Anda di halaman 1dari 32

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM

ASSITED INDIVIDUALIZATION (TAI) DITINJAU DARI AKTIVITAS


DAN HASIL BELAJAR MATEMATISSISWA SMP

OLEH:

ISRAN FIRDAUS :1630105024

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. Elda Herlina, M.Pd

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka
panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan
pendidikan sebagai suatu hal yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Begitu pula dengan indonesia yang
menempatkan pendidikan sebagai sesuatu hal yang penting dan utama.
Maka tidak salah jika pemerintah senangtiasa mengusahakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan baik dari tingkat yang paling rendah
maupun sampai ke tingkat perguruan tinggi. Hal ini dapat tercermin pada
pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang menegaskan bahwa salah satu
tujuan nasional bangsa indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa
(Angga Murizal,2012).
Proses pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu dilahirkan,
yaitu dalam lingkungan keluarga. Dilanjutkan dengan jenjang pendidikan
formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Disekolah
terjadi interaksi secara langsung, antar siswa sebagai peserta didik dan
guru sebagai pendidikan dalam suatu proses pembelajaran. Pembelajaran
merupakan kegiatan utama dalam lingkungan sekolah yang dapat
menentukan kualitas output sumber daya manusia. Dalam proses
pembelajaran tersebut, pembelajaran matematika merupakan salah satu
bagian dalam proses pembelajaran tersbut.
Pembelajran matematika merupakan salah satu bagian dari
pendidikan. Pemebelajaran dalam arti sempit adalah proses pendidikan
dalam lingkungan prasekolah. Sehingga arti dan proses pembelajaran
adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah,
seperti guru, sumber atau komunitas belajar, siswa ataupun teman. Dalam
proses pembelajaran ini terjadilah interaksi antara guru dengan siswa
sebagai komponen-komponen dalam proses pembelajaran.
Matematika merupakan ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lainnya,
sehingga dalam perkembangan pendidikan, matematika dijadikan sebagai
barometer untuk mengukur tingkat kecerdasan dan daya pikir anak.
Sehubungan dengan hal tersebut pembelajaran matematika sekolah tidak
lepas dari tujuan untuk memberikan pengetahuan matematika kepada
siswa dengan harapan bahwa pengetahuan tersebut akan dapat melandasi
pada hasil karya disaat mereka tampil sebagai masyarkat produktif. Hal ini
menyebabkan matematika wajib dipelajari oleh setiap siswa mulai dari
tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
Adapun tujuan mempelajari matematika untuk semua jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah agar mampu (Depdiknas, 2006) :
1. Pemahaman konsep matematika yang di pelajari, kempuan
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol,
tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
3. Kemampuan menggunakan penalaran dan polas atau sifat serta
kemampuan melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan dalam matematika.
4. Kemampuan merancang atau membuat model, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh dalam
pemecahan masalah.
5. Sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu : rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, sikap ulet dan percaya diri pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran matematika, permasalahan yang selalu
muncul pada saat pembelajaran berlangsung adalah sistem pembelajaran
yang selama ini diterapkan. Diantaranya, belum teroptimalkannya hasil
belajar peserta didik. Pembelajaran masih bersifat satu arah, sehingga
peserta didik hanya dapat menguasai materi sebatas apa yang di sampaikan
oleh pendidik. Peserta didik lebih cenderung menghafal daripada
memahami konsep (Diani,2016). Dalam pembelajaran, pendidikan
hendaknya melibatkan siswa secara aktif. Siswa tidak hanya sekedar
mendengarkan dan mencatat penjelasan pendidik (Suana,2016).
Ratu Manan (2015:20) mengemukakakn bahwa pengajaran
matematika saat ini kurang memberikan perhatian pada aktifitas siswa,
guru terlalu mendominasi kegiatan belajar mengajar (KBM), guru bahkan
ditempatkan sebagai sumber utama pengetahuan dan berfungsi sebagai
pentransfer pengetahuan sebaliknya siswa ditempatkan sebagai objek
belajar yang mengakibatkan siswa hanya mengggu proses transfer
pengatuhan dari guru , hal inlah yang membuaat siswa menjadi individu
yang tidak kreatif dan seolah-olah harap gampang. Dalam pembelajaran
matematika hendaknya siswa memiliki keaktifan yang tinggi, terutama
dalam pembelajaran di kelas. Sebab dengan belajar aktifdapat menyimpan
ingatan siswa mengenai apa yang dipelajari tersebut lebih lama
dibandingkan belajar pasif. Disamping itu, keaktifan siswa dalam belajar
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
belajar.
Menurut penelitian fitri dkk (2014) mengatakan bahwa rendahnya
hasil belajar matematika disebabkan kurangnya minat dan keaktifan siswa
dalam mempelajari konsep-konsep matematika. Kemudian menurut
jismawati (2015) juga menyampaikan bahwa kebanyakan siswa merasakan
kesulitan dan jenuh dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran
matematika kurang efektif ditandai dengan kurangnya respon siswa, serta
kurangnya aktifitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga
dampak pada hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, menguraikan bahwa kebanyakan
siswa-siswi hampir disetiap jenjang pendidikan mengeluhkan matematika
bermula dari persoalan pembelajaran matematika yang dirasakan sulit dan
membosankan sampai pada proses pembelajaran yang bersifat monoton
sehingga berdampak pada kurangnya dalam efektivitas pembelajaran yaitu
kurangnya respon siswa dalam pembelajaran, kurangnya aktivitas siswa,
dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Permasalahan diatas juga peneliti temui pada saat melakukan
obseravsi awal. Gambaran siswa kelas VII 1 SMP N 2 SUNGAYANG
dalam mengikuti pembelajaran matematika memilki kecendrungan
diantaranya :
1. Siswa banyak mengobrol dengan teman sebangkunya saat guru
menjelaskan materi.
2. Hampir tidak ada siswa yang mempunyai inisiatif untuk
bertanya pada guru
3. Inisiatif siswa untuk menjawab pertanyaan guru sangat rendah,
dan bahkan ada beberapa siswa yang tidur-tiduran saat proses
pembelajarann berlangsung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam
pebelajaran matematika masih rendah. Selain itu juga berdampak pada
hasil belajar siswa dimana dapat banyak siswa yang mendapatkan nalai
dibawah KKN dari latihan yang diberikan guru.
Sebagai seorang pendidik kita dituntut untuk mencari alternatif dari
setiap permasalahan yang ada dalam sebuah proses belajar mengajar,
sehingga kita dapat meminimalisir setiap kekurangan yang terjadi dalam
proses pembelajaran agar pembelajaran yang dilaksanakan akan
memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu model pembelajaran yang
bisa menjadi solusi untuk mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran
kooperatif leraning tipe Team Assistead Individualization (TAI). Pada
model ini memberikan kesempatan kepada siswa baik untuk
mengemukakan ide/gagasan mereka maupun menanggapi pendapat siswa
lainnya sehingga melibatkan seluruh siswa secara aktif , baik mental, fisik,
maupun sosialnya.
Model Team Assistead Individualization (TAI) merupakan salah
satu bentuk pembelajaran kooperarif learning dimana dalam model ini
digunakan sistem pengelompokan siswa dalam bentuk kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen dengan
kemampuan berpikir yang berbeda, dimana siswa bekerja secara
berkelompok, tetapi tetap bekerja dengan kecepatan dan kemampuan
masing-masing. Sehingga diharapkan siswa yang berkemampuan rendah
dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi, dan dapat
meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa.
Maka berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk
mengangkat judul “Efektivitas Model Pembelajaran Team Assistead
Individualization (TAI) Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Dan
Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII SMPN 2 SUNGAYANG”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran secara
konvensional dalam mengajar.
2. Siswa cenderung pasif dan kurang berpartisipasi dalam proses
pembelajaran.
3. Interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar pada
umumnya berlangsung satu arah.
4. Kurangnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
5. Metode yang digunakan guru kurang bervariasi, sehingga siswa
merasa bosan dalam belajar.
6. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas permasalahan yang diteliti
dibatasi pada efektivitas model pembelajaran Team Assistead
Individualization (TAI) untuk meningkatkan keaktifan belajar dan hasil
belajar matematika siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “apakah model pembelajaran Team Assistead
Individualization (TAI) dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil
belajar matematika siswa pada kelas VII 1 SMPN 2 SUNGAYANG lebih
baik dari pada menggunakan model pembelajaran konvensional “.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model
pembelajaran Team Assistead Individualization (TAI) dapat meningkatkan
keaktifan belajar dan hasil belajar matematika siswa dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional pada kelas VII 1 SMPN 2 SUNGAYANG.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna untuk :
1. Manfaat bagi siswa
Sebagai daya penggerak bagi siswa untuk meningkatkan
keaktifan belajara, sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih
baik.
2. Manfaat bagi Guru dan Sekolah
Sebagai masukan serta menambah pemahaman guru dalam
menggunakan pendekatan Team Assistead Individualization (TAI) dalam
pembelajaran matematika agar keaktifan dan hasil belajar siswa lbih baik
3. Manfaat bagi peneliti
Sumbangan pikiran dari peneliti kepada pembaca dan dapat
diambil hikmah dari hasilnya.
G. Defenisi Operasional
Untuk memudahkan pembaca dan menghindari terjadinya
kesalahpahaman dalam memahami judul penelitian ini, maka peneliti akan
menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul ini yaitu :
Team Assistead Individualization (TAI) adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa secara individual belajar materi pembelajaran
yang sudah dipersiapkan oleh guru, lalu hasil belajarnya dibawa ke
kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berpikir yang
berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang saling
membutuhkan bantuan, dimana semua anggota kelompok bertanggung
jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Keaktifan Belajar Setiap orang yang belajar harus aktif sendiri,
tanpa ada aktivits, maka proses belajar tidak mungkin terjadi (Sadirma
A.M,2001,hal 95). Jadi aktivitas merupakan hal yang penting dalam
belajar matematika. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang
dilakukan individu atau kelompok untuk menyelesaikan permasalahan
matematika yang mencakup keterampilan dasar.Kegiatan belajar mengajar
yang bererientasi aktivitas siswa diwujudkan dalam berbagai bentuk
kegiatan, seperti : mendengarkan, berdiskusi, menyusun laporan,
memecahkan masalah, dan lain sebagainya (Wina sanjaya, 2006, hal 139).

Hasil Belajar adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh seorang


guru terhadap hasil belajar kognitif siswa sebagai usaha yang dilakukan
oleh siswa tersebut dalam periode tertentu atau suatu proses usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk mencapai perubahan tingkah laku kearah
yang lebih baik secara keseluruhan dalam berintegrasi dengan
lingkungannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Matematika
1. Proses Pembelajaran
Belajar adalah kunci dalam setiap usaha pendidikan, sehingga
tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagian orang
beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau
menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi
pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa
bangga ketika anaknya telah mampu menyebutkan kembali informasi
secara lisan, sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang
diajarkan guru.
Belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psikologi fisik untuk
menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, efektif dan
psikomotor (Sadirman,2007,hal21).
Berdasarkan pengertian diatas tergambar bahwa belajar merupakan
proses perkembangan dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan
baru yang menghasilkan perubahan individu yang belajar. Perubahan ini
tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan dalam bentuk
tingkah laku, sikap, pemahaman, keterampilan, kebiasaan, minat, dan
penyesuaian diri.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman dan belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan, hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan (Oemar Hamalik,2001,hal27).
Belajar bukanlah menghafal fakta-fakta yang terlepas, melainkan
mengaitkan konsep yang baru dengan konsep yang telah ada dalam
sturktur kognitif atau mengaitkan konsep pada umumnya menjadi
proposisi yang bermakna. Merujuk pada kaum konstruktivis bahwa belajar
merupakan proses aktif dalam mengkontruksi arti teks, dialog, dan
pengalaman fisik, dll.
Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu
baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung
sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Atau
dapat dikatakan bahwa belajar sebagai aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lngkungan dan menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-
nilai dan sikap.
Jadi, belajar dan mengajar merupakan dua hal yang penting yang
saling terkait. Setiap aktifitas mengajar pasti akan melakukan aktifitas
belajar. Jadi proses belajar mengajar merupakan hubungan timbal balik
antar guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar. Dalam proses
belajar mengajar tersebut diharapkan timbul perubahan tingkah laku pada
siswa.
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Assistead Individualzation (TAI)
1. Tipe Team-Assistead Individualzation (TAI) yaitu suatu program
yang menggabungkan pembelajran kooperatif dengan pengajaran
individual yang memenuhi unsur kelompok, tes penempatan, materi-
materi kurikulum, belajar kelompok, skor kelompok dan rekognisi
kelompok, kelompok pengajaran, tes fakta, unit seluruh kelas
(Wwidyantini dalam Kurniawati, 2012, p.133).
“prinsip pembelajaran, secara psikologis yang dimaksud dengan
siswa adalah individu dengan karakteristik yang berbeda antara yang satu
yang lainnya seperti cara berpikir, kontrol emosi, kemampuan dandan lain
sebagainya. Artinya secara didaktis, guru perlu lebih awal memahami
kondisi ini, yakni memahami perbedaan individu dan kapasitas belajar
(learning capasity) ”(Supriadie dan Dermawan, 2008, p.133).
Berbeda dengan pembelajaran pemprosesan informasi, pendekatan
pembelajaran individu beroreantasi pada individu dan pengembangan diri.
Pendekatan ini memfokuskaan pada proses dimana individu membangun
dan mengorganisasikan dirinya secara realitas bersifat unik. Secara singkat
model ini menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu “upaya
membantu siswa untuk mengembangankan hubungan yang produktif
dengan lingkungannya dan membantu mereka untuk dapat memandang
dirinya sebagai pribadi yang mampu dan berguna”(Uno, 2008, p.17).
Siswa dibantu untuk dapat hidup secara berkelompok yang dapat
mengembangkan diri secara baik. Pribadi siswa dapat berkembang dengan
adanya nilai-nilai yang tertanam dalam kelompok, sehingga dapat
mengurangi rasa pesimis atau rendah diri terhadap anggota kelompok lain.
Proses pembelajaran ada 2 bentuk pengajaran individual yaitu
akselerasi dan program tambahan. Terhadap anak-anak yang cerdas dapat
dilakukan dua cara agar perkembangannya sesuai dengan kemampuannya:
a. Akselerasi: memberikan kesempatan kepada anak yang
bersangkutan untuk ketingkat berikutnya lebih cepat ( double
promotion) satu atau dua sekaligus.
b. Program tambahan: kepadanya diberikan tugas-tugas tambahan
disetiap tingkatan kelas (Hamalik, 2002, p. 165).
Ada beberapa jenis pengajaran individual, yaitu:
1. Setiap individu mendapat tugas, merupakan pengajaran dan evaluasi
diberikan sebagai seorang individu. Ini adalah bentuk yang
pentingdalam pengajaran individual
2. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang diberikan
pengajaran kelompok dan tugas-tugas secara sewaktu-waktu. Diadakan
tes kelompok, setiap murid maju dengan kecepatannya sendiri, tetapi
masing-masing mempunyai dassar yang sama dengan tugas tahunan
dalam suatu mata pelajaran (Hamalik, 2002, p. 165).
Kemudian dalam pengajaran individual, ada beberapa keuntungan
yang dapat diperoleh antara lain :
1. Memungkinkan anak yang lamban maju menurut kemampuan masing-
masing secara penuh dan tepat.
2. Mencegah terjadinya ilusi dalam kemajuan, tetapi sifatnya nyata
melalui diskusi kelompok
3. Cenderung mengusahakan perhatian anak terhadap hasil belajar
perseorangan
4. Cenderung memusatkan terhadap mata pelajaran dan pertumbuhan
yang bersifat pendidikan, bukan kepada tuntutan-tuntutan guru.
5. Memungkinkan anak maju ssecara optimum dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang ada padanya
6. Lathan-latihan tidak diperlukan bagi anak yang cerdas, karena akan
menimbulkan kebiasaan dan merasa puas dengan hasil belajar yang
telah ada
7. Menimbulkan hubungan pribadi yang menyenangkan antara guru dan
anak.
8. Memungkinkan adanya latihan-latihan berinisiatif bagi anak-anak yang
dianggap lebih cakap.
9. Mengurangi hambatan dan mencegah eliminasi anak-anak yang
lambam (Hamalik, 2002,p.166)
Siswa adalah individu yang menjadi subjek dan objek dalam
pembelajaran menjadi perhatian guru dengan keunikannya untuk apapun
model pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah
satu model pembelajaran yang berorientasi pada individu siswa langsung
dan keberadaan individu siswa dalam kelompok belajar adalah
pembelajaran kooperatif tipe TAI
2. Unsur-unsur program TAI tersebut dapat dijabarkan dalam bagian-
bagian berikut :
a. Teams
Para siswa dalam TAI dibagi kedalam team-team yang
beranggotakan 4-5 orang, seperti pada STAD dan PGP
b. Penempatan
Para siswa diberikan tes pra program dalam bidang operasi
matematika pada pemulaan proyek pelaksanaan program. Mereka
ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam program individual
berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini
c. Materi kurikulum
Untuk sebagian besar pengajaran matematika, para siswa
bekerja pada materi-materi kurikulum individual yang mencakup
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, angka, pecahan,
desimal,rasio, persen, statistik, dan aljabar. Masalah-masalah kata
dan strategi penyelesaian masalah ditekankan pada seluruh materi,
materi yang dikerjakan oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang
ada.
d. Bekerja kelompok
Guru mengajar pelajaran pertama, selanjutnya para siswa
diberikan tempat untuk memulai dalam unit matematika individual.
Para siswa membentuk kelompok dan saling memerika hasil kerja
mereka sembari melanjutkan pelajaran perunit tersebut. Hal ini
sangat penting karena siswa segera dapat mengidentifikasi
permasalahan yang sering kali dapat ditangani dalam kelompok
atau dijawab oleh guru apabila memang di perlukan bantuan lebih
jauh. Para siswa menghadapi masalah pada tahap ini didorong
untuk meminta bantuan dari team nya sebelum meminta bantuan
dari guru.
e. Skor Team Dan Rekognisi Team
Pada akhir minggu, guru menghitung jumlah skor team.
Skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang bisa dicakupi
oleh setiap anggota team dan jumlah tes-tes unit yang bisa dicakupi
oleh tiap anggota. Dan jumlah tes-tes unit yang berhasil
diselengarakan dengan akurat .
f. Kelompok Pengajaran
Guru mengenakan konsep pelajaran yang spesifik yang
telah disediakan oleh program. Tujuan dari sesi ini adalah untuk
mengenalkan konsep-konsep utama pada siswa. Pelajaran tersebut
dirancang untuk membatu para siswa memahami hubngan antara
pelajaran matematika yang mereka kerjakan dengan soal-soal yang
sering ditemui dan juga merupakan persoalan dalam kehidupan
nyata
g. Tes Fakta
Para siswa diberikan lembar-lembar fakta untuk dipelajari
dirumah dan untuk persiapan menghadapi tes (Slavin,p.195-200)
h. Unit Seluruh Kelas
Pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu
pembelajaran (Syarif dalam Kurniawati, 2012, p.24).

