Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MANAGEMEN PASIEN SAFETY

INFEKSI NOSOKOMIAL

OLEH :
NI LUH MADE ADI SUARTINI ARTA. (P07120018091)

NI KADEK LINDA JULIANTINI (P07120018101)


I GUSTI AYU AMRITA ISWARI (P07120018105)

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


PRODI D III KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga kami
mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalaam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 3 April 2019

Penulis

2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

Definisi dari infeksi nosokomial . .3

Macam-Macam Infeksi Nosokomial . 4

Rantai penularan terjadinya infeksi nosokomial ...4

Penilaian infeksi nosokomial ………………………………………………....7

Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial ....8

Dampak infeksi nosokomial .8

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial 9

Upaya pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan ...10

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................................... 19
4.2 Saran .......................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya
pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang
bermutu.Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan
harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki
keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek
penanganan pasien.
Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat
terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti
yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat,
pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan
yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang
lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan
pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan
memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial.
Cara penularan melalui tenaga kesehatan ditempatkan sebagai penyebab yang
paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan tenaga kesehatan
dapat secara langsung karena tangan yang kurang bersih atau secara tidak
langsung melalui peralatan yang invasif.Dengan tindakan mencuci tangan secara
benar saja kejadian infeksi nosokomial dapat mencapai 50% apalagi jika tidak
mencuci tangan.Peralatan yang kurang steril, air yang terkontaminasi kuman,
cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering meningkatkan risiko infeksi
nosokomial.

4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari infeksi nosokomial ?
1.2.2 Apa saja Macam-Macam Infeksi Nosokomial ?
1.2.3 Bagaimana rantai penularan terjadinya infeksi nosokomial ?
1.2.4 Bagaimana cara Penilaian infeksi nosokomial ?
1.2.5 Apa saja Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial ?
1.2.6 Apa saja Dampak infeksi nosokomial ?
1.2.7 Apa saja strategi pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial ?
1.2.8 Bagaimana upaya pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari infeksi nosokomial
1.3.2 Untuk mengetahui Macam-Macam Infeksi Nosokomial
1.3.3 Untuk mengetahui rantai penularan terjadinya infeksi nosokomial
1.3.4 Untuk mengetahui cara Penilaian infeksi nosokomial
1.3.5 Untuk mengetahui Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
1.3.6 Untuk mengetahui Dampak infeksi nosokomial
1.3.7 Untuk mengetahui strategi pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
1.3.8 Untuk mengetahui upaya pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan
kesehatan

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit atau di


fasilitas kesehatan lainnya.Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, nosos yang
artinya “penyakit” dan komeo artinya “merawat”.Infeksi nosokomial didapatkan
selama pengobatan medis.Meskipun banyak infeksi yang terjadi pada pasien,
infeksi didapatkan pada saat bekerja oleh pelayanan kesehatan juga termasuk
infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan
menunjukan tanda infeksi kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit dan infeksi yang baru
menunjukan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru dapat
disebut infeksi nosokomial.

Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan sebagai “Health-care Associated


Infections” atau “Hospital-Acquired Infections (HAIs)”, infeksi nosokomial ini
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun
tidak langsung kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang
bisa terjadi melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung
atau petugas rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini
mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya
rumah sakit lebih banyak.

6
Infeksi nosokomial bersumber pada peralatan kedokteran, makanan
minuman, udara, debu, air limbah, bahan-bahan desinfektan, dokter, perawat,
bidan pengunjung, penderita yang dirawat, hewan yang berada di lingkunan
sarana pelayanan kesehatan, misalnya nyamuk, lalat dan masih banyak lgi yang
berada di lingkungan sarana penderita kesehatan.

2.2 Macam-Macam Infeksi Nosokomial


 Infeksi nosokomial dibagi 3, yaitu
1. infeksi silang (cross infection) infeksi yang disebabkan kuman didapat dari
orang atau pasien lain secara langsung atau tidak langsung.
2. Infeksi lingkungan (environtmental infection), infeksi yang disebabkan kuman
yang diadapat dari benda atau bahan tak bernyawa di lingkungan rumah sakit.
3. Infeksi sendiri yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari pasien
sendiri, karena perpindahan kuman dari jaringan lain ke jaringan lainnya
(Jhonkarto, 2009).

2.3 Rantai Penularan Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar


berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat
tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di
pasien lain. Karena banyak pasien di Rumah Sakit rentan terhadap infeksi
(terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat
tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’.Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari
pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.Untuk melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan.Apabila
satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan.

7
Kompenen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:

1) Agen infeksi (Infection Agent) adalah mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri,
virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah
(dosis, atau “load”).
2) Reservoir atau dimana tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh ,
berkembang biak dan siap ditularkan pada orang. Reservoir yang paling
umum adalah manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, air dan bahan
organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir selaput
nafas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
3) Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan,
pecernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukos,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4) Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita (yang susptibel). Ada berapa cara
penularan yaitu :
 Kontak (contact transmission) :

8
- Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasien.
- Indirect/Tidak langsung (paling sering) : kontak melalui objek
(benda/alat) perantara : melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang
tidak dicuci.
 Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tidak bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus
influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
 Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
 Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
 Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan
atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat.
5) Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak
(utuh).
6) Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi dan penyakit. Faktor yag khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yag mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaan dan hereditas.

9
2.4 Penilaian infeksi nosokomial

Menurut Hasbi Ibrahim (2011), infeksi nosokomial disebut juga dengan


“Hospital Acquared Infection” apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai
berikut:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda
klinik dari infeksi tersebut

2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam inkubasi dari infeksi tersebut

3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak


mulai dirawat

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya .


Menurut Hasbi Ibrahim (2011), ada keadaan khusus dimana infeksi dianggap
bukan nosokomial, bila:

1. Infeksi yang ada hubungannya dengan penyakit atau kelanjutan dari infeksi yang
sudah ada pada saat masuk rumah sakit, kecuali bila ditemukan bakteri atau gejala-
gejala yang jelas membuktikan bahwa ini infeksi baru

2. Pada anak kecil, infeksi yang diketahui atau dibuktikan menular lewat plasenta
(misalnya: toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau sifilis) dan terjadi sebelum
48 jam kelahiran.
Selain itu, ada dua keadaan yang dianggap bukan infeksi, yaitu:
1. Adanya kolonisasi, yaitu adanya bakteri (pada kulit, mukosa, luka terbuka, atau
dalam sekret) tetapi tidak ada tanda-tanda yang membuktikan adanya infeksi

2. Inflamasi, yaitu keadaan yang terjadi akibat reaksi jaringan terhadap cedera
(injury) atau stimulasi oleh zat-zat non-infektious misalnya bahan kimia (Ibrahim,
2011).

10
2.5 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

Penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :

1) Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.


2) Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan
laboratorium.
3) Standar dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah
dan pelayanan transfusi
4) Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di rumah sakit
yang membuat cairan sendiri
5) Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik
spektrum luas yang berlebih atau salah
6) Berat penyakit yang diderita
7) Penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
8) Petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
9) Peralatan medis yang digunakan
10) Tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
11) Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti
kamar operasi dan kamar bersalin
12) Makanan dan minuman yang disajikan
13) Lingkungan rumah sakit secara umum
2.6 Dampak Infeksi Nosokomial
Menurut Hasbi Ibrahim (2011), penularan infeksi nosokomial sama dengan
infeksi pada umumnya, dipengaruhi oleh tiga faktor utama:
1. Sumber penularan mikroorganisme
2. Tuan rumah suseptibel
3. Cara penularan mikroorganisme

Di rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya, sumber


penularaninfeksi adalah penderita dan petugas tempat pelayanan tersebut. Tuan

11
rumah (host) bisa penderita yang sakit parah, orang-orang tanpa gejala tetapi dalam
masa inkubasi atau dalam window period dari suatu penyakit, atau orang-orang yang
karier kronik dari satu mikroba penyebab infeksi. Sumber infeksi lain adalah flora
endogen penderita sendiri atau dari benda-benda di lingkungan penderita termasuk
obat-obatan, dan alat kedokteran dan devices yang terkontaminasi (Ibrahim, 2011).
Menurut Betty (2012), infeksi nosokomial dapat memberikan dampak
sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat
menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS
yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak mampu,
dengan mengingkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya.
4. Morbiditas, dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra Rumah Sakit.

2.7 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting
untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko
tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas, juga berkunjung ke suatu rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu
keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan
Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain
sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :

12
1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan penjamu dapat meningkatkan
dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau
pemberian imunasi pasif (imonoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimia termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah diterapkan
tidakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolasi Precaoution”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard
Precaoution” (Kewaspadan Standar) dan “Tranmision based Precaution”
(Kewaspadaan berdasakan cara penularan).
4) Tidakan pencegahan pejanan terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama
berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi Karena luka tusuk jarum bekas pakai
atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat pehatian adalah Hepatitis
B, Hepatitis C dan HIV. (Depertemen Kesehatan, 2009)

2.8 Upaya Pencegahan Infeksi pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan


A. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien
terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi
diterapkan dengan benar dapat menurunkan resiko transmisi dari pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transimis
mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan isolasi harus
diterapkan sesuai gejala klinis, sementara menungu hasil laboraturium keluar.

13
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

1) Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti
infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan. Kewaspadaan
standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis
diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi :
a. Kebersihan tangan/Hand hygiene
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindungwajah), dan gaun
c. Pengendalian lingkungan
d. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
e. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
f. Penempatan pasien
g. Hygiene respirasi/Etika batuk
h. Praktek menyuntik yang aman

2) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi.
Diterapkan pada pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman
penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet,
kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kewaspadaan transmisi kontak
Ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit
yang ditularkan melalui kontak langsung (kontak tangan atau kulit ke
kulit), atau kontak tak langsung (persinggungan) benda di lingkungan
pasien, yang terjadi selama perawatan rutin.
 Penempatan pasien

14
Harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia dapat
dengan kohorting.
 APD petugas
- Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan
infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien
dan cuci tangan menggunakan antiseptic
- Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

 Transport pasien
- Batasi kontak saat transportasi pasien
- Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal yang
penting.

b. Kewaspadaan transmisi droplet


Bertujuan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman patogen yang
infeksius. Penularan terjadi bila partikel yang besar (diameter ˃ 5
mikrometer) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa, hidung,
mulut atau konjungtiva mata dari orang yang rentan.
 Penempatan pasien
- Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m
- Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka
 APD petugas
- Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien
 Transport pasien
- Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat
transportasi
- Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

15
c. Kewaspadaan transmisi airborne
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit
melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara atau partikel
debu yang berisi agen infeksi.
 Penempatan pasien
- Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor.
- Minimal pergantian udara ≥ 6-12 kali setiap jam, aliran udara yang
terkontrol.
- Pembuangan udara keluar yang memadai atau penggunaan filter
tingkat tinggi
- Jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan
- Seharusnya kamar terpisah, atau kohorting jarak ˃ 1 m
- Terpisah jendela terbuka (TBC), tak ada orang yang lalu lalang.
 APD petugas
- Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
- Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari
pasien,
- Gaun
- Sarung tangan (bila melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan aerosol)
 Transport pasien
- Batasi transportasi pasien, pasien harus pakai masker saat keluar
ruangan
- Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial.


Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh
lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih,
pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan

16
cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga
kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan
kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan
dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:
1) Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan
merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi
nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena
bersentuhan.
 Adapunlangkah-langkah dari cuci tangan ada 6 langkah yaitu :

1) Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

17
3) Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci

5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

18
2) Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus
(apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang
digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan
berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan
lain-lain.
3) Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam
harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan
maupun pasien.
4) Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi
resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga
kesehatan
 Adapun prosedur untuk dekontaminasi yaitu :
Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang
melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
A. Dekontaminasi pada alat medis
1). Cuci tangan
2). Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (schoot, masker,
kaca mata) kalau perlu
3). Rendam alat medis segera setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10 menit. Seluruh alat medis harus
terendam dalam larutan klorin.
5). Buka sarung tangan
6). Cuci tangan

19
B. Dekontaminasi padapermukaan yang tercemar darah atau cairan
tubuh pasien
1. Cuci tangan
2. Pakai APD: sarung tangan, apron, masker, kaca mata
3. Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan
kertas/tisu
4. Buang kertas/tisu penyerap kedalam kantong sampah medis
5. Bersihkan daerah bekas tumpahan dengan larutan klorin
0.5%
6. Buka sarung tangan
7. Cuci tangan

 Adapun prosedur untuk pembersihan yaitu :


Pembersihan adalah suatu proses untuk menghilangkan kotoran yang
terlihat atau tidak terlihat pada peralatan medis setelah dilakukan
dekontaminasi dengan menggunakan air mengalir, sikat detergen sehingga
kotoran / bahan organik hilang dari permukaan.

Cara pembersihan :
1. Cuci tangan
2. Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata
3. Bilas alat medis yang telah didekontaminasi dengan air mengalir
4. Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas
5. Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk gerigi
dan lekukan
6. Bilas sampai bersih dalam air hangat
7. Bersihkan sikat dan bak pencuci
8. Keringkan alat medis dengan kain atau di udara
9. Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
10. Cuci tangan

20
 Adapun prosedur untuk Sterilisasi yaitu :
Sterilisasi adalah Suatu proses menghilangkan/memusnahkan semua
bentuk mikroorganisme pada peralatan medis termasuk endospora yang
dapat dilakukan melalui proses fisika dan kimiawi dengan menggunakan
alat sterilisator.
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon,masker, dan schoot/ celemek
3. Ambil alat-alat yang akan disterilisasi
4. Cuci alat-alat dengan air mengalir dan sabun lalu rendam dengan
Lysol 1% selama 5-10 menit perendaman
5. Setelah direndam bilas kembali alat-alat lalu keringkan
6. Lalu alat-alat dibungkus dengan duk/lap
7. Masukan alat-alat ke dalam alat sterilisator 5-10 menit
8. Lalu keluarkan alat-alat dari alat sterilisator dengan korentang dan
masukan ke dalam trombol
9. Lepaskan APD
10. Cuci tangan

5) Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas


pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah
medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik
untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan
masyarat.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita
itu dirawat disarana pelayanan kesehatan, baik itu puskesmas, klinik, maupun
rumah sakit, biasanya gejala timbul 72 jam pasca penderita dirawat di pelayanan
kesehatan tersebut. Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu
penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan
penjamu rentan.

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan


terjadinya infeksi nosokomial.Yang perlu menjadi fokus perhatian dalam upaya
ini adalah rantai penularan infeksi.Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi
sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan.

Penelaahan tentang rantai penularan infeksi melahirkan suatu upaya


pencegahan berupa kewaspadaan isolasi, yang meliputi kewaspadaan standar dan
kewaspadaan transmisi.

3.2 Saran
Diharapkan kepada penentu kebijakan dalam hal ini rumah sakit agar
memfasilitasi alat yang dibutuhkan dalam mencegah infeksi nosokomial di
rumah sakit dan mengurangi beban kerja perawat agar dapat melakukan upaya
pencegahan infeksi nosokomial dengan baik. Diharapkan kepada perawat
pelaksana agar berupaya dengan baik dalam mencegah infeksi nosokomial di
rumah sakit. Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan bergerak dibidang
kesehatan, merawat pasien dan melengkapi kebutuhan dasar pasien kita harus
menjaga kebersihan dari diri kita sendiri, dari lingkungan dan pasien itu sendiri,
selalu menggunakan APD setiap kali mengambil tindakan

22
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi, 2008.Infeksi nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.Jakarta :


Salemba Medika

Salawati L. 2012. Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala,


12 : 104-105

Wiknjosastro, G. 2008. BukuDasarPencegahanpenularanInfeksi.Yogyakarta


PustakaSalemba.

https://www.academia.edu/10312715/Infeksi_Nosokomial Diakses 20 Maret 2019

http://id.scribd.com/document/364766869/Konsep-Manajemen-Infeksi-
NosokomialDiakses 20 Maret

http://id .portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle=263516 Diakses 25 maret


2019

23

Anda mungkin juga menyukai