Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN LUKA BAKAR

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
Dosen Pengampu: Mega Arianti P S.Kep.,Ns M.Kep

Disusun Oleh:

1. Devi anggun Feriani (201602011)


2. Faisal Arif R (201602017)
3. Mega Syafira A (201602027)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih
sayangnya hingga selesainya laporan pendahuluan tentang luka bakar ini,
shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan terbaik
Rasulullah Muhammad SAW. Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada
pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan pendahuluan ini.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih lanjut.
Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang-lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan
rawat-jalan dan 100.000 pasien dirawat di ramah sakit. Sekitar 12.000 orang
meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang
berhubungan dengan luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya
karena luka bakar. Lebih separuh dari kasus-kasus luka bakar yang dirawat di
rumah sakit seharusnya dapat dicegah. Perawat dapat memainkan peranan
yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan
konsep-konsep pencegahan dan mempromosikan undang-undang tentang
pengamanan kebakaran Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi
yang berisiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan
pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ketimbang yang
diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka
bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat-alat
listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini.
Kecelakaan industri juga menyebabkan banyak kejadian luka
bakar( Smeltzer,2001).
The National Institute of Bum Medicine yang mengumpulkan data-
data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh Amerika Serikat
mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%) merupakan korban dari
perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru
belajar berjalan; bermain-main dengan korek api pada anak-anak usia-
sekolah, cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki; dan penggunaan obat
bius, alkohol serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan
kontribusinya pada angka statistik tersebut. Cobb, Maxwell dan Silverstem
(1992) menemukan bahwa sekitar 13 % pasien luka bakar yang dirawat di
rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya
karena luka bakar. Perawat harus menjadi alat untuk memutuskan rantai luka
bakar ini.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Luka
Bakar
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tentang pengertian Luka Bakar
b. Mengetahui Etiologi dan faktor resiko Luka Bakar
c. Mengetahui patofisiologi dan pathway Luka Bakar
d. Mengetahui tanda dan gejala Luka Bakar
e. Mengetahui indikasi dan komplikasi dari Luka Bakar
f. Mampu melakukan pemeriksaan diagnostik Luka Bakar
g. Penatalaksanaan medis
h. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Luka
Bakar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep teori luka bakar


Definisi

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang


disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air (cairan) panas,

bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajat, 2001).


Luka bakar adalah bentuk cedera pada kulit akibat trauma oleh
panas, listrik, zat kimia atau zat radioaktif ( Kapita Selekta kedokteran
edisi 3 jilid 2).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). Luka bakar adalah
kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong,
2003).
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi
elektro magnetic. (Effendi. C, 1999).
Jadi luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh
panas, kimia, elektrik maupun radiasi.
Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar,
yang sering mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%).
2. Etiologi
Menurut Wong ,Donna L.(2003). luka bakar dapat disebabkan oleh ;
1. Panas : basah (air panas, minyak)
kering (uap, metal, api)
2. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
3. Listrik : Voltage tinggi, petir
4. Radiasi : termasuk X-ray

3. Klasifikasi Luka Bakar

1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dibagi atas:


a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis ( kulit
bagian luar ) dimana kulit tampak kering, hiperemik berupa eritema
tanpa bulae. Penyembuhan luka spontan dalam waktu 5 – 10 hari.
b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis (kulit bagian
luar ) dan sebagian dermis ( kulit bagian dalam ) yang ditandai ada
reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae, rasanya nyeri karena
ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat
Derajat II dibagi atas:
1. Derajat II dangkal (superfisial): kerusakan mengenai bagian
superfisial dari dermis, organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10 – 14 hari.
2. Derajat II dalam (Deep): kerusakan mengenai hampir seluruh
dermis, organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan
sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan lebih lama
yaitu 1 bulan
c. Luka bakar derajat III: Kerusakan mengenai seluruh tebal
dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat
dan sebasea mengalami kerusakan, tidak dijumpai bulae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu, terjadi koagulasi protein yang
menyebabkan eskar dan tidak dijumpainya rasa nyeri karena ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan.
2. Berdasarkan luas luka bakar
Luka bakar secara umum digunakan ‘rule of nine’ untuk orang dewasa
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas
kanan kiri, paha kanan kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masing-
masing 9% sisanya 1% adalah genetalia.

4. Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang
parah, dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru,
ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik
saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan
menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta
pengembalian vena yang menurun.
Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan. Segera setelah
terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat, sebagai
akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh
darah masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka
maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara
berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan dapat
mencapai sepertiga dari volume darah.
Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma
dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa macam
protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan. Dalam
jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma
dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih
lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan
natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih
dikonsentrasikan secara maksimal. Albumin dalam plasma dapat hilang,
dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa macam protein
plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonstrasikan secara maksimal.
Pathway:
Panas, Kimia Radiasai , Listrik
Luka Bakar

Kerusakan Jaringan

Epidermis, dermis

Kerusakan Kapiler takut bergerak


Merangsang Sarap
Gangguan Perifer permeabilitas
Integritas Kulit pergerakan Terbatas

Alarm Nyeri Cairan Merembes Cairan Merembes


Ke Intertisial ke subkutan
Ggn mobilitas
Edema Vesikulasi fisik
port de entry
Nyeri Akut

mikroorganisme
Volume Darah Vesikel pecah dalam
Yang berirkulasi keadaan luas

Curah Jantung Luka Terbuka, Kulit Resti Infeksi


Terkelupas kebutuhan O2

Penguapan metabolisme
Kerusakan
dan integritas jaringan
Yang berlebihan
katabolisme

Dehidrasi

Ggn Nutrisi krg dari


kebutuhan

Kekurangan
volume cairan
5. Respon Sistem Tubuh Terhadap Luka Bakar
a. Respons Sistemik

Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar


yang berat selama awal periode syok luka-bakar mencakup
hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui
20% dari luas total permukaan tubuh akan memperlihatkan respons
yang terutama bersifat lokal. Insidensi, intensitas dan durasi
perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya
luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang
mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan tubuh. Kejadian
sistemik awa! sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Gambar 55-1 melukiskan
proses patofisiologi pada luka bakar akut yang berat. Ketidakstabilan
hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler
tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah,
mekanisme pulmoner dan pelbagai mekanisme lainnya.

b. Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang


signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena
berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,
maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai
respons, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan
dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah
sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung—tekanan
vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri
pulmonalis-tetap rendah selama periode syok luka-bakar. Jika
resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributive.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang
kurang dari 30 % luas total permukaan tubuh, maka gangguan
integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka
bakar itu sendiri sehingga pembentukan lepuh dan edema hanya
terjadi di daerah luka bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan
mengalami edema sistemik yang masif. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar (sirkumferensial),
tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (compartment syn-
drome). Dokter harus melakukan tindakan eskarotomi (insisi pada
eskar) untuk mengurangi efek konstriksi dari jaringan yang terbakar.

c. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis


pada saat terjadi syok luka-bakar. Di samping itu, Kehilangan cairan
akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5L atau
lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar
ditutup.
Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium seram terhadap
resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium)
terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu pertama
fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang
vaskuler.
Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium
yang tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang
masif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan
berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan
dan sebagian lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia.
Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit pasien dapat meninggi
akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur
pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut menyebabkan
anemia. Transmisi darah diperlukan secara periodik untuk
mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan
guna membawa oksigen. Abnormalitas koagulasi, yang mencakup
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan
serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka
bakar.

d. Respons Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan


tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari
keadaan hipermetabolisme dan respons lokal (White, 1993). Untuk
memastikan tersedianya oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan
suplemen oksigen.
Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada
korban-korban kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini
seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
cedera saluran napas atas; cedera inhalasi di bawah glotis, yang
mencakup keracunan karbon monoksida; dan defek restriktif. Cedera
saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema. Keadaan
ini bermanifestasi sebagai obstruksi-mekanis saluran napas atas yang
mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat dalam
traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendinginan, cedera panas
langsung biasanya tidak terjadi di bawah tingkat bronkus. Cedera
saluran napas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal
yang dini.
Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup
produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk
ini mencakup gas karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida,
senyawa-senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena
dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru
pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi di bawah glotis menyebabkan
hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan
kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan)
paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru).
Ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum merupakan tanda
utama cedera inhalasi ini.
Karbon monoksida mungkin merupakan gas yang paling
sering menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan
produk-sampingan pembakaran bahan-bahan organik dan dengan
demikian akan terdapat dalam asap. Efek patofisiologiknya
ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbon
monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin.

Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup


hal-hal berikut ini:

a. Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu


daerah yang tertutup
b. Luka bakar pada wajah atau leher
c. Rambut hidung yang gosong
d. Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering,
stridor, sputum yang penuh jelaga
e. Sputum yang berdarah
f. Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan
tanda-tanda penurunan kadar oksigen (hi-peksemia) yang lain
g. Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring
Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi sekunder akibat
cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult
respiratory distress syndrome). Kegagalan respirasi terjadi kalau
derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien. Intervensi yang harus segera dilakukan adalah intubasi dan
ventilasi mekanis (pemasangan respirator). Jika ventilasi independen
terganggu oleh ekskursi dada yang terhalang, eskaurotomi harus
segera dikerjakan.