Berdasarkan unsur – unsur dalam kooperatif tipe TAI tersebut,


menurut (Widyantini dalam Megawati, 2012, p.169) langkah–langkah
pembelajaran kooperatif tipe TAI seperti berikut :
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi
pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru
(Curiculum material)
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
mendapatkan skor dasar atau skor awal. Skor ini dapat diperoleh dari nilai
ulangan harian sebelumnya (plasmentes)
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4-5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-berbeda dan tingkat kemampuan
tinggi, kemampuan sedang, maupun kemampuan rendah. Jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta
kesetaraan gender (team).
4. Hasil belajar siswa secara individual di diskusikan dalam kelompok.
Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa
jawaban teman satu kelompok (teams study).
5. Guru mengfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari
(whols class units).
6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individuals (pack tes)
7. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasi belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini) (team scorens and team recognesion).
3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif,
Slavin menyatakan bahwa secara kooperatif model TAI mempunyai kelebihan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan hasil belajar
2. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa
3. Mengurangi perilaku yang mengganggu
4. Program ini sangat membantu siswa yang lemah.
4. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga
memiliki kekurangan, yaitu :
1. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan
mengembangkan perangkat pembelajaran.
2. Dengan jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan
mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada
siswanya.
Dasar pemikiran TAI adalah untuk mengadaptasi pengajaran
terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa
maupun pencapaian prestasi siswa. Perlunya semacam individualisasi telah
dipandang penting khususnya dalam pembelajaran matematika,
pembelajaran dari setiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar
bergantung pada penguasaan kemampuan yang telah dipersyaratkan
(Slavin, 2008, p.187).
Dasar pemikiran dibalik individualisasi pengajaran pembelajaran
matematika adalah bahwa siswa memasuki kelas dengan pengetahuan,
kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika guru
menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-macam kelompok,
besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat
kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut, dan akan gagal
memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa lainnya mungkin malah
sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya dengan cepat sehingga
waktu mengajar yang dihabiskan bagi mereka hanya membuang waktu.
TAI diprakarsai sebagai usaha merancang bentuk pengajaran
individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat
metode pengajaran individu menjadi efektif. Para siswa bekerja dalam tim
pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab menelola dan
memeriksa secara rutin, saling mendorong untuk maju, maka guru dapat
membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada
kelompok siswa yang homogenitas yang beraal dari tim heterogen.
TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut untuk
menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran
individual:
1. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan
pengelolaan rutin.
2. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh waktunya untuk
mengajar kelompok-kelompok kecil.
3. Operasional program tersebut akan demikian sederhananya.
4. Paraa siswa akan termotivasi untuk mempelajari dengan cepat dan
akurat, dan tidak akan bisa membuat kecurangan, atau menemukan
jalan pintas.
2. Aktivitas Belajar
Pada proses belajar aktivitas siswa sangat diperlukan, karena pada
prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku,
jadi belajar adalah melakukan sesuatu kegiatan. Tidak ada belajar kalau
tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas sangat penting dalam
interaksi belajar mengajar. Didalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip
yang dikemukakan oleh (Sardiman,2006). Prinsip ini berorientasi pada
pandangan ilmu jiwa :
a. Pandangan ilmu jiwa lama, menurut pandangan ini aktivitas
didominasi oleh guru
b. Pandangan ilmu jiwa modern, pandangan ini aktivitas siswa
didominasi oleh siswa.
Dalam hal kegiatan belajar ini, segala pengetahuan itu harus
diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan
sendiri, bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara
rohani maupun secara teknis. Setiap orang yang belajar harus aktif sendiri,
tanpa ada aktivits, maka proses belajar tidak mungkin terjadi (Sadirma
A.M,2001,hal 95). Jadi aktivitas merupakan hal yang penting dalam
belajar matematika. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang
dilakukan individu atau kelompok untuk menyelesaikan permasalahan
matematika yang mencakup keterampilan dasar.
Kegiatan belajar mengajar yang bererientasi aktivitas siswa
diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti : mendengarkan,
berdiskusi, menyusun laporan, memecahkan masalah, dan lain sebagainya
(Wina sanjaya, 2006, hal 139).
Menurut (Sadirma A.M,2001,hal95). Kegiatan siswa dapat
digolongkang sebagai berikut :
1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya,
membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan : uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, seperti misalnya : menggambar, membuat
gambar, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain,
melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun.
7. Mental activities, yang termasuk didalamnya antara lain :
menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa,
melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, yang termasuk didalamnya antara lain:
merasa bosan, gembira, menaruh minat, bersemangat, berani,
gugup.
Jadi, dengan klasifikasi aktivitas tersebut, menunjukkan bahwa
aktivitas disekolah cukup kompleks dan bervariasi. Karena terbatasnya
waktu, biaya, dan tenaga, maka aktivitas siswa yang diamati pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Oral activities, yaitu : bertanya dan mengeluarkan pendapat.
2. Writing activities, yaitu : siswa mencatat materi yang
dijelaskan oleh teman-temanya dan kesimpulan materi yang
telah dirangkum bersama guru.

3. Hasil Belajar
a. Pengertian hasil belajar
Hasil belajar adalah prestasi yang diperoleh oleh siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dapat diukur melalui hasil
tes yang diberikan oleh guru yang berbentuk angka dan huruf. Hasil
belajar dipengaruhi oleh sikap seseorang, perubahan sikap seseorang akan
mempengaruhi hasil belajar secara drastis. Hasil belajar matematika
merupakan tolak ukur yang dapat digunakan untk menetukan tingkat
keberhasilan seorang siswa untuk menguasai suatu materi pembelajaran
matematika.
Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dan
memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu
kompetensi dasar (Wina sanjaya, 2005, hal 27) . Hasil belajar ini berguna
untuk mengetahui tingkat kemajuan yang dialami oleh seorang siswa
dalam kurun waktu tertentu, untuk mengetahui posisi atau kedudukan
seseorang dalam kelompok kelasnya, untuk mengetahui tingkat usaha
yang dilakukan siswa dalam belajar, untuk mengetahui hingga sejauh
mana siswa telah mendayagunakan kemampuannya.
Dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar terjadi tahapan
perubahan, tahapan perubahan ini dapat berupa perubahan kognitif,
perubahan afektif, dan perubahan psikomotor yang mengarah kepada hasil
belajar, sehingga belajar merupakan titik tolak ukur untuk menentukan
tingkat keberhasilan siswa dalam materi pelajaran
b. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa
Menurut Caroll dalam R. Angkawo & A. Kosasih
(2007:51), bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor
yaitu (1) bakat belajar, (2) waktu yang tersedia untuk belajar, (3)
kemampuan individu, (4) kualitas pengajaran, (5) lingkungan.
Berdasarkan pada hasil penelitian dan kenyataan yang
dikemukakan oleh para pakar, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar seseorang. Beberapa faktor tersebut
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, baik dari dalam maupun
dari luar individu. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar tersebut adalah:
1). Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri
individu itu sendiri, yang mana faktor tersebut adalah:
a). Motivasi
motivasi adalah dorongan atau keinginan yang muncul dan
mendorong seseorang untuk meraih hasil atau mencapai tujuan
belajar. Faktor ini sanagat berpengaruh bagi seseorang dalam
mencapai tujuan dan hasil, karena jika motivasinya tinggi, maka
hasil akan tinggi dan jika motivasi rendah maka hasil yang
didapatkan akan rendah
b). Kesehatan
Kesehatan menentukan seseorang dalam melakukan
aktivitas belajar, jika seseorang sehat baik secara jasmani maupun
rohani maka aktivitas belajar akan semakin meningkat, dan
sebaliknya jika tubuh seseorang dalam keadaan sakit maka
kegiatan dan aktivitas belajar akan menurun dan berimplitasi
terhadap hasil belajar.
3. Intelegensi
Merupakan hal yang menyangkut kemampuan untuk belajar
dan menggunakan apa yang telah dipelajari dan usaha
penyesuaian terhadap situasi yang kurang dikenan, atau dalam
pemecahan masalah ( Dalyono,1997,hal103).
4. Kematangan
Kematangan mempunyai efek yang hasil belajar. Dengan
adanya kematangan yang dimilki siswa maka ia akan lebih
cepat memahami materi pelajaran sehingga semakin mudah
dalam meraih prestasi atau hasil belajar.
5. Usia
Menurut fungsi perkembanganya, semakin tinggi tingkat
usia seseorang maka tugas perkembanganya dalam belajar
semakin tinggi dan pemahamanya akan semakin tinggi pula.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang
sering dilakukan oleh guru . pembelajaran ini pada umumnya memiliki
kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada
pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan
hasil daripada proses, dan pengajaran yang berpusat kepada guru.
Kegiatan guru yang utama pada pembelajaran konvensional
adalah menerangkan pelajaran, memberikan contoh soal dan
penyelesaiannya, kemudian memberikan soal-soal latihan, dan siswa
disuruh mengerjakannya. Menurut suherman pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang sangat didominasi oleh guru,
guru menentukan semua kegiatan pembelajaran.
Banyak materi yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran,
kecepatan guru mengajar, dan lain-lain sepenuhnya ditangan guru
(Erman Suherman H,255). Jadi, pembelajaran konvensional yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang diberikan
melalui metode ceramah, guru menerangkan didepan kelas, dilanjutkan
dengan tanya jawab mengenai materi yang dipelajari, membahas soal
serta diakhiri dengan memberikan pekerjaan rumah (PR)
H. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan di
atas maka kerangka konseptual dari penelitian ini adalah :

Tabel 2.1 Skema Kerangka Konseptual

Siswa

Penentuan kelas
sampel

Proses pembelajaran Proses pembelajaran


dengan menggunakan dengan model
model pembelajaran Team- pembelajaran
Assistead Individualization konvensional (kelas
(kelas eksperimen) control)

observasi hasil belajar hasil belajar


aktivitas siswa siswa

analisis hasil analisis hasil


belajar siswa belajar siswa

dibandingkan
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2009 : 107) Metode penelitian eksperimen adalah
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini adalah
eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang mengikuti
langkah-langkah dasar eksperimental tetapi tidak ada perbandingan dengan
kelompok non perlakuan. Jadi penelitian ini hanya menggunakan satu kelas
saja untuk dijadikan sampel penelitian dengan membandingkan nilai pretest
dan postest siswa (Arifin, 2011: 80).

B. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest
Control Group Design. Pada desain ini peneliti memberikan pretest sebelum
diberikan perlakuan, dan posttest diberikan setelah adanya perlakuan. Dengan
demikian, hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Sugiyono, 2013:
74). Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:
C. Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Tes Treatment Test
O1 X O2
Keterangan:
O1 = pretes (Tes Awal)
X = Perlakuan yang diberikan pembelajaran menggunakan model GI
O2 = posttest (Tes Akhir)

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan objek yang memiliki ciri dan karakteristik
yang sama. Menurut Sugiyono (2018: 80) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII SMPN 2 Sungayang yang terdiri dari 2 kelas, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Jumlah Siswa Kelas VII SMPN 2 Sungayang
Kelas Jumlah Siswa
VII.1 27
VII.2 28
(Sumber: Guru Matematika VII SMPN 2 Sungayang)

2. Sampel
“Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk
menjadi sampel. Sedangkan simple random sampling adalah teknik
pengambilan sampel secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada
dalam populasi (Neolaka, 2014: 90).
Berdasarkan permasalahan yang diteliti dan rancangan penelitian yang
digunakan, maka dibutuhkan dua kelas sebagai sampel yaitu untuk kelas
eksperimen dan kelas control. Agar sampel yang diambil representatif
artinya benar-benar mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan nilai ulangan tengah semester genap matematika kelas
VII SMPN 2 Sungayang tahun pelajaran 2019/2020.
b. Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ulangan matematika
kelas VII SMPN 2 Sungayang tahun pelajaran 2019/2020. Melakukan
uji normalitas dengan uji liliefors. Uji normalitas ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui populasi tersebut berdistribusi normal atau
tidak. Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho = populasi berdistribusi normal
H1 = populasi tidak berdistribusi normal
Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji normalitas menurut
Sudjana (2005: 466-467) yaitu:
1) Menyusun skor hasil belajar siswa dalam suatu tabel skor, disusun
dari nilai yang terkecil sampai nilai yang terbesar.
2) Mencari skor baku dari skor nilai ulangan harian dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )
𝑍𝑖 =
𝑆
Keterangan : S = simpangan baku
𝑥̅ = skor rata-rata
𝑥𝑖 = skor dari tiap siswa
3) Dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung
peluang F(Zi) = P( Z ≤ Zi).
4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama
Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus :
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎𝑍1 𝑍2 …..𝑍𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔≤𝑍𝑖
S(Zi) = 𝑛

5) Menghitung selisih antara F(Zi ) dengan S(Zi ) kemudian tentukan


harga mutlaknya.
6) Ambil harga yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi simbol
Lo, Lo = maks F(𝑍𝑖 ) - S(𝑍𝑖 ).
7) Kemudian, bandingkan Lo dengan nilai kristis L yang diperoleh
dari daftar nilai kritis untuk uji liliefors pada taraf α yang dipilih
yang ada pada tabel taraf nyata yang dipilih.Adapun kriteria
pengujiannya menurut adalah sebagai berikut:

a) Jika 𝐿𝑜 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti populasi berdistribusi normal.


b) Jika 𝐿𝑜 > 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti populasi tidak berdistribusi normal.
Setelah dilakukan uji normalitas populasi, diperoleh hasil
bahwa seluruh populasi berdistribusi normal dengan taraf nyata α =
0,05.

c. Melakukan uji homogenitas variansi. Uji ini bertujuan untuk


mengetahui apakah populasi tersebut mempunyai variansi yang
homogen atau tidak. Melakukan uji homogenitas variansi dengan uji
bartlett.

Langkah- langkah dalam melakukan uji homogenitas adalah dengan


menggunakan uji Bartlett sebagai berikut (Sudjana, 2005: 261-263):

1) Membuat hipotesis, yaitu:


H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2
H1 : paling sedikit satu tanda tidak sama dengan, tidak berlaku
2) Menghitung variansi masing-masing kelompok
3) Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:

2
∑(𝑛𝑖 − 1)𝑆𝑖 2
𝑆 =
∑(𝑛𝑖 − 1)
4) Menghitung harga satuan Barlett dengan rumus:

𝐵 = (𝐿𝑜𝑔𝑆 2 ) ∑(𝑛𝑖 − 1)

5) Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:


χ2 = (ln 10){𝐵 − ∑(𝑛𝑖 − 1) log 𝑆𝑖 2 }
2 2
6) Membandingkan 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan kriteria bila
2 2
𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi
homogen.

E. Variabel dan Data


1. Variabel
Variabel penelitian adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian, yang
ditatap dalam suatu kegiatan penelitian, yang menunjukkan variasi, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif (Arikunto, 2006: 10). Variabel dalam
penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
a. Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran TAI
pada kelas sampel
b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Maka yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah Aktivitas
dan Hasil belajar siswa kelas VII SMPN 2 Sungayang

2. Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta atau angka
(Neolaka, 2014:60). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
atas dua bagian data primer dan data sekunder.
a. Data primer yaitu data yang langsung diambil dari sampel yang diteliti.
Dalam hal ini yang menjadi data primer adalah data Aktivitas dan Hasil
belajar siswa.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain. Dalam
penelitian ini data sekundernya adalah data siswa yang menjadi
populasi dan yang menjadi sampel serta hasil ujian tengah semester
genap dalam mata pelajaran matematika siswa kelas VII SMPN 2
Sungayang Tahun Ajaran 2019/2020

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
memperoleh data. Instrumen pada penelitian ini berupa lembar observasi
dan tes. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data aktivitas
siswa dengan diterapkannya model pembelajaran TAI, sedangkan tes
untuk memperoleh data Aktivitas dan Hasil belajar siswa dengan
mengadakan tes awal (pretest) dan tes akhir (postest).

1 Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan untuk melihat aktivitas siswa pada
pembelajaran matematika dikelas VII2 selama penerapan model
pembelajaran TAI.
a. Menentukan indikator aktivitas siswa yang dilihat pada penelitian ini.
Indikator aktivitas siswa yang akan diperhatikan antara lain:
1) Memperhatikan guru dalam menyampaikan materi pelajaran
2) Mendengarkan penjelasan siswa yang lain saat diskusi atau
presentasi
3) Mengajukan pertanyaan kepada guru tentang permasalahan yang
kurang dipahami
4) Memberikan tanggapan kepada guru maupun siswa/ kelompok
yang lain dalam diskusi kelas
5) Bekerjasama dengan semua anggota kelompok dalam mengerjakan
soal yang diberikan guru
6) Merespon informasi yang diberikan oleh guru
7) Menerapkan informasi baru untuk memecahkan permasalahan soal
yang diberikan guru
8) Berperilaku sopan, tidak meribut dan memperhatikan ketika siswa
lain mempresentasikan hasil diskusi

2. Tes Hasil Belajar


Tes digunakan untuk melihat kemampuan hasil belajar siswa dengan
menerapkan model pembelajaran TAI. Tes yang dilakukan yaitu pada
awal (pretest) dan akhir (postest) penelitian. Instrumen dari penelitian ini
adalah soal uji coba dalam bentuk essay. Untuk melakukan tes yang baik
maka dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
a. Menyusun Tes
Tes yang peneliti susun terdiri dari soal-soal dalam bentuk essay.
Dalam penelitian ini dilaksanakan dua kali tes yaitu pretest dan postest.
Langkah-langkah dalam menyusun tes dalam penelitian ini adalah:
1) Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan hasil
kemampuan hasil belajar matematis tulisan siswa.
2) Mengadakan pembatasan terhadap pokok bahasan yang diujikan.
3) Membuat kisi-kisi soal tes hasil belajar matematis.
4) Menentukan alokasi waktu dalam mengerjakan soal.
5) Menyusun butir-butir soal tes yang diujikan.

b. Validitas tes
Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
isi (content validity) dan validitas muka (face validity). Validitas isi
adalah ketetapan instrumen tersebut ditinjau dari segi materi yang akan
diteliti. Validitas isi (content validity) sering pula dinamakan validitas
kurikulum yang mengandung arti bahwa suatu alat ukur dipandang
valid apabila sesuai dengan isi kurikulum yang hendak diukur (Arifin,
2012:248). Artinya isi tes tersebut telah sesuai dengan kurikulum yang
berlaku dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Sedangkan validitas
muka adalah format penampilan tes (appearance)/ kesan mampu
memberikan kesan-kesan untuk mengungkapkan apa yang hendak
diukur (Noor, 2011:133)

c. Melakukan Uji Coba Tes


Agar soal yang disusun memiliki kriteria soal yang baik, maka soal
tersebut perlu diuji cobakan terlebih dahulu dan kemudian dianalisis
untuk mendapat soal yang memenuhi kriteria.
d. Analisis Butir Soal Tes
Analisis ini dilakukan untuk melihat dan mengidentifikasi soal-soal
yang baik, kurang baik, dan soal yang tidak baik sama sekali. Hal-hal
yang dilakukan dalam melakukan analisis butir soal adalah:
1. Validitas Empiris
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang
valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Rumus
korelasi yang di gunakan adalah korelasi product moment yang
dikemukakan oleh pearson (Asnelly, 2006:62). Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut:
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{(𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )}{(𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 )}

Keterangan:
X = Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Y = Skor total yang diperoleh dari seluruh item
∑X = Jumlah skor dalam distribusi X
∑Y = Jumlah skor dalam distribusi Y
∑X2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X
∑Y2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
N = Banyaknya responden

Untuk menginterpretasikan tingkat validitas, maka koefisien korelasi


dikategorikan pada kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kriteria Validitas Tes
Nilai r Interpretasi
0,80 − 1,00 Sangat Tinggi
0,60 − 0,79 Tinggi
0,40 − 0,59 Cukup Tinggi
0,20 − 0,39 Rendah
0,00 − 0,19 Sangat Rendah

2. Reliabilitas Tes
Reliabel artinya dapat dipercaya. Tes bisa dikatakan reliabel
apabila tes tersebut memberikan hasil yang tetap apabila diteskan
berulang-ulang kali (Asnelly, 2006:67). Untuk menentukan reliabilitas ini
dapat digunakan rumus Metode Alpha yaitu sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟=( ) [1 − 2 ]
𝑛−1 𝑠𝑡
Keterangan:
𝑟 = Nilai reliabilitas
∑𝑠𝑖2 = Jumlah variansi skor butir soal ke-i
𝑠𝑡2 = Variansi skor total
𝑛 = Banyak butir soal

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Soal


Nilai r Interpretasi
0,80 ≤ 𝑟 ≤ 11,00 Reliabilitas Sangat Tinggi
0,60 ≤ 𝑟 ≤ 10,80 Reliabilitas Tinggi
0,40 ≤ 𝑟 ≤ 10,60 Reliabilitas Cukup Tinggi
0,20 ≤ 𝑟 ≤ 10,40 Reliabilitas Rendah
0,00 ≤ 𝑟 ≤ 10,20 Reliabilitas Sangat Rendah

3. Daya Pembeda
Daya pembeda soal ditentuka dengan mencari indeks pembeda
soal. Untuk menghitung daya pembeda soal essay, dapat dilakukan dengan
cara berikut:
a) Daya diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah.
b) Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai tinggi dan
27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.
c) Cari indek pembeda soal dengan rumus:
𝑋̅1 − 𝑋̅2
𝑡=
∑ 𝑋 2 + ∑ 𝑋22
√ 1
𝑛(𝑛 − 1)

Keterangan :
t = Indeks pembeda soal
𝑋̅1 = Rata-rata skor kelompok atas
𝑋̅2 = Rata-rata skor kelompok bawah
∑X12 = Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas
∑X22 = Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah
𝑛 = 27% × N (baik kelompok atas maupun kelompok bawah)
𝑁 = Banyak peserta tes

4. Indeks Kesukaran Soal


Soal dikatakan baik apabila soal yang diujikan tidak dirasakan
sulit oleh siswa dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah atau
terlalu sukar harus direvisi atau diganti. Untuk menentukan indeks
kesukaran soal yang berbentuk uraian dapat digunakan rumus:
rata−rata
P = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑜𝑎𝑙

Keterangan:
P : Indeks kesukaran soal
S : Rerata untuk skor butir soal
Smaks : skor maksimal untuk butir soal
N : Banyak peserta tes
(Arifin, 2012:148)

Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran Soal


P Kriteria
0,00 − 0,30 Sukar
0,31 − 0,70 Sedang
0,71 − 1,00 Mudah
(Sumber: Arifin, 2012:148)

Anda mungkin juga menyukai