Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)

OLEH

LINDA FUJI RAMDIANI

019.02.0951

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)

A. Pengertian
Abnormal Uteri Bleeding(AUB) adalah perdarahan uterus abnormal yang
didalam maupu diluar siklus haid,yang semata – mata disebabkan gangguan fungsional
mekanisme kerja hipotalamus – hipofisis – ovarium – endometrium –tanpa kelainan
organik alat reproduksi AUB paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan
perimenopause (Manuaba,1998).
AUB adalah suatu keadaan yang ditandai perdarahan banyak,berulang dan
berlangsung lama yang berasal dari uterus namun bukan disebabkan oleh penyakit organ
dalam panggul,penyakit sistemik ataupun kehamilan (Rahman,2008).
AUB adalah perdarahan abnormal dari uterus, biasanya berhubungan dengan
kegagalan ovulasi, dengan tidak adanya lesi organik lainnya terdeteksi
(Kadarusman,2005).
B. Etiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche
dan menopause.tetapi,kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan pada
masa akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars,penyebab paling mungkin adalah faktor
pembekuan darah dan gangguan psikis.
Pada masa pubertas sesudah menarche,perdarahan tidak normal disebabkan oleh
gangguan atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus,dengan akibat bahwa
pembuatan releasing faktor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita
dalam masa premenopause ,proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan
lancar.(Kadarusman,2005)
C. Tanda dan gejala
1. Perdarahan pervagina diantara siklus menstruasi
2. Siklus menstruasi yang abnormal
3. Siklus menstruasi yang bervariasi (biasanya kurang dari 28 hari diantara siklus
menstruasi )
4. Variable menstruasi flow ranging from scanty to profuse
5. Infertill
6. Mood yang berfluktuasi
7. Hot Flashes
8. Kekeringan vagina
9. Hirsutism
10. Nyeri
(Kadarusman,2005)
D. Patofisiologi
Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus
endometrialnya yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya
pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi
pertumbuhan endometrium, berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang
periodik tidak terjadi.
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang
dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah
sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah
hiperplasi endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.
Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat
ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium atrofik,
hiperplastik, proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi
merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan
non sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan
ovulatoar dari yang anovulatoar. Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena kedua jenis
perdarahan disfungsional ini memiliki dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan
penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan
dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, hematologi dan vasomotorik, yang
mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar biasanya
dianggap bersumber pada gangguan endokrin
C. Komplikasi
1. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
2. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama
3. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketidakseimbangan hormonal
merupakan faktor penyebab kanker endometrium (Rahman,2008).
D. PATHWAY
Stress(psikis,Fisik) Perdarahan Non Organik(Trauma,Pemakaian kontrasepsi)
BB (Obesitas)
Usia Menarche
Menopause

Gangguan hormonal gonadotropin Gangguan pembekuan darah

HormonTiroid
Progesteron Korpus luteum(-) Gangguan vaskuler
Estrogen Progesteron Resiko Kematian

Irreguler Sedding
(pelepasan endometrium
tidak teratur) Proliferasi endometrium Cemas

Endometriasis Vaskularisasi

Kelenjar Tumbuh
Stoma terbatas

Ketidakseimbangan hormon Hiperplasia Endometrium Endometrium Rapuh


(penebalan dinding rahim)
Kanker Endometrium Gang.rasa nyaman nyeri Infertilitas
Perdarahan uteri disfungsional

Resiko Infeksi

Anemia berat
Lemah,Letih

Gangguan Nutrisi Kurang dari kebutuhan


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada
pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan Pervaginam Durasi
Kuantitas Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan Spotting (antar menstruasi, postmenstruasi, post
Spotting (diluar menopause)
menstruasi)
Warna Gejala Penyerta
Merah segar Demam dan nyeri
Noda cokelat Kram uterus dan kehamilan
Petekiae dan Epitaksis
Riwayat penyakit Interval
dahulu Siklik
Kontrasepsi oral Non siklik
AKDR Setelah amenorrhoe
Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus
atau pembilasan)

Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,


kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram
abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang
terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan–bulan,
kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron
serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada
biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan
infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra
peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan
koagulasi.
2. Pemeriksaanabdomen
Inspeksi& palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum.
Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed
abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT)
kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam
suatu uterus fibroid.
3. Pemeriksaan pelvis
Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber
perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda
asing.Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH,
LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
Deteksi patologi endometriummelalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting
untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus
perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan
investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam
mendeteksi abnormalitas endometrium
Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil
dalam uji coba terapeutik.
5. Data Diagnostik Tambahan
a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis
histologi spesifik.
b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk
penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.
c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi.
d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan
trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.
e. Determinasi serangkaian hematokrit.
f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu :
1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage)  Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
b. Obat (medikamentosa)
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat
(nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja
liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya:
etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis
dan cara pemberian :
a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan
diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus
(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang
tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari.
Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam
sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan
proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi,
termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen
bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium
atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder
akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa
setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2) Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang
banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah
3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola
menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan
pengobatan berkelanjutan diperlukan.
3) Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10
hari.
b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.
4) OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid.
Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika
diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan
pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi
dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini
mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss /
MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah
pelepasan prostanoid paling tinggi.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal  Setelah perdarahan berhenti, langkah
selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan
pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat
dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%  Terapi yang ini diharuskan
pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc)
diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika
kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong
darah.
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB
1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir
Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi.
Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo
ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan
stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi
dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”).
Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada
penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil
kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan
terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai
alternatif.
DOSIS MAKSUD
 Etinil estradiol 20 – 35 mcg +  Mengatur siklus haid
progestin monofasik tiap hari  Kontrasepsi
 Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari  Mencegah hiperplasia
selama 5 – 7 hari sampai endometrium
perdarahan berhenti dan diikuti  Penatalaksanaan perdarahan yang
dengan penurunan secara banyak namum tidak bersifat
bertahap sampai 1 pil 1 kali gawat darurat
perhari dan dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi selama
3 siklus
 5 – 10 mg / hari selama 5 – 10  Mengatur siklus haid
hari @ bulan  Mencegah hiperplasia
endometrium

2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir


Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID
(asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam
mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah
setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)
membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat
digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum
dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan,
namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan (
potensi menyebabkan tromboemboli).
3. Pembedahan
Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan
intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah
histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan
atipia.
TINDAKAN ALASAN
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal, Mioma uteri.
laparoskopik, histeroskopik)
Reseksi endometrial Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
transervikal
Ablasi endometrium (thermal Terapi menoragia atau menometroragia resisten
balloon/roller ball) dalam rangka penatalaksanaan perdarahan uterus
akut yang resisten
Embolisasi arteri uterina Mioma uteri.
Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama,Umur(menarche & menopouse),jenis kelamin,pekerjaan,
b. Keluhan Utama
Perdarahan pervagina diantara siklus menstruasi,Nyeri,Siklus menstruasi
yang abnormal,Siklus menstruasi yang bervariasi (biasanya kurang dari 28 hari
diantara siklus menstruasi ).Variable menstruasi flow ranging from scanty to
profuse,Infertill,Mood yang berfluktuasi,Hot Flashes,Kekeringan vagina,Hirsutism
c. Riwayat Penyakit
Harus memenuhi kriteria yang telah dikemukakan di atas termasuk :
a. Ginekologi reproduksi.
Pastikan tidak adanya kehamilan dengan memeriksa haid terakhir,
menars, pola haid ada tidaknya dimenore, molimina, penggunaan tampon, benda
asing, aktivitas seksual, pemakaian kontrasepsi (tipe, efek, lamanya), riwayat
SOP dan kelainan perdarahan pada keluarga.
b. Coba tentukan banyaknya perdarahan
Jika seorang wanita berdiri tanpa menggunakan tampon perlu dilihat
apakah ada perdarahan yang mengalir pada kedua kakinya. Jika ada maka
perdarahan dikatakan banyak.
c. Singkirkan penyebab lain dari perdarahan, seperti stress, kelainan pola makan,
olahraga, kompetisi atletik, penyakit kronis, pengobatan dan penyalahgunaan
obat.
d. Tentukan karakteristik episode perdarahan terakhir
d. Pemeriksaan fisik
a. Ortoforia, konjungtifa anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+

b. telinga : aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-

c. hidung: normal, sekret -/-, tidak ada deviasi septum

d. mulut dan gigi : mukosa bibir basah, soianosis ( - ), lidah kotor -/-

e. Pemeriksaan leher :

Kelenjar getah bening tidak teraba membesar


f. Pemeriksaan Toraks : Paru : dada simetris,vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
g. Jantung :

BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)


h. Pemeriksaan Abdomen : datar, bising usus (+) N, hepar dan lien tidak teraba.
i. Pemeriksaan ekstermitas : edema (-/-), sianosis -/-,capillary refill time< 2 detik
Pemeriksaan harus difokuskan untuk mengidentifikasi tanda-tanda
penyebab lain dari perdarahan. Sindroma Ovarium Polikistik (SOP) dapat
ditentukan karena gejalanya sangat jelas, sedangkan adanya anovulasi kronik
tidak menunjukkan tanda yang jelas.
Ø Obesitas, SOP, disfungsi H-P dan hipotiroidisme (menometroragi)
Ø Kelebihan hormon androgen
Ø Memar-memar – koagulopati
Ø Galaktore-peningkatan prolaktin , singkirkan kemungkinan adanya adenoma
hipofise
Ø Pembesaran uterus. Kemungkinan hamil, tumor atau miom
Ø Adanya masa pada adneksa
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah serta pemeriksaan
kehamilan diperlukan pada kasus ini. Pemeriksaan lain tergantung dari usia,
status ovulasi, risiko PMS (Penyakit Menular Seksual), dan risiko penyakit lain.
Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal adalah pemeriksaan noninvasif dan
Membantu dalam mendeteksi Kelainan pada rahim, seperti polip, atau mengukur
ketebalan endomentrium.
Pemeriksaan ini dapat dilanjutkan dengan histeroskopi (memasukkan
Teropong dalam rahim) atau Biopsi endometrium (mengambil sedikit jaringan
endometrium) bila diperlukan.
Pemeriksaan laboratorium ini harus sudah terarah sesuai dengan hasil
pemeriksaan fisis dan anamnesis karena biayanya sangat mahal,seperti ;
a. Tes kehamilan harus dilakukan dan dihasilkan negatif (-)
b. PAP tes
c. Hitung jenis leukosit 6600 ul
d. Pemeriksaan kadar hormon steroid
e. Biopsi endometrium
f. Hematokrit 2 9 , 0 %
g. H e m o g l o b i n 9 , 6 g r / d l
h. USG (hasil dari pemeriksaan USG : penebalan dinding endometrium dan
dislokasi IUD tanpa disertai perlukaan yangmenyebabkan reaksi radang.
B. Diagnosa Keperawatan (Nanda,2011)
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perdarahan uterus
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
3. Cemas/ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi
nasokomial
C. Intervensi Keperawatan (Dongoes,2002)
DIAGNOSA NOC NIC
1. Gangguan Tujuan : Status nutrisi: 1. Kaji motivasi pasien untuk mengubah
nutrisi kurang makanan, cairan, dan kebiasaan makan.
dari kebutuhan intake adekuat. 2. Monitor nilai-nilai laboratorium,
tubuh b.d Kriteri Hasil : terutama transferin, albumin, dan
perdarahan  BB bertambah dan elektrolit.
uterus dalam batas normal. 3. Tanyakan makanan kesukaan pasien
 Nilai laboratorium 4. Tentukan kemampuan pasien untuk
(tranferin, albumin, dan memenuhi kebutuhan nutrisi.
elektrolit) dalam batas 5. Monitor catatan intake kalori dan
normal komponen nutrisi.
 Menunjukkan level 6. Monitor BB pasien.
energi adekuat. 7. Kaji dan dokumentasikan drat kesulitan
 Menjelaskan komponen mengunyah dan menelan.
keadekuatan diet bergiz 8. Identifikasi faktor-faktor penyebab
mual dan muntah.
9. Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein untuk
pasien dengan ketidakadekuatan asupan
protein atau kehilangan protein
10.Identifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kehilangan
selera makan pasien (misalnya,
medikasi, masalah emosional).
11. Monitor perilaku pasien yang
berhubungan dengan penurunan BB.

2. Nyeri Tujuan : Nyeri 1. Kaji keluhan nyeri (penyebab, kualitas,


berkurang/terkontrol lokasi, skala dan waktu)
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri, mampu untuk mengetahui pengalaman nyeri
menggunakan klien
tekhnik non 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
farmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri) 5. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri berkurang ruangan, pencahayaan dan kebisingan
dengan menggunakan 6. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas
manajemen nyeri dalam
3. Mampu mengenali 7. Kolaborasi dengan dokter dalam
nyeri (skala, pemberian analgetik
intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
3. Anxietas Tujuan : Klien dapat 1. Kaji respon psikologis klien terhadap
mengungkapkan secara perdarahan paska persalinan
verbal rasa cemasnya dan 2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia,
mengatakan perasaan takipnea, gemetar )
cemas berkurang atau 3. Perlakukan pasien secara kalem,
hilang empati, serta sikap mendukung
Kriteria hasil : 4. Berikan informasi tentang perawatan
 Klien lebih rileks dan pengobatan
 Rasa cemas klien 5. Bantu klien mengidentifikasi rasa
berkurang cemasnya
6. Kaji mekanisme koping yang
digunakan klien
7. Ajarkan teknik nafas dalam
4. Resiko infeksi Tujuan : mencegah 1. Kaji tinggi fundus dan sifat Kaji lochia:
terjadinya infeksi jenis, jumlah, warna dan sifatnya
Kriteria Hasil : Monitor vital sign, terutama suhu setiap
 Klien mampu 4 jam dan selama kondisi klien kritis
mencegah status 2. Catat jumlah leukosit dan gabungkan
infeksi dengan data klinik secara lengkap
 Klien mampu Lakukan perawatan perineum dan jaga
mencapai status kebersihan, haruskan mencuci tangan
kekebalan tubuh pada pasien dan perawat
3. Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu,
nyeri, denyut nadi dan parasthesi/
kelumpuhan
4. Pemberian analgetika dan antibiotika
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E, et al.2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Kadarusman.2005.Perdarahan Uterus Disfungsional Kronik pada Masa Reproduksi.
Diunduh pada tanggal 3 Mei 2013 dari http://digilib.unsri.ac.id
Manuaba. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita., Jakarta: ARCAN
NANDA,2011.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Budi Santosa, Prima
Medika, NANDA.
Rahman .2008. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Surya Cipta
Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2007. Manajemen Edisi 8. Jakarta: Indeks
Sylvia A.Prie,Lorraine M.Wilson, 1995. Patofisiologi edisi 4, Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai