Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ANGKA KEMATIAN IBU

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10

Restu Nurhidayati 141 2014 0082 (B.2)


Hikmah Nurul Isma 141 2014 0042 (B.2)
Nureni 141 2014 0078 (B.2)
Eka Sulasmita 141 2014 0217 (B.6)
Rifqah Awalia Putri 141 2014 0219 (B6)

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA FAKULTAS KESEHATAN


MASYARAKAT JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN AJARAN 2016-2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

penulis kesehatan dan kemudahan dalam berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah Kesehatan Ibu dan Anak dengan judul Angka Kematian Ibu ini tepat pada

waktunya. Makalah ini penulis susun berdasarkan referensi yang ada.

Makalah ini berisi tentang pengertian Angka kematian ibu,penyebab tingginya

angka kematian ibu,distribusi angka kematian ibu di Negara

maju,berkembang,Indonesia, penyebab tinggunya angka kematian ibu di Indonesia,cara

mengatasi angka kematian ibu

Penulis berharap makalah ini dapat berguna terutama bagi penulis sendiri dan

para pembaca pada umumnya. Kami juga mengharapkan kritik, saran dan bimbingannya

dari berbagai pihak demi menghasilkan makalah yang lebih baik lagi.

Makassar , Maret 2016

Penulis
DAFTAR ISI
A. BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Sasaran
B. BAB II PEMBAHASAN
a. Definisi kematian ibu
b. Epidemiologi Angka Kematian Ibu
c. Distribusi AKI di Negara Maju,Berkembang,Indonesia
d. Penyebab Tingginya Kamatian Ibu di Indonesia
e. Frekuensi AKI Di Indonesia
f. Strategi yang di lakukan pemerintah dalam untuk
menyukseskan AKI
g. Implementasi Pemerintah dalam Upaya Menurunkan AKI
h. Pencegahan Terjadinya Kematian Ibu
C. BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kematian ibu merupakan hasil dari interaksi berbagai aspek, baik aspek
klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun faktor-faktor non-
kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis dan
terselenggaranya sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Oleh karena
itu, diperlukan kesamaan persepsi dan pengertian dari semua pihak
mengenai pentingnya dan peran berbagai aspek tersebut dalam
penanganan masalah kematian ibu sehingga strategi untuk mengatasinya
harus merupakan integrasi menyeluruh dari berbagai aspek tersebut.
Berdasarkan estimasi yang dibuat dari hasil SDKI tahun 1990 sampai 2007
menggunakan perhitungan exponensial, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia pada tahun 2015 baru mencapai 161/100.000 kelahiran
hidup,sementara target MDG Indonesia adalah 102/ 100.000 kelahiran
hidup.Berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 tentang
Pembangunan Yang Berkeadilan, maka seluruh Gubernur, Bupati dan
Walikota diwajibkan memprioritaskan upaya pencapaian target MDGs
dalam program pembangunan di daerah yang dituangkan dalam Rencana
Aksi Daerah (RAD) Pencapaian MDGs.
Dalam rangka memfokuskan percepatan pencapaian target MDG 5 yaitu :
Meningkatkan Kesehatan Ibu, diperlukan upaya-upaya yang efektif dan
efisien serta konsisten dari seluruh pemangku kepentingan untuk ikut
bersama-sama berupaya dalam mempercepat penurunan AKI dan Bayi
Baru Lahir di Indonesia. Untuk itu Kementerian Kesehatan menyusun
Rencana Aksi Percepatan Penurunan AKI Tahun 2013 -2015, yang
difokuskan pada 3 Strategi dan 7 Program Utama. Melalui Rencana Aksi ini
diharapkan semua pihak mempunyai pemahaman yang sama mengenai
konsep terjadinya kematian ibu dan bayi baru lahir dan upaya-upaya yang
efektif dan efisien untuk mencegahnya. Diperlukan komitmen yang tinggi
dari semua pihak yang berkepentingan untuk mempercepat penurunan
AKI di Indonesia, yang dituangkan melalui Rencana Aksi Daerah.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Mencapai target Angka Kematian Ibu di Indonesia menjadi 102/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, dan mencapai target Angka Kematian
Ibu di daerah sesuaidengan RAD MDGs/RPJMD bagi daerah yang telah
mencapai target nasional.

