Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, guru merupakan unsur utama pada keseluruhan proses
pendidikan, terutama di tingkat institusional dan instruksional. Posisi guru dalam pelaksanaan
pendidikan berada pada garis terdepan. Keberadaan guru dan kesiapannya menjalankan tugas
sebagai pendidik sangat menentukan bagi terselenggaranya suatu proses pendidikan. Menurut
Muhammad Surya, tanpa guru pendidikan hanya akan menjadi slogan yang tiada arti. Baginya,
guru dianggap sebagai titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan.1
Peranan guru memiliki posisi sentral dalam proses pembelajaran. Ada tiga faktor yang
memengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat
guru, dan dukungan dari dalam guru itu sendiri. Dari tiga faktor tersebut guru merupakan faktor
penentu di samping faktor-faktor yang lain. Dengan kata lain keberhasilan implementasi
kurikulum tingkat satuan pendidikan sangat ditentukan oleh guru karena bagaimanapun baiknya
suatu kurikulum ataupun sarana pendidikan jika gurunya tidak memahami dan melaksanakan tugas
dan fungsi secara baik, hasil implementasi kurikulum tidak memuaskan. Oleh karena itu,
pengembangan profesionalisme guru merupakan keniscayaan dalam menyukseskan
impelementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Guru merupakan pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi peserta didik dan
lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang
mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Guru merupakan pemeran utama
kegiatan pembelajaran yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam kegiatan proses
belajar mengajar. Guru pelaksana terdepan pendidikan di sekolah. Berhasil tidaknya upaya
peningkatan kualitas peningkatan pendidikan banyak ditentukan oleh kemampuan yang ada pada
guru dalam mengemban tugas pokok sebagai pengelola kegiatan pembelajaran di kelas. Mengingat
begitu penting peranan guru maka sudah sepatutnya guru benar-benar memiliki kompetensi yang
sesuai dengan dengan tuntutan profesi.2
Makalah ini mencoba membahas tentang pengembangan profesionalisme Guru Pendidikan
Agama Islam (GPAI). Pengembangan profesionalisme GPAI diarahkan untuk perbaikan mutu
pendidikan secara umum maupun sebagai tuntutan pekerjaan guru sebagai profesi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka masalah pokok dalam pembahasan makalah
ini adalah bagaimana pengembangan profesionalisme GPAI, dengan submasalah:
1. Apa tantangan dan problematika GPAI?
2. Apa hakikat PAI dan interkoneksinya dengan mata pelajaran lain?

1 Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Cet. I; Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), hal: 2
2 Departemen Agama RI, Pedoman Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Dasar dan Menengah (SD,
SMP, SMA, dan SMK) Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tahun 2007, hal: 2.
3. Bagaimana posisi Guru dalam persepektif pendidikan islam?
4. Bagaimana strategi pengembangan profesionalisme GPAI?

C. Tujuan Pembahasan
1. Ingin menjelaskan tantangan dan problematika GPAI.
2. Untuk mendeskripsikan hakikat PAI dan interkoneksinya dengan mata pelajaran lain.
3. Untuk menjelaskan posisi Guru dalam persepektif pendidikan islam.
4. Ingin menjelaskan strategi pengembangan profesionalisme GPAI.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tantangan dan Problematika Guru PAI

Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun
karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan.3 Tugas pokok guru adalah
mengajar dan mendidik sekaligus. Dalam kaitan ini perlu disadari bahwa pada setiap mata
pelajaran yang diajarkan harus membawa misi pendidikan dan kejujuran. Tugas guru agama di
samping harus dapat memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan
dapat membangun jiwa dan karakter keberagamaan yang dibangun melalui pengajaran agama
tersebut. Ketika seorang guru mengajarkan salat misalnya, ia tidak hanya mengajarkan siswa agar
paham terhadap pengetahuan tentang salat dan mempraktikkannya secara benar, tetapi bersamaan
dengan itu dengan salat tersebut diharapkan akan tumbuh jiwa dan kepribadian anak yang selalu
bersyukur kepada Allah, patuh dan tunduk, disiplin, senantiasa ingat kepada Allah yang
selanjutnya terpelihara dirinya dari perbuatan yang keji dan munkar.4
Pembelajaran di sekolah dipengaruhi oleh guru, siswa, sistem dan lingkungan masyarakat serta
keluarga. Guru agama merupakan salah satu komponen dengan kemampuan dan keterbatasan yang
ada sering dimintai ‘tanggung jawab’ berlebihan dan tidak proporsional. Jika ada siswa nakal,
bikin onar, guru agama mendapat ‘pesanan’ untuk menyelesaikannya dalam penyampaian
matapelajaran misalnya.
Pada dasarnya, menurut hemat penulis matapelajaran PAI tidak perlu dipelajari di sekolah, jika
pertama, semua matapelajaran sekolah dijiwai oleh pendidikan agama. Kedua, berfungsinya
keluarga sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memperkenalkan kepada
anaknya dasar-dasar keagamaan, bahkan semenjak di dalam kandungan. Ketiga, adanya jalinan
kerjasama antara sekolah dengan institusi sosial keagamaan seperti masjid, pesantren, majlis
ta’lim, surau, tempat pengajian misalnya. Materi dan standar pelajarannya disepakati bersama.
Pengandaian di atas tidaklah berjalan, karena kesempatan yang terbatas, ketidakmauan atau
ketidakmampuan keluarga dalam mendidik anak-anaknya, maka maksimalisasi pelajaran PAI di
sekolah menjadi pilihan yang menantang. Mengapa? Karena pertama, kejenuhan atas materi yang
diulang-ulang dalam pelajaran. Ini bisa dilihat dari dari isi kurikulum PAI mulai SD, SLTP dan
SLTA meski dengan sedikit fokus perluasan dan pendalaman yang berbeda. Apalagi bagi siswa
yang belajar di Sekolah Agama (Madrasah Diniyah). Kedua, perhatian pelajar-apalagi yang kelas
3- lebih terpusat pada pelajaran yang menjadi ujian nasional. PAI bisa dianggap tidak menjadi
skala prioritas matapelajaran penting. Hal ini pun seyogyanya menjadi perhatian manajemen
sekolah, guru, orangtua/murid dan pemerintah. Ketiga, krisis kepercayaan siswa terhadap
matapelajaran PAI dan gurunya. Para siswa melihat kenyataan di masyarakat, banyak terjadi

3 Asrun Ni’am Sholeh. Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen.
(Jakarta: eLSAS, 2006), Cet. Ke-1, h.3, 4323.
4 Abudin Nata. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid. (Jakarta: Raja Grafindo, 2001)
kesenjangan yang tajam antara idealitas dan realitas agama. Elit sosial, ekonomi, agama, politik
dan pendidikan misalnya, telah melakukan ketidakjujuran, kecurangan, berselisih paham agama
bahkan konflik atas nama agama. Keempat, suasana dan metode belajar yang monoton sehingga
terasa membosankan bagi siswa. Keberadaan guru di kelas-baik kelas terbuka di alam atau tertutup
di sekolah- ditantang untuk membangun kelas yang dinamis (hidup), variatif, menarik,
menyenangkan dan bergairah. Tidak ada satu cara paling tepat di kelas, melainkan gurulah yang
lebih mengetahui dengan target materi, suasana kelas, keragaman karakter, potensi dan minat
siswa.
Setiap orang yang akan melaksanakan tugas guru harus punya kepribadian. Di samping punya
kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam, guru agama lebih dituntut lagi untuk mempunyai
kepribadian guru. Guru adalah seorang yang seharusnya dicintai dan disegani oleh murid-
muridnya. Penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan dan tindak tanduknya akan ditiru
dan diteladani. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia harus tabah dan tahu cara
memecahkan berbagai kesulitan dalam tugasnya sebagai pendidik. Ia juga mau dan rela serta
memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang langsung berhubungan
dengan proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar, murid pun tidak lepas dari berbagai kesulitan. Setiap murid
tumbuh dan berkembang menurut kodrat yang ada padanya. Ia belajar dengan caranya sendiri
sesuai dengan kemampuannya, kecerdasan dan keterampilannya yang berbeda antara seorang
murid dan murid lainnya. Pada hakikatnya ia belajar sesuai dengan individunya masing-masing.5

B. Hakikat PAI dan Interkoneksinya dengan Mata Pelajaran Lain

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam dengan disertai
dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan
antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.6
Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa esensi pendidikan yaitu adanya proses transfer nilai,
pengetahuan dan keterampilan dari generasi tua ke generasi muda agar generasi muda mampu
untuk hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut adanya pendidikan agama Islam, maka akan
mencakup dua hal, yaitu7:

1. Mendidik siswa untuk berprilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam
2. Mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam, berupa pengetahuan tentang
Islam.

Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang pendidikan agama


seperti; Islam diajarkan lebih pada hafalan, padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus
diperaktekkan. Pendidikan Islam lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara agama dengan
Tuhan-Nya; penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan. Hal ini diukur dari

5 Zakiah Darajat. Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
6 http://www.majalahpendidikan.com/2011/05/artikel-pendidikan-ruang-lingkup-tujuan.html
7 Zakiah Darajat. Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal: 87
penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan
mengerjakan ujian tertulis di kelas yang dapat di demonstrasikan oleh siswa.
Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atas pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran
dan latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
2. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti ada yang
dibimbing, diajari dan dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan
pengmalan terhadap ajaran agama Islam.
3. Pendidik pendidikan agama Islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan
pendidikan agama Islam.
4. Pembelajaran pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik, yang
disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk
membentuk kesalehan sosial. Dalam arti kesalehan pribadi itu diharapkan mampu
memancarkan ke luar dalam hubungan keseharian dengan manusia lain baik seagama
ataupun yang tidak seagama, serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga dapat
mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional dan bahkan ukhuwah Islamiah.

C. Posisi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam

Guru menurut Islam lebih tepat dikatakan sebagai “Da’i”, pendakwah yangmemperjuangkan
nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islami. Seorang guruberperanan penting dalam melaksanakan
misi amar ma’ruf nahi munkar, makacirri khas seorang guru itu haruslah menyebarluaskan
informasi tentang perintahdan larangan Allah SWT. Pesannya haruslah berisi usaha untuk
mempengaruhimanusia agar berperilaku bersesuaian dengan ajaran Islam. Berikut adalah beberapa
peranan seorang guru di dalam Islam yang patut diambil sebagai panduan8:

1. Sebagai Pendidik (Muaddib)


Dalam kaitannya dengan fungsi edukasi yang Islami, harusalah lebih banyakmenyodorkan
pemberitaan yang lebih membawa muatan kepada ajaran Islam.Mendidik umat Islam agar
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhisegala larangan-Nya. Memikul tugas untuk
mencegah umat Islam danberperilaku yang menyimpang dari syari’at Islam, serta melindungi umat
daripengaruh media massa non-Islami yang anti Islam.

8 http://ml.scribd.com/doc/19245721/Konsep-Seorang-Guru-Menurut-Perspektif-Islam
2. Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid)
Dalam hal ini, setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh jurnalisme Islam.Pertama,
informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentangkarya-karya atau prestasi umat
Islam. Ketiga, dituntut mampu menggali,melakukan penelitian tentang kondisi umat Islam di
berbagai penjuru dunia.Dalam kaitannya sebagai pelurus informasi ini, jurnalistik Islam dituntut
harusmampu mengikis fobia Islam (Islamopobhia) yang merupakan priodukpropaganda pers barat
yang anti Islam.

3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid)


Pembaharu yang dimaksudkan adalah penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam (reformasi Islam). Jurnalistik Islami haruslah menjadi alat bagi para
pembaharu Islam yang menyerukan Islam. Memegang teguh Al-Quran dan As-Sunnah,
memurnikan pamahaman tentangIslam dan pengamalannya. Ikut serta sebagai alat memberikan
informasi dalam usaha membersihkan ibadah umat dari bid’ah, khurafat, tahayul dan isme-isme
asing yang non-Islam, dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.

4. Sebagai Pemersatu (Muwahid)


Dalam menjalankan fungsinya sebagai muwahid ini, dimaksudkan jurnalistikIslam dapat
menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. JurnalistikIslam harus mampu menerapkan
kode etik jurnalistik yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu) dan mampu
menyajikan dua sisipandang setiap informasi. Jurnalistik Islami harus mampu membuang jauh-
jauhsikap sekterian.9

5. Sebagai Pejuang (Mujahid)


Dalam fungsinya sebagai pejuang, maksudnya mencoba menampilkan tulisan-tulisan yang
berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorongpenegakkan nilai-nilai Islam,
menyemarakkan syi’ar Islam, mempromosikan syi’ar Islam, mempromosikan citra Islam yang
positif dan rahmatan lil ‘alaamin, serta menanamkan ruuhul jihad di kalangan umat.
Berkait dengan peranan guru dalam bidang akhlak maka peranan yang paling penting ialah
memahamkan pengertian akhlak yang sebenar menurut perspektif Islam. Akhlak dalam Islam
mempunyai pengertiannya yang tersendiri. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia. Rasulullah menerangkan “Ad Din” atau agama ialah akhlaq yang baik. Orang yang paling
hampir di sisiku pada hari kiamat ialah orang yang paling baik akhlaqnya." Banyak lagi hadist-
hadist dan ayat-ayat al-Qur'an yang menerangkan tentang akhlaq tidak dapat kita perturunkan di
sini.

D. Strategi Pengembangan Profesionalisme GPAI

Berbicara tentang perbaikan kinerja guru atau pengembangan profesionalisme khususnya


GPAI, tidak bisa dilepaskan dari tugas pokok (tupoksi) utama dan berbagai tanggung jawab guru
yang terkait lainnya. Tugas dan tanggung jawab guru meliputi banyak hal, yaitu guru dapat

9 http://ml.scribd.com/doc/19245721/Konsep-Seorang-Guru-Menurut-Perspektif-Islam
berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana
pembelajaran, supervisor, motivator, evaluator, inovator, serta tugas lainnya yang terkait dengan
statusnya sebagai guru pendidikan agama Islam.
Guru harus memiliki karakteristik profesional. Pertama, komitmen terhadap profesionalitas
yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja
(produk), dan sikap continous improvement (improvisasi berkelanjutan). Kedua, menguasai dan
mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsi ilmu dalam kehidupan, mampu menjelaskan
dimensi teoretis dan praktisnya. Dengan kata lain, mampu melakukan transformasi, internalisasi,
dan implementasi ilmu kepada peserta didik. Ketiga, mendidik dan menyiapkan peserta didik yang
memiliki kemampuan berkreasi, mengatur dan memelihara hasil kreasinya supaya tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan lingkungannya. Keempat, mampu
menjadikan dirinya sebagi model dan pusat anutan (centre of self- identification), teladan, dan
konsultan bagi peserta didiknya. Kelima, mampu bertanggung jawab dalam membangun
peradaban di masa depan (civilization of the future).10 Untuk memenuhi tuntutan kinerja guru yang
baik, maka pembinaan profesionalisme guru menjadi sebuah keniscayaan. Ketika hal ini dihindari
atau tidak dijalankan maka peningkatan mutu pendidikan yang diharapkan tidak akan pernah
terwujud.
Kedudukan dan posisi guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan sekaligus mewujudkan tujuannya. Untuk mencapai kreteria profesional,
guru harus menjalani profesionalisasi atau proses menuju derajat profesional yang sesungguhnya
secara terus menerus, termasuk kompetensi mengelola kelas. Berdasarkan UU Nomor 74 Tahuan
2008 dibedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang
sudah berkulifikasi S-1 atau D-IV.11
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan atau olah raga. Pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru (P3KG) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pembinaan dan
pengembangan karir meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan
pengembangan karir ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional para guru. Kegiatan
pembinaan dan pengembangan ini bisa dijalankan melalui prakarsa pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara pendidikan, asosiasi guru, juga bisa melalui inisiatif guru itu sendiri.
Berikut penjelasan tentang fokus P3KG dengan empat kompetensi utama yang harus dimiliki
oleh seorang guru:
Pertama, kompetensi pedagogik. Kompetensi ini terdiri atas lima subkompetensi yaitu:
memahami peserta didik secara mendalam; merancang pembelajaran, termasuk memahami
landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran; melaksanakan pembelajaran; merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran; dan mengembangkan peserta didik untuk

10 http://www.tarbiyah-iainantasari.ac.id/makalah_detail.cfm?judul=110
11 Sudarwan Danim dan Khairil, Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), hal: 6
mengaktualisasikan potensi dirinya. Lima subkompetensi ini memiliki sedikitnya empatbelas
indikator.
Kedua, kompetensi kepribadian. Kompetensi ini terdiri atas empat subkompetensi yaitu:
kepribadian yang mantap dan stabil; kepribadian yang arif; kepribadian yang berwibawa;
berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Empat subkompetensi ini memiliki sedikitnya enam
indikator.
Ketiga, kompetensi sosial. Kompetensi ini terdiri atas tiga subkompetensi yaitu: mampu
berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik; mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan; mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Tiga subkompetensi ini
memiliki sedikitnya lima indikator.
Keempat, kompetensi profesional. Kompetensi ini terdiri atas dua subkompetensi yaitu:
menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi; menguasai struktur dan metode
keilmuan. Dua subkompetensi ini memiliki sedikitnya enam indikator.
Empat kompetensi utama dan subkompetensinya mutlak dimiliki oleh guru karena guru
berkedudukan sebagai tenaga profesional. Dia memiliki tanggung jawab yang tidak ringan juga
kewajiban-kewajiban lainnya, yang harus dipegang dan dijalankan sesuai dengan aturan yang telah
ada.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap negara, pemerintah dan individu yang

ingin maju. Penyelenggaraan pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus tangung jawab kita

semua, kita senantiasa membutuhkan pendidikan yang berkualitas yang ditandai dengan kemapuan

untuk berkompetensi yang sarat dengan nilai moral dan agama dalam prespektif budaya lokal dan

global, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Kualitas pendidikan yang kita

miliki merupakan cerminan dari kometmen kita pada upaya pembenahan kualitas ilmu, moral dan

intelektual, serta kesiapan kitra untuk turut berpacu dalam mennyongsong masa depan yang lebih

baik.

Seiring dengan itu pendidik harus dibekali dengan sejumlah kompetensi dan profesionalitas

termasuk juga bagaimana menyiapkan dan mengelola pembelajaran, manajmen sampai kepada

model-model pembelajaran dan evaluasi secara komprensi

B. Saran

Guru adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembibingan dan pelatihan, serta

melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, oleh karena itu guru harus mampu dan

setia mengembangkan profesinya menjadi anggota organisasi profesional pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. et al. (2009). Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar.
Bandung: Alfabeta.

Surya, Muhammad. (2003). Percikan Perjuangan Guru (Cet. I; Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Darajat, Zakiah. (2001). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

E. Mulyasa. (2009). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan. Cet. VIII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kusnandar. (2009). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Serifikasi Guru. Ed. I. Jakarta: Rajawali Press.

Ahmad. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

http://www.majalahpendidikan.com/2011/05/artikel-pendidikan-ruang-lingkup-tujuan.html

Anda mungkin juga menyukai