Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

METODE KASUS DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

Dosen Pembimbing
Ns.M Bagus Andrianto S.Kep.M.Kep

Disusun Oleh :

SOFIE RAUDAH ISLAMIA : 1780200012


AYUN SARI : 1780200016
SELLA MARDIANA : 1780200010
NUR HASANAH : 1780200009
DIMAS ARYA PUTRA : 1780200014
AHMAD SALMAN JAYA : 1780200015
SYUFYAN RINALDI : 1780200013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, Ns. M. BAGUS ANDRIANTO M.Kep dan teman–teman semua
yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Demikianlah makalah DENGAN JUDUL “Asuhan keperawatan glaucoma” ini kami


susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran
senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Bengkulu, 03 Januari 2020.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

A. Latar belakang .............................................................................................1


B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
1. Tujuan umum .......................................................................................1
2. Tujuan khusus ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................2

A. Definisi glaukoma .....................................................................................2


B. Klasifikasi glaukoma .................................................................................2
C. Etologi glaukoma ........................................................................................4
D. Patofisiologi glaukoma ...............................................................................4
E. Manifestasi klinis glaukoma .......................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang glaukoma ..............................................................6
G. Penatalaksanaan glaukoma .........................................................................7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................16

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................18

A. Kesimpulan ..............................................................................................18
B. Saran ........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................19


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya
lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala indranya saja yang
mendapat kesempatan kerja termasuk matanya.mata merupakan anggota badan yang
sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah
cukup untuk menimbulkangangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat
menimbulkan penyakit yang sangat gawat.

Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab kebutaan


kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai
tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena
glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang


tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan
penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan
50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut.
Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka
deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa/i tentang glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit glukoma.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.


b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan
segalah akibatnya.

Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang
pandang yang khas. Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala
peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan
atau pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan
lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan

B. Klasifikasi glaukoma

1. Glaukoma primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu


timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit
pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM
Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan
progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-


95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya
tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang
anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri
mata yang timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena


ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos
mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau
lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan
yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat,
penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak
segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam
mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:

 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak


 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan
peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormal
dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang
(0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.

C. Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi


sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi
faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses
patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antara
lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

D. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik.
E. Manifestasi klinis

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).


2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.

a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal


empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :

— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk


— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri

Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh
melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata
mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari
lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai
berikut :

 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal
 N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.

c. Oftalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan


papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.
Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

2. Pemeriksaan lapang pandang

a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan
di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.

b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang


meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,
2002: 242-248).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut


yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut
tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).

Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik


seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor
aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide
(Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane).
Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat
beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol
(Begatan).

Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan


miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum
dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid
untuk reaksi radang.

Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag
selaput beku).

Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan


terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan
penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk
mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan progresif
dan mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan
itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan bukan
untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya mempertahankan fungsi
pengelihatan yang masi ada.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT GLAUKOMA

Seorang Pasien tn. k 66 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan penurunan
penglihatan secara tiba tiba pada mata kiri sejak 1 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS). Pasien megeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti
bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata kiri merah dan nyeri.skala nyeri 6/10 Nyeri
dirasakan terus menerus dan menghilang setelah tidur sebentar. Pasien juga mengeluh sakit
kepala terus-menerus dan disertai mual muntah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/menit, RR 16 x/menit, T 36,5o C.

A. Pengkajian
1. Nama :Tn. K
2. Umur : 66 th
3. Jenis kelamin :Laki-laki
4. Agama :Islam
5. Pekerjaan :Petani
6. Pendidikan : SMA

B. Riwayat keperawatan
1. Keluhan utama
Keluhan penurunan penglihatan secara tiba tiba pada mata kiri sejak 1 minggu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien megeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti
bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata kiri merah dan nyeri. Nyeri dirasakan
terus menerus dan menghilang setelah tidur sebentar. Pasien juga mengeluh sakit
kepala terus-menerus dan disertai mual muntah. Pasien megeluhkan bahwa pada saat
melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata
kiri merah dan nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus dan menghilang setelah tidur
sebentar. Pasien juga mengeluh sakit kepala terus-menerus dan disertai mual muntah.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mempunyai riawayat penyakit diabetes mellitus sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien mengatakan di lingkungan rumahnya bersih dan luas.

C. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmhg
nadi : 80x /mnt
Suhu : 36,5◦c
RR : 16x/ mnt
2. Keadaan umum
a. kesan umum : baik
b. wajah : menahan nyeri pada mata
c. kesadaran : composmentis
d. pakaian, penampilan dan kebersihan baik
3. Pemeriksaan head to – toe
a. kulit, rambut, kuku
inspeksi : warna kulit sawo matang, rambut hitam, kuku normal.
palpasi : turgor kulit baik
b. Kepala
Bentuk wajah simetris, tengkorak bulat, rambut hitam, tidak ada benjolan
c. Mata
Mata merah, konjuctiva tenang,
d. Telinga
inspeksi : daun telinga simetris, liang telinga bersih.
palasi : tidak ada nyert tekan pada prosesus mastoideus.
e. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada sputum, tidak ada nyeri

f. Mulut
Bibir simetris dan normal, gigi lengkap dan bersih, lidah bersih, tidak ada
stomatitis.
g. leher
leher simetris, tidak ada nyeri tekan.
h. dada
dada simetris, tidak ada nyeri tekan.
i. jantung
auskultasi : iktus cordis.
j. paru-paru
Pernafasan normal melalui hidung.
k. Abdomen
Pasien dengan bentuk abdomen simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
peristaltic usus normal ( 5 – 35 x / menit ).
l. Anus dan rectum
Tidak terdapat hemoroid.
m. Alat kelamin
bersih.
n. Muskuloskeletal
Sendi punggung bagian kiri , sehingga tidak dapat bekerja dengan baik.
o. Ekstremitas
Atas : berkoordinasi dengan baik
Bawah : berkoordinasi dengan baik
D. Analisis data
No Data Etiologi Masalah
Ds: - klien mengeluh
nyeri pada mata
bagian kiri
1 Do: - pasien terlihat Agen cedera fisik Nyeri akut
meringis
- dan memegang area
mata kiri
Ds:Pasien
megeluhkan kepala
Ketidakmampuan
pusing, disertai mual
2 mengabsorbsi Deficit nutrisi
dan muntah
nutrien
Do: -klien terlihat
lemas
Ds :- klien
mengatakan tidak
nyaman
- meringis kesakitan
dan memegang mata
bagaian kiri Gangguan rasa
3 Gejala penyakit
Do: -pasien tampak nyaman
gelisa
-pasien mengeluh
tidak nyaman karena
sulit untuk melihat
-

E. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik d.d pasien mengeluh nyeri pada mata bagian kiri
2. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient d.d mual muntah
3. Gamgguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d pasen mengatakan tidak merasa
nyaman dan meringis kesakitan serta memengang mata bagian kiri

F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kreteria hasil Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan O: -identifikasi
pemeriksaan 1 x 24 jam lokasi,karakteristik,
Expetasi menurun durasi, frekuensi,
Kreteria hasil kualitas, intensitas nyeri.
- keluhan nyeri -identifikasi skala nyeri
menurun ,
-gelisa menurun T:- berikan teknik
nonfarmokologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istiragat
dan tidur
E: - anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Ajarkan yteknik
nonfarmokologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
K: -kolaborasi pemberian
analgetik.
2 Deficit nutrisi Setelah silakukan O: - mengidentifikasi
pemeriksaan 1 x 24 jam status nutrisi
Ekspetasi membaik - memonitor asupan
Kreteria hasil makan
-porsi makan T: - melakukan oral
dihabiskan hyegiene sebelum makan
-memonitor berat badan
E:- menganjuran posisi
duduk
mengajarkan program
diet
K: -kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makana
3 Gangguan rasa Setelah dilakukan O: -identifikasi teknik
nyaman pengkajian selama 1 x relaksasi yang pernah
24 jam efektif digunakan
Ekspetasi menurun T: - ciptakan lingkungan
Kreteria hasil tenag tanpa gangguan
-keluhan tidak nyaman E: anjurkan posisi
menurun nyaman
-gelisa menurun -anjurkan rileksasi dan
merasakan sensasi
roleksasi

G. Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1 Nyeri akut O: - mengidentifikasi lokasi,karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
-mengidentifikasi skala nyeri ,
T:- menberikan teknik nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- mengKontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- memFasilitasi istiragat dan tidur
E: - menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- mengAjarkan yteknik nonfarmokologi
untuk mengurangi rasa nyeri
K: - mengkolaborasi pemberian analgetik.
2 Deficit nutrisi O: - mengidentifikasi status nutrisi
- memonitor asupan makan
T: - melakukan oral hyegiene sebelum makan
-memonitor berat badan
E:- menganjuran posisi duduk
- mengajarkan program diet
K: -mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
3 Gangguan rasa O: -mengidentifikasi teknik relaksasi yang
nyaman pernah efektif digunakan
T: - menciptakan lingkungan tenag tanpa
gangguan
E: menganjurkan posisi nyaman
-menganjurkan rileksasi dan merasakan sensasi
roleksasi

H. Evaluasi
No diagnosa Evaluasi
1 Nyeri akut S : klien mengatakan nyeri sudah berkurang
skala nyeri 4
O : pasien terlihat tidak terlalu meringis lagi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
2 Intoleransi S : klien mengatakan sudah merasa tidak mual
aktivitas lagi
O : klien terlihat tidak lemas lagi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
3 Gangguan rasa S : klien mengatakan sudah merasa lebih nyaman
nyaman O : klien tidak tampak gelisah lagi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin
lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola
mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan


kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri,
lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya adalah
dengan pemberian terapi timolol yang bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction Jogja

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai