Anda di halaman 1dari 7

TUBERCULOSIS (TB)

1. Definisi

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis (kadang-


kadang M.Bovis) dimana bakteri ini dapat berkembang secara maksimal pada suhu sekitar 37°C,
yang sesuai dengan suhu tubuh (W.Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S. : 2009)

Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang merupakan bakteri


aerob dengan ukuran 1–4 μm dan tebal 0,3–0,6 μm. Dinding bakteri terdiri atas asam lemak
atau lipid, peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang menyebabkan bakteri lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol), sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA) dan
lebih tahan terhadap gangguan zat kimia dan fisis (PDPI : 2010)

2. Epidemiologi
WHO menyebutkan 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dimana
ditemukan hamper 4 juta penderita TB menular ditambah dengan jumlah TB tidak
menular dengan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya.
Di Indonesia berdasarkan survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
penyakit pada system pernafasan merupakan penyebab kematian ke dua setelah system
sirkulasi, sedangkan menurut SKRT 2001 menunjukan TB merupakan penyebab
kematian pertama golongan penyakit infeksi.
Kasusu di Aceh pada tahun 2015 basil tahan asam ditemukan 4.023 kasus dengan
kasus terbanyak terdapat di Lhoksmawe yaitu sebanyak 420 kasus diikuti Kabupaten
Pidie sebanyak 406 kasus.( Kementerian Kesehatan RI : 2016)
3. Faktor Resiko
Pasien TB paru di Indonesia menderita TB paru pada usia produktif ekonomis
yaitu 15-49 tahunadalah skitar 75%. (World Health Organisation : 2010)
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru dapat
berupa faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor bakteri. Faktor Individu dapat
berupa berbagai hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh individu tersebut, misalnya
HIV/AIDS, malnutrisi, Diabetes Mellitus (DM), dan penggunaan immunosupresan.
Faktor bakteri dapat berupa konsentrasi bakteri dan lama kontak dengan bakteri. Faktor
lingkungan dapat berupa ventilasi, kepadatan, serta pencahayaan dalam ruangan.
(Rinanda T, Arliny Y. Analisa: 2013)

4. Patogenesis
Tuberkulosis Primer
TB ditularkan melalui droplet dari pasien TB aktif. Mulanya bakteri yang terhirup akan
masuk melalui saluran napas. Bakteri yang masuk sebagian akan terbuang oleh silia dari epiltel
saluran napas namun sebagian lagi akan masuk ke alveolus. (PDPI : 2011)
M. Tuberculosis yang masuk ke alveolus langsung di fagosit oleh makrofag. Setelah
terjadi fagositosis dan terbentuk fagosom, dinding bakteri akan menghasilkan LAM (glikolipid
lipoarabinomannan) yang menghambat ion Ca2+ intrasel, sehingga dapat menghambat fungsi dari
fagosom dan bakteri dapat bertahan didalam fagosom tersebut. Bakteri yang dapat
menghentikan maturasi dari fagosom akan memulai replikasi sehingga makrofag menjadi
ruptur.( A Saleem , Azher M. The next Pandemic : 2011)
Jumlah bakteri yang terlalu banyak akan menyebabkan fungsi fagositosis makrofag
menurun, sehingga bakteri dapat bereplikasi dan menyebabkan infeksi lokal. Pada saat sistem
pertahanan tubuh mulai bekerja, akan terjadi pembentukan fokus parenkim terkalsifikasi yang
disebut lesi Ghon. Kalsifikasi ini akan menyebabkan limfangitis lokal dan juga diikuti
limfadenitis regional. Gabungan dari limfangitis lokal ditambah dengan limfadenitis regional
akan membentuk kompleks primer.(PDPI : 2011)
Proses tersebut membutuhkan waktu ±3-8 minggu yang selanjutnya akan menjadi
sembuh total, sembuh dengan menginggalkan bekas atau berkomplikasi serta menyebar secara
perkontinuitas dan bronkogen.(PDPI :2011)
Tuberkulosis post primer
Bakteri yang dormant dapat kembali aktif setelah beberapa tahun lamanya sehingga
menjadi TB Post Primer. Terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan M. Tuberculosis
kembali aktif diantaranya imunitas menurun, malnutrisi, HIV, penyakit maligna dan Diabetes
Mellitus. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura (PDPI : 2011)

5. Gejala Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (Respiratori) dan
gejala sistemik.
Respiratorik : batuk > 3 minggu, berdahak, batuk berdarah, nyeri dada dan sesak nafas.
Sistemik : demam,keringat malam, Malaise,nafsu makan menurun, dan berat badan menurun.(
Slamet Hariadi ,dkk.2013)

6. Diagnosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
bakteriologis dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai dengan
gejala pernapasan berupa nyeri dada, sesak napas, hemoptisis dan gejala sistemik berupa demam,
tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam, dan mudah lelah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak khas, tergantung pada lokasi kelainan dan luasnya kelainan
stuktur paru.Biasanya dapat ditemukan penarikan stuktur sekitar, suara nafas
bronkial,amforik,ronki basah, dan terdapat efusi pleuradidapatkan gerakan nafas tertinggal ,
keredupan suara nafas sampai tidak terdengar.(WHO : 2011)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah dijumpai limfositosis/monositosis, LED yang meningkat, dan
HB turun. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan bakteri MTB melalui kultur spesimen
sputum atau dahak sewaktu-pagi-sewaktu.(kesehatan rumah tangga : 2011)
Diagnosis TB paru ditegakan dengan menemukan basil tahan asam pada pemeriksaan
hapusan sputum secera mikroskopik. Hasil dikatakan positif bila sedikitnya terdapat dua dari tiga
specimen dahak positive.

Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen , Interpretasi pembacaan berdasarkan skala IUATLD

1. Jika tidak ditemukan BTA/100 LP : Hasil Negative


2. Jika ditemukan 2 – 9 BTA / 100 LP : ditulis kan saja
3. Jika ditemukan 10 – 99 BTA/ 100 LP : +
4. Jika ditemukan 1-9 BTA/ LP : ++
5. Jika ditemukan 10 – 99 BTA/ LP : +++ (Slamet Hariadi ,dkk.2013)
7. Tatalaksana
Pasien penderita TB harus diobati dengan pengobatan yang adekuat.Waktu pengobatan
TB memakan waktu minimal 6 bulan. Negara memiliki pedoman pemberantasan TB
(National Tuberculosis Programme). Prinsip penanganan TB adalah dengan multidrug
regimen hal ini bertujuan untu mencegah resistensi basil terhadap obat TB.Berikut
beberapa jenis obat TB dan dosis intermiten. (Darmanto Djojodibrto,Sp.P,FCCP.2009)

Dosis

OAT Harian 3 x / minggu


Kisaran Maksimum Kisaran dosis Maksimum
dosis ( mg ) (mg/kg BB) /hari
(mg/kg (mg)
BB)
Isoniazid 5 300 10 ( 8 – 12 ) 900
Rifampisin 10 600 10 ( 8 – 12 ) 600
Pirazzinamide 25 - 35 ( 30 – 40 ) -
Etambutol 15 - 30 ( 25 – 35 ) -
Streptomisin 15 - 15 ( 12 – 18 ) 1000

Beberapa prinsip dalam pengobatan TB:


1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberpa jenis obat, dan dosis dan jumlah yang tepat
sesuai dengan katagori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat maka diperlukan pengawasan lan]gsung DOT
(Dircetly Observed Treatment) oleh seorag PMO (Pengawas Menelan Obat).
3. Pengobata TB diberikan dalam 2 tahapan yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.( Slamet
Hariadi,dkk :2013)

Tahap Awal (Intensif )

Pada tahap ini pasien mendapat obat setiap hari dan diperlukan pengawasan secara langsung
untuk mencegah terjadinya resisten obat .Bila pengobatan intensif ini diberikan secara tepat maka pasien
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu dan sebagian besar TB BTA + menjadi TB BTA- dalam
kurun waktu 2 bulan.( Slamet Hariadi,dkk :2013)

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman perister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.( Slamet Hariadi,dkk :2013)
DAFTAR PUSTAKA

1. W.Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 2232-2233 p.

2. PDPI. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Perhimpun Dr Paru Indones


[Internet]. 2011;1–55. Available from: http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf

3. Kementerian Kesehatan RI, Lingkungan DJPP dan P. Pedoman nasional


Pengendalian Tuberkulosis. 2014. 1-210 p.

4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. 2016. 403 p.

5. World Health Organisation. Multidrug and extensively drug-resistant TB. Indian J


Tuberc [Internet]. 2010;57(4):180–91. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21141336

6. Rinanda T, Arliny Y. Analisa Molekuler Resistensi Isoniazid, Rifampisin,


Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin dari Isolat Mycobacterium tuberculosis
Pada Penderita Tersangka TB Paru Resistensi Ganda di Aceh. 2013;

7. Saleem A, Azher M. The next Pandemic - Tuberculosis: The oldest disease of


mankind rising one more time. Br J Med Pract. 2013;6(2).

8. WHO. Global Tuberculosis Report 2013. World Heal Organ [Internet]. 2013;306.
Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/91355/1/9789241564656_eng.pdf
9. Hariadi Slamet,dkk.2013.Buku Ajar Penyakit Paru. Surabaya :FK-UNAIR
Dr.Soetomo

10. Djojodibrto, Darmanto,Sp.P,FCCP.2009. Respirologi (Respiratory Medicine).


Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai