Disusun Oleh :
PROFESI NERS
A. Pengertian
secara spontan. Gejala yang ada meliputi tidak adanya kemampuan sensasi untuk
mengosongkan kandung kemih ketika buang air kecil, nyeri abdomen bawah atau
tidak bisa berkemih sama sekali. Retensio urine dapat terjadi secara akut maupun
kronik. Retensio urine akut dapat didefinisikan sebagai rasa nyeri mendadak yang
timbul akibat tidak bisa berkemih selama 24 jam, membutuhkan pertolongan kateter
dengan reduksi urine keluar kurang 50% dari kapasitas sistometer. Kandung kemih
yang normal kosong secara sempurna, pada retensio urine kronik terjadi kegagalan
pengosongan kandung kemih. Retensio urine adalah tidak bisa berkemih selama 24
jam yang membutuhkan pertolongan kateter, karena tidak dapat mengeluarkan urine
lebih dari 50% kapasitas kandung kemih pada saat berkemih. Biasanya berkemih
spontan harus sudah terlaksana dalam 6 jam sesudah melahirkan. Apabila setelah 6
jam pasien tidak dapat berkemih dinamakan retensio urine post partum (Winkjosastro,
2007).
B. Etiologi Retensio Urine
Peregangan atau trauma dari dasar kandung kemih dengan edema trigonum
traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besarHipotonia pada tonus otot
destrusor (Taber, Ben-zion, 1994). Secara umum, retensio urine post partum dapat
disebabkan oleh trauma intra partum, reflek kejang sfingter uretra, hipotonia selama
hamil dan nifas, ibu dalam posisi tidur terlentang, peradangan, psikogenik dan umur
D. Patofisiologi
mekanisme refleks sekunder terhadap rangsang nyeri khususnya di area pelvis dan
kemih yang bisa disebabkan karena peregangan berlebih, infeksi atau fibrosis.
Pada keadaan post partum, kapasitas kandung kemih meningkat, tonus menurun,
kurang sensitif terhadap tekanan intra vesikal, serta cepatnya pengisian kandung
kandung kemih secara berlebihan. Kapasitas kandung kemih bertahan sekitar 200
cc.
Retensio urine post partum dapat terjadi akibat edema periurethra, laserari obstetrik,
atau desensitifitas vesika urinaria oleh anestesi epidural. Pada persalinan dengan
tindakan bedah obstetri sering di jumpai retensio urine post partum. Luka pada
daerah perineum yang luas, hematoma, trauma saluran kemih bagian bawah, dan
rasa sakit akan mengakibatkan retensio uri. Rasa nyeri yang hebat pada perlukaan
jalan lahir akan mengakibatkan otot dasar panggul mengadakan kontraksi juga
sfingter uretra eksterna sehingga pasien tidak sadar menahan proses berkemih.
Edema uretra dan trigonum yang disertai ekstravasasi darah di sub mukosa dinding
kandung kemih menyebabkan retensio urine. Hal ini bisa disebabkan karena
penekanan kepala janin pada dasar panggul terutama partus kala II yang terlalu
lama. Lama persalinan lebih dari atau sama dengan 800 menit berhubungan dengan
retensio urine post partum. Hal lain yang menjadi penyebab edema uretra dan
trigonom adalah trauma kateteritasi yang berulang-ulang dan kasar, dan infeksi
saluran kemih yang akan menimbulkan kontraksi otot detrusor yang tidak adekuat.
(Winkjosastro, 2007).
Pathway
Inkontinensia urine
Pembesaran urin
Mengenai genitalia
spontan dalam 24 jam post partum dengan atau tanpa rasa nyeri di suprasimpisis
atau keinginan berkemih dengan atau tanpa disertai kegelisaan tapi tidak dapat
gangguan.
Pemeriksaan klinik pada pasien dengan retensio urin akan memberikan
informasi adanya massa yang keras atau tidak keras pada sekitar pelvis dengan
perkusi yang pekak. Vesika urinaria mungkin dapat teraba transabdominal jika
isinya berkisar antara 150-300 cc. Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba
retensio urine akut. Infeksi traktus urinarius yang berulang dapat merupakan
komplikasi dari gangguan miksi yang lama dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan manajemen aktif guna menghindari kerusakan lebih lanjut pada
berkemih setelah penderita berkemih spontan. Pada pasien post partum spontan
dan seksio sesarea, setelah kateter di lepas, bila setelah 4 jam tidak dapat
berkemih spontan, dilakukan pengukuran volume residu urin, retensio urin terjadi
F. Penatalaksanaan
Terapi yang tepat untuk pasien dengan retensio urine akut tidak hanya untuk
mengurangi gejala tetapi juga untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada fungsi
dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Karena itu tujuan utama kasus ini adalah
pemasangan kateter satu kali, tetapi pada pasien lain (khususnya post operasi)
ditinggal selama paling sedikit 24 jam untuk mengosongkan vesika urinaria. Jika
kateter sudah dilepas harus segera di nilai apakah pasien sudah buang air kecil
secara spontan. Bila pasien tidak bisa buang air kecil secara spontan setelah 4
jam, kateter harus dipasang kembali dan volume residu urin harus di ukur. Apabila
volume residu urin > 200 cc atau 100 cc pada post operasi ginekologi, kateter
atau di organ akhir (end organ) tetapi lebih banyak di sinaps organ
furtretonium.
kecuali jika ada perasaan Pasien ingin berkemih kateter dibuka. Apabila
tidak ada rasa ingin berkemih selama 6 jam maka keteter di buka dan
jam dan pasien tetap minum banyak berkisar 3000 ml/24 jam. Setelah
itu kateter di lepas dan pasien minum biasa 50-100 ml/jam. Diharapkan
dalam waktu 6 jam pasien dapat berkemih spontan. Bila tidak bisa
volume urin sisa kurang dari 200 ml pasien boleh pulang. Tetapi apabila
volume urin sisa lebih dari 200 ml dan kurang dari 500 ml maka
pada hari pertama post partum tanpa gejala klinis) Wanita dengan
volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat gejala
klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini. Retensi urin overt (retensi
kandung kemih dan uretra sampai ke ureter dansalah satu atau kedua
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine