Anda di halaman 1dari 14

IDENTIFIKASI LONGSOR DI KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT

Nani Mardiani H.

Teknik Geologi, Universitas Negeri Gorontalo


Jl. Jendral Sudirman No 6, Kota Gorontalo 96128

ABSTRAK

Kabupaten Majalengka didominasi oleh topografi perbukitan dan pegunungan yang mencakup
71,3% dari total luas kabupaten ini. Topografi tersebut tersebar di bagian tengah dan selatan
kabupaten ini. Kejadian longsor di kabupaten ini tahun 2010 – 2012 serta berdasarkan
pengamatan lapangan kondisi longsor di Blok Gunung Payung, Blok Cigintung dan di Gunung
Anten menunjukkan dominasi faktor kondisi geologi litologi sementara aktivitas manusia
berupa pembuatan jalan, perumahan dan pembukaan lahan pertanian berkontribusi untuk
terjadinya longsor. Curah hujan juga merupakan faktor pemicu longsor. Kombinasi kondisi
geologi dan lingkungan seperti tersebut membuat daerah Kabupaten Majalengka rawan
terhadap bencana longsor. Maka dari itu, penulis mencoba mencari tahu kejadian longsor di
Majalengka melalui studi literatur dari dua jusrnal yang ada, yaitu dari karya Cahyadi dkk dan
Iwan G. Tejakusuma. Metode yang digunakan Cahyadi dkk yaitu analisis pergerakan tanah
didasarkan kepada analisis data sekunder, dengan menggunakan metode AHP (Analytical
Hierarchy Process) berupa analisis peta topografi, peta morfometri, citra satelit, peta geologi,
dan peta kerentanan pergerakan tanah. Dari analisis tersebut kemudian dilakukan penilaian
tingkat resiko pergerakan tanah yang disusun dalam tabel analisa resiko. Sementara metode
yang digunakan Iwan G. Tejakusuma yaitu Analisis data primer (observasi langsung) di
lapangan terhadap kejadian longsor, yang merupakan faktor penyebab longsor. Penelitian oleh
Iwan G. Tejakusuma lebih detail dan mendukung penelitian dari Cahyadi dkk. Kedua penelitian
ini membuktikan daerah Majalengka rawan bencana longsor.

PENDAHULUAN
Tanah longsor merupakan bencana terbesar ketiga di Indonesia setelah bencana banjir
dan puting beliung. Tanah longsor kerap terjadi terutama di daerah perbukitan dan pegunungan.
Data menunjukkan intensitas tanah longsor di Indonesia sedang meningkat. Sepanjang 2016,
longsor yang terjadi di berbagai daerah merupakan yang tertinggi satu dekade terakhir. Merujuk
data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 612 insiden longsor selama tahun
ini (dikutip dari voce.com).
Di Indonesia, daerah yang sering terjadi longsor yaitu di Pulau Jawa, hal ini dikarenakan
di Pulau Jawa kondisi tanahnya merupakan tanah residu atau hasil letusan gunung berapi dan
banyak terjadi pelapukan pada perbukitan dengan kemiringan sedang higga terjal berpotensi
terjadi longsor pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Penelitian mengenai longsor
di Indonesia perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya bencana yang akan menimbulkan
kerugian baik materi serta harta benda dan keselamatan penduduk sekitar, diperlukan adanya
pemetaan bahaya tanah longsor di berbagai daerah di Indonesia yang diindikasi berpotensi
longsor.
Kabupaten Majalengka adalah salah satu kabupaten dengan bahaya longsor yang tinggi
di Jawa Barat. Jawa Barat sendiri secara nasional menduduki peringkat pertama dalam hal
kebencanaan longsor.
Menurut data BNPB dalam dibi.bnpb.go.id, selama tahun 2014, Kabupaten Majalengka
telah dilanda 8 kali bencana longsor yang terjadi dalam periode bulan Januari, Februari dan
Maret. Sementara untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2010 hingga tahun 2014, telah terjadi
sebanyak 14 kali kejadian bencana longsor yang terjadi dalam bulan Januari, Februari, Maret,
April dan Mei, (Tejakusuma, 2017).
Maka dari itu, pada makalah ini, dilakukan studi literature dari penelitian identifikasi
longsor di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Makalah ini bertujuan untuk mereview
penelitian dari Hary Cahyadi, Qisthi Huuriyah, Muhammad Razy Fakhri, Jonathan Jason
Filbert Jaya, dan Reza Moh. Ganjar Gani mengenai jurnal Analisis Resiko Gerakan Tanah di
Kecamatan Majalengka, Jawa Barat serta penelitian dari Iwan G. Tejakusuma mengenai
Faktor Geologi Dan Lingkungan Dalam Kejadian Longsor Di Kabupaten Majalengka Jawa
Barat.
BAHAN DAN METODE
Lokasi penelitian dari kedua jurnal yang dipilih sama, yaitu di Kabupaten Majalengka,
Jawa Barat. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 108o 12’ 44.442” BT sampai
108o15’ 28.4256” BT dan 6o 53’ 24.2844” LS sampai 6o 50’ 41.4636” LS. Lokasi penelitian
memiliki karakteristik geologi dan bentang alam yang beragam. Pada bagian selatan penelitian
terdiri dari perbukitan struktural terjal dan bagian utara merupakan perbukitan vulkanik landai.
Variasi ini tentu memiliki dampak bagi kehidupan masyarakat, salah satunya adalah ancaman
pergerakan tanah. Pergerakan tanah yang sangat cepat dapat mengakibatkan terjadinya tanah
longsor.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka (2014), daerah Kabupaten
ini didominasi oleh perbukitan dan pegunungan atau mencakup seluas 71,3% dari seluruh
wilayah kabupaten ini. Kondisi perbukitan ini dalam hal sudut pandang kebencanaan longsor
diperkirakan memiliki potensi bencana longsor yang cukup tinggi. Oleh karena itu, daerah
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah yang memiliki kondisi kerawanan
terhadap bencana longsor di Jawa Barat, (Tejakusuma, 2017).

: Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta lokasi Penelitian


Gambar 2. Peta Geologi daerah Penelitian

Kedua penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu sama- sama mengkaji
Kabupaten Majalengka rawan longsor.
Adapun metode yang digunakan oleh Cahyadi, dkk (2013), yaitu dengan menggunakan
metode AHP (Analytical Hierarchy Process) analisis pergerakan tanah didasarkan kepada analisis
data sekunder berupa analisis peta topografi, peta morfometri, citra satelit, peta geologi, dan peta
kerentanan pergerakan tanah. Dari analisis tersebut kemudian dilakukan penilaian tingkat resiko
pergerakan tanah yang disusun dalam tabel analisa resiko.

Sementara metode yang digunakan oleh Tejakusuma (2017) yaitu sama dengan peneliti
pertama dan lebih rinci serta mendukung peneliti sebelumnya karena melakukan Observasi
langsung (data primer) di lapangan terhadap kejadian longsor, yang merupakan faktor penyebab
longsor. Kegiatan yang dilakukan berupa melakukan kunjungan dan diskusi ke kantor Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Majalengka, melakukan wawancara dengan
Kepala Desa dan penduduk setempat yang terkena bencana, melakukan penelitian lapangan
mencakup survei kondisi lingkungan, longsor, topografi, geomorfologi dan kondisi lereng.
Serta melakukan pengamatan dan deskripsi kondisi bencana longsor atau gejala longsor yang
terjadi di lapangan khususnya dari aspek geologi dan lingkungan serta aspek lain yang mungkin
berpengaruh besar untuk terjadinya longsor.

HASIL PENELITIAN
Dari analisis resiko pergerakan tanah dapat dihasilkan tabel analisis resiko yang memuat
tingkat pergerakan tanah setiap sektor yang dibagi dengan rentang dari tingkat rendah hingga
tingkat tinggi (Lihat tabel 1.)

Tabel 1. Analisis Resiko

Berdasarkan data diatas, dihasilkan analisa resiko pergerakan tanah pada daerah
penelitian yang ditampilkan dalam bentuk tabel. Tingkat resiko dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
rendah, menengah, dan tinggi. Tingkat resiko ini merupakan akumulasi dari pengolahan data
yang telah dilakukan. Tabel analisis resiko ini bisa digunakan sebagai informasi awal
kebencanaan sehingga dengan tabel ini pemerintah maupun komunitas setempat lebih mengerti
akan potensi bencana yang terjadi di daerah tersebut.
Gambar 6. Peta zonasi resiko pergerakan tanah.

 Kejadian Longsor di Majalengka Berdasarkan Data Dan Informasi Sekunder


Tabel 1. Beberapa kejadian bencana longsor di Kabupaten Majalengka Jawa Barat tahun 2010
– 2012
NO Tanggal Lokasi Dampak Sumber Data
Kejadian
1. 15 Mei 2010, Kecamatan Melanda 6 desa yaitu Bencana Tanah Longsor di
sekitar jam Bantarujeg Desa Haurgeulis, Kecamatan Bantarujeg,
18.30 Gunung Warang, Majalengka
didahului Cikidang, Siliwangi, http://portalcirebon.blogspot.c
hujan deras Salawangi dan Desa o. id/2010/05/bencana-tanah-
tak kunjung Wado Wetan. Sungai longsor-di-kecamatan.html
henti sejak Cilutung meluap,
14.00 jembatan gantung
putus. Dampak paling
parah di Desa Gunung
Warang, dimana
sedikitnya 8 rumah
rusak parah dan 4
diantaranya tertimbun
longsoran hingga rata
dengan tanah.

2. 9 Februari Kecamatan Jalan raya nasional http://skbuser.blogspot.co.id/


2010 sekitar Cikijing Cikijing-Kuningan- 2010/02/cipadung-kembali-
jam 13:00 Cirebon di blok longsor.html
Cipadung Desa
Sindangpanji tidak
dapat diakses. Macet
hingga 40 km.

3. 22 April 2010 Kecamatan Bencana Longsor di Tanah Longsor Di Kabupaten


pukul 23.00 Raja Galuh Desa Leuwilaja, Majalengka Provinsi Jawa
dan 23 April Kecamatan Raja Barat
2010 pukul Galuh Kabupaten http://penanggulangankrisis.k
07.00 Majalengka Provinsi emkes.go.id/tanah-longsor-di-
Jawa Barat. 1 rumah kabupaten-majalengka-
ambruk dan 1 provinsi-jawa-barat
jembatan desa rusak. 2
orang luka ringan.

4. 8 Maret 2011 Kecamatan Jalan raya Longsor, Jalur Majalengka-


sekitar pukul Cikijing Majalengka-Kuningan Kuningan Putus,
13.00 di ruas Desa Sindang http://regional.kompas.com/re
Panji, Cikijing, ad/2011/03/08/20042192/Lon
terputus akibat longsor gsor..Jalur.Majalengka-
arus lalu lintas dari Kuningan. Putus
kedua arah berbalik.
Tanah longsor tersebut
berasal dari tebing
ketiggian 20 meter dan
jatuh menutupi badan
jalan raya tersebut.

5. 2 Februari Kecamatan Akibat hujan deras Rumah Warga Jagasari


2012 Cikijing yang turun terus- Tertimbun Longsor,
menerus sejak Kamis http://www.radarcirebon.com/
sore hingga larut rumah-warga-jagasari-
malam di Desa tertimbun-longsor.html
Jagasari. 1 rumah
milik Emon (52)
warga RT 03 RW 04
Blok Sarangpeuteuy
tertimbun longsoran
tanah.

6. 5 Februari Kecamatan Lima rumah di Desa Lima Rumah Rusak diterjang


2012 malam Maja Wanahayu, ambruk longsor
hari akibat longsor yang http://www.pikiran-
terjadi setelah hujan rakyat.com/jawa-
deras, tertimpa barat/2012/02/06/175809/lim
longsoran tebing a-rumah-rusak-diterjang-
setinggi 10 meter. longsor

 Longsor Di Kabupaten Majalengka Berdasarkan Pengamatan Lapangan Dan Analisis


Survei lapangan, diskusi dengan pihak pemerintah daerah serta penduduk setempat di peroleh
daerah- daerah di Majalengka yang terjadi longsor.
 Longsor Di Blok Gunung Payung Desa Banyusari Kecamatan Malausma
Berdasarkan klasifikasi Varnes (1978) ini, longsor Blok Gunung Payung
diperkirakan merupakan jenis rock flow deep creep. Berdasarkan pengamatan atas
kondisi geologi dan lingkungan tersebut dapat diprediksi bahwa longsor dengan tipe
creep tersebut terjadi dalam selang kurun waktu yang cukup lama. Longsor diperkirakan
dikontrol oleh kondisi geologi batulempung di bagian bawah yang bersifat kedap air
dan di atasnya perumahan penduduk yang berdiri di atas batuan breksi gunungapi dan
endapan lahar terlapukkan yang bersifat lolos air. Arah perlapisan batuan kedap air lebih
kurang serupa dengan arah kemiringan lereng sehingga kondisi ini membuat
batulempung dapat berfungsi sebagai bidang gelincir longsor. Pertambahan jumlah
rumah penduduk pada bagian atas lereng diduga telah menambah beban pada lereng.
Selain itu pembuatan kolam dan sawah memudahkan tanah dalam kondisi penjenuhan
sehingga dapat memicu pergerakan tanah. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat
interaksi antara kondisi perubahan lingkungan dengan gerakan tanah yang kemudian
terjadi.
 Longsor Di Blok Cigintung Desa Cimuncang Kecamatan Malausma
Longsor di Blok Cigintung ini diperkirakan dikontrol oleh faktor geologi berupa
kondisi litologi dimana di kedalaman tertentu yang relatif cukup dalam terdapat bidang
gelincir yang merupakan litologi yang kedap air, diperkirakan sebagai batulempung dari
Formasi Kaliwangu. Longsor ini dipicu oleh curah hujan dan sebelumnya juga aktivitas
manusia yang membuka lahan dan menjadikan persawahan atau kebun atau keperluan
lainnya.
 Longsor Di Gunung Anten, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma
Pengamatan terhadap batuan yang ada menunjukkan kemungkinan bekas
endapan lahar dimana banyak ditemukan bongkahan batuan agak membulat dengan
matriks pasir lempungan. Di bagian kaki lereng juga ditemukan adanya mata air mata
air yang mengindikasikan adanya lapisan kedap air di bawah batuan endapan lahar
tersebut. Menurut peta Geologi Arjawinangun, Djuri (1995), daerah ini terdiri dari
endapan hasil gunungapi tua – breksi yang terdiri dari breksi gunungapi, endapan lahar
yang komponen-komponennya terdiri dari atas batuan beku bersifat andesit dan dan
basal. Batuan ini secara geologi berada di atas Formasi Kaliwangu yang terdiri atas
batulempung dengan sisipan batupasir tufan, konglomerat dimana setempat ditemukan
lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping.
Analisis morfologi yang dilakukan di lapangan menunjukkan kemungkinan
bahwa daerah ini pernah mengalami longsor sebelumnya dan sekarang berada pada
kondisi yang relatif ke arah stabil.
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti ini mengungkapkan kalau Daerah
Majalengka rawan terjadi longsor. Cahyadi dkk mengatakan Kabupaten Majalengka memiliki
resiko pergerakan tanah dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Hasil penelitiannya
memperoleh Peta Zona Kerentanan Tanah.
 Citra Satelit Daerah Penelitian

Gambar 3. Citra Satelit Daerah Penelitian

Berdasarkan citra satelit (Lihat gambar 3) dapat diketahui bahwa daerah penelitian
terdapat banyak daerah tinggian yang membentuk morfografi perbukitan dengan kemiringan
lereng yang curam. Pada sektor 1 dapat dilihat terdapat deretan pegunungan diantaranya;
gunung haur di bagian kanan, punggungan gunung maja di bagian kiri, dan punggungan gunung
pasir pareang di bagian selatan. Pada sektor 2 dapat dilihat secara topografi lebih rendah di
banding sektor lainya yang bisa diperkirakan dataranya landai sehingga kemiringan lerengnya
tidak curam. Di sektor 3 dan 4 terdapat deretan tinggian pasir karasak dengan morfografi berupa
perbukitan.
 Peta Morfologi Daerah Penelitian

Gambar 4. Peta morfometri daerah penelitian.

Berdasarkan peta kemiringan lereng (Lihat gambar 4) didapatkan informasi secara


kuantitatif dari kemiringan lereng di daerah penelitian. Klasifikasi kemiringan lereng dibuat
berdasarkan perhitungan yang dirumuskan oleh van Zuidam. Pada sektor 1 didominasi
kemiringan lereng steep hingga very steep dengan persen kemiringan lereng 30%-140%. Sektor
2 didominasi kemiringan lereng flat hingga sloping dengan persen kemiringan lereng 0%-15%.
Sektor 3 didominasi kemiringan lereng steep hingga very steep dengan persen kemiringan
lereng 30%-140%. Sektor 4 didominasi kemiringan lereng steep dengan persen kemiringan
lereng 30%-70%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sektor 1,3, dan 4 yang didominasi
kemiringan lereng steep sampai very steep memiliki tingkat resiko yang tinggi terhadap
pergerakan tanah dibanding dengan sektor 2 yang memiliki tingkat kemiringan lereng yang
lebih landai.
 Peta Zona Kerentanan Tanah

Gambar 5. Peta Zona Kerentanan Tanah


Berdasarkan peta zona kerentanan pergerakan tanah (Lihat gambar 5) daerah penelitian
memiliki tingkat kerentanan yang bervariasi. Pada sektor 1 tingkat kerentanannya meningkat
kearah barat daya dan secara menyeluruh sektor 1 didominasi tingkat kerentanan pergerakan
tanah menengah. Pada sektor 2 tingkat kerentanan pergerakan tanah semakin meningkat ke arah
selatan dan secara menyeluruh sektor ini didominasi tingkat kerentanan pergerakan tanah
rendah. Pada sektor 3 tingkat kerentanan pergerakan tanah semakin meningkat ke arah selatan
secara menyeluruh didominasi tingkat kerentanan pergerakan tanah menengah. Pada sektor 4
didominasi tingkat kerentanan pergerakan tanah menengah.
Kabupaten Majalengka adalah salah satu kabupaten dengan bahaya longsor yang tinggi
di Jawa Barat. Jawa Barat sendiri secara nasional menduduki peringkat pertama dalam hal
kebencanaan longsor. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Majalengka (2015), Indeks Risiko Bencana Kabupaten Majalengka menduduki peringkat ke 7
di Provinsi Jawa Barat dan di tingkat nasional menduduki peringkat ke 16 dari 497 kabupaten
dan kota di Indonesia. Beberapa kecamatan dan desa memiliki potensi bencana pergerakan
tanah dan longsor. Dalam pengertian BPBD Kabupaten Majalengka, perbedaan pergerakan
tanah dan longsor lebih sebagai jenis pergerakannya yang bersifat lambat dan cepat. Daerah
dengan potensi bencana pergerakan tanah di Kabupaten Majalengka terdapat di Kecamatan
Majalengka, Sindangwangi, Rajagaluh, Sindang, Argapura, Banjaran, Talaga, Cingambul,
Cikijing, Malausma, Bantarujeg dan Kecamatan Lemahsugih. Sedangkan daerah dengan
potensi bencana longsor di Kabupaten Majalengka terdapat di Kecamatan Jatitujuh, Dawuan,
Kertajati, Kadipaten, Lemahsugih, Malausma, Leuwimunding, Palasah, Sindangwangi,
Sindang, Sumberjaya, Cigasong, Sukahaji, Jatiwangi, Rajagaluh, Maja, dan Kecamatan
Bantarujeg. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilihat bahwa Kecamatan Malausma,
Lemahsugih, Bantarujeg, Sindangwangi adalah kecamatan yang memiliki potensi bencana
keduanya yaitu bencana pergerakan tanah dan bencana longsor. Secara geologi ternyata daerah
tersebut didominasi oleh Batuan Tersier yang telah mengalami aktivitas tektonik dengan
struktur geologi yang beragam. Batuan Tersier ini di beberapa tempat ditutupi oleh batuan
Kuarter hasil produk gunungapi.
Kedua peneliti ini sama-sama mengatakan bahwa Daerah Majalengka sangat berpotensi
longsor, penelitian yang dilakukan oleh Iwan G. Tejakusuma mengenai longsor di Majalengka
tersebut mendukung peneliti pertama Cahyadi, dkk karena selain mengemukakan data sekunder
juga di mengemukakan data primer sehingga mendukung pendapat peneliti sebelumnya.

KESIMPULAN
Kabupaten Majalengka adalah salah satu kabupaten dengan bahaya longsor yang tinggi
di Jawa Barat, yang memiliki resiko pergerakan tanah dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi.
Jawa Barat sendiri secara nasional menduduki peringkat pertama dalam hal kebencanaan
longsor berdasarkan pendapat dari Cahyadi, dkk dan Iwan G. Tejakusuma. Iwan G.
Tejakusuma mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi, dkk dengan penelitian lebih
detail mengenai kejadian bencana longsor di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

UCAPAN TERIMA KASIH


Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Intan Noviantari Manyoe S.Si., M.T. yang telah
memberikan tugas membuat jurnal refarat ini sehingga saya menjadi tau lebih banyak
mengetahu Kejadian longsor di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Terima kasih juga kepada
teman-teman seperjuangan yang sama-sama mengontrak matakuliah Referat, yang saling
mendukung satu sama lain agar makalah jurnal ini selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Hary Cahyadi, Qisthi Huuriyah, Muhammad Razy Fakhri, Jonathan Josan Filbert Jaya, Reza
Moh. Ganjar., 2013 Analisis Resiko Gerakan Tanah di Kecamatan Majalengka,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Universitas Padjajaran.
Tejakusuma, I.G., Geological And Environmental Factors In Landslide Occurrence In
Majalengka District West Java Faktor Geologi Dan Lingkungan Dalam Kejadian
Longsor Di Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi
Bencana, Vol. 12, No. 2, Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai