Kelompok 14
Kelompok 14
INFEKSI NOSOKOMIAL
OLEH :
NI LUH MADE ADI SUARTINI ARTA. (P07120018091)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga kami
mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalaam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................................... 19
4.2 Saran .......................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari infeksi nosokomial ?
1.2.2 Apa saja Macam-Macam Infeksi Nosokomial ?
1.2.3 Bagaimana rantai penularan terjadinya infeksi nosokomial ?
1.2.4 Bagaimana cara Penilaian infeksi nosokomial ?
1.2.5 Apa saja Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial ?
1.2.6 Apa saja Dampak infeksi nosokomial ?
1.2.7 Apa saja strategi pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial ?
1.2.8 Bagaimana upaya pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Infeksi nosokomial bersumber pada peralatan kedokteran, makanan
minuman, udara, debu, air limbah, bahan-bahan desinfektan, dokter, perawat,
bidan pengunjung, penderita yang dirawat, hewan yang berada di lingkunan
sarana pelayanan kesehatan, misalnya nyamuk, lalat dan masih banyak lgi yang
berada di lingkungan sarana penderita kesehatan.
7
Kompenen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:
8
- Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasien.
- Indirect/Tidak langsung (paling sering) : kontak melalui objek
(benda/alat) perantara : melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang
tidak dicuci.
Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tidak bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus
influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada
pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan
atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat.
5) Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak
(utuh).
6) Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi dan penyakit. Faktor yag khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma
atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yag mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaan dan hereditas.
9
2.4 Penilaian infeksi nosokomial
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam inkubasi dari infeksi tersebut
1. Infeksi yang ada hubungannya dengan penyakit atau kelanjutan dari infeksi yang
sudah ada pada saat masuk rumah sakit, kecuali bila ditemukan bakteri atau gejala-
gejala yang jelas membuktikan bahwa ini infeksi baru
2. Pada anak kecil, infeksi yang diketahui atau dibuktikan menular lewat plasenta
(misalnya: toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau sifilis) dan terjadi sebelum
48 jam kelahiran.
Selain itu, ada dua keadaan yang dianggap bukan infeksi, yaitu:
1. Adanya kolonisasi, yaitu adanya bakteri (pada kulit, mukosa, luka terbuka, atau
dalam sekret) tetapi tidak ada tanda-tanda yang membuktikan adanya infeksi
2. Inflamasi, yaitu keadaan yang terjadi akibat reaksi jaringan terhadap cedera
(injury) atau stimulasi oleh zat-zat non-infektious misalnya bahan kimia (Ibrahim,
2011).
10
2.5 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
11
rumah (host) bisa penderita yang sakit parah, orang-orang tanpa gejala tetapi dalam
masa inkubasi atau dalam window period dari suatu penyakit, atau orang-orang yang
karier kronik dari satu mikroba penyebab infeksi. Sumber infeksi lain adalah flora
endogen penderita sendiri atau dari benda-benda di lingkungan penderita termasuk
obat-obatan, dan alat kedokteran dan devices yang terkontaminasi (Ibrahim, 2011).
Menurut Betty (2012), infeksi nosokomial dapat memberikan dampak
sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat
menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS
yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak mampu,
dengan mengingkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya.
4. Morbiditas, dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra Rumah Sakit.
12
1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan penjamu dapat meningkatkan
dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau
pemberian imunasi pasif (imonoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimia termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah diterapkan
tidakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolasi Precaoution”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard
Precaoution” (Kewaspadan Standar) dan “Tranmision based Precaution”
(Kewaspadaan berdasakan cara penularan).
4) Tidakan pencegahan pejanan terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama
berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi Karena luka tusuk jarum bekas pakai
atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat pehatian adalah Hepatitis
B, Hepatitis C dan HIV. (Depertemen Kesehatan, 2009)
13
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
1) Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti
infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan. Kewaspadaan
standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis
diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi :
a. Kebersihan tangan/Hand hygiene
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindungwajah), dan gaun
c. Pengendalian lingkungan
d. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
e. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
f. Penempatan pasien
g. Hygiene respirasi/Etika batuk
h. Praktek menyuntik yang aman
14
Harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia dapat
dengan kohorting.
APD petugas
- Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan
infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien
dan cuci tangan menggunakan antiseptic
- Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
Transport pasien
- Batasi kontak saat transportasi pasien
- Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal yang
penting.
15
c. Kewaspadaan transmisi airborne
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit
melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara atau partikel
debu yang berisi agen infeksi.
Penempatan pasien
- Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor.
- Minimal pergantian udara ≥ 6-12 kali setiap jam, aliran udara yang
terkontrol.
- Pembuangan udara keluar yang memadai atau penggunaan filter
tingkat tinggi
- Jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan
- Seharusnya kamar terpisah, atau kohorting jarak ˃ 1 m
- Terpisah jendela terbuka (TBC), tak ada orang yang lalu lalang.
APD petugas
- Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
- Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari
pasien,
- Gaun
- Sarung tangan (bila melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan aerosol)
Transport pasien
- Batasi transportasi pasien, pasien harus pakai masker saat keluar
ruangan
- Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
16
cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga
kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan
kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan
dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:
1) Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan
merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi
nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena
bersentuhan.
Adapunlangkah-langkah dari cuci tangan ada 6 langkah yaitu :
1) Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
17
3) Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
18
2) Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus
(apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang
digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan
berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan
lain-lain.
3) Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam
harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan
maupun pasien.
4) Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi
resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga
kesehatan
Adapun prosedur untuk dekontaminasi yaitu :
Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang
melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
A. Dekontaminasi pada alat medis
1). Cuci tangan
2). Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (schoot, masker,
kaca mata) kalau perlu
3). Rendam alat medis segera setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10 menit. Seluruh alat medis harus
terendam dalam larutan klorin.
5). Buka sarung tangan
6). Cuci tangan
19
B. Dekontaminasi padapermukaan yang tercemar darah atau cairan
tubuh pasien
1. Cuci tangan
2. Pakai APD: sarung tangan, apron, masker, kaca mata
3. Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan
kertas/tisu
4. Buang kertas/tisu penyerap kedalam kantong sampah medis
5. Bersihkan daerah bekas tumpahan dengan larutan klorin
0.5%
6. Buka sarung tangan
7. Cuci tangan
Cara pembersihan :
1. Cuci tangan
2. Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata
3. Bilas alat medis yang telah didekontaminasi dengan air mengalir
4. Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas
5. Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk gerigi
dan lekukan
6. Bilas sampai bersih dalam air hangat
7. Bersihkan sikat dan bak pencuci
8. Keringkan alat medis dengan kain atau di udara
9. Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
10. Cuci tangan
20
Adapun prosedur untuk Sterilisasi yaitu :
Sterilisasi adalah Suatu proses menghilangkan/memusnahkan semua
bentuk mikroorganisme pada peralatan medis termasuk endospora yang
dapat dilakukan melalui proses fisika dan kimiawi dengan menggunakan
alat sterilisator.
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon,masker, dan schoot/ celemek
3. Ambil alat-alat yang akan disterilisasi
4. Cuci alat-alat dengan air mengalir dan sabun lalu rendam dengan
Lysol 1% selama 5-10 menit perendaman
5. Setelah direndam bilas kembali alat-alat lalu keringkan
6. Lalu alat-alat dibungkus dengan duk/lap
7. Masukan alat-alat ke dalam alat sterilisator 5-10 menit
8. Lalu keluarkan alat-alat dari alat sterilisator dengan korentang dan
masukan ke dalam trombol
9. Lepaskan APD
10. Cuci tangan
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita
itu dirawat disarana pelayanan kesehatan, baik itu puskesmas, klinik, maupun
rumah sakit, biasanya gejala timbul 72 jam pasca penderita dirawat di pelayanan
kesehatan tersebut. Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu
penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan
penjamu rentan.
3.2 Saran
Diharapkan kepada penentu kebijakan dalam hal ini rumah sakit agar
memfasilitasi alat yang dibutuhkan dalam mencegah infeksi nosokomial di
rumah sakit dan mengurangi beban kerja perawat agar dapat melakukan upaya
pencegahan infeksi nosokomial dengan baik. Diharapkan kepada perawat
pelaksana agar berupaya dengan baik dalam mencegah infeksi nosokomial di
rumah sakit. Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan bergerak dibidang
kesehatan, merawat pasien dan melengkapi kebutuhan dasar pasien kita harus
menjaga kebersihan dari diri kita sendiri, dari lingkungan dan pasien itu sendiri,
selalu menggunakan APD setiap kali mengambil tindakan
22
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/document/364766869/Konsep-Manajemen-Infeksi-
NosokomialDiakses 20 Maret
23