. Thalasemia (anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang
relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup
untuk mengatasi sel-sel darah merah.

2.2 KLASIFIKASI

1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)


Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan
nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang
menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor
delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin
yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari
HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang

4
ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean
corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies,
dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena
tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki
pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β
4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia
sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak
terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri
menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus,
hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya
6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts,
sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi
pendek kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam
pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan
fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan

5
dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit. Sedangkan secara
klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-
kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur
sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur
hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat
ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah
Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat
mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya ditandai oleh
splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang
mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur
karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang
dahi juga lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi,
kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

6
2.3 ETIOLOGI

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat


ditularkan banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik
dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan
salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin
beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.
Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen
globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak
akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari
kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan banyak diturunkan oleh pasangan
suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

7
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua
(50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-
anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga
mereka.Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki
darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia
mayor.(hoffbrand dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan
rantai alfa globin

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia
6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung

8
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran
kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap
fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis
serat otot jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit
zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-
debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung
juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan
mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras
sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita
bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu
sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi
kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah
rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini
merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand
dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas
diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi

9
nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa
ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah
merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban
besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan
menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping
mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan
gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada
Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala
deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh
anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia
ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas).

10
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis
hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya
atau tidak adanya sintetis rantai beta.

2.5 PATOFISIOLOGI

Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi


pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida
rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai
beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin

11
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut.Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-
A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

12
2.6 PATHWAY
Penyebab primer: Penyebab sekunder:

- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Eritropoisis tidak - Hemodelusi
efektif - Destruksi eritrosit oleh
- Destruksi eritrosit s. retikuloendotelial
intramedular

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb


berkurang
Kelainan pada
eritrosit
Pengikatan O2
berkurang
Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus


menerus
Hb defectif

Ketidakseimbangan
polipeptida
MK: Resiko
Eritrosit tidak Infeksi
stabil
Hemolisis Anemia Transfusi
berat darah
berulang
Suplay O2<<
Hemosiderosi
s

Ketidakseimbangan Suplay O2 ke Penumpukan


MK: perfusi
suplay O2 dan jaringan Besi
perifer tidak
kebutuhan perifer << efektif

Hipoksi
a
13
Dyspne
Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit
u
menja
Penggunaan di
otot bantu Tumbang Gagal Hepatomeg Splenomeg kelabu
napas terganggu Jantung ali ali

MK: MK: MK:


Kelelah
gangguan Resiko MK: gangguan
an
tumbuh cidera Nyeri integritas
MK: kembang akut kulit/jaringa
Intoleransi n
aktivitas

Malas
makan

Intake
nutrisi <<

MK: defisit
nutrisi

14
2.7 KOMPLIKASI

Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan
jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh
untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat
enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekurangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif,
serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau

15
operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala
infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati
atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi
rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,
penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga
bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan
anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para
remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun
sekali.

16
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening


test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).

17
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar
ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb
J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku

2.9 PENATALAKSANAAN

1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

18
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), deferoksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari
6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

19
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang
sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan
terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ
tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung,
pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang,
yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit,
dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang
disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada
jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal
jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek,
bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit
hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang
membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai
kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/
thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer

20
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak
mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri
dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah
inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan
Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan
abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

21
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan


Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

22
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak
setelah lahir.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK

a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi
terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

23
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan perifer tidak efektif(Fisiologi, Sirkulasi, D.0009, 37)


2. Nyeri akut(Psikologis, Nyeri Dan Kenyamanan, D.0077, 172)
3. Deficit nutrisi(Fisiologis, Nutrisi Dan Cairan, D.0019, 56)
4. Gangguan tumbuh kembang (Psikologis, Pertumbuhan dan
Perkembangan, D.0106, 232)
5. Intoleransi aktivitas(Fisiologis, Aktivitas Dan Istirahat, D.0056, 128)
6. Gangguan integritas kulit(Lingkungan, Keamanan dan Proteksi, D.0129,
282)
7. Risiko infeksi(Lingkungan, Keamanan Dan Proteksi, D.0142, 304)
8. Risiko cidera(Lingkungan, Keamanan Dan Proteksi, D.0136, 294)

3.4 INTERVENSI

NO SDKI SLKI SIKI


1. Perfusi Perfusi perifer membaik Perawatan sirkulasi
perifer tidak dengan kiteria hasil : Observasi
efektif - Denyut nadi perifer - Periksa sirkulasi perifer
Pengertian : meningkat - Identifikasi faktor resiko
penurunan - Penyembuhan luka gangguan sirkulasi
sirkulasi darah meningkat - Monitor panas,
pada level - Sensasi meningkat kemerahan, nyeri atau
kapiler yang - Warna kulit pucat bengkak pada
dapat menurun ekstremitas
mengganggu - Edema perifer Terapeutik
metabolisme menurun - Hindari pemasangan
tubuh infus atau pengambilan
(D. 0009) darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan

24
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yg cedera
- Lakukan pencegahan
infeksi
- Lakukan perawatan kaki
dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan berolahraga
rutin
- Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
- Anjurkanb minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
- Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi

25
2. Nyeri Akut Tingkat nyeri menurun Manajemen nyeri :
Pengertian : dengan kriteria hasil : Observasi
Pengalaman - Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi lokasi,
sensorik atau - Gelisah menurun karakteristik, durasi,
emosional - Bersikap protektif frekuensi nyeri
yang berkaitan menurun - Identifikasi skala nyeri
dengan - Kemampuan - Identifikasi respon non
kerusakan menuntaskan aktifitas verbal
jaringan aktual meningkat - Identifikasi faktor yang
atau memperberat dan
fungsional, memperingan nyeri
dengan onset Terapeutik
mendadak atau - Berikan teknik
lambat dan nonfarmakologis untuk
berintensitas mengurangi rasa nyeri
ringan hingga - Kontrol lingkungan yang
berat yang memperberat rasa nyeri
berlangung - Fasilitasi istirahat dan
kurang dari 3 tidur
bulan Edukasi
(D.0077) - Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit Nutrisi Status Nutrisi Membaik Manajemen nutrisi :
Pengertian : dengan kriteria hasil : Observasi

26
Beresiko - Nyeri abdomen - Identifikasi indikasi
mengalami menurun pemberian nutrisi
asupan nutrisi - Serum albumin parenteral
tidak cukup meningkat - Identifikasi jenis akses
untuk - Pengetahuan tentang parenteral yang
memenuhi pilihan makanan yang diperlukan
kebutuhan sehat meningkat - Monitor reaksi alergi
metabolisme - Pengetahuan tentang pemberian nutrisi
(D0032) standar asupan nutrisi parenteral
yang tepat meningkat - Monitor kepatenan akses
intravena
Terapeutik
- Hitung kebutuhan kalori
- Berikan nutrisi
parenteral, sesuai
indikasi
- Atur kecepatan
pemberian infis dengan
tepat
- Gunakan infusion pump,
jika tersedia
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemberian
nutrisi parenteral
Kolaborasi
- Kolaborasi pemasangan
akses vema sentral, jika
perlu.
4. Gangguan Status perkembangan Perawatan perkembangan
tumbuh dengan kriteria hasil : :
kembang - Keterampilan/perilaku Observasi

27
Pengertian sesuai usia meningkat - Identifikasi
:kondisi - Kemampuan pencapaian tugas
individu melakukan perawatan perkembangan anak
mengalami diri meningkat Terapeutik
gangguan - Pola tidur membaik - Minimalkan nyeri
kemampuan - Minimalkan
bertumbuh dan kebisingan ruangan
berkembang - Pertahankan
sesuai dengan lingkungan yang
kelompok usia. mendukung
(D.0106) perkembangan
optimal
- Pertahankan
kenyamanan anak
- Motivasi anak
berinteraksi dengan
anak lain
Edukasi
- Anjurkan orang tua
beribteraksi dengan
anaknya
- Ajarkan anak
keterampilan
berinteraksi
Kolaborasi
- Rujuk untuk
konseling, jika perlu
5. Intoleransi Toleransi aktivitas dengan Manajemen energi :
aktivitas kriteria hasil : Observasi
Pengertian : - Frekuensi nadi cukup - Identifikasi gangguan
ketidak membaik fungsi tubuh yang
cukupan energi - Keluhan lelah menurun mengakibatkan

