Oleh: Andhi Rachman, S.Pd Guru SD Negeri Kebon Melati 1, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Guru memiliki beragam tugas yang harus diembannya. Profesionalitas guru
menuntutnya agar dapat melaksanakan seluruh tugas dan fungsi di sekolah. Guru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik...”. Di sini amatlah jelas, bahwa tugas utama guru adalah berinterkasi dengan peserta didik dalam konteks pembelajaran di kelas. Selain tugas utama, guru juga dapat diberikan tugas tambahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 15 Tahun 2018, dijelaskan pada pasal 3 ayat (7) bahwa tugas tambahan guru meliputi: 1) wakil kepala sekolah; 2) ketua program keahlian sekolah; 3) kepala perpustakaan sekolah; 4) kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi/teaching factory sekolah; 5) pembimbing khusus sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau terpadu; 6) dan tugas tambahan lain terkait dengan pendidikan di sekolah. Dijelaskan juga dalam Permendikbud tersebut dalam pasal 6 ayat (1), tugas tambahan lain terkait dengan pendidikan di sekolah yang dimaksud adalah wali kelas, pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), pembina ekstrakurikuler, koordinator Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)/Penilaian Kinerja Guru (PKG) atau Bursa Kerja Khusus (BKK), guru piket, ketua Lembaga Sertifikat Profesi Pihak Pertama (LSP-P1), penilai kinerja guru, pengurus organisasi profesi, dan/atau tutor pendidikan jarak jauh. Baik di dalam UU Guru dan Dosen ataupun Permendikbud No. 15 tahun 2018, guru tidak terdapat tugas sebagai bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tugas utama guru jelas, melaksanakan pembelajaran di kelas bersama peserta didik. Tugas tambahan pun tentu masih sekait dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Sementara, menjadi bendahara BOS meskipun memiliki kaitan tidak langsung tapi akan sangat mengganggu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) di sekolah. Guru yang mendapat tugas sebagai bendahara BOS, disibukan dengan pembukuan, laporan, rapat-rapat dinas sekait BOS, dan yang paling mengerikan adalah saat audit keuangan. Mengapa mengerikan? Karena tidak jarang, guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai bendahara BOS tidak atau sulit melakukan pembukuan yang benar. Baik itu mulai dari penyusunan anggaran, pelaksanaan, sampai dengan laporan BOS. Memang benar dalam petunjuk pelaksanaan BOS yang dikeluarkan oleh pemerintah, tim pengelola bos di sekolah terdiri dari beberapa unsur. Tim pengelola BOS (Permendikbud No. 18 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler) terdiri atas: 1) bendahara, 1 orang unsur guru, 1 orang unsur komite sekolah, dan 1 orang unsur orang tua peserta didik. Kenyataan di lapangan, hanya bendahara BOS yang paling berperan dalam proses pengelolaan BOS, tentunya bersama dengan kepala sekolah. Guru seharusnya lebih fokus dalam pembelajaran di kelas. Apalagi guru Sekolah Dasar (SD). Guru SD umumnya sudah memiliki tugas tambahan sebagai wali kelas, dan pembina ekstrakurikuler. Selain itu, tugas utama guru SD lebih banyak ketimbang guru di tingkat satuan lainnya. Guru SD selain Tupoksi yang telah disebutkan di atas, dia juga berperan sebagai guru bimbingan dan konseling (BK). Dia tidak dapat optimal melakukan tugasnya sebagai guru profesional jika diberi tugas tambahan bendahara BOS. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti Wahuningtias dalam kesimpulannya mengatakan, “Guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai bendahara BOS tidak akan efektif karena saat melakukan kedua tugas tersebut dilaksanakan dengan tidak baik.” (dalam artikel berjudul “Keefektifan peran guru sebagai pendidik dan bendahara bantuan operasional sekolah”). Ini berarti pada akhirnya guru yang mendapat tugas tambahan sebagai bendahara BOS tidak dapat melaksanakan tugas utamanya dengan baik. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan alasannya yaitu guru banyak mengorbankan waktunya untuk mengelola BOS, bahkan sampai terpaksa meninggalkan kelas. Peserta didik akhirnya menjadi korban. Kualitas mutu pendidikan pun bisa jadi menjadi rendah. Belum lagi berhadapan dengan orang tua/wali peserta didik yang mengeluhkan kinerja guru. Guru yang mendapatkan tugas tambahan bendahara BOS, pada akhirnya mendapatkan tekanan dari dalam dan luar sekolah. Keadaan seperti ini tentu sangat merugikan, terutama buat guru itu sendiri. Sebagian besar guru tidak mampu menolak menjadi bendahara BOS. Loyalitas terhadap pimpinanlah yang selalu diberikan ketika beberapa alasan penolakan diutarakan. Bahkan sampai diancam akan dilaporkan kepada pihak dinas pendidikan atau badan kepegawaian jika tidak mau mengikuti kemauan pimpinan. Padahal resiko yang harus ditanggung bendahara BOS sangat berat dan berbahaya. Sudah rahasia umum, pengelolaan BOS memiliki celah untuk disalahgunakan. Meskipun pemerintah terus melakukan perbaikan dalam penyelenggaraannya, namun penyelewengan BOS masih saja terjadi. Guru yang mendapat tugas bendahara BOS, tentu akan terus merasa was-was dan khawatir jika akhirnya tersandung masalah hukum. Apakah guru seperti ini bisa sejahtera? Tentu tidak jawabannya. Untuk itulah, maka penulis memiliki beberapa pandangan sekait permasalahan ini. Pertama, sudah saatnya bendahara BOS berasal dari orang yang kompeten di bidang pengelolaan keuangan. Pemerintah seharusnya menunjuk atau mengangkat pegawai teknis yang profesional untuk mengelola BOS. Ini terutama di sekolah-sekolah dasar. Di sana keberadaan tenaga pendidik sangat minim sehingga akan menjadi beban jika gurunya pun harus berkutat dengan laporan BOS. Kedua, jika tenaga untuk mengelola BOS memang terbatas maka di sekolah- sekolah dasar bisa dilakukan penggabungan pengelolaan. Maksudnya bendahara BOS bisa memegang dan mengelola beberapa sekolah, berbasis gugus misalkan. Ketiga, jika tenaga pengelola BOS ini tidak ada atau tidak memungkinkan maka agar dibuat aturan tentang bendahara BOS sebagai tugas tambahan guru. Peraturan ini dimaksudkan agar pembagian tugas tambahan bendahara BOS dan tugas utama guru dapat diatur, sehingga tidak mengganggu satu sama lain. Dari ketiga usulan tersebut, penulis sangat berharap agar ke depan guru tidak lagi dihantui dengan penunjukan bendahara BOS. Implikasi dari tugas ini tidak sebanding dengan insentif yang diberikan sesuai dengan aturan petunjuk teknis pengelolaan BOS. Guru akan sejahtera jika tidak diberi tugas tambahan bendahara BOS. Biarlah pengelolaan keuangan ini dikerjakan oleh ahlinya dan guru dapat kembali ke kelas tanpa harus dipusingkan dengan uang yang tak pernah menjadi milik pribadinya.