e. Respons Sistemik Lainnya

Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya


volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan
menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan
otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan
dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume
cairan yang memadai akan memulihkan aliran darah renal,
meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan menaikkan volume urin.
Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka
bakar. Semua tingkat respons imun akan dipengaruhi secara
merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan
pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar
imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,
dan penurunan jumlah limfosit (limfositopeniu). Imunosupresi
membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama
pasca-luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme
menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami
hipertermia selama sebagian besar periode pasca-luka bakar kendati
tidak terdapat infeksi.
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yakni:
ileus paralitik (tidak adanya peristalsis usus) dan uikus Curling.
Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan manifestasi ileus
paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea
dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan
dikompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).
Pendarahan lambung yang terjadi sekunder akibat sires fisiologik yang
masif dapat ditandai oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi
muntahan seperti bubuk kopi dari dalam lambung, atau vomitus yang
berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duode-
num ulkus Curling (Brunner & Suddarth, 2002).
PENGHITUNGAN DERAJAT DAN LUAS LUKA BAKAR :
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh.
Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan
cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis, digunakan kartu
luka bakar dengan cara LUND & BROWDER.

1. Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule Of Nine” oleh Polaski dan
Tennison dari WALLACE :
2. Kepala dan leher : 9%

3. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)

4. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)

5. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%

6. Perineum dan genitalia : 1%

Pada keadaan darurat dapat digunakan cara cepat yaitu dengan menggunakan
luas telapak tangan penderita. Prinsipnya yaitu luas telapak tangan = 1% luas
tubuh.

Pada bayi perhitungan luas luka bakar yang digunakan adalah menggunakan
“Rule of Ten“ yang dibuat oleh Linch dan Blocker. Persentase luka bakar
berdasarkan “Rule of Ten” yaitu :
1. Kepala depan : 10 %
2. Kepala belakang : 10 %
3. Badan depan sisi kanan : 10 %
4. Badan depan sisi kiri : 10 %
5. Badan belakang sisi kanan : 10 %
6. Badan belakang sisi kiri : 10 %
7. Tangan kanan : 10 %
8. Tangan kiri : 10 %
9. Kaki kanan : 10%
10. Kaki kiri : 10 %

Sedangkan pada anak – anak perhitungan luas luka bakar yang digunakan adalah
perhitungan yang dibuat oleh Lund and Browder, dengan presentase yang berbeda
beda untuk rentang usia 5 thn.

Selain perhitungan luas luka bakar perlu juga dilakukan perhitungan terhadap
derajat luka bakar. Derajat luka bakar ditentukan berdasarkan kedalaman
kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh trauma panas. Hal ini sangat tergantung
pada intensitas panas dan lamanya panas mengenai tubuh serta proses rambatan
panas pada jaringan tubuh. Berikut klasifikasi luka bakar berdasarkan grade luka
bakar :

1. Luka bakar grade I (superficial burn)


2. Luka bakar grade IIa (superficial partial-thickness burn)
3. Luka bakar grade IIb (deep partial-thickness burn)
4. Luka bakar grade III (full thickness burn)
6. Komplikasi Luka Bakar
Sepsis dari kata septicaemia berupa penyakit akibat infeksi kuman di
seluruh tubuh. Adanya sepsis menjadikan pembuluh darah banyak dihuni
oleh bakteri, sehingga tubuh bereaksi dengan menghasilkan histamin yang
menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Ia juga dapat menyebabkan
syok, kelainan metabolisme, depresi jantung dan pada akhirnya keparahan
sepsis dapat menyebabkan disfungsi organ.

Proses terjadinya syok septic : terjadi inflamasi sistemik- terjadinya sirs


(sebab luka bakar atau infeksi)-terjadi infeksi-sepsis-pembuluh darah
melebar-tekanan darah menurun.

Terdapat beberapa faktor risiko yang memungkinkan terjadinya sepsis, yakni:


a. bayi baru lahir. Sebab ia belum memiliki fungsi imunitas yang baik.

b. Pada lansia

c. setelah terjadinya kecelakaan atau trauma

Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:


1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal.
Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah,
merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar
serta menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan
yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner &
Suddarth, 2002).

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan
SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap
endotelium pembuluh darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka dan respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan
PaCh/peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi
ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon
monoksida/cedera inhalasi.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia
dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun.
Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air;
hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.
f. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan;
kurang dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau
gangguan pompa natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan
kehilangan protein pada edema cairan.
j. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka
bakar listrik serius). Warna hitam, kemerahan pada urine sehubungan
dengan mioglobin. Kultur luka: mungkin diambil untuk data dasar dan
diulang secara periodik.
l. Foto ronsen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan
cedera inhalasi; namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada
saat progresif tanpa foto dada (SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi
edema, perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
n. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera
inhalasi.
o. Skan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
q. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya
(Doenges, 2000).
8. Penatalaksanaan
1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi
seorang korban luka bakar adalah mencegah agar orang yang
menyelamatkan tidak turut mengalami luka bakar. Langkah kerja:

2. Mematikan api

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya


dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat
mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling dan
mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan
bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal dengan
mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air
dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka
bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.