28
untuk - Dispnea saat aktivitas kelelahan
melakukan sedang - Monitor kelelahan fisik
aktivitas dan emosional
sehari-hari. - Monitor pola dan jam
(D.0056) tidur
Terapeutik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
- Lakukan latihan rentang
gerak pasif atau aktif
- Berikan aktifitas
distraksi yang
menyenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
- Anjurkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
6. Gangguan Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit
integritas jaringan dengan kriteria Observasi
kulit hasil : - Identifikasi penyebab
Pengertian - Perfusi jaringan gangguan integritas

29
:kerusakan meningkat kulit (perubahan
kulit (dermis - Kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan
dan epidermis) menurun status nutrisi,
atau jaringan - Kerusakan lapisan penurunan
(membrane kulit menurun kelembaban, suhu
mukosa, - Nyeri menurun lingkungan ekstrem,
kornea, fasia, - Kemerahan menurun penurunan mobilisasi)
oot, tendon, - Suhu kulit membaik Terapeutik
tulang, - Ubah posisi tiap 2 jam
kartilago, jika tirah baring
kapsul sendi - Gunakan produk
dan ligament. berbahan ringan/
(D.0129) alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
- Hindari poduk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
kering
Edukasi
- Anjurkan
menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
7. Risiko infeksi Tingkat infeksi menurun Pencegahan infeksi
Pengertian : dengan kriteria hasil : Observasi
berisiko - Demam menurun - Monitor tanda dan gejala

30
mengalami - Kemerahan menurun infeksi lokasi dan
peningkatan - Nyeri menurun sistemik
terserang - Nafsu makan meningkat Terapeutik
orgasme - Bengkak menurun - Batasi jumlah
patogenik pengunjung berikan
(D.0142) perawatan kulit pada
area edema
- Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan dan tanda
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan emningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasipemberian
imunisasi, jika perlu
8. Risiko cedera Tingkat cedera menurun Pencegahan cedera
Pengertian : dengan kriteria hasil : Observasi

31
berisiko - Toleransi aktivitas - Identifikasi area
mengalami meningkat lingkungan yang
bahaya/ - Nafsu makan berpotensi
kerusakan fisik meningkat menyebabkan cedera
yang - Toleransi makanan - Identifikasi obat yg
menyebabkan meningkat berpotensi
seseorang tidak - Kejadian cedera menyebabkan cedera
lagi menurun - Identifikasi kesesuaian
sepenuhnya - Luka/lecet menurun alas kaki atau stoking
sehat/ dalam - Fraktur menurun elastis pada ekstremitas
kondisi baik perdarahan menurun bawah
(D.0136) - Ekspresi wajah Terapeutik
kesakitan menurun - Sediakan pencahayaan
- Pola istirahat/tidur yg memadai
membaik - Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
lingkungan ruang
rawat
- Gunakan alas lantai
jika beresiko
mengalami cedera
serius
- Sediakan alas kaki
antislip
- Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik
yg diperlukan
- Diskusikan mengenai
alat bantu mobilitas yg
sesuai

32
- Diskusikan bersama
anggota keluarga yg
dapat mendampingi
pasien
Edukasi
- Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
- Anjurkan berganti
posisi secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh


ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Jika globin alfa
yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin
beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang
terjadi dimulai dari anemia hingga osteoporosis. Thalassemia harus sudah
diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan
adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen
asam float dan beberapa terapi.

4.2 SARAN

Thalassemia ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada
penderita agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti
anemia biasa, maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan pengobatan
sejak dini serta konsultasikan kepada dokter. Untuk menghindari resiko
akibat penyakit thalassemia, Pemerintah diharapkan agar menghimbau dan
memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai penyakit
thalassemia dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat.

34
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information.


Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC

Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta :
MediaCtion Publishing

Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U


Pandit.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1.
Jakarta : PT. Fajar Interpratama

35

Anda mungkin juga menyukai