BERRDUKA
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., karena atas izin dan
karunia-Nyalah kami bisa meyelesaikan tugas ini.
Shalawat dan salam tak lupa pula kita haturkan pada jujungan kita nabi besar nabi
Muhammad saw. Karena beliaulah yang telah menyelamatkan manusia dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benerang dan dari alam kejahilian menuju
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang ...............................................................................
b. rumusan masalah ..........................................................................
c. tujuan .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................
a. kehilangan .....................................................................................
1. bentuk bentuk kehilangan .........................................................
2. sifat kehilangan .........................................................................
3. tipe kehilangan ..........................................................................
4. 5 kategori kehilangan................................................................
5. tahapan proses kehilangan ........................................................
b. berduka..........................................................................................
1. teori dari proses berduka...........................................................
1.1 teori Engels .........................................................................
1.2 teori kubler-ross ..................................................................
1.3 teori Marocchio...................................................................
1.4 teori Rando .........................................................................
c. kematian ........................................................................................
1. mati sebagai berhentinya darah mengalir .................................
2. mati sebagai saat terleppasnya nyawa dari tubuh .....................
3. hilangnya kemampuan tubuh secara permanen ........................
4. hilangnya manusia secara permanen untuk kembali
sadar dan melakukan interaksi sosial .......................................
BAB III PENUTUP ......................................................................................
a. kesimpulan ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan invidu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada baik yang terjadi sebgian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah di alami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cendrung akan mengalaminya kembali walau dalam
bentuk yang berbeda.
Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah
ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun
perilaku seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan
beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan
yaitu: menolak (denial), marah (anger), tawar menawar(bargaining),
depresi(depression), dan menerima (acceptence). Pekerjaan duka cita terdiri
dari berbagi tugas yang di hubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita
berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi manusia. Namun,
bencana gempa di bantul memaksa anak untuk melihat atau mengalami
kematian secara tiba tiba.
B. Rumusan Masalah
1. apa pengertian kehilangan dan dampaknya ?
2. Apa pengertian berduka dan damppaknya ?
3. apa pengertian kematian dan dampaknya ?
C. Tujuan
1. agar pembaca dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya
2. agar pembaca dapat memahami arti berduka dan dampaknya
3. agar pembaca dapat memahami arti kematian dan dampaknya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali
atau tidak dapat kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang
dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada,
baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35).Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung :
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
B. Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
a. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang
dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi
secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. ·
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. ·
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang. ·
Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. ·
Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru
telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan
terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b.Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan. ·
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus
atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain. ·
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. ·
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran
diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.
Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus
dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. ·
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. ·
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
C. KEMATIAN
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.
Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak untuk melihat dan atau
mengalami kematian secara tiba-tiba. Pemahaman akan kematian
mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain
pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh
perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya. Kebudayaan Jawa yang
menjadi latar tumbuh kembang anak menjadi penting untuk diperhatikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman anak usia sekolah dan
praremaja tentang kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep kematian,
yakni irreversibility, cessation, inevitability, universability, causality,
unpredictability, dan personal mortality dari Slaughter (2003). Penelitian
dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara yang
dilakukan pada tiga anak usia (6-7 tahun) dan 4 praremaja (10-11 tahun).
Hasil penelitian menunjukkan pemahaman konsep kematian yang berbeda-
beda pada ketiga subjek yang berusia 6-7 tahun. Dua subjek belum memahami
subkonsep unpredictability dan causality, sedangkan kelima subkonsep lainnya
sudah dipahami oleh anak. Satu subjek lainnya hanya memahami subkonsep
inevitability, universality, dan personal mortality, sedangkan empat subkonsep
lainnya belum dipahami sama sekali. Secara umum ketiga subjek belum
memahami kematian sebagai fenomena biologis. Partisipan yang berusia 10-11
tahun sudah memiliki ketujuh subkonsep kematian walaupun belum bisa
mendeskripsikannya secara utuh. Hasil penelitian ini disoroti dari teori
kematian, teori perkembangan dan budaya Jawa. Hasil penelitian ini
berimplikasi pada teori perkembangan konsep kematian pada anak, dan juga
pada seberapa jauh budaya Jawa memberikan kesempatan pada anak untuk
memiliki pemahaman yang utuh tentang kematian.
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang
kematian. Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari
kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek kedokteran telah membawa
masalah baru dalam euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan
seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa konsep tentang mati
yaitu :
a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung.
Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman.
Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan
jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan
resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan
nyawa dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-
sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan
transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat
diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak
terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan
interaksi social.
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu
individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya,
kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka
penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena
itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara
fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering
menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian
sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan
organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel,
karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan suatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan.
Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau keslahan/kekacauan.