Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan Pustaka

Pemeriksaan Pada Bayi dan


Pertumbuhannya Hingga Pubertas

Pendahuluan

Memiliki anak adalah impian yang dimiliki oleh semua orang yang baru berkeluarga.
Setiap calon orangtua juga harus siap untuk menjaga dan merawat bayi dari masih janin hingga
sudah lahir, dan seterusnya hingga sudah bisa mandiri yaitu pada tahap dewasa. Seorang bapak
memiliki kewajiban untuk mencari nafkah agar bisa memberi makanan yang bergizi untuk ibu
yang nantinya akan berdampak baik juga kepada pertumbuhan janin, dan sebagai seorang ibu
juga

Isi
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan adalah alloanamnesis kepada ibunya, karena pasien yang masih bayi
dan tidak bisa menjawab sendiri. Hal yang bisa ditanyakan kepada ibu adalah:

- Apakah ibu pernah mengonsumsi obat-obatan disaat hamil? Jika iya obat apa?
- Apakah ibu seorang perokok?
- Apakah ibu pernah ada riwayat penyakit berat?
- Apakah ibu ada riwayat penyakit yang sama seperti orangtua ibu?
- Bagiamana lingkungan tempat tinggal ibu?
- Bagaimana keadaan sosial ekonomi ibu?
- Zat-zat kimia: masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap obat-obatan
kimia karena dapat menyebabkan kelainan bawaan. Seorang ibu hamil yang merokok
atau minum-minuman keras akan berdampak pada janin sehingga melahirkan bayi yang
cacat
- Infeksi : infeksi pada trimester pertama dan kedua kehamilan oleh TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, herpes simplex) , PMS (penyakit menular
seksual), dan penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin

1
- Kelainan imunologi : kelainan imunologi akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin karena dapat menyebabkan terjadinya abortus. Selain itu juga
kekurangan oksigen pada janin juga akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yang
dapat menyebabkan bayi berat badan lahir rendah
- Psikologi ibu : stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh
kembang janin yang terdapat di dalam kandungan karena janin dapat ikut merasakan
apabila ibunya sedang sedih. Ibu hamil yang mengalami gangguan psikologi, maka dia
tidak akan memperhatikan kondisi kandungannya dan akan berakibat pada kelahiran bayi
yang tidak sehat.

Faktor-faktor postnatal yang dapat berpengaruh pada tumbuh kembang:1


- Pengetahuan ibu
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam
perkembangan anak. Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, maka tidak akan
memberikan stimulasi pada perkembangan anaknya sehingga perkembangan anak akan
terhambat, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik maka akan memberikan
stimulasi pada perkembangan anaknya
- Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Pada
masa pertumbuhan dan perkembangan, terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan
seorang anak, seperti: protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Seorang
anak yang kebutuhan zat gizinya kurang atau tidak terpenuhi maka dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya.
- Budaya lingkungan
Budaya lingkungan dalam hal ini adlaah masyarakat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam memahami atau mempersepsikan pola
hidup sehat.
- Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Hal ini dapat terlihat pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi, pemenuhan
kebutuhan gizinya sangat baik dibandingkan dengan anak yang status ekonominya
rendah.

2
- Lingkungan fisik
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, mempunyai
dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak. Kebersihan lingkungan maupun
kebersihan perorangan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Demikian
pula dengan polusi udaha yang berasal dari pabrik, asap rokok, atau asap kendaraan
menyebabkan timbulnya penyakit. Anak sering sakit, maka tumbuh kembangnya akan
terganggu.
- Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu dan anak sangat penting dalam
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Interaksi timbal balik antar ibu dan anak akan
menimbulkan keakraban antara ibu dan anak. Anak akan terbuka kepada ibunya,
sehingga komunikasi dapat dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama
karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara keduanya.
- Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, misalnya penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan
anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak. Anak yang mendapatkan stimulasi terarah
dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau
tidak dapat mendapat stimulasi.
- Olahraga atau latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak, karena dapat
meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplai oksigen ke seluruh tubuh dapat teratur.
Selain itu, latihan juga meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel.

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi, merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan,
perawat, atau dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, 24
jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan pemeriksaan ini
sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah

3
kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai status
adaptasi atau penyesuaian kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan ekstrauteri serta mencari
kelainan pada bayi. Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada bayi, antara lain:2-4
 Hitung frekuensi napas. Pemeriksaan frekuensi napas ini dilakukan dengan menghitung
rata-rata pernapasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru
lahir apabila frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa adanya retraksi dada dan
suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500
gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggi, kemungkinan terdapat adanya retraksi
dada ringan. Jika pernapasan terhenti beberapa detik secara periodik, maka masih
dikatakan dalam batas normal.2-4
 Lakukan inspeksi pada warna bayi. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui apakah
ada warna pucat, ikterus, sianosis sentral, atau tanda lainnya. Bayi dalam keadaan aterm
umumnya lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan preterm, mengingat kondisi
kulitnya lebih tebal.2-4
 Hitung denyut jantung bayi dengan menggunakan stetoskop. Pemeriksaan denyut jantung
untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan yang menyebabkan jantung dalam
keadaan tidak normal, seperti suhu tubuh yang tidak normal, perdarahan, atau gangguan
napas. Pemeriksaan denyut jantung ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara 100-
160 kali per menit, dalam keadaan normal apabila di atas 60 kali per menit dalam jangka
waktu yang relatif pendek, beberapa kali per hari, dan terjadi selama beberapa hari
pertama jika bayi mengalami distres.2-4
 Ukur suhu aksila. Lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan apakah
bayi dalam keadaan hipo atau hipertermi. Dalam kondisi normal suhu bayi antara 36,5-
37,5 derajat celcius.2-4
 Kaji postur dan gerakan. Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya episotonus /
hiperekstensi tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit ke belakang, tubuh
melengkung ke depan, adanya kejang / spasme, serta tremor. Pemeriksaan postur dalam
keadaan normal apabila dalam keadaan istirahat kepalan tangan longgar dengan lengan
panggul dan lutut semi fleksi. Selanjutnya pada bayi berat kurang dari 2.500 gram atau
usia kehamilan kurang dari 37 minggi ekstremitasnya dalam keadaan sedikit ekstensi.
Apabila bayi letak sungsang, di dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi penuh

4
pada sendi panggul atau lutut / sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai
mulut. Selanjutnya gerakan ekstremitas bayi seharusnya terjadi secara spontan dan
simetris disertai dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat terjadi sedikit
gemetar. 2-4
 Periksa tonus atau kesadaran bayi. Pemeriksaan in berfungsi untuk melihat adanya
letargi, yaitu penurunan kesadaran di mana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit
kesulitan, ada tidaknya tonus otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktivitas
berkurang, dan sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap rangsangan).
Pemeriksaan ini dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai dari diam hingga
sadar penuh serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadan diam. 2-4
 Pemeriksaan ekstremitas. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap ke dalam
atau ke luar garis tangan), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu jumlahnya berlebih atau
saling melekat. 2-4
 Pemeriksaan kulit. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya kemerahan
pada kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepult), luka atau trauma, bercak atau
tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada tidaknya main popok (bercak merah
terang dikulit daerah popok pada bokong). Pemeriksaan ini normal apabila tanda seperti
eritema tosikum (titik merah dan pusat putih kecil pada muka, tubuh, dan punggung)
pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas pada hari pertama. 2-4
 Pemeriksaan tali pusat. Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak,
bernanah, berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal apabila warna tali
pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan lepas
pada hari ke-7 hingga ke-10. 2-4
 Pemeriksaan kepala dan leher. Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa antara
lain: 2-4
o Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan warna, adanya lanugo terutama
pada daerah bahu dan punggung.
o Pemeriksaan wajah dan tengkorak, dapat dilihat adanya maulage, yaitu tulang
tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir untuk dilihat asimetris atau
tidak. Ada tidaknya caput succedaneum (edema pada kulit kepala, lunak dan tidak

5
berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serat menyebrangi sutura dan akan hilang
dalam beberapa hari). Adanya cephal hematom terjadi sesaat setelah lahir dan
tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum,
konsistensinya lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi hilang tengkorak,
tidak menyebrangi sutura, dan apabila menyebrangi sutura kan mengalami fraktur
tulang tengkorak yang akan hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. Adanya
perdarahan yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan di
luar sinus dalam tengkorak, batasnya tidak tegas, sehingga bentuk kepala tampak
asimetris. Selanjutnya adalah menilai fontanella dengan cara melakukan palpasi
menggunakan jari tangan, kemudian fontanel posterior dapat dilihat proses
penutupannya setelah usia 2 bulan, dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18
bulan.
o Pemeriksaan mata untuk melihat adanya stabismus atau tidak, yaitu koordinasi
gerakan mata yang belum sempurna. Cara memeriksanya adalah dengan
menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga mata bayi akan terbuka,
kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan jarang berkedip atau sensivitas
terhadap cahaya berkurang, maka kemungkinan anak mengalami sindrom down.
Pada glaukoma kongenital, dapat terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada
kornea. Katarak kongenital dapat dideteiksi apabila terlihat pupil yang berwarna
putih. Apabila ada trauma pada mata maka dapat terjadi edema palpebra,
perdahan konjungtiva, retina, dan lain-lain.
o Pemeriksaan telinga daapt dilakukan untuk menilai adanya gangguan
pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi refleks
terkejut, apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan terjadi gangguan
pendengaran.
o Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola pernapasan,
apabila bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi mengalami
obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral atau fraktur tulang
hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan
cuping hidung akan menunjukkan gangguan pada paru, lubang hidung kadang-

6
kadang banyak mukosa. Apabila sekret mukopurulen dan berdarah, perlu
dipikirkan adnaya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.
o Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna dan kemampuan refleks mengisap.
Apabila ditemukan lidah yang menjulur keluar, dapat dilihat adanya kemungkinan
kecacatan kongenital. Adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi
biasanya disebut sebagai monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa untuk menilai
adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi penumpukan pigmen yang tidak
sempurna.
o Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila terjadi
keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi kelainan pada
tulang leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.
 Pemeriksaan abdomen dan punggung. Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi
pemeriksaan secara inspeksi untuk melihat bentuk dari abdomen, apabila didapatkan
abdomen membuncit dapat diduga kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali atau
cairan di dalam rongga perut. Pada perabaan, hati biasanya teraba 2 sampai 3 cm di
bawah arkus kosta kanan, limfa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri. Pada palpasi ginjal
dapat dilakukan dengan pengaturan posisi terlenjang dan tungkai bayi dilipat agar otot-
otot dinding perut dalam keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi
umbilikus di antara garis tengah dan tepi perut. Bagian-bagian ginjal dapat diraba sekitar
2-3 cm. adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan
bawaan, atau trombosis vena renalis. Untuk menilai daerah punggung atau tulang
belakang, cara pemeriksaannya adalah dengan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap.
Raba sepanjang tulang belakang untuk mencari ada atau tidaknya kelainan seperti spina
bifida atau mielomeningeal (defek tulang punggung, shingga medula spinalis dan selaput
otak menonjol) 2-4
 Pemeriksaan genitalia. Pemeriksaan genitalia ini untuk mengetahui keadaan labium
minor yang tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya
terpisah, namun apabila ditemukan satu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan
apabila ada sekret pada lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon. Pada bayi
laki-laki sering didapatkan fimosis, secara normal panjang penis bayi adalah 3-4 cm dan
1-1,3 cm untuk lebarnya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah adanya hipospadia

7
yang merupakan defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penisnya.
Epispadia merupakan kelainan defek pada dorsinn penis. 2-4
 Pemeriksaan antropometri. Antropometri menurut Hinchliff adalah pengukuran tubuh
manusia dan bagian-bagiannya dengan maksud untuk membandingkan dan menentukan
norma-norma untuk jenis kelamin, usia, berat badan, suku bangsa, dll. Antropometri
dilakukan pada anak-anak untuk menilai tumbuh kembang anak sehingga dapat
ditentukan apakah tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Ketepatan dan
ketelitian pengukuran sangat penting dalam menilai pertumbuhan secara benar.
Kesalahan atau kelalaian dalam cara pengukuran akan mempengaruhi hasil pengamatan.
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan,
dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2.500 – 3.500 gram, apabila ditemukan
berat badan kurang dari 2.500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat badan
lahir rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bayi dengan berat badan lahir lebih
dari 3.500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia. Pengukuran
antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan
bayi baru lahir adalah 45 – 50 cm, pengukuran lingkar kepala normalnya adalah 33 – 35
cm, pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30 – 33 cm. apabila ditemukan diameter
kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada, maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila
diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami
mikrosefalus. Adapun cara pengukurannya adalah sebagai berikut:2,5
 Pengukuran berat badan. Berat badan merupakan indikator untuk keadaan gizi anak.
Gangguan pada berat badan biasanya menggambarkan gangguan yang bersifat
perubahan akut / jangka pendek. Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan
pilihan utama:
1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat
karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan
2. Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan
gambaran pertumbuhan
3. Umum dan luas dipakai di Indonesia
4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur
5. Digunakan dalam KMS

8
6. BB / TB merupakan indek yang tidak tergantung umur
7. Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi (dacin)
Ada beberapa macam cara pengukuran berat badan, yaitu: 2,5
 Pengukuran berat badan menggunakan timbangan menggunakan timbangan
bayi. Biasanya untuk menimbang anak sampai umur 2 tahun. Letakkan
timbangan pada meja datar, tidak mudah bergoyang. Lihat jarum atau angka
harus menunjuk ke angka 0. Bayi sebaiknya telanjang. Baringkan bayi dengan
hati-hati di atas timbangan. Lihat jarum timbangan sampai berhenti. Baca
angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan. Bila bayi terus menerus
bergerak, perhatikan garakan jarum, baca angka di tengah-tengah antara
gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.
 Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak. Letakkan timbangan
di lantai yang datar. Lihat jarum atau angka harus menunjuk ke 0. Anak pakai
baju sehari-hari yang tipis (tidak pakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan,
kalung, dan tidak memegang sesuatu). Anak berdiri di atas timbangan tanpa
dipegangi. Lihat jarum timbangan sampai berhenti. Baca angka yang
ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan. Bila anak terus
menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di tengah-tengah
antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.
 Pengukurang tinggi badan/ panjang badan. Tinggi badan merupakan antropometri
yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu
singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
yang relatif lama. Untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri dapat menggunakan
infantometer. Cara mengukur dengan posisi berbaring yaitu: 2,5
 Sebaiknya dilkakukan oleh 2 orang
 Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar
 Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0
 Petugas 1: kedua tangan pegang kepala bayi agar tetap menempel pada pembatas
angka 0

9
 Petugas 2: tangan kiri menekan lutut bayi dengan lengan kiri bawah agar lurus,
sedangkan tangan menjaga agar posisi kaki tetap lurus (tidak fleksi ataupun
ekstensi). Tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki
 Petugas 2 membaca angka di tepi luar pengukur
Untuk anak yang sudah dapat berdiri dapat menggunakan microtoise. Cara mengukur
pada posisi berdiri yaitu: 2,5
 Anak tidak pakai sendal atau sepatu
 Berdiri tegak menghadap ke depan, kedua mata kaki rapat
 Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur
 Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun
 Baca angka pada batas tersebut
 Pengukuran lingkar kepala. Pengukuran lingkar kepala bertujuan untuk mengetahui
lingkar kepala anak dalam batas normal atau di luar batas normal. Lingkar kepala
dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat
secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan
keadaan kesehatan dan gizi. Interpretasi hasilnya adalah: 2,5
 Normal : bila lingkar kepala anak antara P2 – P98
 Tidak normal: Mikrosefalus bila LK < P2
Makro sefalus bila LK >P98
Cara mengukur lingkar kepala yaitu: 2,5
 Pita ukur diletakkan pada oksiput melingkar ke arah supraorbita dan glabela
 Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
 Hasil dicatat pada grafik lingkar kepala menurut umur dan jenis kelamin
 Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang
 Pengukuran Lingkar Lengan Atas. Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan
status gizi karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi,
sehingga dapat mencerminkan status KEP (kurang energi protein) pada balita. Namun
kelemahannya adalah: 2,5

10
 Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian
yang memadai untuk digunakan di Indonesia
 Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada tinggi badan
 Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk
golongan dewasa

Test Denver
Denver Development Screening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian yang
digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6 tahun. Nama
“Denver” menunjukkan bahwa uji skrining ini dibuat di University of Colorado Medical Center
di Denver. Uji skrining perkembangan yang digunakan paling luas untuk anak kecil merupakan
rangkaian pengujian yang dikembangkan oleh Dr. William Frankenburg dan koleganya di
Denver. Dalam perkembangannya, DDST mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah
Denver II yang merupakan hasil revisi dan standarisasi dari DDST dan DDST-R (Revised
Denver Development Secreening Test). Perbedaan Denver II dengan skrining terdahulu terletak
pada item-item test, bentuk, interpretasi, dan rujukan.5

Pembahasan mengenai DDST dalam sejarahnya tidak terlepas dari Denver Development
Material . Denver Development Materials bermanfaat bagi petugas kesehatan yang memberi
perawatan langsung pada anak. Dengan prosedur yang sederhana dan cepat, metode ini dapat
digunakan oleh tenaga profesional maupun paraprofesional. Prosedur tersebut dirancang untuk
menilai perkembangan anak yang optimal sejak lahir hingga usia 6 tahun melalui panduan dan
identifikasi yang memerlukan evaluasi tambahan. 5

Manfaat pengkajian perkembangan dengan menggunakan DDST bergantung pada usia


anak. Pada bayi baru lahir, tes ini dapat mendeteksi berbagai masalah neurologis, salah satunya
serebral palsi. Pada bayi, tes ini sering kali dapat memberikan jaminan kepada orang tua atau
bermanfaat dalam mengidentifikasi berbagai problema dini yang mengancam mereka. Pada anak,
tes in dapat membantu meringankan permasalahan akademik dan sosial. Denver II dapat
digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain: 5
1. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya
2. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat

11
3. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala, kemungkinan
adanya kelainan perkembangan
4. Memastikan anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan
5. Memantau anak yang berisiko mengalami kelainan perkembangan

Tujuan pokok DDST bukan untuk menetapkan diagnosis akhir gangguan perkembangan
anak, melainkan sebagai metode cepat untuk mengidentifikasi anak-naka yang memerlukan
evaluasi lebih lanjut terkait perkembangan mereka. Dengan demikian, tes ini tidak memiliki
kriteria kesimpulan hasil perkembangan anak “abnormal” , yang ada hanyalah “normal” ,
“tersangka / dicurigai” , dan “tidak dapat diuji”. 5
Hal-hal yang harus dilaksanakan dalam menerapkan DDST adalah: 5
 Menyiapkan peralatan pokok, peralatan penunjang, dan formulir DDST
 Menghitung usia anak dan menggambarkan garis usia
 Mempelajari 4 macam skor item, yaitu Lulus/Lewat (L) , Gagal (G) . Menolak (M) , dan Tak
Ada Kesempatan (Tak)
 Melakukan tes terhadap semua item yang dilalui garis usia dan 3 item sebelum garis usia
untuk masing-masing sektor.
 Jika seluruh skor item adalah L, melanjutkan tes pada item-item di sebelah kanan garis usia
sampai didapat skor gagal 3 kali berturut-turut
 Jika diperoleh skor G, M , atau Tak, melanjutkan tes pada item-item disebelah kiri garis usia
sampai didapat skor lulus 3 kali berturut-turut

Penilaian per item:5


 Penilaian Lebih. Nilai lebih diberikan jika anak dapat Lulus/Lewat (L) dari item tes di
sebelah kanan garis usia.
 Penilaian Ok atau Normal. Nilai diberikan bila anak Gagal(G) atau Menolak (M) melakukan
tugas untuk item di sebelah kanan garis usia; bila anak Lulus/Lewat (L) , Gagal (G) , atau
Menolak (M) melakukan tugas untuk item di daerah putih kotak (daerah 25% - 75%).
 Penilaian Peringatan (Caution). Nilai peringatan diberikan jika anak Gagal (G) atau Menolak
(M) melakukan tugas untuk item yang dilalui oleh garis usia pada daerah gelap kotak (derah
75% - 90%).

12
 Penilaian Terlambat (Delayed). Nilai Terlambat diberikan jika anak Gagal (G) atau Menolak
(M) melakukan tugas untuk item di sebelah kiri garis usia sebab tugas tersebut memang
ditujukan untuk anak yang lebih muda.
 Penilaian Tak ada kesempatan (No Opportunity). Nilai Tidak ada kesempatan diberikan jika
anak mendapat skor Tak atau tidak ada kesempatan untuk mencoba atau melakukan tes.

Untuk penilaian keseluruhan tes, hasil interpretasi untuk keseluruhan tes dikategorikan menjadi 3
yaitu:5
1. Normal.
Interpretasi normal diberikan jika tidak ada skor Terlambat dan/atau maksimal 1
Peringatan. Jika hasil ini didapat, lakukan pemeriksaan ulang pada kunjungan berikutnya.
2. Suspek / dicurigai
Diberikan jika terdapat 1 atau lebih skor Terlambat dan/atau 2 atau lebih Peringatan.
Dalam hal ini, T dan P harus disebabkan oleh kegagalan (G) , bukan oleh penolakan (M).
Jika hasil ini didapat, lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu mendatang untuk
menghilangkan faktor-faktor sesaat, seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan.
3. Tidak dapat diuji.
Interpretasi tidak dapat diuji diberikan jika terdapat 1 atau lebih skor Terlambat atau 2
atau lebih Peringatan. Dalam hal ini, T dan P harus disebabkan oleh penolakan (M) ,
bukan oleh kegagalan (G). Jika hasil ini didapat, lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu
mendatang.

Jika hasil tes berulang kali menunjukkan suspek atau tidak dapat diuji, anak perlu
menjalani sesi konsultasi dengan seorang ahli guna menentukan keadaan klinis anak
berdasarkan:5
 Profil hasil tes (item yang mendapat nilai Peringatan atau Terlambat)
 Jumlah Peringatan dan Terlambat
 Tingkat perkembangan sebelumnya
 Perhatian klinis lainnya (riwayat klinis, pemeriksaan kesehatan, dll)
 Sumber rujukan yang tersedia

Pemberian Imunisasi

13
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya
vaksin BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). Tujuan pemberian
imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Imunisasi dibagi menjadi dua :6
 Imunisasi aktif : merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi
suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan
menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya cell memory. Jika benar-benar
terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons.
 Imunisasi pasif : merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) dan ada
juga yang hanya dianjurkan. Beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan antara lain:6

 Imunisasi BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau ringan dapat
terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC
pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG
merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Vaksin BCG
diberikan melalui intradermal. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya
ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.
 Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi
pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6

14
tahun. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis B
pada anak balikta juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian
balita.
 Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin
ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio diberikan melalui oral. Di Indonesia,
program eradikasi polio dilaksanakan sesuai kesepakatan pada WHA ke-41 (1998) yang
sebenarnya mengharapkan eradikasi polio di dunia sebelum tahun 2000.
 Imunisasi DPT
Imunisasi DPT(diphteria, pertusis, tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan
vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun
masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Pemberian pertama zat anti
terbentuk masih sangat sedikit terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh
membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi
DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian DPT daoat berefek samping ringan ataupun
berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri tempat penyuntkan, dan demam.
Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertusis,
dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat
cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan anak balita.
 Imunisasi Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah
virus yang dilemahkan. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini
memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka
kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.

15
Keterangan Jadwal Imunisasi:6
 Hepatitis B
Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1 dan 3-6 bulan.
Interval dosis minimal 4 minggu
 Polio
Polio diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS OPV
diberikan pada saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin ke bayi
lain)
 BCG
BCG diberikan sejak lahir. Apabila usia >3bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih
dulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif
 DPT
DPT diberikan pada usia >= 6 minggu, secara terpisah atau secara kombinasi dengan
hepatitis B atau HiB. Booster DPT diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Usia 12
tahun mendapat TT saat program BIAS SD kelas 6.
 Campak
Campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan campak-2 diberikan pada saat program
BIAS SD kelas 1 pada usia 6 tahun.

Masa Pubertas

16
Masa pubertas atau remaja merupakan suatu periode transisi antara masa anak-anak dan masa
dewasa yang merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat
pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki dewasa dan pada anak
perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa. Batasan yang teas pada remaja
sulit ditetapkan, tetapi periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan
karakteristik seks sekunder pada sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir dengan
berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun.7

Perubahan fisik pada pubertas terutama merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah
pengaruh sistem saraf pusat, walaupun semua aspek fungsi fisiologis berinteraksi secara
bersama-sama. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik
dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder; perubahan yang tidak
tampak jelas adalah perubahan fisiologis dan kematangan neurogonad yang disertai dengan
kemampuan untuk bereproduksi. Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin ditentukan
berdasarkan karakteristik pembeda, karakteristik seks primer merupakan organ eksternal dan
internal yang melaksanakan fungsi reproduktif; karakteristik seks sekunder merupakan
perubahan yang terjadi di serluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal, tetapi tidak
berperan langsung dalam reproduksi. Perubahan pubertas secara fisik antara lain:7
 Karakteristik seks primer
 Organ kelamin telah mampu memproduksi sel-sel kelamin. Laki-laki mulai
menghasilkan sperma di dalam testis; perempuan mulai menghasilkan sel telur di
dalam ovarium
 Organ kelamin mulai berfungsi. Pada laki-laki ditandai dengan mengalami mimpi
basah yang pertama, yang mengeluarkan air mani; pada perempuan mengalami
menstruasi yang pertama kali
 Karakteristik seks sekunder
 Pada remaja laki-laki:
 Mulai tumbuh jakun
 Perubahan suara menjadi lebih besar dan berat
 Tumbuh kumis atau jenggot
 Tumbuh rambut di dada, kaki, ketiak, dan sekitar organ kelamin
 Mulai tampak otot-otot yang berkembang lebih besar dan menonjol
17
 Bahu melebar melebihi bagian pinggul
 Perubahan jaringan kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori tampak membesar
 Kadang-kadang diikuti dengan munculnya jerawat di daerah muka
 Pada remaja perempuan:
 Membesarnya payudara dan putting susu mulai timbul
 Pinggul melebar
 Tumbuh rambut di ketiak dan sekitar organ kelamin
 Suara lebih nyaring
 Kadang-kadang diikuti munculnya jerawat di daerah muka
 Perubahan proporsi tubuh, tampak dari bertambahnya tinggi badan, berat badan, panjang
kaki, dan tangan, sehingga ukuran badan bertambah terlihat sangat cepat

Perubahan fisik pada pubertas juga bisa diukur berdasarkan sexual maturity rating (SMR) atau
skala tanner.

Pada perempuan
Tahap SMR Rambut pubis Payudara
1 Praremaja Praremaja
2 Jarang, kurang berpigmen, lurus, Payudara dan papila menonjol seperti
tepi medial labia bukit kecil; diameter areola bertambah
3 Lebih gelap, mulai keriting, Payudara dan areola membesar, tidak ada
makin lebat pemisahan kontur
4 Kasar, keriting, lebat tetapi Areola dan papila membentuk bukit kecil
kurang lebat dibanding orang sekunder
dewasa
5 Segitiga feminim dewasa, Matur; putting menonjol, areola
menyebar ke permukaan medial merupakan bagian dari kontur payudara
paha keseluruhan

Pada laki-laki
Tahap SMR Rambut pubis Penis Testis

18
1 Tidak ada Praremaja Praremaja
2 Jarang, panjang kurang Sedikit Skrotum membesar,
berpigmen membesar tekstur merah, mudah
berubah
3 Lebih gelap, mulai keriting, Lebih panjang Lebih besar
sedikit
4 Menyerupai tipe dewasa, tetapi Lebih besar Lebih besar, skrotum
kurang lebat, kasar, keriting ukuran glans dan gelap
lebar bertambah
5 Penyebaran dewasa, menyebar Ukuran dewasa Ukuran dewasa
ke permukaan medial paha

Pubertas prekoks
Prekositas seksual adalah timbulnya ciri-ciri seksual sekunder sebelum waktu yang
seharusnya (remaja) yaitu kira-kira sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan, dan sebelum
usia 9 tahun pada anak laki-laki. Walau timbulnya seluruh ciri-ciri sekunder berasal dari
peningkatan produksi steroid seks, namun etiologi peningkatan produksi dan aktivitas hormon
seksual ini mungkin akibat peningkatan sekresi gonadotropin atau penyakit intrinsik pada
adrenal, ovarium, atau testis. Prekoks sejati digunakan untuk menggambarkan pubertas prekoks
yang disebabkan oleh peningkatan gonadotropin hipofisis. Prekoks perifer mengacu pada
pubertas prekoks yang disebabkan oleh penyakit yang berasal dari gonad atau adrenal.
Perkembangan seksual dini yang terjadi konsisten dengan seks genetik atau gonad pada
seseorang merupakan prekositas isoseksual. Prekositas heteroseksual atau kontraseksual
menunjukkan pubertas prekoks yang berhubungan dengan feminisasi pada pria atau virilisasi
pada wanita.8

Tanda-tanda pubertas prekoks:


 Pada wanita, jika terjadi pada usia kurang dari 8 tahun:
 Payudara membesar
 Tumbuhnya rambut pubis dan rambut tipis pada lengan bawah
 Bertambah tinggi dengan cepat

19
 Mulainya menstruasi
 Tumbuh jerawat
 Munculnya bau badan
 Pada laki-laki, jika terjadi pada usia kurang dari 9 tahun:
 Pembesaran testis dan penis
 Tumbuhnya rambut pubis, lengan bawah dan wajah
 Peningkatan tinggi dengan cepat
 Suara memberat
 Tumbuh jerawat
 Munculnya bau badan

Beberapa terapi pada pubertas prekoks menurut jenisnya:9


- Terapi pubertas prekoks sejati / sentral
Pasien dengan pubertas prekoks sentral terindikasi untuk mendapatkan terapi GnRH yang
bekerja dengan menghilangkan pengaruh stimulus GnRH terhadap sintesis dan pelepasan
gonadotropin. Dosis yang digunakan 100mikrogram/kg/bulan, untuk dosis pemeliharaan
adalah 80-100mikrogram/kg/bulan.
- Terapi pubertas prekoks perifer
Pada pasien dengan produksi steroid gonadal otonom, terapi ditujukan untuk mengurangi
produksi hormon steroid seks. Terapi yang digunakan antara lain inhibitor sintesis steroid
(ketokonazol), inhibitor aromatase (testolakton dan anastrazol), dan antagonis reseptor
estrogen (tamoksifen)

Kesimpulan

Setiap bayi harus dirawat sejak masih dalam kandungan karena pada masa itu juga sudah
sangat rentan dengan berbagai masalah kesehatan, dan jika sudah lahir juga harus tetap diberi
perhatian khusus karena sistem imun yang masih rentan dari penyakit menular sehingga harus
diberi imunisasi segera, dan juga dilakukan berbagai pemeriksaan fisik untuk melihat kesehatan
bayi agar bisa mencegah kemungkinan buruk yang ada disaat tumbuh kembang hingga dewasa
nanti.

20
Daftar Pustaka

1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit EGC; 1995. Hal 2-7
2. Schartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarga: Penerbit EGC; 2004. Hal 1-31
3. Houghton RA, Gray D. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Jakarta:
PT Indeks; 2010. Hal 3-45
4. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes pediatrika. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. Hal
1-70
5. Nugroho HSW. Petunjuk praktis denver developmental screening test. Jakarta: Penerbit
EGC; 2008. Hal 3-22
6. Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2008. Hal 54-8
7. Wong DL. Buku ajar keperawatan. Jakarta:Penerbit EGC; 2009. Hal 585
8. Heffner LJ, Schust DJ. At a glance sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga; 2010. Hal 64
9. Pulungan AB. Pubertas dan gangguannya. Jakarta: Penerbit IDAI; 2010. Hal 104

21

Anda mungkin juga menyukai