Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN OPERASI HISTEREKTOMI A/I KISTA OVARIUM

OLEH :

MITA KURNIAWATI

DIKLAT BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PENATALAKSANAAN OPERASI HISTEREKTOMI A/I KISTA OVARIUM

A. DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun
solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010).
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa
kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam
jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur
dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005).

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium

B. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak
ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan
dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa
subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma.
Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat
menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum.
Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang
sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional

2. Tipe Kista Abnormal


a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya
bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat
karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit,
kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian
indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada
di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.

Gambar : kista corpus luteum


g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium
akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang
menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut
agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

Gambar : kista polikistik ovarium

C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari
siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan
wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal
akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan
siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal
dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho,
2010).
F. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas
di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta
dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik
yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak
akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi
infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan
kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual
dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi
pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren
dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika
robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas
berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri
terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam
hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa
menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker
(maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi
penting.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian
sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam
dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial
diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
adalah (Bilotta, 2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari
ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal
dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada
kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding
kista tertusuk.

H. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama
1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu
atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,
2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi
harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi
harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki
kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko
terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar
terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba
fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada
usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan
menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan
(emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005:
23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005:
23) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan
operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke
dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut,
yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.

I. TEKNIK INSTRUMENTASI PADA LAPAROSCOPY


1. Persiapan Alat
a. Alat tidak Steril
1) Gunting Verban/ bandage scissors
2) Lampu operasi
3) Meja operasi
4) Meja instrumen
5) Mesin Suction
6) Mesin Diathermi
7) Standar infus
8) Tempat sampah (tempat sampah infeksius, non infeksi, linen, flabot,
safety box)
b. Alat-alat steril
1) Instrumen Obgyn
a) Instrumen Basic
- Handle mess no 4
- Pincet chirurgis
- Pincet anatomi
- Gunting metzembaum
- Gunting benang
- Arteri klem lurus
- Arteri klem bengkok
- Nald voerder / needle holder
b) Instrumen Pendukung
- Kocher klem
- Sponge holder forceps
- Doek klem (towel forceps)
- Langen beck
- Retraction hak
- Babcock
- Cuching
- Kanul Suction
2) Linen pack
3) Kom besar
4) Kom kecil
5) Bengkok
6) Darm duk
7) Kassa
8) Hand piece couter
c. Bahan penunjang operasi / bahan habis pakai
1) Mess no 20
2) Underpad
3) Supratule
4) Betadine
5) NaCl dan transofik
6) Handscoon berbagai macam ukuran (6,5/7/7,5/8)
7) Negative plat
8) Selang suction
9) Box suction dissposible
10) NGT no 16
11) Urine bag
12) Benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0)
13) Benang multifilamen absorbable (Safil 1.0 dan 2.0)
14) Benang multifilamen non absorbable (Silk 1.0)
2. Persiapan pasien
a. Persetujuan operasi.
b. Alat-alat dan obat-obatan

J. PROSEDUR JALANNYA OPERASI


1. Lakukan sign in
2. Lakukan prosedur anesthesi
3. Memasang folley catheter
4. Mengatur posisi supine
5. Perawat instrumen cuci tangan
6. Perawat memakai baju operasi steril dan sarung tangan steril
7. Operator dan asisten cuci tangan
8. Berikan pakaikan baju operasi steril dan sarung tangan steril pada asisten dan
operator
9. Atur instrumen di meja mayo sesuai diatas
10. Berikan sponge holding forceps dan deper desinfektan untuk desinfeksi lapangan
operasi
11. Melakukan draping
12. Memasang selang suction dan handpiece couter dengan menggunakan duk klem
13. Instrumen didekatkan dan siap dipergunakan
14. Lakukan time out
15. Beri pinset chirurgis untuk marker
16. Berikan mess kepada operator untuk insisi bagian perut dan berikan arteri klem
dan kassa pada asisten untuk merawat perdarahan
17. Irisan diperdalam sampai memotong lemak dengan menggunakan couter hingga
tampak fasia
18. Berikan gunting jaringan dan pincet chirurgis kepada operator untuk memperlebar
fasia, fasia dilebarkan hingga tampak musculus rectus abdominalis
19. Berikan pinset anatomis kepada operator, musculus rectus abdominalis dipisahkan
secara tumpul menggunakan ujung pincet hingga tampak peritonium
20. Berikan pinset anatomis dan gunting jaringan kepada operator dan pincet anatomis
kepada asisten untuk membuka peritonium
21. Berikan 2 arteri klem untuk menjepit peritonium pada kedua sisi dan diperlebar
mengikuti garis insisi kulit
22. Berikan darm duk untuk menyisihkan dan melindungi usus, berikan hak besar
kepada asisten untuk membebaskan lapang pandang
23. Berikan 2 arteri klem pada operator untuk menjepit ligamentum rotundum dan
potong diantara 2 klem dengan gunting jaringan
24. Berikan benang multifilamen absorbable (Safil 1) untuk meligasi ligamentum
yang ditinggal
25. Berikan gunting jaringan dan pinset chirurgis pada operator untuk membuka
bladder 2 cm di atas vesica urinaria, asisten diberi kocher panjang untuk menjepit
jaringan yang dibuka dan diberi kassa kecil basah untuk melindungi vesica
urinaria
26. Dengan kedua ujung jari telunjuk operator membuka ligamentum infundibulo
pelvicum kemudian diberikan 2 klem panjang untuk menjepit dan di potong
dengan menggunakan gunting jaringan diantar kedua klem
27. Berikan benang multifilamen absorbable (Safil 1) untuk meligasi sisa ligamentum
yang ditinggal dan menggunakan benang multifilamen non absorbable (Silk 2.0)
untuk jaringan yang dibuang, hal yang sama dilakukan pada sisi kontra lateral
28. Berikan 2 klem panjang untuk menjepit vasa uterina, di potong dengan gunting
jaringan di antara klem
29. Berikan benang multifilamen absorbable (Safil 1) untuk meligasi sisa ligamentum
yang ditinggal dan menggunakan benang multifilamen non absorbable (Silk 2.0
jarum round) untuk jaringan yang diangkat, hal yang sama dilakukan pada sisi
kontra lateral
30. Ligamentum sacrocevacalis dan purbocervikalis di telusuri sampai setinggi portio
kemudian di klem dan di potong menggunakan gunting jaringan
31. Berikan benang multifilamen absorbable (Safil 1) untuk meligasi sisa ligamentum
yang ditinggal dan menggunakan benang multifilamen non absorbable (Silk 2.0
jarum round) untuk jaringan yang dibuang
32. Berikan mess pada operator untuk memotong uterus sampai setinggi portio,
asisten diberi kocher panjang untuk menjepit vagina stump pada keempat sisi
33. Berikan kasa betadine dan pincet anatomis kepada operator untuk memasukkan
kassa kedalam vagina
34. Berikan benang multifilamen absorbable (Safil 1) dan pincet chirurgis kepada
operator untuk menjahit sudut kanan kiri pada vaginal stump dan dengan benang
yang sama dilakukan penutupan vaginal stump door loopen
35. Evaluasi dan rawat perdarahan
36. Mendekatkan ligamentum rotundum dan jahitan sudut vaginal pada sisi yang sama
37. Ambil kassa kecil yang melindungi vesica urinaria
38. Berikan pincet anatomis dan benang catgut plain 2.0 jarum round untuk retro
peritoneolisasi pada operator, asisten di berikan klem
39. Keluarkan darm duk dari rongga peritonium dan pastikan tidak ada yg tertinggal
40. Operasi selesai lakukan sign out
41. Menghitung kassa, instrumen dan jarum
42. Berikan 4 klem untuk menjepit keempat sisi peritoneum
43. Berikan NaCl untuk mencuci rongga abdomen, memberikan steal doppers dan
suction untuk mengeluarkan bilasannya
44. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit peritoneum
45. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit otot
46. Berikan 2 kocher klem dan hecting set dengan benang monofilamen absorbable
(Chromic 2.0) untuk menjahit fasia
47. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Chromic 2.0) untuk
menjahit lemak
48. Berikan hecting set dengan benang monofilamen absorbable (Monosyn 3.0) untuk
menjahit kulit
49. Berikan kassa basah kepala asisten untuk membersihkan darah dan sisa antiseptik
50. Berikan supratule dan kassa untuk menutup luka operasi
51. Lakukan vagina toucher untuk mengambil kassa yang divagina
52. Rapikan alat dan tempat
K. EVALUASI
1. Kelengkapan instrument
2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa
Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC

Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC

Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta :


Nuha Medika

Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwomo Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai