Anda di halaman 1dari 5

A.

LATAR B ELAKANG
Pembangunan ekonomi Indonesia di bidang pangan dan gizi difokuskan pada
peningkatan ketahanan pangan masyarakat serta peningkatan pendapatan produsen
dan konsumen. Pembangunan pangan dan gizi secara menyeluruh mencakup
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan konsumsi masyarakat. Syarat utama
dalam mencapai ketahanan pangan diperlukan kemandirian penyediaan pangan pada
skala nasional, domestik, rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan yaitu situasi
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masing-masing individu sehingga dapat
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari dan dapat hidup sehatdengan gizi
seimbang. Hal ini dapat tercapai melalui ketepatan dan ketersediaan kuantitas dan
kualitas pangan dengan harga yang terjangkau, efektifitas sistem distribusi bahan
pangan ke seluruh wilayah, dan keamanan bahan pangan (Saliem dkk., 2002).
Salah satu agenda utama dalam mewujudkan ketahanan pangan yaitu pencapaian
diversifikasi pangan melalui perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat. Pola
konsumsi pangan mencakup informasi detail mengenai konsumsi bahan pangan
individu setiap hari yaitu jenis, jumlah dan frekuensi bahan pangan (Santoso, 2004).
Keanekaragaman pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan,
pengeluaran pangan, preferensi, dan pengetahuan gizi. Faktor eksternal meliputi
agroekologi, produksi, ketersediaan, distribusi, dan promosi. Menurut Sediaoetama
(1999), indikator pola konsumsi pangan terlihat dari kualitas dan kuantitas konsumsi
bahan pangan. Kualitas makanan memperlihatkan komposisi dan perbandingan zat
gizi yang terkandung pada bahan pangan. Kuantitas menunjukkan jumlah konsumsi
zat gizi bagi kebutuhan tubuh individu.
B. PENGERTIAN POLA KONSUMSI NASIONAL, REGIONAL, DAN
INDIVIDU
Pola Konsumsi Pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum
dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.
Arti Nasional adalah sifat dan sebagainya yang ada pada bangsa. Nasional juga
berarti kebangsaan.(KBBI). Jadi pola konsumsi nasional adalah semua yang
mencakup kebutuhan pangan dalanm suatu bangsa atau Negara.
Pola konsumsi regional yakni susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah
bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan

1
penduduk dalam jangka waktu tertentu dalam sebuah daerah region atau daerah
utama dalam sebuah provinsi. Salah satu pola konsumsi tingat regional yang di
amati yakni daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.
Pengertian pola konsumsi individu sebenarnya sama saja dengan pola konsumsi
nasional dan regional tetapi hal yang membedakan adalah pihak yang mengonsumsi
lebih mengarak ke idividu atau perorangan atau perkepala.
C. POLA KONSUMSI NASIONAL
Pola konsumsi nasional Indonesia sudah mengalami perubahan yang semakin
signifikan yang ditandai dengan berbagai perubahan. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat konsumsi rumah tangga masih menjadi tulang punggung pertumbuhan
ekonomi Indonesia dengan bertumbuh 5,08% pada triwulan IV 2018.
Menariknya terjadi perubahan pola konsumsi di masyarakat seiring dengan
perkembangan gaya hidup. Konsumen lebih sering membeli makanan jadi secara
online ketimbang masak sendiri. Hal itu membawa implikasi pada melambatnya
pertumbuhan konsumsinmakan dan minuman. Sementara di sisi lain, pertumbuhan di
sector transportasi dan komunikasi tumbuh lebih tinggi.
Makan dan minuman selain restoran sekarang tumbuh melambat jadi 4,81%.
Disisi lain, transportasi komunikasi dan restoran tumbuh cepat. Ada swiching dari
behavior konsummen rumah tangga ketika makan menjadi mudah diperoleh lewat
jasa online yang pengaruhi ini, “kata kepala BPS Suhariyano di Jakarta, Rabu (6/2).
D. POLA KONSUMSI REGIONAL
Pola konsumsi regional yakni susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah
bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan
penduduk dalam jangka waktu tertentu dalam sebuah daerah region atau daerah
utama dalam sebuah provinsi. Salah satu pola konsumsi tingat regional yang di
amati yaknni daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.
Pola konsumsi di wilayah Kalimantan yakni daerah Pontianak Temuan
penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kota Pontianak masih mengutamakan
jenis pangan dari kelompok padi-padian sebagai sumber karbohidrat utama,
terutama beras, mie dan roti. Konsumsi mie dan roti pada sebagian besar responden
dikarenakan kepraktisan dalam konsumsi dan harga yang terjangkau. Nilai AKE dari
kelompok umbiumbian masih sangat kecil jika dibandingkan dengan %AKE ideal,
hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Pontianak kurang mengkonsumsi jenis
pangan umbi-umbian. Pangan umbiumbian perlu mendapatkan perhatian khusus

2
karena berpotensi sebagai pangan alternatif non beras, sehingga masyarakat Kota
Pontianak perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan umbi-
umbian. Salah satu cara misalnya dengan melakukan sosialisasi diversifikasi pangan
non beras serta mendorong perkembangan sektor UMKM untuk pengembangan
produk pangan lokal (Imelda, dkk. 2017; Herawati, dkk. 2011). Nilai AKE konsumsi
masyarakat kota Pontianak untuk kelompok pangan hewani, minyak dan lemak serta
bahan minuman sudah mencapai nilai %AKE ideal. Artinya bahwa konsumsi
kelompok pangan tersebut sudah beragam baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Artinya bahwa pola konsumsi pangan masyarakat Kota Pontianak belum
beranekaragam baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, sehingga diperlukan
pengembangan diversifikasi pangan untuk pencapaian standar tingkat kecukupan
gizi. Penelitian yang sama di Provinsi Riau menyatakan bahwa kualitas konsumsi
pangan masyarakat Riau belum baik, karena masih mengutamakan konsumsi
kelompok padi-padian, minyak, lemak dan gula (Gevisioner dkk, 2015).
Pola konsumsi di regional Sulawesi yaitu Sulawesi barat masyarakat di sana lebih
mementingkan kebutuhan skunder dari pada perimer dimana telah terjadi pergeseran
pola konsumsi. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang
dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi
pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan
ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena
elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah. Sebaliknya
elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi.
Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi
makanannya sudah (Indikator Kesejahteraan Rakyat Sulawesi Barat 2017).
E. POLA KONSUMSI INDIVIDU
Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi
tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan
ketergantungan sumber energi yang tinggi, tetapi juga ketergantungan sumber
protein yang tinggi pada komoditas ini. Mengacu pada patokan yang telah
ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VI (1998) bahwa
kecukupan protein sebesar 48 gram/kapita/hari. Pada tahun 2004, konsumsi protein
sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu mencapai 105,1 persen, namun sebagian
besar protein yang dikonsumsi masyarakat masih berasal dari pangan nabati
sebanyak 77 persen (Ariani, 2015). Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

3
masyarakat Indonesia telah memenuhi kebutuhan protein yang bersumber dari
pangan nabati.
Makanan sehari-hari akan sangat menentukan kualitas kesehatan seseorang. Oleh
karena itu, sudah seharusnya setiap individu memperhatikan makanan yang dimakan
setiap hari. Kebutuhan makan juga bukan hanya untuk menumbuhkan badan secara
fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang.
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran diduga memiliki
perilaku konsumsi yang baik dalam mengonsumsi makanan terutama daging ayam
broiler atau mereka akan memperhatikan faktor penting dalam mengonsumsi daging
ayam. Hal tersebut didasari karena, mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran mempelajari mengenai hewan ternak yang pada hasil akhirnya menjadi
sumber protein bagi tubuh, juga dengan mempelajari mutu gizi dari hasil ternak.
Maka, pada dasarnya mahasiswa Fakultas Peternakan mengetahui dan sadar akan
pentingnya sumber pangan hewani bagi kecukupan gizi. Namun terkait dengan hal
itu, sebagai mahasiswa yang belum bekerja dan belum memiliki penghasilan, adanya
keterbatasan finansial untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap harinya masih menjadi
masalah yang mendasar antara sadar gizi dan mampu gizi bagi mahasiswa.
F. KESIMPULAN DAN SARAN
Pola Konsumsi Pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum
dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi ini
terbagi atas beberapa tingkatan dengan berdasrkan wilayah atau tempat ataupun zona
wilayah seperti tingkat nasional, regional dan individu seperti yang telah di jelaskan
pada sub-sub pembahasan.

4
DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, N. A., Istiqomah, & Suprapto. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
indeks pembangunan manusia di Indonesia periode 2008–2012. Ekuitas: Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, 18(4), 452–469. DOI:
http://dx.doi.org/10.24034/j25485024.y2014.v18.i4.2162.

Ginting S., C. K., Lubis, I., & Mahalli, K. (2008). Pembangunan manusia di Indonesia
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wahana Hijau: Jurnal Perencanaan &
Pengembangan Wilayah, 4(1), 17–24.

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2010). Dasar-dasar ekonometrika, Buku 1. [Edisi 5].
Jakarta: Salemba Empat.

Kemenkes. (2017). Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lainlain/Data%20dan%Tang
gal akses 9 Oktober 2017.

Ilham, N., & Sinaga, B. M. (2007). Penggunaan pangsa pengeluaran pangan sebagai
indikator komposit ketahanan pangan. SOCA(Socio-
EconomicofAgriculturreandAgribusiness), 7(3).

Imelda, Kusrini N, Hidayat R. 2017. Development Strategy of Local Food


Diversification. Journal of Economcs and Policy. 10(1): 62-79.

Manesa J, Yayuk F, Ikeu T. 2008. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Desa Penghasil
Damar Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(3):172-179.

Rahardja, Pratama dan Manurung, M. 2005. Teori Ekonomi Makro. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.

Rose D. 1999. Economic Determinants and Dietary Consequences of Food Insecurity in


The United States. Community and International Nutrition American Society for
Nutritional Sceineces.

Win Rizal.2017. Indikator Kesejahteraan Rakyat Sulawesi Barat. Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Barat.

Anda mungkin juga menyukai