Sepulang sekolah, badanku lelah sekali. Kuraih handphoneku, lalu berbaring di tempat terempuk dan
ternyaman yang kumiliki, yaitu tempat tidurku. Ku mencek medsos, sembari beristirahat. Inilah yang
biasa kulakukan sepulang sekolah. Mungkin hampir setiap hari, aku aktif di medsos. Dari sinilah aku
mempunyai banyak teman dan kenalan. Teman medsosku banyak yang satu kota denganku walau
dari daerah yang berbeda.
Ketika aku on Facebook, aku teringat satu hal yang membuatku penasaran sejak dua tahun yang lalu.
Kebetulan ada teman medsosku yang satu sekolah dengan orang yang aku maksud. Teguh, nama
temanku.
“Nggak kenapa-kenapa kok. Boleh tau nama facebooknya?,” tanyaku semakin penasaran.
“Gimana ya? Kamu suka sama dia, Del?,” tanya Teguh membuat aku jadi salah tingkah.
“Bukan. Tapi, teman aku yang pengen tahu sama dia,” aku mencoba menggelak.
“Oo ya udah. Namanya Adrian Kasyfi”
Dua tahun yang lalu, aku mencari-cari dia di medsos. Awalya aku dan dia bertemu di sebuah
perlombaan. Dia beda dari yang lain. Waktu itu dia duduk di samping sekolahku. Waktu dia tampil aku
memeperhatikannya dengan seksama. Pernah terbesit dalam hatiku, kalo dia juga memperhatikanku.
Tapi, pikiran itu aku buang jauh-jauh.
Di tahun berikutnya aku bertemu dengannya, di sebuah perlombaan. Ketika aku menemani temanku
yang satu ruang pelatihan dengan Adrian, diam-diam aku memperhatikannya. Senyumnya manis
sekali. Dari situ aku mencoba bertanya kepada temanku siapa namanya, sejak itu aku thu namanya
Adrian.
Pada perlombaan berikutnya, aku bertemu dengan dia lagi. Dia juga ikut lomba menulis resensi
denganku di perpustakaan di kota. Ketika itu aku mempergoki dia sedang menatapku. Tapi aku coba
biasa saja. Barangkali bukan ke aku ia mentap, barang kali keppada buku-buku yang tersusun rapi di
perpustakaan itu.
Pada tahun berikutnya, aku bertemu dia lagi. Ketika salah satu host tv, memberi microphone
kepadanya, dia menyebutkan namanya Adrian Kafysi. Awalya aku kaget mendengar suaranya, karena
aku pikir suaranya akan lembut seperti wajahya, tetapi malah kebalikannya. Saat itu, ia member
komentar tentang jawaban yang ditulisnya. Ternyata jawaban aku dan dia sama. Jawaban kami salah.
Akhirnya aku gugur. Aku yang tahun lalu meraih piala itu, gugur. Aku menangis, dan langsung berlari
ke luar gedung.
Ternyata diam-diam Adrian melihatku menagis dari kejauhan. Aku pernah berpikir saat itu, “Toh kalo
jodoh akan ketemu juga, aku tak ingin membahas ini sekarang” kata Adellya, dalam hati, menatap
Adrian dari kejauhan sambil menangis.
Dan sekarang, aku baru bisa mengetahui nama akun medsosnya. Karena hari sudah larut malam, aku
pun memutuskan untuk tidur.
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku mencek kembali medsosku. Ternyata dia sudah
mengkonfirmasi pertemananku. Aku senang. Kemudian, kucoba membuka akunnya. Aku sukai
kiriman-kiriman yang ada di kronologinya. Setelah on facebook, kemudian aku makan siang dan
membantu orangtuaku.
Malamnya, kucoba buka kembali facebookku, ternyata ada satu pesan. Betapa senangnya aku, dia
menginbox dengan menulis “TFL Adelya Mazaya”. Aku pun membalas pesannya “Iya sama-sama”
jawabku. Karena, dia off. Aku pun off medsos, dan berencana esok hari akan membukanya kembali.
Awal dari sini, kami mulai sering ngobrol, dan bercerita. Ternyata dia bukan orang yang cuek dan
jutek seperti kata temannya, pikirku. Setelah satu minggu, kami pun menjadi akrab. Dia sering
meneleponku. Ketika itu dia katanya ada rencana ke daerahku, pergi main-main, dia kan liburan UN.
“Del, kamu ada waktu nggak besok?” tanya Adrian lewat telepon.
“Ada, emang ada apa?”
“Boleh nggak, kalo aku ketemu kamu?”
“Iya boleh. Emang di mana akan kamu tunggu aku?”
“Di mana ya? Aku juga tidak tahu tempat-tempat di daerahmu,” kata Adrian.
“Oh ya, kamu tahu pertamina di daerahku?”
“Iya, aku tahu.”
“Tunggu saja aku di sana,”
Malam pun semakin senyap, aku pun mengakhiri percakapan kami di telepon.
Keesokan harinya, ia menungguku di pertamina. Ketika itu jam menunjukkan pukul 14.45. Ketika aku
melewati pertamina, ada seorang laki-laki yang tidak asing oleh mataku, ia tersenyum kepadaku,
senyumannya begitu manis, ternyata dia adalah Adrian. Sudah lama aku tak berjumpa dengannya.
Setelah menemukan tempat yang cocok, kami pun berbincang-bincang. Dia selalu tersenyum padaku
saat itu. Membuatku meleleh, bagai lelehan cokelat. Aku dan dia hanya mengobrol sebentar saja,
dikarenakan temanku ada urusan dengan mamanya. Akhirnya, aku pamit pulan kepada dia dan
teman-temannya.
Besok harinya, sepulang sekolah aku mencek handphoneku, tidak ada satu pesan pun dari dia. Aku
berpikir mungkin ia sedang sibuk. Malam harinya, ponselku masih kosong tanpa pesan darinya. Aku
mulai khawatir, dia kenapa-kenapa. Lalu, aku mencoba untuk meng-sms dan meneleponnya. Sms ku
tak dibalasnya dan teleponku pun tak diangkatnya.
“Oh, Tuhan. Apa yang terjadi dengan dia? Aku takut dia kenapa-kenapa,” desah batinku.
Seminggu telah berlalu tanpa kabar darinya, aku lalu bertanya kepada temannya, apa yang terjadi
padanya.
“Rom, Adrian baik-baik aja kan? Dia kenapa?,” tanya Adellya pada teman Adrian.
“Aku lihat kemaren sih dia baik. Kemaren aja aku kumpul-kumpul bareng dia. Aku juga nggak tahu
kenapa, tanya aja langsung ke orangnya,”
“Oogitu. Makasih ya,” tulisku mengakhiri percakapan di facebook.
“Ya Tuhan, aku sayang dia. Apa dia tidak sayang aku ya? Apa aku yang terlalu berharap sama dia.
Aku takut dia lupain aku,” aku pun menangis dan memeluk gulingku.
Tiba-tiba ada pesan masuk di facebookku, aku pun membacanya. Ternyata dari teman lama
seperlombaan denganku, Petralya Ecca, namanya. Aku biasa memanggilnya Pet.
“Baik juga, ada waktu sekarang nggak, Del? Aku sekarang di daerahmu,”
“Wah, beneran? Adak kok. Oh iya, kamu ada di mana? Kamu tunggu aku di sana ya,”
“Aku ada di taman.”
“Oke, tunggu di sana ya,”
Setelah itu aku langsung mandi dan berkemas-kemas. Aku pun pergi ke taman sendiri, karena tidak
begitu jauh dari rumahku.
“Hai, Adel. Di sini” Pet melambaikan tangan kepadaku.
“Maaf kelamaan ya,”
“Oh gak apa-apa, santai aja kali, Del”
Aku dan Pet berbincang-bincang sampai tertawa, padahal hatiku sedang nelangsa karena Adrian. Aku
mencoba memasang wajah bahagia, karena aku tak ingin orang lain merasakan kenelangsaanku.
“Be my lady, be the one. And good things will come to our heart. You’re my lady, you’re my one. Give
me chance to show you love,” Suara nyanyian itu seperti ku kenal. Ternyata benar, itu Adrian.
Adellya Mazaya
Inilah aku
Dengan segala kekuranganku
“Cie cie selamat ya, yang udah jadian,” Pet memberikan selamat kepada kami berdua.
Dialah Adrian Kasyfi, mawar pertamaku, cinta pertamaku.
SELESAI
Aku sangat suka menulis. Jangan lupa untuk mengunjungi blogku arnimelati.blogspot.com
instagram: arnimelati_
Facebook: Arni Melati(AM)
Terima kasih.