Tujuan Khusus
a) Menjabarkan Visi, Misi, dan Program Presiden yang penyusunannya
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025. Dalam RPJMN 2010- 2014 penurunan tingkat
kematian ibu ditargetkan turun dari 307 per 100.000 kelahiran pada 2008
menjadi 118 pada 2014.
b) Menjadi panduan dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan bidang
kesehatan ibu dan neonatal di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota,
baik bagi institusi pemerintah maupun masyarakat dan pihak-pihak lain
yang terkait dalam perbaikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
c) Memfokuskan pada peningkatan sistem pelayanan kesehatan untuk
menjamin tersedianya akses terhadap pelayanan kebidanan dan bayi baru
lahir yang berkualitas.

C. Sasaran
Pengambil kebijakan di pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan Kota;
pengelola program; tenaga kesehatan; organisasiprofesi;organisasi
masyarakat; dunia usaha; dan kelompok yang peduli tentang kesehatan
ibu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kematian Ibu
a) Definisi kematian ibu
Kematian Ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil,
persalinan dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun tanpa memperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan (WHO).Angka Kematian
Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau
selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengeolaanya,dan bukan karena sebab-sebab lain,per 100.000
kelahiran hidup.

WHO in Indonesia, 2002 The MilleniumDevelopment Goals for Health :


A riview of the indicators, Jakarta

b) Epidemiologi Angka Kematian Ibu


Epidemiologi Kematian Maternal Menurut WHO, setiap tahun
kurang lebih terdapat 210 juta wanita hamil di seluruh dunia. Lebih dari 20
juta wanita mengalami kesakitan akibat dari kehamilannya, beberapa
diantaranya bersifat menetap. Kehidupan 8 juta wanita di seluruhdunia
menjadi terancam dan setiap tahun diperkirakan terdapat 529.000 wanita
meninggal sebagai akibat komplikasi yang timbul karena kehamilan dan
persalinan, dimana sebagian besar 19dari kematian ini sebenarnya dapat
dicegah.Angka kematian maternal di seluruh dunia diperkirakan sebesar
400 per 100.000 KH dan 98% terjadi di negara – negara berkembang.
Kematian maternal ini hampir 95% terjadi di Afrika (251.000 kematian
maternal) dan Asia (253.000 kematian maternal) dan hanya 4% (22.000
kematian maternal) terjadi di Amerika Latin dan Karibia, serta kurang dari
1% (2500 kematian maternal) terjadi di negara – negara yang lebih
maju.Angka kematian maternal tertinggi di Afrika (830 kematian maternal
per 100.000 KH), diikuti oleh Asia (330), Oceania (240), Amerika Latin dan
Karibia (190).

c) Distribusi AKI di Negara Maju,Berkembang,Indonesia


1. Distribusi AKI di Negara maju
Angka kematian maternal di negara maju telah dapat diturunkan sejak
tahun 1940 – an.Angka kematian maternal di negara–negara maju
menurut estimasi WHO tahun 2000 yaitu 20 per 100.000 KH.
a. Penyebab Penurunan AKI di Negara Maju
Penurunan angka kematian maternal yang signifikan di negara – negara
maju berkaitan dengan adanya kemajuan di bidang perawatan kesehatan
maternal, termasuk di dalamnya adalah kemajuan dalam
pengendaliansepsis, tersedianya transfusi darah, antibiotika, akses
terhadap tindakan seksio sesaria dan tindakan aborsi yang aman.

2. Distribusi AKI di Negara Berkembang


Angka kematian maternal di negara berkembang 20 kali lebih tinggi
yaitu 440 per 100.000 KH dan di beberapa tempat dapat mencapai 1000
per 100.000 KH. Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000
kematian maternal setiap tahunnya, sehingga diperoleh angka kematian
maternal sebesar 210 per 100.000 KH. Angka kematian maternal ini
merupakan ukuran yang mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi
oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut menjadi hamil. Risiko ini
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah kehamilan yang
dialami.
Penyebab Tingginya Angka Kematian Ibu di Negara berkembang
Tingginya angka kematian maternal di negara berkembang sebagian besar
berkaitan dengan masalah politik dan sosial, khususnya masalah
kemiskinan dan status wanita. Sebagian besar kematian maternal terjadi
dirumah, yang jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan.Menurut data SKRT
2001, proporsi kematian maternal terhadap kematian usia reproduksi (15
– 49 tahun) di pedesaan hampir tiga kali lebih besar daripada di
perkotaan.

3. Distribusi Angka kematian maternal di Indonesia


AKI di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut hasil SKRT tahun 1992
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 425 per 100.000 KH dan menurun
menjadi 373 per 100.000 KH pada SKRT tahun 1995, sedangkan pada SKRT
yang dilakukan pada tahun 2001, angka kematian maternal kembali
mengalami peningkatan menjadi sebesar 396 per 100.000 KH.Dari SDKI
2002 / 2003 angka kematian maternal menunjukkan angka sebesar 307
per 100.000 KH.
Bila dibandingkan dengan negara – negara anggota Asean seperti Brunei
Darussalam (angka kematian maternal menurut estimasi WHO tahun 2000
: 37 per 100.000 KH dan Malaysia : 41 per 100.000 KH) maka angka
kematian maternal di Indonesia masih sangat tinggi.

d. Penyebab Tingginya Kamatian Ibu di Indonesia

a) Penyebab langsung kematian ibu


Penyebab kematian ibu secara langsung sangat berkaitan dengan medis,
berhubungan dengan komplikasi obstetric selama masa kehamilan,
persalinan dan masa nifas (post partum). Berbagai hasil penelitian
diketemukan bahwa penyebab kematian ibu terbanyak akibat dari
pendarahan. Beberapa penyebab kematian ibu adalah Pendarahan,
Eklamsia, Partus lama, Komplikasi aborsi, dan Infeksi.

Secara global, lima penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan,


hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan
abortus.Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga penyebab
utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan
infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ini telah berubah, dimana
perdarahan dan infeksi semakin menurun sedangkan HDK dalam
kehamilan proporsinya semakin meningkat, hampir 30 % kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2011 disebabkan oleh HDK .
b) Penyebab tidak langsung (indirek) kematian ibu
Factor penyebab tidak langsung kematian ibu diakibatkan oleh penyakit
yang diderita oleh si ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan
tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetric, tapi penyakit
tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan. Beberapa penyebab
kematian ibu tidak langsung adalah:

pertama, status perempuan dalam keluarga. Perempuan pada status


orang ke dua (konco wingking) biasanya tidak akan sanggup mengeluarkan
keluhan-keluhan yang berkaitan dengan timbulnya rasa sakit/kelainan
yang ada di dalam diri sehubungan dengan kehamilannya, yang akan
menyebabkan terhadap keterlambatan dalam penangan medis.

Ke dua, keberadaan anak. Keberadaan anak yang satu dengan yang lain
terlalu dekat akan menimbulkan perawatan/perhatian anak tidak
maksimal, yang hal ini akan mengurangi perhatian terhadap diri seorang
ibu dengan kehamilannya.

Ke tiga, social budaya. Social budaya yang memarginalkan perempuan


akan mempersulit perempuan (ibu) dalam mengambil inisiatif untuk
melakukan tindakan, yang akan berakibat pada keterlambatan penangan
medis.

Ke empat, pendidikan. Pendidikan yang rendah berdampak terhadap


pengetahuan yang rendah terhadap hal ikhwal kehamilan dan persalinan.
Ke lima, social ekonomi. Penghasilan yang rendah tentu akan berakibat
pada banyak hal, seperti pemenuhan gizi ibu hamil, perawatan ibu hamil
dan persalinan dll.

Dan yang Ke enam, geografis daerah. Letak klinik yang jauh dan sulit
terjangkau akan berakibat terhadap keterlambat pertolongan pelayanan
kesehatan ibu hamil/bersalin. (dr. Rosdiana Romli Spog)

Definisi kematian ibu mengindikasikan bahwa kematian ibu tidak hanya


mencakup kematian yang disebabkan oleh persalinan tetapi mencakup
kematian yang disebabkan oleh penyebab non-obstetri. Sebagai contoh
adalah ibu hamil yang meninggal akibat penyakit Tuberkulosis, Anemia,
Malaria, Penyakit Jantung, dll. Penyakit-penyakit tersebut dianggap dapat
memperberat kehamilan meningkatkan resiko terjadinya kesakitan dan
kematian.
Proporsi kematian ibu indirek di Indonesia cukup signifikan yaitu sekitar
22% sehingga pencegahan dan penanganannya perlu mendapatkan
perhatian. Diperlukan koordinasi dengan disiplin medis lainnya di RS atau
antar RS, antara lain dengan Spesialis Penyakit Dalam dan Bedah, dalam
menangani kematian indirek.
C.Menurut Depkes RI membagi faktor – faktor yang mempengaruhi
kematian maternal sebagai berikut :
1.Faktor medik
a.Faktor empat terlalu, yaitu :
 Usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (kurang dari 20
tahun)
 Usia ibu pada waktu hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun)
 Jumlah anak terlalu banyak (lebih dari 4 orang)
 Jarak antar kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)

b.Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan


penyebab langsung kematian maternal, yaitu :
 Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester
tiga, persalinan dan pasca persalinan.
 Infeksi.
 Keracunan kehamilan.
 Komplikasi akibat partus lama.
 Trauma persalinan.

c.Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat


kesehatan ibu selama hamil, antara lain :
 Kekurangan gizi dan anemia.
 Bekerja (fisik) berat selama kehamilan.

2.Faktor non medik


Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu, dan
menghambat upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal
adalah :
 Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan
antenatal.
 Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko
tinggi.
 Ketidak – berdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk.
 Ketidakmampuan sebagian ibu hamil untuk membayar biaya
transport dan perawatan di rumah sakit.

3.Faktor pelayanan kesehatan Faktor pelayanan kesehatan yang


belum mendukung upaya penurunan kesakitan dan kematian
maternal antara lain berkaitan dengan cakupan pelayanan KIA, yaitu
:
 Belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan
kelompok berisiko.
 Masih rendahnya (kurang lebih 30%) cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
 Masih seringnya (70 – 80%) pertolongan persalinan yang
dilakukan di rumah, oleh dukun bayi yang tidak mengetahui
tanda – tanda bahaya

Berbagai aspek manajemen yang belum menunjang antara lain


adalah :
 Belum semua kabupaten memberikan prioritas yang memadai
untuk program KIA
 Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Dinkes Kabupaten,
Rumah Sakit Kabupaten dan Puskesmas dalam upaya kesehatan
ibu.
 Belum mantapnya mekanisme rujukan dari Puskesmas ke Rumah
Sakit Kabupaten atau sebaliknya.

Berbagai keadaan yang berkaitan dengan ketrampilan pemberi


pelayanan KIA juga masih merupakan faktor penghambat, antara
lain :
 Belum diterapkannya prosedur tetap penanganan kasus gawat
darurat kebidanan secara konsisten.
 Kurangnya pengalaman bidan di desa yangbaru ditempatkan di
Puskesmas dan bidan praktik swasta untuk ikut aktif dalam
jaringan sistem rujukan saat ini.
 Terbatasnya ketrampilan dokter puskesmas dalam menangani
kegawatdaruratan ,kebidanan.
 Kurangnya upaya alih teknologi tepat (yang sesuai dengan
permasalahan setempat) dari dokter spesialis RS Kabupaten
kepada dokter / bidan Puskesmas.Semakin banyak ditemukan
faktor risiko
 pada seorang ibu hamil, maka semakin tinggi risiko
kehamilannya. Tingginya angka kematian maternal di Indonesia
sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan
yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih
mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang
sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi.

C. adapun Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu:


perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi,
partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan,
hipertensi dalam kehamilan (HDK),dan infeksi. Namun proporsinya
telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung
mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin
meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun
2013 disebabkan oleh HDK. Lebih jelasnya mengenai hal itu dapat
dilihat pada Gambar 5.4

e. Frekuensi AKI Di Indonesia


Dari Gambar 5.1 tersebut dapat dilihat bahwa AKI di Indonesia sejak tahun
1991 hingga 2007 mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup. Pemerintah sejak tahun 1990 telah melakukan
upaya strategis dalam upaya menekan AKI dengan pendekatan safe
motherhood yaitu memastikan semua wanita mendapatkan perawatan
yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan
persalinannya. Di Indonesia, Safe Motherhood Initiative ditindaklanjuti
dengan peluncuran program Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh
presiden yang melibatkan berbagai sektor pemerintahan disamping sektor
kesehatan.

f. Strategi yang di lakukan pemerintah dalam untuk menyukseskan AKI


1. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah
kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat desa secara
besar-besaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke masyarakat. Pada tahun 2000
Kementerian Kesehatan RI memperkuat strategi intervensi sektor
kesehatan untuk mengatasi kematian ibu dengan mencanangkan
strategi Making Pregnancy Safer. Namun, pada tahun 2012 SDKI
kembali mencatat kenaikan AKI yang signifikan, yakni dari 228
menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena
itu, pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program
Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka
menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%.
Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah
kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Dasar pemilihan provinsi tersebut dikarenakan 52,6% dari jumlah
total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi
tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di
enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka
kematian ibu di Indonesia secara signifikan. Upaya penurunan angka
kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui program EMAS
dilakukan dengan cara:
 Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru
lahir minimal di 150
 rumah sakit (PONEK) dan 300 puskesmas/balkesmas (PONED).
 Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar
puskesmas dan rumah sakit.

Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab


untuk menjamin setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, perawatan pasca persalinan
bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, memperoleh cuti hamil dan melahirkan, serta akses
terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya melakukan
intervensi lebih ke hulu, yakni kepada kelompok remaja dan dewasa
muda dalam upaya percepatan penurunan AKI. Upaya pelayanan
kesehatan ibu meliputi:

(1) Pelayanan kesehatan ibu hamil


(2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin
(3) Pelayanan kesehatan ibu nifas
(4) Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan, dan
(5) Pelayanan kontrasepsi.
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian
pelayanan antenatal sekurang-kurangnya empat kali selama masa
kehamilan, dengan distribusi waktu minimal satu kali pada trimester
pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester
kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada trimester
ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar
waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
terhadap ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Pelayanan
antenatal yang dilakukan diupayakan memenuhi standar kualitas,
yaitu:
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
2. Pengukuran tekanan darah;
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA);
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi
tetanus toksoid sesuai status imunisasi;
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan;
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal
dan konseling, termasuk keluarga berencana);
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin
darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan
darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan
10. Tatalaksana kasus.
g. Implementasi Pemerintah dalam Upaya Menurunkan AKI
1. Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan
menggunakan indikator cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah
jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah sasaran
ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.
Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling
sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan dibandingkan
jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu
satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Gambaran kecenderungan cakupan K1 dan K4 sejak tahun 2005
hingga tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 5.2.

dan K4 mengalami kenaikan. Cakupan K1 dan K4 yang secara umum


mengalami kenaikan tersebut menunjukkan semakin baiknya akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan
oleh tenaga kesehatan. Dari gambar tersebut juga dapat dilihat
bahwa kenaikan cakupan K1 dari tahun ke tahun relatif lebih stabil
jika dibandingkan dengan cakupan K4. Cakupan K1 hampir selalu
mengalami peningkatan, kecuali pada dua tahun terakhir. Hal itu
sedikit berbeda dengan cakupan K4 yang tidak selalu mengalami
kenaikan, meski selama kurun waktu 10 tahun terakhir tetap
memiliki kecenderungan meningkat. Secara nasional, indikator
kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2014
belum mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan di tahun yang sama, yakni sebesar 95%. Meski demikian,
terdapat dua provinsi yang telah mencapai target tersebut. Kedua
provinsi tersebut yaitu Sulawesi Utara dan DKI Jakarta. Dari Gambar
5.3 juga dapat diketahui bahwa terdapat tiga provinsi yang memiliki
cakupan pelayanan ibu hamil K4 yang kurang dari 50%, yakni Papua
Barat (39,74%), Maluku (47,87%), dan Papua (49,67%). Secara
nasional, cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun
2014 sebesar 86,70%. Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil K4
pada tahun 2014 dari masing-masing provinsi.
2. Pemberian zat besi pada ibu hamil merupakan salah satu syarat
pelayanan kesehatan K4 pada ibu hamil. Dimana jumlah suplemen
zat besi yang diberikan selama kehamilan ialah sebanyak 90 tablet
(Fe3). Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
membentuk sel darah merah (hemoglobin). Selain digunakan untuk
pembentukan sel darah merah, zat besi juga berperan sebagai salah
satu komponen dalam membentuk mioglobin (protein yang
membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat pada
tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat
besi juga berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh. Pada ibu hamil,
zat besi memiliki peranan yang cukup penting untuk pertumbuhan
janin. Selama hamil, asupan zat besi harus ditambah mengingat
selama kehamilan, volume darah pada tubuh ibu meningkat.
Sehingga, untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan ibu dan
menyuplai makanan serta oksigen pada janin melalui plasenta,
dibutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Asupan zat besi yang
diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya melalui plasenta akan
digunakan janin untuk kebutuhan tumbuh kembangnya, termasuk
untuk perkembangan otaknya, sekaligus menyimpannya dalam hati
sebagai cadangan hingga bayi berusia 6 bulan. Selain itu, zat besi
juga membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka
khususnya luka yang timbul dalam proses persalinan. Kekurangan
zat besi sejak sebelum kehamilan bila tidak diatasi dapat
mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. Kondisi ini dapat
meningkatkan risiko kematian pada saat melahirkan, melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah, janin dan ibu mudah terkena
infeksi, keguguran, dan meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
Secara nasional cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe tahun 2014
sebesar 85,1%, data tersebut belum mencapai target program
tahun 2014 sebesar 95%. Provinsi di Indonesia pada tahun 2014
dengan cakupan Fe3 tertinggi terdapat di Provinsi Bali (95%), DKI
Jakarta (94,8%), dan Jawa Tengah (92,5%). Sedangkan cakupan
terendah terdapat di Provinsi Papua Barat (38,3%), Papua (49,1%),
dan Banten (61,4%). Data dan informasi mengenai cakupan
pemberian 90 tablet tambah darah pada ibu hamil dapat dilihat di
Lampiran 5.2. Selain itu, gambar cakupan Fe3 pada tiap provinsi di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.3

3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Nifas adalah periode mulai dari enam jam sampai dengan 42 hari
pasca persalinan. Pel ayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan
kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-
kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada enam
jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29
sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis pelayanan
kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :
a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan
ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana;
f) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. Keberhasilan
upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan
pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan KF3). Indikator ini menilai
kemampuan negara dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu
nifas yang berkualitas sesuai standar.

4. Pelayanan Kontrasepsi
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, Dan Sistem Informasi Keluarga, yang dimaksud
dengan program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Sejalan dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, Dan Sistem Informasi Keluarga, program Keluarga Berencana
(KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu
khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia
20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan
terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa
aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam
mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

h. Pencegahan Terjadinya Kematian Ibu


Diperkirakan 15 % kehamilan dan persalinan akan mengalami komplikasi.
Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar
komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila:
1) ibu segera mencari pertolongan ketenaga kesehatan
2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara
lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan,
dan pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah
perdarahan pasca-salin
3) tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi
4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan
pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan rujukan
5) proses rujukan efektif
6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna.Dengan demikian, untuk
komplikasi yang membutuhkan pelayanan di RS, diperlukan penanganan
yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari pelayanan di
tingkat dasar sampai di Rumah Sakit. Langkah 1 sampai dengan 5 diatas
tidak akan bermanfaat bila langkah ke 6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya
pelayanan di RS yang adekuat tidak akan bermanfaat bila pasien yang
mengalami komplikasi tidak dirujuk.
i. Prinsip pencegahan kematian ibu
Seharusnya sebagian besar kematian ibu dapat kebidanan dapat
ditangani menyelamatkan ibu yaitu :
a) Pertama, sifat komplikasi obstetri yang tidak dapat diprediksi
dan kapan akan terjadi (dalam kehamilan, persalinan atau pasca pertama
pasca-salin). Hal ini menempatkan mengalami komplikasi kebidanan
b) Kedua, karena setiap kehamilan beresiko maka seharusnya setiap ibu
mempunyai akses terhadap pelayanan yang adekuat yang dibutuhkannya
saat komplikasi terjadi sebagian komplikasi dapat mengancam jiwa
sehingga harus segera mendapatkan pertolongan di rumah sakit yang
mampu memberikan pertolongan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi
baru lahir
c) Ketiga, sebagian besar kematian pertama pasca persalinan 24 jam
pertama pasca persalinan, suatu periode yang sangat singkat sehingga
akses terhadap dan kualotas pelayanan pada pperiode ini perlu
mendapatkan prioritas agar mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam
menurunkan kematian ibu.

Dalam kenyataanya, langkah-langkah pencegahan dan penanganan


komplikasi tersebut di atas seringkali tidak terjadi disebabkan oleh karena
keterlambatan dalam setiap langkah yaitu :

a. Keterlambatan mengambil keputusan


Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat masyarakat
dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
1) Ibu terlambat mencari pertolongan tenaga kesehatan walaupun
akses terhadap tenaga kesehatan tersedia 24/7 (24 jam
dalamseharidan 7 haridalamseminggu) - oleh karena masalah
tradisi/kepercayaan dalam pengambilan keputusan di keluarga, dan
ketidakmampuan menyediakan biaya non-medis dan biaya medis
lainnya (obat jenis tertentu, pemeriksaan golongan darah, transport
untuk mencari darah/obat, dll).
2) Keluarga terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya
yang mengancam
jiwa ibu.
3) Tenaga kesehatan terlambat melakukan pencegahan dan/atau
mengidentifikasi komplikasi secara dini - yang disebabkan oleh
karena kompetensi tenaga kesehatan tidak optimal, antara lain
kemampuan dalam melakukan APN (Asuhan Persalinan
Normal)sesuai standar dan penanganan pertama keadaan GDON
(Gawat Darurat Obstetri dan Neonatal).
4) Tenaga kesehatan tidak mampu meng”advokasi” pasien dan
keluarganya mengenai pentingnya merujuk tepat waktu untuk
menyelamatkan jiwa ibu.

b) Terlambat Mencapai RS Rujukan dan Rujukan Tidak Efektif, yang


dapat disebabkan oleh:
1)Masalah geografis
2)Ketersediaan alat transportasi
3)Stabilisasi pasien komplikasi (misalnya pre-syok) tidak
terjadi/tidak efektif – karena keterampilan tenaga kesehatan yg
kurang optimal dan/atau obat/alat kurang lengkap.
4) Monitoring pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan
tetapi tidak ditindak lanjuti.

c) Terlambat Mendapatkan Pertolongan di RS Rujukan, yang dapat


disebabkan karena :
1) Sistem administratif pelayanan kasus gawat darurat di RS tidak
efektif
2) Tenaga kesehatan yang dibutuhkan (SPOG, Anestesi, Anak, dll)
tidak tersedia
3) Tenaga Kesehatan kurang terampil walaupun akses terhadap
tenaga tersedia
4) Sarana dan prasarana tidak lengkap/tidak tersedia, termasuk
ruang perawatan, ruang tindakan, peralatan dan obat
5) Darah tidak segera tersedia
6) Pasien tiba di RS dengan “kondisi medis yang sulit diselamatkan”
7) Kurang jelasnya Pengaturan penerimaan kasus darurat agar tidak
terjadi penolakan pasien atau agar pasien dialihkanke RS lain secara
efektif
8)Kurangnya informasi di masyarakat tentang kemampuan sarana
pelayanan kesehatan yang dirujuk dalam penanganan kegawat
daruratan maternal dan bayi baru lahir, sehingga pelayanan adekuat
tidak diperoleh.
Tujuan kelima Millenium Development Goals (MDG’s), difokuskan pada
kesehatan Ibu untuk mengurangi ‘’Kematian Ibu’’ Upaya Strategi
penurunan angka kematian ibu (AKI) yaitu :

A. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Terlatih


Pertolongan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan
AKI di Indonesia .Presentase persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih mengkatkan dari 66,7% pada tahun 2002 menjadi
77,34% pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat
menjadi 82,3% pada tahun 2010 (Riskesdes,2010).
B. Meningkatkan angka pemakaian Kontrasepsi

pelayanan program keluarga berencana (KB) pasca kelahiran dan


keguguran dengan alat kontrasepsi, menjadi salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. apabila seorang ibu
mau memakai alat kontrasepsi secara tepat setelah melahirkan atau
keguguran, diyakini dapat mengatur jarak kehamilan dan kelahiran,
serta menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Idealnya
pemilihan kontrasepsi pasca persalinan sudah direncanakan sejak
masa kehamilan dan dipasang setelah 42 hari pasca melahirkan.
Namun pada umumnya, seorang ibu biasanya memakai kontrasepsi
setelah minggu keenam pasca persalinan, karena seorang ibu
enggan hamil lagi dalam waktu dekat. Sebaliknya, kalau seorang ibu
tidak memakai alat kontrasepsi secara tepat risikonya dapat
meningkatkan angka kematian ibu. Ibu yang terlalu muda
melahirkan, terlalu rapat jaraknya kehamilan antara dua sampai tiga
tahun dan usianya terlalu tua berisiko meningkatkan angka
kematian ibu. Maka itu kita harus menurunkan masalah itu dengan
cara menerapkan program KB pasca persalinan.

C. Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED)


Pelayanan Obsttetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah
pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawat daruratan obstetric
dan neonatal yang terjadi pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu
dalam masa nifas dengan komplikasi obst
etric yang mengancam jiwa ibu maupun janinnya . PONED
merupakan upaya pemerintah dalam menggulangi angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia yang masih
tinggi dibandingkan Negara-negara Asean lainnya
Pelayanan obstetric dan neonatal regional merupakan upaya
penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu
dalam bentuk pekayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Dasar (PONED) ditingkat puskesmas
Puskesmas Poned adalah puskesmas yang memiliki fasilitas dan
kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus
kegawat daruratan obstetric dan neonatal selama 24 jam. Sebuah
puskesmas PONED harus memenuhi standar yang meiliputi standar
administrasi dan manajment ,fasilitas bagunan atau
rauangan,peralatan,dan obat-obatan, tenaga kesehatan dan fasilitas
penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan
pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi,
pendarahan, hipertensi,sepsis, sepsis neonatorum, afiksia, kejang,
icterus, hipglikemia, hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir,
BBLR, sindroma gangguan pernapasan,dan kelaianan kongenital.
Alur pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang
dating disetiap puskesmas PONED harus langsung di tangani setelah
itu baru pelayanan yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap
(PROTAP).
Pelayanan yang diberikan puskesmas PORNED :
Puskesmas PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah
dilatih PONED yaitu TIM PONED (2 Dokter dan 2
Paramedis).Pelayanan yang dapat di berikan puskesmas PONED
yaitu pelayanan dalam menangani dan merujuk :
1. Hipertensi dalam kehamilan (preeclampsia,eklampsia)
2. Tindakan pertolongan distiosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada
pertolongan persalinan
3. Pendarahan Post Partum
4. Infeksinafas
5. BBLR,dan Hipotermi, Higoplekimia, Ikterus,Hiperbilirubnemia
masalah pemberian minum padabayi
6. Afiksia pada Bayi
7. Gangguan nafas pada bayi
8. Kejang pada bayi baru lahir
9. Infeksi neonatal
10.Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri
Neontala ntaralian Kewaspadaan Universal Standar Strategi
D. Making Preganancy Safer (MPS)
Strategi MPS mendukung target intenasional yang telah disepakati.
Dengan demikian, tujuan global MPS adalah untuk menurunkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir sebagai berikut:
a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015
dari AKI tahun 1990
b. Menurunkan angka kematian bayi menjadi kurang 35/1000
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Beerdasarkan lesson learned dari upaya safe moder hood maka
pesan kunci MPS adalah:
a. Setiap persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih
b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan
yang adekuat
c. Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap
pencegahan kehamilan yang tidak di inginkan dan
penanganan komplikasi keguguran
4 strategi utama tersebut adalah:
a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir berkualitas cost-efektif dan
berdasarkan bukti
b. Membangun kemitran yang efektif melalui kerja sama
lintas program, lintas sector dan lintas lainnya untuk
melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya
yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan
dan kegiatan MPS
c. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga
melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin
perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir
d. Mendorong keterlibatan masyakat dalam menjamin
penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir
a. Making Pregnancy Safer adalah :
 Strategi Sektor Kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi
masalah kesehatan akibat kematian dan kesehatam ibu
dan bayi
 Merupakan penekanan/ focus dari upaya safe mother
hood
b. Tujuan :

Menurunkan Kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir

c. Fokus Sasaran :
1. Persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Penanggulangan Komplikasi
3. Pencegahan kehamilan tidak di inginkan dan penanganan
komplikasi keguguran
d. Tiga Pesan Kunci MPS :
1. Persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Penaggulangan komplikasi
3. Pencegahan kehamilan tidak di inginkan dan penagunan
komplikasi keguguran
e. Target :
1. Menurunkan angka kematian ibu menjadi 125/100.000
kelahiran hidup
2. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000
kelahiran hidup
3. Menurunkan anemia gizi besi menjadi 20%
4. Menurunkan angka kehamilan yang tidak ingini dari 17%
menjadi 3%
f. Kebijakan Komponenan KIA Dalam Kehatan reproduksi :
1. Setiap ibu menjalani kehamilan dan persalinan dengan
sehat dan selamat serta baya lahir sehat
2. Setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara
optimal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kematian Ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil,
persalinan dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh
sebab apapun tanpa memperhitungkan tuanya kehamilan dan
tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan (WHO)
2. Penyebab AKI di sebebakan oleh penyebab langsung dan tidak
langsung, namun penyebab Kematian Ibu juga dapat di sebebakan
oleh beberapa faktor seperti faktor sosial, budaya ekonomi,
pendidikan, goegrafi,dll
3. Untuk menurunkan AKI maka di butuhkan kerja sama antara
pemerintah serta pihak-pihak terkait seperti penambahan tenaga
kesehatan bidan,dokter,perawat secara merata di seluruh wilayah
Indonesia ,membangun infrastruktur seperti rumah sakit yang
mudah di jangkau tranportasi yang memadai.memberikan pelatihan
serta sarana pendidikan tambahan seperti melakukan
penyuluhan,pelatihan terhadap masyarakat tentang kehamilan.
DAFTAR ISI

http://www.kompasiana.com/nurarwan/bidan-dusun-salah-satu-strategi-
untuk-menurunkan-angka-kematian-ibu-dan-
bayi_54f5ff9da3331184108b4733
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/data-dan-informasi-2014.pdf

Anda mungkin juga menyukai