Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi
material dan atau energi sehingga material dan atau energi itu berada
dalam keadaan yang diinginkan. Keadaan itu dapat berupa besaran fisika
atau kimia, seperti suhu, tekanan, laju alir, tinggi permukaan cairan,
komposisi, pH dan sebagainya. Disini pengertian sistem proses sudah
mencakup bahan dan alur proses beserta peralatannya. Sengaja tidak
membedakan sistem proses dan pemroses, sebab kata “sistem”
mengandung pengertian seluruh komponen yang terlibat dalam suatu
proses.
Pengendalian proses pada dasarnya adalah usaha untuk mencapai
tujuan proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Namun
apakah memang betul – betul diperlukan pengendalian proses. Jawaban
terhadap pertanyaan ini bisa “tidak” atau “ya”. Proses tidak perlu
dikendalikan jika memang tujuan proses tercapai tanpa unsur
pengendalian. Contoh sederhana adalah mempertahankan suhu air pada
1000C. Tanpa dikendalikan maka tujuan proses bisa tercapai. Proses perlu
dikendalikan jika untuk mencapai tujuan perlu pengawasan terus menerus.
Contoh sederhana adalah mempertahankan suhu air pada 400C dalam
udara yang bersuhu kamar dan tekanan normal.
Pada zaman sekarang, industri kimia sudah berkembang pesat baik
di Indonesia maupun di dunia. Oleh sebab itu maka diperlukan
pengendalian atau pengontrolan. Pengendalian atau pengontrolan sangat
penting dalam suatu industri, tetapi ada saatnya pengendalian itu tidak
diperlukan dalam suatu pabrik. Pabrik kimia atau pabrik lain yang sejenis
harus beroperasi pada kondisi operasi tertentu.
Oleh sebab itu ada 3 proses yang perlu dikendalikan yaitu :
1) Keamanan operasi
Beberapa sistem proses dipabrik memiliki kondisi operasi
yang berbahaya. Untuk mencegah kecelakaan karena kondisi
maksimum terlampaui diperlukan pengendalian terhadap beberapa
variabel yang menjadi potensi bahaya

2) Kondisi operasi
Pada operasi atau reaksi tertentu diperlukan kondisi tertentu
pula. Pengendalian diperlukan agar beroperasi secara optimal.

3) Faktor ekonomi
Pabrik didirikan adalah untuk menghasilkan uang. Sehingga
produk akhir harus sesuai dengan permintaan pasar. Prinsipnya
bukan kualitas produk terbaik yang diharapkan, tetapi kualitas
yang dapat diterima pasar dengan biaya operasional rendah
sehingga menghasilkan untung sebesar – besarnya. Kualitas sangat
bagus tetapi memerlukan biaya operasional yang tinggi, sehingga
harga jual menjadi mahal dan tidak laku di pasar, sehingga hal itu
tidak diharapkan. Atas dasar itu peranan pengendalian proses
adalah membuat kondisi operasi agar menghasilkan produk yang
sesuai permintaan pasar.

1.2 Tujuan Percobaan


Dalam percobaan kontrol tekanan ini, memilki tujuan sebagai
berikut :
1. Mengetahui prinsip kerja dari alat control pressure
2. Pengendalian laju air dengan menggunakan mode kontrol
Pengendalian Proposional (P), Proposional Integral (PI), dan
Proposional Integral Derivatif (PID).
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi
Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian secara
automatik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga
kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh komponen
yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau
sistem kontrol.

2.2 Jenis Variabel


Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang
pengendalian proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau
disebut juga variabel terkendali (controlled variable). Variabel proses
adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan proses.
Variabel ini bersifat dinamik artinya nilai variabel dapat berubah spontan
atau oleh sebab lain baik yang diketahui maupun tidak. Diantara banyak
macam variabel proses , terdapat empat macam variabel dasar, yaitu : suhu
(T), tekanan (P), laju alir (F) dan tinggi permukaan cairan (L).
Dalam teknik pengendalian proses , titik berat permasalahan adalah
menjaga agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur
(trayektori) tertentu. Variabel yang digunakan untuk melakukan koreksi
atau mengendalikan variabel proses disebut variabel termanipulasi
(manipulated variable, MV) atau variabel pengendali. Sedang nilai yang
diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi variabel proses disebut nilai
acuan (setpoint value, SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih
terdapat variabel lain yaitu gangguan (disturbance) baik yang terukur
(measured disturbance) maupun tidak terukur (unmeasured disturbance)
dan variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled output variable).
Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu mempengaruhi
nilai variabel proses, tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
Variabel keluaran tak terkendali adalah variabel keluaran yang tidak
dikendalikan secara langsung.

Ganguan terukur Variabel terkendali

Variabel tak terukur


Sistem Proses

Variabel Termanipulasi Variabel tak terkendali

Gambar 2.2.1 Jenis variabel dalam sistem proses

Sebagai contoh proses destilasi fraksionasi dalam kolom piring


memiliki jenis variabel sebagai berikut :
- Gangguan terukur : laju alir umpan
- Gangguan tak terukur : komposisi umpan
- Variabel termanipulasi : - laju refluks
- laju kalor ke pendidih ulang
- laju destilat
- laju produk bawah
- laju alir pendingin
- Variabel terkendali : - komposisi destilat
- komposisi produk bawah
- tinggi permukaan akumulator refluks
- tinggi permukaan kolom bawah
- tekanan kolom
- Variabel tak terkendali : suhu tiap piring sepanjang kolom

2.3 Jenis sistem pengendalian


2.3.1 Sistem Pengendalian Simpal terbuka dan Tertutup
Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem
pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open –
loop control system) dan sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop
control system).
Sistem pengendalian simpal terbuka bekerja tanpa membandingkan
variabel proses yang dihasilkan dengan nilai acuan yang diinginkan.
Sistem ini bekerja semata – mata bekerja atas dasar masukan yang telah
dikalibrasi. Sebagai contoh sederhana adalah keran air yang terkalibrasi.
Dengan memandang keran sebagai suatu sistem, maka bukaan keran
(sudut putaran keran) adalah sebagai masukan dan laju alir air sebagai
keluaran sistem. Berdasarkan hukum dinamika fluida, laju air tergantung
pada beda tekanan yang melintas keran. Misal pada posisi keran X1
dengan beda tekanan P2 mengalir air pada laju Q2 (gambar 2.2). Jika oleh
sebab tertentu tiba – tiba beda tekanan berubah menjadi P1, maka posisi
keran tetap X1 dan menghasilkan laju alir Q1. Dengan demikian sistem
pengendalian simpal terbuka tidak dapat mengatasi perubahan beban atau
gangguan yang terjadi.
Meskipun dari uraian di atas, sistem simpal terbuka merupakan
sistem yang buruk, karena tidak mampu mengatasi gangguan, tetapi
memiliki keuntungan sebagai berikut :
 Lebih murah dan sederhana dibandingkan sistem simpal tertutup
 Jika sistem mampu mencapai kestabilan sendiri, maka akan tetap
stabil
Untuk mengatasi kekurangan sistem simpal terbuka , operator
pabrik akan mengatur kembali besarnya gangguan agar diperoleh sasaran
yang diinginkan. Tetapi dengan tinadakan operator ini berarti telah
membuat sistem simpal tertutup.Berbeda dengan sistem simpal terbuka ,
pada sistem pengendalian simpal tertutup terdapat tindakan
membandingkan nilai variabel proses dengan nilai acuan yang diinginkan.
Perbedaan ini digunakan untuk melakukan koreksi sedemikian rupa
sehingga nilai variabel proses sama atau dekat dengan nilai acuan. Dengan
demikian terdapat mekanisme umpan balik. Sehingga sistem pengendalian
simpal tertutup lebih dikenal dengan sistem pengendalian umpan balik.
P1
Q1
P2

Q2
P3

Q3
keran

X1 Keran air
X terkalibrasi Q

Gambar 2.3.1.1 Sistem Pengendalian Simpal Terbuka

Meskipun sistem simpal tertutup mampu mengatasi gangguan atau


perubahan beban tetapi memiliki kelemahan sebagai berikut :
 Lebih mahal dan kompleks dibanding sistem simpal terbuka
 Dapat membuat sistem tidak stabil, meskipun sebenarnya tanpa umpan
balik sistem dapat mencapai kestabilan sendiri.

2.3.2 Sistem Pengaturan dan Pengendalian


Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik
dibedakan atas dua jenis yaitu sistem pengendalian dengan nilai acuan
tetap (dibidang elektro sering disebut sistem pengaturan) dan sistem
pengendalian dengan nilai acuan berubah (dibidang mekanik sering
disebut sistem pengendalian, sistem servo atau tracking). Tujuan utama
sistem pengaturan adalah mempertahankan agar nilai variabel proses tetap
pada nilai yang diinginkan. Sedangkan pada sistem pengendalian, tujuan
utamanya adalah mempertahankan agar nilai variabel proses mengikuti
perubahan nilai acuan.
Di bidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun
hampir semuanya bekerja dengan titik acuan tetap tetapi lebih populer
dengan istilah sistem pengendalian dan bukan sistem pengaturan. Hal ini
disebabkan karena istilah pengendalian lebih mencerminkan kondisi
dinamik.

2.3.3. Sistem Pengendalian Umpan balik


Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah
mengukur variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya
tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan
balik negatif. Artinya jika nilai variabel proses berubah terdapat umpan
balik yang melakukan tindakan untuk memperkecil perubahan itu.

2.4 Langkah pengendalian


Langkah – langkah pengendalian adalah sebagai berikut :
a. Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau
mengamati nilai variabel proses
b. Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai terukur)
dibandingkan dengan nilai acuan (setpoint)
c. Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk
menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu
d. Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan
nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.

2.5 Instrumentasi proses


Pelaksanaan keempat langkah pengendalian seperti yang telah
dijelaskan pada point 2.4 memerlukan instrumentasi berikut :
a. Unit Pengukuran
Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa
besaran fisik atau kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, pH, konsentrasi
dan sebagainya menjadi sinyal standar. Bentuk sinyal standar yang populer
di bidang pengendalian proses adalah berupa sinyal pneumatik (tekanan
udara) dan sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri atas dua bagian besar
yaitu :
1. Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan dengan
variabel proses
2. Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor
(gerakan mekanik, perubahan hambatan, perunahan tegangan atau
arus) menjadi sinyal standar.
Dalam bidang pengendalian proses, istilah transmiter lebih populer
dibandingkan dengan tranduser. Meskipun keduanya berfungsi serupa,
tetapi transmiter mempunyai makna pengirim sinyal pengukuran ke unit
pengendali yang biasanya terletak jauh dari tempat pengukuran, ini lebih
sesuai dengan keadaan sebenarnya di pabrik.

b. Unit Pengendali
Bagian ini bertugas membandingkan, mengevaluasi, dan
mengirimkan sinyal ke unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa
operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian , integrasi dan diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyalkendali
yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar
yang serupa dengan sinyal pengukuran.

c. Unit kendali akhir


Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi
atau tindakan koreksi melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini
terdiri atas dua bagian besar, yaitu aktuator dan elemen kendali akhir.
Aktuator adalah penggerak elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa
motor listrik, solenoida dan membran pneumatik. Sedangkan elemen
kendali akhir biasanya berupa katup kendali (control valve) atau elemen
pemanas.

2.6 Diagram blok


Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat
berbentuk blok (kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan
keluar. Sinyal dapat berupa arus listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran
cairan, tekanan cairan, suhu, pH, kecepatan, posisi dan sebagainya. Sinyal
yang perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal keluar yang
secara langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau
massa yang masuk biasanya tidak digambarkan.
Diagram blok lengkap sistem pengendalian flow digambarkan
sebagai berikut :

W-
r+ e U M+ C
GC GV GP

y-

Gambar 2.6.1 diagram blog lengkappengendalian flow

Keterangan gambar :
r+ = nilai acuan atau setpoint value (SV)
e = sinyal galat (error) dengan e = r –y
y = sinyal pengukuran
u = sinyal kendali
M+ = variabel termanipulasi
W- = variabel gangguan
C = variabel proses
GC = komputer
GV = pompa A
GP = orifice
H = transmiter

PC PT

Keterangan :

PC : unit pengendalian pressure


pressure controller
PT : unit pengukuran pressure
pressure transmiter
GV : unit control akhir (pompa A)

AIR GV

Gambar 2.6.2 Diagram Instrumentasi Pengendalian Proses Kontrol pressure

pressure dideteksi oleh sensor dan dikirim oleh bagian transmiternya (PT)
ke unit pengendali pressure (PC). Di dalam unit pengendali pressure akan
dibandingkan dengan nilai acuan yang diharapkan. Jika tidak sesuai dengan
acuan, maka unit pengendali akan member sinyal ke unit kendali akhir untuk
melakukan aksi.
2.6.1 Tanggapan transien sistem tertutup
Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan
memandang sistem sebagai suatu blok dengan dua masukan (r dan w) dan
satu keluaran (y).
r
SISTEM PENGENDALIAN
W y
Gambar 2.6.1.1 Penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok
Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan,
idealnya nilai variabel proses dapat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi
kondisi demikian biasanya tidak terjadi. Nilai variabel proses akan
mengalami beberapa kemungkinan perubahan yaitu :

 Tanpa osilasi (overdamped)


 Osilasi teredam (underdamped)
 Osilasi kontinyu (sustained oscillation)
 Tidak stabil (amplitudo membesar)

Keempat tanggapan di atas dibuat dengan memberi masukan


berupa step function yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai
masukan konstan ke nilai masukan konstan yang lain. Besarnya perubahan
tersebut biasanya paling besar 10 %.Tanggapan tanpa osilasi bersifat
lambat namun stabil. Sedangkan tanggapan osilasi teredam memiliki
sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil
dan akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit terjadi
kestabilan.
Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu variabel proses secara
terus menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap.
Terakhir tanggapan tidak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi
demikian sangat berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan.

y y

Tanggapan teredam ( ζ > 1) Tanggapan osilasi teredam ( 0 < ζ < 1)


y

Osilasi kontinyu( ζ = 1) Tak stabil ( ζ < 0)


Gambar 2.6.1.2 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai acuan

Dari keempat kemungkinan tadi yang paling dihindari bahkan sama


sekali tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo
membesar. Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal
masih bisa diterima , meskipun cukup berbahaya.
perhatian untuk praktisi industri , meskipun variabel proses secara
terus menerus terlihat berayun seperti mengalami osilasi kontinyu, tetapi
belum tentu benar-benar terjadi osilasi dalam sistem pengendalian . Boleh
jadi kondisi demikian memang sifat variabel itu sendiri, misalnya aliran
gas atau turbulensi fluida.

2.7 Tujuan pengendalian


2.7.1 Hakikat Utama
Hakikat utama tujuan pengendalian proses adalah mempertahankan
nilai variabel proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi. Makna dari
pernyataan ini adalah satu atau beberapa nilai variabel proses mungkin
perlu dikorbankan semata – mata untuk mencapai tujuan yang lebih besar,
yaitu kebutuhan operasi keseluruhan agar berjalan sesuai yang dinginkan.

2.7.2 Tujuan Ideal dan Praktis


Tujuan ideal adalah mempertahankan nilai variabel proses agar
“sama” dengan nilai acuan. Sedangkan tujuan praktis adalah
mempertahankan nilai variabel proses “disekitar” nilai acuan dalam batas
– batas yang ditetapkan.
Tujuan pengendalian erat berkaitan dengan kualitas pengendalian
yang didasarkan atas bentuk tanggapan variabel proses. Setelah terjadi
perubahan nilai acuan (setpoint) atau beban diharapkan.
o Penyimpangan maksimum dari nilai acuan sekecil mungkin
o Waktu yang diperluakan oleh variabel proses mencapai kondisi
mantap sekecil mungkin
o Perbedaan nilai acuan dan variabel proses setelah tunak sekecil
mungkin
Atau dapat dinyatakan dengan istilah umum sebagai berikut :
o Minimum overshoot
o Minimum settling time
o Minimum offset
Dengan kata lain kualitas pengendalian yang diharapkan adalah :
o Tanggapan cepat
o Hasilnya stabil dan tidak ada penyimpangan dengan nilai acuan

beban

Settling time

variabel
proses

offset
Maximum error
(overshoot)

Gambar 2.7.2.1 Tanggapan sistem pengendalian


2.8 Kriteria kualitas Pengendalian
Evaluasi kinerja sistem pengendalian memerlukan dua hal yaitu
jenis tes dan kriteria yang tepat. Jenis tes yang paling sering dipakai adalah
dengan cara mengubah nilai acuan atau beban secara mendadak (step
response test). Dari hasil tes selanjutnya dihitung apakah memenuhi
kriteria atau tidak. Kriteria yang paling umum dipakai industri adalah :
o Redaman seperempat amplitudo (quarter amplitudo decay ratio)
Kriteria ini merupakan kriteria popular di kalangan praktisi dan
teoritis, sebab mampu mengakomodasikan ketiga kualitas
pengendalian sebagaimana sudah disebutkan. Maksud kriteria
redaman seperempat amplitude adalah, amplitudo puncak berikutnya
memiliki nilai seperempat dari puncak amplitudo sebelumnya. Atau
decay ratio sebesar 0,25.
o Nilai acuan dari integral galat absolut (integral absolut error,IAE)
Kriteria ini dipakai jika overshoot diatas nilai acuan tidak
diperkenankan. Kondisi redaman kritik merupakan batas osilasi
tersendam. Tanggapan pasa redaman kritik adalah paling cepat dan
tanpa overshoot.
o Redaman kritik (critical damping)
Kriteria integral galat absolute menunjukkan luas total galat.

1. Kriteria redaman seperempat amplitudo


Kriteria ini merupakan kriteria populer di kalangan praktisi dan teoritisi,
sebab mampu mengakomodasi ketiga kualitas pengendalian
sebagaimana tersebut pada butir (2.4.5). Maksud kriteria redaman
seperempat amplitudo adalah amplitudo puncak berikutnya memiliki
nilai seperempat dari puncak amplitudo selanjutnya atau decay ratio
sebesar 0,25.

2. Kriteria redaman kritik


Kriteria ini dipakai jika overshoot diatas nilai acuan tidak diperkenankan
. Kondisi redaman kritik merupakan batas osilasi teredam. Tanggapan
pada redaman kritik adalah paling cepat dan tanpa overshoot.

3. Kriteria nilai minimum dari integral galat absolut


Kriteria integral galat absolut menunjukkan luas total galat.

Gambar 2.8.1 kriteria integral galat absolut (IAE)/ luas daerah yang diarsir

2.9 Model-model pegendalian


2.9.1 Pengendalian Proportional
Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang
besarnya sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat
hubungan tetap dan lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen
kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah perubahan posisi katub
dibagi dengan perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran
gain kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band
(PB) yaitu perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan
perubahan sinyal kendali sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan
kebutuhan pengendalian dibandingkan gain proportional.
Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem
pengendalian. Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan
semakin cepat). Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi
stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan
nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan
pengendali on – off. Satu – satunya problem pengendalian proportional
adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang
disebabkan perubahan beban, sebab dengan perubahan beban memerlukan
nilai sinyal kendali (u) yang berbeda. Dengan demikian offset memang
diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda
dengan Uo, untuk menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang
baru.
Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal
kendali terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).

2.9.2 Pengendali Proportional Integral (PI)


Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan
untuk menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator
yaitu dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama
dengan nilai acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi
integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan
waktu integral (T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu
integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral
lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat
berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan
overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat pengendali proportional
integral (PI) adalah :
- Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat
- Tidak terjadi offset
- Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil.

2.9.3 Pengendali Proportional Integral Derivative (PID)


Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan
aksi derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis
pengendalian PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan
sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan
derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu
penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu
mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).
Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif :
- Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise
- Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)

2.10 Transfer Function


W-
R+ e u M+ a C
GC GV GP

y-

𝑒 =𝑅−𝑦

𝑢 = 𝑒 ∙ 𝐺𝐶

= (𝑅 − 𝑦) ∙ 𝐺𝐶

𝑚 = 𝑢 ∙ 𝐺𝑉

= (𝑅 − 𝑦) ∙ 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉

𝑎 =𝑚−𝑤

= ((𝑅 − 𝑦) ∙ 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉) − 𝑤

= 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝑅 − 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝑦 − 𝑤

𝑦 =𝐶∙𝐻

𝐶 = 𝑎 ∙ 𝐺𝑃
= (𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝑅 − 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝑦 − 𝑤) ∙ 𝐺𝑃

= 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝑅 − 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝑦 − 𝑤 ∙ 𝐺𝑃

= 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝑅 − 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝐶. 𝐻 − 𝑤 ∙ 𝐺𝑃

𝐶 + 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝐶. 𝐻 = 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝑅 − 𝑤 ∙ 𝐺𝑃

𝐶(1 + 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝐻) = 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝑅 − 𝑤 ∙ 𝐺𝑃

𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃 𝐺𝑃
𝐶= ∙𝑅− ∙𝑊
1 + 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃 . 𝐻 1 + 𝐺𝐶 ∙ 𝐺𝑉 ∙ 𝐺𝑃. 𝐻
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

 Alat yang digunakan adalah PCT-40


 Bahan yang digunakan adalah air

3.1 Prosedur Kerja

1. Memastikan bahwa peralatan telah terhubung dengan benar, seperti kabel


USB dan selang pembuangan di bawah tangki.
2. Menyalakan Komputer dan alat.
3. Mengklik dua kali ikon PTC-40.
4. Pilih Section 10 : Pressure Control lalu klik load.
5. Mengklik ikon View Graph lalu klik Format dan pilih Graph Data.
6. Mengklik ikon View Diagram
7. Mengklik ikon PID lalu setting:
 Proportional Band (P) : 50
 Integral Time (I) :0
 Derivative Time (D) :0
 Set Point : 120
 Pilih “Mode of Operation” Automatic
 Klik OK
8. Klik apply kemudian klik OK
9. Klik ikon GO.
10. Mengamati respon yang terjadi dengan membuka grafik dan table data
dengan cara klik ikon graphics.
11. Menimpan semua data dalam bentuk Microsoft Excel (.xls)
12. Mengulangi langkah di atas dengan memvariasi nilai Proportional Band
dengan nilai 25, 10, 5 dan 2,5%
13. Untuk Pengendalian PI dengan mengulangi langkah 7 hingga 11 dengan
Proportional Band : 5% (konstan) ; dan nilai Integral Time dengan
variasi 5,10, 20, 30 dan 35s
14. Untuk Pengendalian PID dengan mengulangi langkah 7 hingga 11
dengan Proportional Band : 5% (konstan) ; dan nilai Integral Time : 10%
(konstan ) ; dan nilai Derivative Time dengan variasi 10, 20, 30, 40 dan
50 s
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


PB 50%
4
3
tekanan

2
1 Series1
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 25%
50
40
30
tekanan

20
Series1
10
0
00:00 00:43 01:26 02:10 02:53
waktu

PB 10%
80
60
tekanan

40
20 Series1

0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu
PB 5%
100
80
tekanan

60
40
Series1
20
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 2,5%
120
100
80
tekanan

60
40 Series1
20
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 5s
112
110
108
tekanan

106
104 Series1

102
100
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu
PB 5% TI 10s
120
100
80
tekanan

60
40 Series1
20
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 20s
106
104
102
100
tekanan

98
96
94 Series1
92
90
88
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 30s
102
100
98
96
tekanan

94
92 Series1
90
88
86
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu
PB 5% TI 35s
95

90
tekanan

85
Series1
80

75
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 10s TD 10s
120
100
80
tekanan

60
40 Series1

20
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 10s TD 20s
100
80
tekanan

60
40
Series1
20
0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu
PB 5% TI 10s TD 30s
100

80
tekanan

60

40
Series1
20

0
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 10s TD 40s
83
82
tekanan

81
80 Series1

79
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu

PB 5% TI 10s TD 50s
85
84
83
82
tekanan

81
80 Series1
79
78
77
00:00 00:43 01:26 02:10
waktu
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah control pressure merek PTC-40. Ada pun
tujuan dari praktikum kali ini adalah mengenal peralatan yang digunakan
dalam control pressure; mengetahui prinsip kerja dari sensor; mengamati
prinsip kerja system control pressure; mengamati respon dari mode
pengendalian P, PI, dan PID.
Pada praktikum ini nilai yang diinginkan atau dicapai (Setpoint) yaitu
120. Pengendalian dengan mode P (Proportional) dilakukan dengan nilai
50%, 25%, 10%, 5% dan 2,5%. Pada Proportional Band 5%, tanggapannya
merupakan osilasi tak tentu sama halnya pada Proportional Band 25%, Pada
Proportional Band 10% terjadi tanggapan osilasi kontinu sama halnya pada
Proportional Band 5% tetapi yang berbeda yaitu nilai flownya, pada PB 10%
dan 5% nilai flow masing-masing yaitu kisaran 40-60 dan 80-100. Pada PB
2.5% terjadi tanggapan osilasi tak tentu tetapi variable prosesnya lebih
mendekati nilai setpointnya. Sehingga dapat disimpulkan Semakin besar
Proportional Band (PB) semakin cepat stabil tapi semakin jauh dari setpoint
dan offsetx semakin besar.
Pada mode pengendalian PI (Proportional Integral dilakukan dengan
nilai Integral Time 5s, 10s, 20s, 30s dan 35s dengan nilai Propotional Band
tetap yaitu 5%. Pada PB 5% terjadi osilasi kontinu tetapi ketika ditambah
Integral Time terjadi osilasi yang cenderung teredam namun tidak stabil
tetapi pada PB 5% TI 10s terjadi tanggapan osilasi teredam dan stabil dan
nilai semakin mendekati nilai setpointnya sehingga offsetnya kecil. Pada
semua variasi yang dimasukkan pada Integral Time, semakin besar nilai TI
(Integral Time) maka respon cenderung semakin cepat dan semakin
mendekati setpoint.
Pada mode pengendalian PID (Proportional Integral Derivatif)
dilakukan dengan Derivatif Time yaitu 20%, 30%, 40% dan 60% dengan PB
10% dan TI 20%. Pada Pengendalian mode PB 5%dan TI 10s terjadi
tanggapan osilasi teredam dan dekat dengan nilai setpointnya tetapi ketika
ditambahan Derivatif Time (TD) terjadi tanggapan osilasi tak tentu dan
variable proses lebih jauh dari setpoinnya dibanding dengan pengendali PI
(PB 5% dan TI 10s).
Dari percobaan yang dilakukan, pengendalian yang paling optimal
yaitu pada mode pengendalian PI dengan nilai PB 5% dan TI .10s Hal ini
dikarenakan offsetnya kecil dan respon berlangsung cepat serta terjadi pada
kondisi konstan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
 Pada mode pengendalian PI dengan nilai PB 5% dan TI 10s yang paling
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Ramli, 2002.“TeknikKontrol Proses”, Teknik Kimia.Samarinda :Polnes

Setiawan, 2008.KONTROL PID UNTUK PROSES INDUSTRI.


http//www.kontrolpid.pdf, time: 21.00

Anda mungkin juga menyukai