IMUNOLOGI VETERINER
Disusun Oleh
Kelas 18 A
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ Fagositosis dan Inflamasi”
yang merupakan salah satu bahan untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi Veteriner.
Saya berharap tulisan ini dapat menambah wawasan tentang pengetahuan Desinfektan dan
Antiseptik terutama yang berkaitan dengan hewan, sehingga mampu menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini jauh dari sempurna, maka saran-
saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Hormat saya,
Umi Reston
2
DAFTAR ISI
Daftar Pustaka......................................................................................................15
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Selain ada jugapinositosis, yaitu proses memakan zat-zat non partikel. Proses
fagositosis maupun pinositosis mulai dari terbentuknya suatu kantong pada membran
sel, dan diikuti dengan pengambilan partikel atau terisi oleh cairan. Kantong ini
kemudian melipat ke dalam dan membentukvakuola yang berisi partikel atau cairan
yang akan dicerna lebih lanjut. Baik fagositosis maupun pinositosis, merupakan suatu
proses endositosis.
4
1.2 Rumsan Masalah
1. Apa itu fagositosis dan apa saja tahapan fagositosis?
2. Apa itu inflamasi ,apa saja penyebabnya,dan bagaimana tanda dan gejalanya?
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui apa itu fagositosis dan apa saja tahapannya.
2. Agar mengetahui apa itu inflamasi, dan apa saja penyebabnya,serta bagaimana tanda
dan gejalannya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
interstitial /di luar vaskuler, sel fagosit kemudian bermigrasi sesuai gradien
kemotaktik menuju lokasi infeksi
.
b. Perlekatan dan Pengenalan Mikroba oleh Sel Fagosit
Interaksi antara mikroorganisme dan sel fagosit dapat terjadi secaral angsung
dan langsung. Langsung dimulai dengan pengenalanlangsung reseptor
pada sel fagosit terhadap molekul antigen misalnyakarbohidrat pada
permukaan sel antigen,peptidoglikan atau lipoprotein.Sedangkan tidak
langsung tidak langsung, yaitu perlekatan yang dimediasioleh opsonin.
Opsonin, berupa Immunoglobulin dan complement akan meningkatkan
efisiensi fagositosis.
c. Penangkapan Mikroba Masuk ke Dalam Sel
FagositPartikel/mikroba yang terpajan dengan reseptor pada membran selatau
reseptor opsonin akan ‘ditelan’ masuk ke dalam sel dengan cara
endositosis.
d. Pembentukan Fagosom
Setelah ditelan, membran sel fagosit akan menutup, partikel
digerakkan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang disebut
fagosom. Partikel yang ditelan tadi berada dalam fagosom ini.
e. Pembentukan Fagolisosom
Di dalam sel fagosit, ditemukan kantong-kantong yang berisi enzim
penghancur yang disebut lisosom. Lisosom berfusi dengan fagosom
membentuk fagolisosom.Terjadinya fusi ini sedemekian rupa sehingga tidak
terjadi kebocoran enzim dari lisosom yang dapat menghancurkan sel fagosit
sendiri. Pada saat bersamaan dengan proses terbentuknya fagolisosom,
reseptor di permukaan sel fagosit akan mengeluarkan sinyal
untukmengaktivasi enzim di dalam fagolisosom.
f. Degradasi Partikel/Mikroba
Degradasi partikel/mikroba terjadi dalam fagolisosom, efek
microbicidal fagosomdimungkinkan oleh :
a. Keasaman fagosom
Peran ini dijalankan oleh enzim Vacuolar ATPase Enzim ini berfungsi
terutama untuk mengasamkan fagosom.Dengan bantuan Vacuolar
ATP-ase, memungkinkan sel fagosit menggunakan energi untuk melawan
7
gradient konsentrasi untuk memasukkan ion H ke dalam fagosom.
Keasaman fagosom menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi
mikroba untukhidup dan membantu enzim-enzim fagosit lain
menjalankan
fungsinya.
b. Pembentukan reaktive oxygen species (ROS)/Reaktive oxygen
Intermediate(ROI) dan reactive nitrogen species (RNS)Pembentukan
ROS/ROI diperankan oleh enzim NADPH oxidase ataufagosit oxidase. Enzim
ini mengkatalisis perubahan oksigenmenjadi anion superoksida dan radikal
bebas hydroxil. ROI Ini bersifat sangat toksik terhadap mikroba dalam
fagolisosom.
Pembentukan RNS difasilitasi oleh enzim inducible nitric oxide(NO)
synthase (iNOS).Enzim ini mengkatalisis pembentukan nitricoxide (NO) yang
juga bersifat mikrobicidal.Dengan demikian, ROS dan RNS secara sinergis
memberikan efek yang lebih toksik terhadap mikroba. Sebagai
hasilnya, ptotein mikroba hancur, terjadi kerusakan DNA permanen
menyebabkan kegagalan metabolisme mikroba dan dengan sendirinya
menghambat replikasi.
c. Penghancuran komponen mikroba oleh enzim proteolisis dan hydrolase.
Fagolisosom juga dilengkapi oleh enzim-enzim
endopeptidase,exopeptidase dan hydrolase yang mendegradasi berbagai
komponen mikroba. Selain itu, dalam sel fagosit juga terdapa
defensin, suatu potein yang bersifat melawan mikroba dengan
mengikat membran sel mikroba
g. Eksositosis
Tahap akhir dari rangkaian fagositosis adalah pengeluaran partikel
yang telah dihancurkan. Hasil degradasi akan dikeluarkan melalui proses
eksositosis
2.2 Inflamasi
2.2.1. Pengertiaan
1. Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
8
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003).
Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau
toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya
menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan
demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses perbaikan, yang mengganti
jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian
setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Kumala et al., 1998;
Mitchel & Cotran, 2003).
Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat kompleks berbagai kejadian
yang sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut.
Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari
jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan,
memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan
mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika
stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang,
dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel & Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor),
kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara
histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi
arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah;
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus
peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
2. Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih
luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera
diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang
(Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu
(panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik,
zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen
9
ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi
cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)
jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler,
terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada
tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas,
terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik
(Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
3. respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam
jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi
4. satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi
distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang
di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran
infeksi.
2.2.2. Penyebab
1.Benda Fisik
a) Benda – benda Traumatik :
Jarum
Pisau
10
Kapak
Tombak
Panah
Binatang buas
b) Suhu
c) Listrik
- Voltase tinggi
d) Radiasi
- Sinar X
- Nuklir
2. Bahan Kimiawi yang Korosif / Toksik :
HNO3
H2SO4
Toksin : Bisa Ular / Kalajengking
3. Benda Infektif
1. Bakteri / Kuman / Basil
Golongan Kokus
1) Stafilokokus
2) Streptokokus
3) Meningokokus
4) Pneumokokus
5) Diplokokus
Golongan virus
1) RNA : Polio, rabies
2) DNA : HIV
Golongan Ricketsia
Golongan Klamidia
Golongan mikrobakterium :
1) KP
2) MH
Golongan Parasit
1) Malaria
2) Sifilis
11
3) Kencing tikus
4) Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing tambang,
cacing gelang
5) Elephanthiasis
Golongan Jamur- jamur
1) Kandida sp
2) Kriptokokus neoformans
3) Epidermophyta
4) Aspergyllus sp
5) Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor
12
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih
dingin dari 37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit
menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan
kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah
yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
3. Dolor ( nyeri )
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan
oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan
disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian
besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan
oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
(Abrams, 1995; Rukmono, n
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan tubuh inang yang bersifat non
spesifik yang terutama dilakukan oleh sel Polimorfonuklear (PMN) dan monosit atau
makrofag serta sebagian kecil oleh sel eosinofil.Proses fagositosis dimaksudkan untuk
menghancurkan atau membunuh partikel atau mikroorganisme yeng menginfeksi inang.
Beberapa tahap fagositosis meliputi : 1). Interaksi sel fagosit dengan induk semang ;
2). Perlekatan sel fagosit ; 3). Ingesti dan pembentukan fagosom ; 4). Pembentukan
fagolisosom ; 5). Proses pembunuhan intraseluler dan 6). Proses digesti
intraseluler. Dilihat dari tahap-tahap fagositosis ini, jelaslah bahwa hasil fagositosis
ditentukan oleh seperangkatfaktor yang rumit, termasuk sifat khusus mikroorganisme,
susunan genetik dan fungsional sel-sel fagosit dan pra-kondisi sel fagosit. Beberapa bakteri
patogen yang berhasil menyebabkan penyakit pada inangnya memberikan gambaran bahwa
bakteri dapat terhindar dari semua tahap fagositosis.
Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang
diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003). Penyebab inflamsi ada beberapa
faktor dan di tandai dengan beberapa gejala.
14
DAFTAR PUSTAKA
Mustchler, E. 1991., Dinamika obat: Buku ajar Farmakologi dan toksikologi, Edisi ke lima,
Diterjemahkan oleh Widianto, M. dan A.S Ranti, Penerbit ITB, Bandung
15