3. Mendinginkan luka bakar

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu


tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi
tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan
daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam
pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama lima
belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan
suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat
dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan
pada tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan
dengan air apa saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.

4. Melepaskan benda penghalang


Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan,
pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan
untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi
sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.
5. Menutup luka bakar

Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil


kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan
mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang
terbakar.

6. Mengirigasi Luka bakar kimia

Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas


dengan air mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan
air bersih yang sejuk.

ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal


pasca-luka bakar, yaitu:

a. Airway (saluran napas)


b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine
immobilization/fiksasi vertebra cervikalis jika diperlukan).
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika
oksigen dengan konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan
dalam kondisi emerjensi, pemberian oksigen lewat masker atau kanula
hidung merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila
tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana
korbannya menderita gangguan pernapasan yang berat atau edema
saluran napas, penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan
memulai ventilasi manual.

Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut


apikal dan tekanan darah dimonitor dengan sering. Takikardia
(frekuensi jantung yang abnormal cepat) dan hipotensi ringan
diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani segera sesudah
terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari
kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya
yang berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan.

Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan


memperbaiki prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian
infus cairan dan elektrolit harus segera dimulai.

7. Penatalaksanaan Medis Darurat

Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway,


breathing dan circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara
pernapasan dilembabkan dar. pasien didorong supaya batuk sehingga
sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk
situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan
pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta
mukolitik. Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal
mungkin merupakan indikasi. Continuous positive airway pressure
dan ventilasi mekanis mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan
oksigenasi yang adekuat.

Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat,


perhatian harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua
pakaian dan perhiasan yang dikenakan pasien dilepas. Pembilasan
luka bakar kimia dengan air diteruskan.

Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan


pemantauan haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai
dasar untuk tinggi dan berat badan, gas darah arteri, hematokrit,
elektrolit, golongan darah serta hasil pencocokan-silang (cross-
matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus didapat. Jika
pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram
dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang
terkontaminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status
imunisasi pasien tidak jelas.

Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa


stabilisasi fisik, perawat harus memperhatikan pula kebutuhan
psikologis pasien dan keluarganya.

8. Pemindahan ke Unit Luka Bakar

Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam


menentukan apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit
khusus luka bakar. Jika pasien akan dipindahkan ke unit atau rumah
sakit khusus luka bakar, tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum
pemindahan pasien: selang infus harus terpasang dengan kecepatan
tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran urin sedikitnya
30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi
yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dari sirkulasi perifer
yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka
ditutup dengan balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta
kehangatan tubuh pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan
pasien dicatat, dan informasi ini harus disampaikan kepada petugas
unit luka bakar.

9. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok

Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang


paling mendesak adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan
menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Selang infus dan
kateter urin harus sudah terpasang pada tempatnya sebelum resusitasi
cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan tes laboratorium
juga dicatat. Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat dalam
periode segera sesudah terjadinya luka bakar (periode resusitssi).
Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar:

1. Rumus Konsensus

Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4


ml X kg BB X % luas luka baker.

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam


16 jam selanjutnya.

2. Rumus Evans

a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka baker


b. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka baker
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh
sisanya dalam 16 jam selanjutnya.

Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang


diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan
insensible.

Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan


III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung
berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.

3. Rumus Brooke Army


a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka baker
b. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka
baker
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh
sisanya dalam 16 jam selanjutnya.

Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh


penggantian cairan insensible.
Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas
permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan
tubuh.

4. Rumus Parkland/Baxter

Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya


dalam 16 jam selanjutnya.

Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid

Larutan Salin Hipertonik

Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi


250-300 mEq natrium perLiter yang diberikan pada kecepatan yang
cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang
diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam
pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum harus dipantau
dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan
osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi
paru.

5. Obat-obatan

Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk


mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan
aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada
infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji
kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak
stress dan antipiretik diberikan bila suhu tinggi.

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan


kalori dan keseimbangan nitrogen yang negative pada fase
katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar
protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui pipa
lambung atau ditambah parenteral.

Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai


untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan
sendi.

Penderita luka baker harus dipantau terus-menerus,


keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal
yaitu sekurang-kurangnya 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga
apakah sirkulasi normal/tidak.

10. Debridemen

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar.


Tindakan ini memiliki dua tujuan:

a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh


bakteri dan benda asing, sehingga pasien dilindungi terhadap
kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar
dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka
Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang
terdapat pada antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel
yang ada di bawahnya secara bersng-sur-angsur. akan mencairkan
serabut-serabut kolagen yang menahan eskar pada tempatnya selama
minggu pertama atau kedua pasca-luka bakar.
Macam-macam debridemen:
a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan
mati akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel
yang ada di bawahnya. Namun, pemakaian preparat topikal
antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar
yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan
gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat
eskar.
c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan
operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit
sampai fasia (eksisi tangensiai) atau dengan mengupas lapisan
kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan
yang masih viabel dan berdarah.

11. Graft

Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas,


reepitelialisasi spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan
graft (pencakokan) kulit dari pasien sendiri (autograft). Daerah-daerah
utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan alasan kosmetik dan
psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya seperti kaki; dan
daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan
pencapaian kemampuan fungsional yang lebih dini dan akan
mengurangi kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat luas, daerah dada
dan abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas
luka bakar.
Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan
granulasi. Jaringan ini akan mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh
luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai
dasar (bed) untuk pertumbuhan sel epitel.

12. Autograft

Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan


ini bisa berupa split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau
epitelium yang dikultur. Full-thickness dan pedicle flaps lebih sering
digunakan untuk pembedahan rekonstruksi, dan dilaksanakan
beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya cedera pertama.
Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap
eksprimen pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara
mendasar, prosedur ini meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang
tidak terbakar. Kemudian keratinosit diisolasi dan sel-sel epitel
dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang asli dapat
mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali
ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian
ditempelkan pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan
berbagai derajat keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup
menggembirakan (Wong & Munster, 1993).

13. Kelainan pada Penyembuhan Luka

Kelainan-penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi


akibat proses penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau
akibat pembentukan jaringan baru yang tidak memadai Pembentukan
parut yang hipertrofik dan keloid terjadi akibat kesembuhan yang
abnormal dan berlebihan.
a. Parut.
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer
melampaui tingkat lapisan dermis yang dalam. Kesembuhan luka
bakar yang dalam ini terjadi akibat penggantian integumen yang
normal dengan jaringan yang secara metabolik sangat aktif
sehingga kurang mengandung arsitektur kulit yang normal. Dalam
lapisan kolagen di bawah epilelium terdapat banyak sel fibroblast
yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel miofibroblast
yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam
luka yang immatur. Ketika unsur-unstir ini berkontraksi, serabut
kolagen yang normalnya terletak dalam berkas yang datar
cenderung untuk membentuk corak yang bergelombang. Akhirnya
berkas kolagen tersebut menghasilkan penampakan super-koil dan
terbentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut berwarna sangat
merah (karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan keras.
Penanganan parut terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi
sesudah luka bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat
menyebabkan kontraktur yang hebat pada persendian yang terkena.
Namun demikian, parut ini hanya terbatas pada daerah luka bakar
dan secara berangsur-angsur akan mengalami regresi dengan
berlalunya waktu.
b. Keloid
Pada sebagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang besar
dan bertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar
permukaan luka. Massa ini dinamakan koloid. Keloid cenderung
ditemukan pada orang yang kulitnya berpigmen (berwarna gelap),
tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar kemungkinannya untuk
timbul kembali sesudah dilakukan eksisi.
c. Kegagalan untuk Sembuh
Kegagalan luka untuk sembuh dapat disebabkan oleh banyak faktor
yang mencakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar
albumin serum di bawah 2 gm/dl biasanya menjadi salah satu
faktor yang mengganggu kesembuhan pada pasien luka bakar.
d. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi
ketika luka bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan
memendek karena gaya yang ditimbulkan oleh sel-sel fibroblast
dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang alami. Gaya
lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi dan pengaturan posisi
serta latihan gerak yang bertujuan harus digunakan untuk melawan
deformitas pada luka bakar yang mengenai persendian.

A. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan.
Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit. Gangguan
massa otot, perubahan tonus.
b. SIRKULASI
Tanda: Hipotensi (syok).
(dengan cederaluka bakar lebih dari 20% APTT):
Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin (syok listrik).
Takikardia (syok/ansietas/nyeri).
Disritmia (syok listrik).
Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
c. INTEGRITAS EGO
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d. ELIMINASI
Tanda: Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat. Warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi).
Penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
e. MAKANAN/CAIRAN
Tanda: Edema jaringan umum.
Anoreksia, mual/muntah.
f. NEUROSENSORI
Gejala: Area kebas, kesemutan.
Tanda: Perubahan orientasi, afek, perilaku.
Penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas.
Aktivitas kejang (syok listrik).
Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penglihatan (syok listrik).
Ruptur membran timpanik (syok listrik).
Paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekstrem
sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri, sementara respons pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. PERNAPASAN
Gejala: Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral, dan sianosis,
indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada.
Jalan napas atas stridor/mengi (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, edema laringeal)
Bunyi napas: gemericik (edema paru), stridor (edema
laringeal). sekret jalan napas dalam (ronki).

i. KEAMANAN
Tanda: Kulit: Umum: Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trombus
mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok
Cedera api: Terdapat area cedera campuran dalam
sehubungan dengan vanase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan
mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema
lingkar mulut dan/atau lingkar nasal
Cedera kimia: Tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti
kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekro sis, atau jaringan
parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: Cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit dari di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi
dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup,
dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor;
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

.PemeriksaanFisik :
Keadaan umum pasien lemah dan kesadaran compos
mentis.
Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg RR : 36 x/i
Suhu : 36,7o C HR : 82 x/i

Pemeriksaan struktur organ dan fungsi


1. Kepala dan rambut
- Kepala berbentuk bulat, ubun-ubun simetris, kulit kepala
sedikit terlihat kotor, warna rambut hitam.
- Wajah berbentuk oval dan warna kulit sawo matang

1. Penginderaan
- Mata
Pupil isokor, refleks cahaya positif, konjungtiva tampak merah muda, dan
sklera putih, palpebra tidak ada odem, pergerakan bola mata normal,
stabismus tidak ada, ketajaman penglihatan normal, pasien tidak
menggunakan alat bantu.
- Hidung
Bentuk hidung normal, ketajaman penciuman normal, yaitu klien dapat
membedakan bau wangi dan busuk.
- Telinga
Bentuk telinga normal, ketajaman pendengar normal, klien dapat mendengar
gesekan rambut, sekret tidak ada, serum dalam batas normal.
3. Pencernaan
- Mulut
Mulut bersih, mukosa lembab, bentuk bibir normal, tidak ada kelainan, lidah
tampak kotor, gigi kotor dan ada caries
- Tenggorokan
Tidak ada kesulitan menelan dan tidak dijumpai pembesaran tonsil
- Abdomen
Bentuk abdomen normal simetris kanan/kiri, tidak dijumpai massa,
peristaltik 10 – 12 x/i

4. Respirasi
- Bentuk dada normal tidak ada kelainan, pola nafas teratur, retraksi otot
bantu nafas tidak ada, dan tidak ditemukan adanya nyeri ketok
- Vokal fremitus normal, diafragma normal, dan suara pernafasan vesikuler.

5. Kardiovaskuler
Tidak ada nyeri dada, irama jantung teratur, dan tidak ada cyanosis dan
clubbing finger

6. Endoktrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar parotis
7. Genitaurinaria
Bentuk alat kelamin normal, tidak ada kelainan

8. Persyarafan
Keadaan composmentis, GCS 15, dapat berorientasi dengan orang, nyeri
kepala tidak ada

9. Muskuloskletal dan integumen


Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot 4
Keadaan kulit basah pada daerah luka bakar, pada kulit tampak merah dan
ada kekauan sendi pada :
a. Leher
b. Ektremitas atas
c. Ektremitas bawah

j. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Pertimbangan Rencana Pemulangan:
DRG menunjukkan rerata lama dirawat: Tergantung pada beratnya
dan terlibatnya sistem organ.
Memerlukan bantuan untuk pengobatan, perawatan luka/bahan, aktivitas
perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, transportasi, keuangan, konsul
kejuruan, perubahan susunan rumah atau fasilitas tempat tinggal selain itu
rehabilitasi lama (Marlyn Doenges, 2000).

2. Diagnosa keperawatan :
a. Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia atau radiasi
b. Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan
c. Intoleransi aktifitas b.d ketidaknyamanan
d. Kekurangan volume Cairan b.d penguapan cairan yang berlebih
e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan makanan
f. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan
3. Intervensi keperawatan :
1. Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan
NOC : Pain level,pain control,comfort level
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang denga menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri )
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC :

Pain Management

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan


 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien

 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan


kontrol nyeri masa Iampau

 Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,


pencahayaan dan kebisingan

 Kurangi faktor presipitasi nyeri

 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan


inter personal)

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

 Ajarkan tentang teknik non farmakologi

 Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri

 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri


Analgesic Administration

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat

 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika


pemberian lebih dari satu

 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

2. Kerusakan integeritas kulit b.d zat kimia atau radiasi :


NOC : Tissue Integrity : skin and Mucous, Membrane, Hemodyalis akses
kriteria hasil :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan ( sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi )
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencgah terjadinya cidera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami

NIC
Pressure Management
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
 Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada
luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
 Monitor proses kesembuhan area insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
 Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Dialysis Acces Maintenance

3. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan


NOC : Immune status , knowledge inferction , risk control

 Immune Status

 Knowledge : Infection control


 Risk control

Kriteria Hasil :

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Mendeskiripsikan proses penularan enyakit, faktor yang mempengaruhi


penularan serta penatalaksanaannya

 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal

 Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
 Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

 berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien


 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

4. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan:

1. Mencapai keseimbangan cairan yang optimal


a. Mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan
yang mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan
b. Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis
dan tekanan baji (wedge pressure) yang tetap berada dalam batas-
batas yang direncanakan
c. Memperlihatkan peningkatan haluaran urin sebagai reaksi terhadap
pemberian diuretik dan preparat vasoaktif
d. Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110/menit
dengan irama sinus yang normal
2. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik
a. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri
yang minimal
b. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang
normal.
3. Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik
a. Mengalami kenaikan berat badan setiap hari sesudah sebelumnya
menunjukkan penurunan awal yang terjadi sekunder karena
diuresis cairan dan tidak adanya asupan makanan atau cairan per
oral
b. Tidak memperlihatkan tanda-tanda defisiensi protein, vitamin atau
mineral
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan per oral
d. Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung
nutrien yang dipreskripsikan
e. Memperlihatkan kadar protein serum yang normal
4. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit
a. Mempertahankan kulit yang secara unium tampak utuh dan bebas
dari infeksi, dekubitus serta cedera.
b. Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah
muda, mengalami reepitelialisasi dan bebas dari infeksi
c. Memperlihatkan lokasi donor (tempat cangkokan kulit diambil)
yang bersih dan sedang berada dalam proses kesembuhan
d. Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus
e. Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis
5. Mengalami nyeri yang minimal
a. Memerlukan preparat analgelik hanya untuk aktivitas fisioterapi
atau perawatan luka yang spesifik
b. Melaporkan nyeri yang minimal
c. Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik nonverbal yang
menunjukkan terdapatnya nyeri yang sedang atau berat.
d. Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti inhalasi
nitrous oksida, teknik relaksasi, imajinasi dan distraksi untuk
mengatasi serta menghilangkan gangguan rasa nyaman
e. Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri
f. Melaporkan bahwa kulit terasa nyaman tanpa rasa gatal atau
kencang
6. Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal
a. Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari
b. Memperlihatkan kisaran gerak pra-luka bakar pada semua sendi
c. Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi di sekitar sendi
d. Turut berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka
bakar
a. Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar,
prosedur terapeutik, kehilangan
b. Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif
dalam menghadapi situasi sties yang pernah dialami sebelumnya
c. Menerima ketergantungannya pada petugas kesehatan yang
merawatnya selama fase akut
d. Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap
masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa
depan
e. Turut bekerjasama dengan petugas kesehatan yang merawatnya
dalam pelaksanaan terapi yang diperlukan
f. Turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan
g. Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi karena luka
bakar dan kejadian di sekitar luka bakar tersebut [misalnya,
kematian orang lain, kerusakan pada rumah atau barang berharga
lainnya)
h. Menyatakan tujuan yang realistik pada bedah plastik, intervensi
medis selanjutnya dan hasil-hasilnya
i. Dengan kata-kata mengutarakan kemampuan dan tujuan yang
realistik
j. Memperlihatkan sikap yang penuh harapan terhadap masa depan
8. Mengaitkan dengan tepat dalam proses pasien/keluarga
a. Pasien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan
mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga
b. Keluarga memberikan dukungan emosional kepada pasien selama
perawatan di rumah sakit
c. Keluarga menyatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi
9. Pasien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman
mereka terhadap proses penanganan luka bakar
a. Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan
b. Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan
10. Tidak mengalami komplikasi
a. Memperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi
b. Tidak memperlihatkan dispnea atau ortopnea dan dapat bernapas
dengan bebas ketika berdiri, duduk serta berbaring
c. Tidak memperlihatkan bunyi jantung S3 atau St atau distensi vena
jugularis
d. Menunjukkan haluaran urin, CVP, tekanan, arteri pulmonalis,
tekanan baji serta curah jantung yang berada dalam batas-batas
normal
e. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur darah, sputum dan urin
yang normal
f. Mempertahankan nilai gas darah arteri yang berada dalam batas-
batas normal
g. Memiliki kelenturan paru yang normal
h. Tidak mengalami kerusakan pada organ viseral
i. Memiliki irama jantung yang stabil (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
Tn.S berusia 53 tahun mengatakan bahwa setengah jam sebelum masuk RS,
pasien tersiram air mendidih dan mengalami luka bakar pada punggung
tangannya, kemudian pasien dibawa keluarganya ke IGD RS pada tanggal 19
September 2018. Dokter mediagnosa pasien menderita luka bakar derajat II. Pada
saat pengkajian pasien mengeluhkan nyeri dan panas pada luka yang terdapat pada
punggung dan tangan dengan skala nyeri 8 dan nyeri yang dirasakan pasien
seperti tersengat api. Nyeri yang dirasakan pasien terus menerus. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien tampak lemah dengan
keadaan composmentis. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD 170/100 mmHg,
Nadi 96 x/mnt, RR 26 x/mnt dan suhu 36,5ᵒC. Terdapat luka bakar pada tangan
sebelah kanan dengan luas 5% dan 2% pada tangan sebelah kiri. Warna luka
kemerahan, tidak terdapat pus dan tidak terdapat bula. Pemeriksaan turgor kulit
elastis, terdapat kulit yang mengelupas disekitar luka bakar. Untuk melakukan
ADL pasien dibantu oleh keluarga. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
WBC 12,0 x 103 (4,5 – 11,0 103), MCV 80,4 fL (82-92 fL), limphosyt 11,2% (22-
40%),

Pengkajian

Nama : Tn. S

Usia : 53th

Tanggal pengakjian : 19 september 2018

Analisa Data

1. Ds :
o Pasien mengatakan nyeri dan panas pada luka di punggung dan
tangan
o Pasien mengatakan skala nyeri di angka 8 seperti tersengat api

Do : Ku Lemah
 Kesadaran Composmetis
 TTV TD 170/100 mmHg,
 Nadi 96 x/mnt,
 RR 26 x/mnt
 suhu 36,5ᵒC.
 warna kulit kemerahan
 terdapat kulit mengelupas pada area luka bakar
 terdapat luka bakar pada tangan sebelah kanan dengan luas 5% dan
2% pada tangan sebelah kiri
 px meringis menahan nyeri

p : nyeri luka bakar

q : nyeri seperti tersengat api

r : punggung dan tangan ( ekstremitas atas )

s : skala 8

t : terus menerus

Masalah keperawatan : Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan

2. Ds :
 pasien mengatakan mengalami luka bakar tersiram air mendidih di
bagian punggung dan tangannya
 Pasien mengatakan untuk melakukan ADL pasien di bantu oleh
keluarganya

Do :

 Warna luka kemerahan, tidak terdapat pus dan tidak terdapat bula
 Pemeriksaan turgor kulit elastis, terdapat kulit yang mengelupas
disekitar luka bakar
 Terdapat luka bakar pada tangan sebelah kanan dengan luas 5%
dan 2% pada tangan sebelah kiri
WBC 12,0 x 103 (4,5 – 11,0 103)

MCV 80,4 fL (82-92 fL)

limphosyt 11,2% (22-40%),

Masalah Keperawatan : kerusakan integritas fisik b.d kerusakan permukaan kulit

Intervensi

1. Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan

Tujuan dan Kriteria Hasil :

NOC
· Pain Level,
· Pain control
· Comfort level
Kriteria Hasil :
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC

1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas dan faktor presipitasi).
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

2. kerusakan integritas fisik b.d kerusakan permukaan kulit

NOC
· Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
· Hemodyalis akses

Kriteria Hasil :
· Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
· Tidak ada luka/lesi pada kulit
· Perfusi jaringan baik
· Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
· Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
NIC

1. Observasi ekstremitas untuk warna, panas, keringat, nadi, tekstur, edema,


dan luka
2. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk kemerahan, panas, drainase
3. Monitor kulit pada area kemerahan
4. Monitor penyebab tekanan
5. Monitor adanya infeksi
6. Monitor kulit adanya rashes dan abrasi
7. Monitor warna kulit
8. Monitor temperatur kulit
9. Catat perubahan kulit dan membran mukosa
10. Monitor kulit di area kemerahan
11. Tempatkan pasien pada terapeutic bed
12. Elevasi ekstremitas yang terluka
13. Monitor status nutrisi pasien
14. Monitor sumber tekanan
15. Monitor mobilitas dan aktivitas pasien
16. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam sekali
17. Back rup
18. Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka bakar merupakan suatu krisis yang menimbulkan pelbagai


respons emosional. Kemampuan koping pasien dan keluarga dan dukungan
yang tersedia harus dinilai bersama-sama dengan pengkajian terhadap
status fisik dart penyelenggaraan perawatan. Lingkungan di sekeliling luka
bakar perlu diperhatikan ketika melaksanakan perawatan. Dukungan
psikososial yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien
harus diberikan kepada pasien dan keluarganya. Karena pasien luka bakar
yang bersifat darurat biasanya mengalami ansietas dan rasa sakit, maka
petugas yang merawatnya harus menenteramkan perasaan tersebut serta
memberikan dukungan, menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan,
dan melakukan terapi untuk mengurangi rasa sakit. Karena perfusi jaringan
yang buruk akan menyertai luka bakar, pemberian obat pereda nyeri
(biasanya morfin) hanya dilakukan secara intravena. Jika pasien ingin
menemui penasihat spiritualnya (ulama, pendeta dll.), kita harus
memberitahukannya.

B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca
khususnya perawat dengan kasus luka bakar mengetahui tentang:
penyebab luka bakar, tes laboratorium yang perlu dilakukan dan asuhan
keperawatan pada klien dengan luka bakar.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,


Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana
Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit”,Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai