Anda di halaman 1dari 30

Asuhan Keperawatan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Definisi BBLR

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

Berat badan lahir rendah (BBLR) Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan
memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram.
(Hidayat, 2005).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir
rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan
kematian.

Klasifikasi BBLR

Berdasarkan penyebabnya BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Prematuritas murni

Prematuritas murni merupakan bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan.

b. Bayi small for gestational age (SGA)

Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:

 simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada
awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
 Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase
akhir kehamilan
 Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri
serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)

Etiologi BBLR

Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya, yaitu

a. Komplikasi obstetrik

 Multipel gestation
 Incompetence
 Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
 Pregnancy induce hypertention ( PIH )
 Plasenta previa
 Ada riwayat kelahiran prematur

b. Komplikasi medis

 Diabetes maternal
 Hipertensi kronis

c. Faktor ibu

 Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia


gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut,
serta kelainan kardiovaskular.
 Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah
20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
 Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya
prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi
rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan
antenatal yang kurang.
 Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu
yang perokok. (Mitayani, 2009)

Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :

1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR


Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat
yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun)
memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini
akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih
dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress
psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin.

Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar
dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga
menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan
oleh umur ibu yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang
berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal,
berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan,
penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan
menimbulkan stress.

Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi
dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi
iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya
akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga dihubungkan
dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.

2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR

Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi
yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang
diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi,
pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit
bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu
menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa
pentingnya perawatan sebelum melahirkan.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui


program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil.
Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi,
guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu
dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan
Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak,
menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia
muda.

3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar
untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan
persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang
berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin.

4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR

Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir
(HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur
berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan
janin yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin
yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin
yang terganggu.

5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik
pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :

a. Terhadap Ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara
lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi misalnya TORCH.

b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan,
serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.

c. Terhadap Janin

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin.
Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih
kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen,
sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang
lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga
dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan
respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia
intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR).

Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa
kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak
hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan
gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.

6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR

Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal.
Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih
dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya
mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang
dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi
anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama
trimester III.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian
janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu
dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat
dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.

Resiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia
pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb
ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi.

7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR

Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik
misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan
sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan
pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan
kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan
psikologis.

8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR

Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih
dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak
tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan
yang rendah.

9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR

Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian
BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan
seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada
akhirnya akan menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan
bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan
memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari
seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status
kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.

10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR


Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu,
frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan
memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang
dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang tepat secepatnya.

11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR

Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil
yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian
Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari
ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan
energi sama.

Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering
melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini
disebabkan beberapa hal :

 Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.


 Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke
plasenta.
 Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi
ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera
makannya tidak berubah.
 Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
 Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan
fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi
pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan
dengan jumlah alkohol yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu
hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman
beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko
terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi
alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila
ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat
berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila
mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran
sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.

12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR


Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan
lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu
ke-20 mulai terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan.
Menurut Kloosterman (1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan
40 minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.

13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR

Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai


kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.

Patofisiologi BBLR

Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti
zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari.

Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan
lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya
kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit
simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak ,
dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang
terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga
rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan
peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan
juga akan mengganggu makanan secara oral.

Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan


dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan
insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)

Fathway BBLR
Fathway BBLR

Manifestasi Klinik BBLR

Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:

1. Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan? 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm,
lingkar kepala< 33 Cm.
2. Masa gestasi< 37 minggu.
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala
relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub
kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia
immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki
fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur
dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum
sempurna.

Manifestasi klinis yang lain yaitu :

1. Berat badan kurang dari 2.500 gram


2. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3. Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
4. Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5. Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6. Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7. Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8. Nafas belum teratur
9. Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:

1. Suhu Tubuh

 Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna


 Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
 Otot bayi masih lemah
 Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
 Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat
badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan
panas badan dan dapat dipertahankan.

2. Pernapasan

 Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna


 Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
 Otot pernapasan dan tulang iga lemah
 Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru
dan gagal pernapasan.

3. Alat pencernaan makanan

 Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah /


kurang baik
 Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga
pengosongan lambung berkurang
 Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi
pneumonia

4. Hepar yang belum matang (immatur)


Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus

5. Ginjal masih belum matang

Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna
sehingga mudah terjadi oedema

6. Perdarahan dalam otak

 Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah


 Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya
perdarahan dalam otak
 Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
 Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan
dan nekrosis.

Perawatan BBLR

Dengan memperhatikan gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan
pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan
pernapasan.

1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR

Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan
yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif
lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah
kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu
diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat
konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi
dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari
2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34
0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50 – 60 persen.

Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan
pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan
berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam
tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol
hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur
bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.

Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah


dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator.
Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini
telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor
(Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh
alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada
derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi
dengan berat lahir yang sangat rendah.

Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan
pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit,
pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal
sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.

2. Pernapasan

Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas
akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR
tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga
dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu
dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta.

Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan
menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi
endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake
dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi
asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.

3. Pencegahan Infeksi

Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya
mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan
oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar
imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil,
efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.

Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat
ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering
merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek,
gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah,
diare, berat badan mendadak turun.

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari
infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan
antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio
perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu
lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.

4. Pengaturan Intake

Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal
pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.

ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga
dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak
ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula
yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk
mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam
incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus
diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat
diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat
dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya,
makanan diberikam melalui NGT

Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi
BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat
Badan lebih rendah.

5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan
bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu .
Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering
dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah
coklat.

6. Perawatan kulit

Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena
sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat
merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol,
povidone iodine) harus dipergunakan secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas
dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan
luka bakar kimia pada bayi.

Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan
sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih
longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan
tumit atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau
menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis
dan tertarik bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk
mengelupas balutan atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena
bis memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar.
Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena
cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.

Komplikasi

menurut Mitayani, 2009, ada beberapa komplikasi yang dapat muncul bila tidak
mendapat penanganan yang tepat dengan cepat :

1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)


2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/
cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak
tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif
yang tinggi untuk yang berikutnya
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan
karena gangguan pertumbuhan hati.

Prognosa

Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin
muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya),
komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan,
perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).

Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin
tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan ,
perdarahan intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi,
gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada
saat kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,
nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia
hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).

Pengamatan Lebih Lanjut

Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu
diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan
pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit
penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR

Pengkajian

I. Biodata

A. Identitas Klien

1. Nama/Nama panggilan : ……………………………………


2. Tempat tgl lahir/usia : ……………………………………
3. Jenis kelamin : ……………………………………
4. Agama : ……………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………
6. Alamat : ……………………………………
7. Tgl masuk : ................................. (jam ............)
8. Tgl pengkajian : ……………………………………
9. Diagnosa medik : ……………………………………
10. Rencana terapi : ……………………………………

B. Identitas Orang tua

1. Ayah

 Nama : ……………………………………
 Usia : ……………………………………
 Pendidikan : ……………………………………
 Pekerjaan/sumber penghasilan : ………………………
 Agama : ……………………………………
 Alamat : ……………………………………

2. Ibu

 Nama : ……………………………………
 Usia : ……………………………………
 Pendidikan : ……………………………………
 Pekerjaan/Sumber penghasilan: ………………………
 Agama : ……………………………………
 Alamat : ……………………………………

2. Riwayat kesehatan masa sekarang

Bayi dengan berat badan < 2.500 gram

3. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan


kardiovaskular

 Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis


 Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya
 Apakah ibu seorang perokok
 Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat
4. Apgar skore

System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi.
Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia
ringan hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi
dalam keadaan stabil.

Tanda 0 1 2
Frekwensi jantung Tidak ada < 100 > 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan katif


sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Warna kulit Seluruh tubuh biru Tubuh kemeraha, Seluruh tubuh


atau pucat ekstremitas biru kemerahan

5. Pemeriksaan cairan amnion

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion
tentang jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami
polihidramnion atau disebut hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka
bayi mengalami oligohidramnion

6. Pemeriksaan plasenta

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya


pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam
menentukan kembar identik atau tidak.

7. Pemeriksaan tali pusat

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat
seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.

8. Pengkajian fisik

a. Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum
adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.

b. Sirkulasi

Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 – 160 detik per
menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious
(PDA)

c. Pernapasan

Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik
(40 – 60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal,
juga derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi,
menandakan sindrom distres pernapasan (RDS)

d. Neurosensori

Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan


pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung
cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat
tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak,
Pelebaran tampilan mata.

e. Makanan/cairan

 Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala


 Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan
 Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha
 Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia

f. Genitounaria

Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta


badan), warna, pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring
kecukupan hidrasi) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam
mengkaji hidrasi).

g. Keamanan

 Suhu berfluktuasi dengan mudah


 Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan
 Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat
dengan warna kehijauan
 Menangis mungkin lemah

h. Seksualitas

Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.

i. Suhu tubuh

 Tentukan suhu kulit dan aksila.


 Tentukan dengan suhu lingkungan.

j. Pengkajian kulit

 Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi,


lepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau,
infuse atau alat lain bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat
setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).
 Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
 Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
 Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan
periksa adanya tanda infiltrasi.
 jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus,
sentral, vena perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid,
nutrisi parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter
atau jarum; dan tempat insersinya.

9. Pengkajian psikologis

Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua
klien berharap bayinya cepat sembuh.

10. Pemeriksaan refleks

 Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna


 Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
 Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun
belum sempurna
 Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke
permukaan
 Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
 Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan
pada punggungnya
 Morro’s: dijumpai namun belum sempurna
 Neck righting : belum ditemukan
 Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum
sempurna
 Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan
sedikit goresan
 Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum
sempurna
 Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
 Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang
berusia > 2 bulan

11. Pemeriksaan diagnostik

 Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan


anemia atau kehilangan darah
 Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
 AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada
 Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
 Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
 Urinalis : mengkaji homeostasis
 Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
 EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan BBLR

Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:

1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat
regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan
lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan
metabolik buruk)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks
lemah.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak
efektif
5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat
ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal
imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi
sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang
berhubungan dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan
kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang
tua.
9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,
kelembaban kulit.
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai
dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya,
dan berharap agar bayinya cepat sembuh.

Intervensi Keperawatan BBLR

Diagnosa. 1.

Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif

Kriteria hasil:

 Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik


 Membran mukosa merah muda

Intervensi Rasional
Mandiri: Ø Membantu dalam membedakan periode
Ø Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perputaran pernapasan normal dari
perhatikan adanya apnea dan perubahan serangan apnetik sejati, terutama sering
frekwensi jantung terjadi pad gestasi minggu ke-30
Ø Isap jalan napas sesuai kebutuhan Ø Menghilangkan mukus yang neyumbat
Ø Posisikanm bayi pada abdomen atau jalan napas
posisi telentang dengan gulungan popok Ø Posisi ini memudahkan pernapasan dan
dibawah bahu untuk menghasilkan menurunkan episode apnea, khususnya bila
hiperekstensi ditemukan adanya hipoksia, asidosis
Ø Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat- metabolik atau hiperkapnea
obatan yang akan memperberat depresi Ø Magnesium sulfat dan narkotik
pernapasan pada bayi menekan pusat pernapasan dan aktifitas
Kolaborasi : SSP
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium Ø Hipoksia, asidosis netabolik,
sesuai indikasi hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia
Ø Berikan oksigen sesuai indikasi dan sepsis memperberat serangan apnetik
Ø Berikan obat-obatan yang sesuai Ø Perbaikan kadar oksigen dan
indikasi karbondioksida dapat meningkatkan funsi
pernapasan

Diagnosa. 2

Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).

Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan

Kriteria hasil :

 Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Hipotermia membuat bayi cenderung
Ø Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal merasa stres karena dingin, penggunaan
pada awalnya, selanjutnya periksa suhu simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
aksila atau gunakan alat termostat dengan bila ada dan penurunan sensivitas untuk
dasar terbuka dan penyebar hangat. meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
Ø tempatkan bayi pada inkubator atau kadar O2.
dalam keadaan hangat Ø Mempertahankan lingkungan
Ø pantau sistem pengatur suhu , penyebar termonetral, membantu mencegah stres
hangat (pertahankan batas atas pada karena dingin
98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia Ø Hipertermi dengan peningkatan laju
bayi) metabolisme kebutuhan oksigen dan
Ø kaji haluaran dan berat jenis urine glukosa serta kehilangan air dapat terjadi
Ø pantau penambahan berat badan bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
berturut-turut. Bila penambahan berat Ø Penurunan keluaran dan peningkatan
badan tidak adekuat, tingkatkan suhu berat jenis urine dihubungkan dengan
lingkungan sesuai indikasi. penurunan perfusi ginjal selama periode
Ø Perhatikan perkembangan takikardia, stres karena rasa dingin
warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea Ø Ketidakadekuatan penambahan berat
atau aktifitas kejang. badan meskipun masukan kalori adekuat
dapat menandakan bahwa kalori digunakan
untuk mempertahankan suhu lingkungan
tubuh, sehingga memerlukan peningkatan
suhu lingkungan.
Ø Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Ø Stres dingin meningkatkan kebutuhan
terhadap glukosa dan oksigen serta dapat
mengakibatkan masalah asam basa bila
Kolaborasi : bayi mengalami metabolisme anaerobik
Ø pantau pemeriksaan laboratorium sesuai bila kadar oksigen yang cukup tidak
indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit tersedia. Peningkjatan kadar bilirubin
dan kadar bilirubin) indirek dapat terjadi karena pelepasan
Ø berikan obat-obat sesuai dengan indikasi asam lemak dari meta bolisme lemak
· fenobarbital coklat dengan asam lemak bersaing dengan
bilirubin pada pada bagian ikatan di
albumin.
Ø Membantu mencegah kejang berkenaan
dengan perubahan fungsi SSP yang
disebabkan hipertermi
Ø Memperbaiki asidosis yang dapat
terjadi pada hiportemia dan hipertermia

Diagnosa. 3

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan


simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.

Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan

Kriteria hasil :

 Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat


 Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva
normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Menentukan metode pemberian makan
Ø Kaji maturitas refleks berkenaan dengan yang tepat untuk bayi
pemberian makan (misalnya : mengisap, Ø Pemberian makan pertama bayi stabil
menelan, dan batuk) memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12
Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji jam setelah kelahiran. Bila distres
status fisik dan statuys pernapasan pernapasan ada cairan parenteral di
Ø Kaji berat badan dengan menimbang indikasikan dan cairan peroral harus
berat badan setiap hari, kemudian ditunda
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan Ø Mengidentifikasikan adanya resiko
bayi derajat dan resiko terhadap pola
Ø Pantau masuka dan dan pengeluaran. pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan
Hitung konsumsi kalori dan elektrolit cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
setiap hari 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel,
mengalami penurunan berat badan dealam
turgor kulit, berat jenis urine, kondisi uterus atau mengalami penurunan
membran mukosa, fruktuasi berat badan. simpanan lemak/glikogen.
Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea Ø Memberikan informasi tentang masukan
dan pernapasan tidak teratur, apnea, aktual dalam hubungannya dengan
letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. perkiraan kebutuhan untuk digunakan
Pemberian makan buruk, gugup, menangis, dalam penyesuaian diet.
nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan Ø Peningkatan kebutuhan metabolik dari
aktifitas kejang. bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan
cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat
Kolaborasi : mengakibatkan diuresi pada bayi.
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai Pemberian cairan intravena mungkin
indikasi diperlukan untuk memenuhi peningkatan
· Glukas serum kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati
· Nitrogen urea darah, kreatin, ditangani untuk menghindari kelebihan
osmolalitas serum/urine, elektrolit urine cairan
Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai Ø Karena glukosa adalah sumber utama
indikasi misalnya kalsium glukonat 10% dari bahan bakar untuk otak, kekurangan
dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna
meningkatkan mobilitas mortalitas serta
efek berat yang lama bergantung pada
durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3
jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen
dengan cepat berkurang dan
glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan
lemak.
Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.
Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi
SGA/LGA dapat memerlukan suplemen
untuk mempertashankan homeostasis.
Diagnosa. 4

Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif

Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi

Kriteri hasil :

 Suhu 36C
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Leukosit 5.000 – 10.000

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Untuk mengetahui lebih dini adanya
Ø Kaji adanya tanda – tanda infeksi tanda-tanda terjadinya infeksi
Ø Lakukan isolasi bayi lain yang Ø Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi meminimalkan terjadinya infeksi yang
Ø Sebelum dan setelah menangani bayi, lebih luas
lakukan pencucian tangan Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø Yakinkan semua peralatan yang kontak Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan bayi bersih dan steril Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
Ø Cegah personal yang mengalami infeksi berlanjut pada bayi
menular untuk tidak kontak langsung
dengan bayi.

Diagnosa. 5

Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/
kegagalan mengonsentrasikan urine.

Tujuan : cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

 bebas dari tanda dehidrasi.


 Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
Ø Bandingkan masukan dan pengeluaran sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
urine setiap shift dan keseimbangan 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama,
kumulatif setiap periodik 24 jam meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari
Ø Pantau berat jenis urine setiap selesai pada hari ketiga postpartum. Pengambilan
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan darah untuk tes menyebabkan penurunan
menginspirasi urine dari popok bayi bila kadar Hb/Ht.
bayi tidak tahan dengan kantong Ø Meskipun imaturitas ginjal dan
penampung urine. ketidaknyamanan untuk
Ø Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, mengonsentrasikan urine biasanya
dan keadaan fontanel anterior. mengakibatkan berat jenis yang rendah
Ø Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan pada bayi preterm ( rentang normal1,006-
arterial rata-rata (TAR) 1,013). Kadar yang rendah menandakan
Kolaborasi : volume cairan berlebihan dan kadar lebih
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai besar dari 1,013 menandakan
dengan indikasi Ht ketidakmampuan masukan cairan dan
Ø Berikan infus parenteral dalam jumlah dehidrasi.
lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada Ø Kehialangan atau perpindahan cairan
PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), yang minimal dapat dengan cepat
atau entero coltis nekrotisan (NEC) menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor
Ø Berikan tranfusi darah. kulit yang buruk, membran mukosa kering,
dan fontanel cekung.
Ø Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan TAR < 25
mmHg menandakan hipotensi.
Ø Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas
normal 45-53% kalium serum
Ø Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang nasogastrik
diare atau muntah.
Ø Penggantian cairan darah menambah
volume darah, membantu mengenbalikan
vasokonstriksi akibat dengan hipoksia,
asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui
PDA dan telah membantu dalam
penurunan komplikasi enterokolitis
nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
Ø Mungkin perlu untuk mempertahankan
kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan
kehilangan darah.

Diagnosa. 6

Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi
sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan
dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan
aliran darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak
memperlihatkan adanya perdarahan intaventrikular.

Kriteria hasil:

 Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau


perdarahan intraventrikel.

Intervensi Rasional
Ø Kurangi rangsangan lingkungan Ø Respons stres, terutama peningkatan
Ø Organisasikan asuhan selama jamsibuk tekanan darah, dapat miningkatkan resiko
normal sebanyak mungkin peningkatan TIK
Ø Tutup dan buka kelambu dan lampu Ø Untuk meminimalkan gangguan tidur
tidur dan kebisingan intermiten yang sering
Ø Tutup inkubator dengan kain dan Ø Untuk memungkinkan jadwal siang dan
pasang tanda “jangan diganggu” malam
Ø Kaji dan tangani nyeri menggunakan Ø Untuk mengurangi cahaya dan tidak
metode farmakologis dan non- membangunkan periode istirahat bayi
farmakologis Ø Nyeri meningkatkan tekanan darah
Ø Kenali tanda stres fisik dan stimulasi Ø Untuk segera memberi intervensi yang
berlebih memadai
Ø Hindari obat dan larutan hipertonis Ø Akan meningkatkan tekanan darah otak
Ø Pertahankan oksigenasi yang adekuat Ø Hipoksia akan meningkatkan aliran
Ø Hindari memutar kepala ke samping darah otak tekanan intrakranial
tiba-tiba Ø Akan mengurangi aliran arteri karotis
dan oksigenasi ke otak

Diagnosa 7

Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.

Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan

Kriteria hasil :

 Pasien tidak merintih/menangis kesakitan


 Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal

Intervensi Rasional
Ø Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri Ø Beberapa upaya (misalnya menggosok)
non farmakologis dapat meningkatkan distres bayi prematur
Ø Dorong orang tua untuk memberikan Ø Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
upaya kenyamanan bila mungkin lebih efektif diberikan langsung oleh orang
Ø Tunjukkan sikap sensitif dan kasih tua kepada bayinya
sayang pada bayi Ø Seorang bayi sangat membutuhkan
kasih sayang, khususnya dari orang tua

Diagnosa. 8

Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan


kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.

Intervensi Rasional
Ø Berikan nutrisi yang maksimal Ø Untuk menjamin penambahan berat
Ø Berikan periode istrahat yang teratur badan dan pertunbuhan otak yang tetap
tanpa gangguan Ø Untuk mengurangi panggunaan O2 dan
Ø Kenali tanda stimulus yang berlebihan kalori yang tidak perlu
(terkejut, menguap, aversi aktif, menangis) Ø Untuk membiarkan istirahat bayi
Ø Tingkatkan interaksi orang tua-bayi denagn tenang
Ø Sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal

Diagnosa. 9
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban
kulit.

Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit

Kriteria hasil:

 Kulit tetap bersih dan utuh


 Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi

Intervensi Rasional
Ø Observasi tekstur dan warna kulit. Ø Untuk mengetahui adanya kelainan pada
Ø Jaga kebersihan kulit bayi. kulit secara dini
Ø Ganti pakaian setiap basah. Ø Meminimalkan kontak kulit bayi dengan
Ø Jaga kebersihan tempat tidur. zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Ø Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. Ø Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
Ø Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi

Diagnoas. 10
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap
agar bayinya cepat sembuh.

Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya

Kriteria hasil:

 Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan

Intervensi Rasional
Ø Kaji tingkat pemahaman klien berikan Ø Belajar tergantung pada emosi dan
instruksi /informasi pada klien maupun kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis individu
atau lisan. Ø Menurunkan ansietas dan dapat
Ø Jelaskan proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan partisipasi pada
Dorong orang terdekat menanyakan rencana pengobatan.
pertanyaan Ø Meningkatkan kerjasama dalam program
Ø Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, pengobatan dan mencegah penghentian
tujuan pengobatan dan alasan tentang obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
pemberian obat kepeda keluarga Ø Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
Ø Kaji potensial efek samping pengobatan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program

Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan,


mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan


perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil


keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

Evaluasi

Merupakan penilaian dari hasil intervensi yang kemudian diimplementasikan kepada


pasien dengan pedoman kriteria hasil yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
 Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.
 Doenges, E. Marilynn. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
 Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta :
EGC.
 Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
 Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai