Anda di halaman 1dari 2

"Ini merupakan tindakan keliru," kata Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan

Anak, Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan (DPAP) Kabupaten Tangerang, Siti

Zahro, Rabu (1/2).

Siti mengatakan, telah melakukan evaluasi data selama tahun 2016. Dari hasil

evaluasinya itu, ada sebanyak 66 kasus siswa hamil dari 72 kasus di luar nikah.

"Persoalan tersebut terjadi karena para siswa menganut pola hidup pergaulan bebas,

sehingga mereka melakukan seks sebelum menikah," katanya.

Karena itu, kata Siti, upaya yang dilakukan adalah penguatan terhadap fungsi

keluarga dan orangtua sehingga berperan aktif dalam pengawasan. Pengawasan anak

usia di bawah 17 tahun sepenuhnya oleh orangtua. "Maka, jangan biarkan mereka

pergi dengan orang lain yang belum dikenal," ujarnya. Upaya tersebut demi

mengurangi tindakan kekerasan seksual pada anak maupun perempuan lainnya.

DPAP, kata dia, juga melakukan pendampingan psikologi terhadap anak yang hamil

di luar nikah agar mental mereka tidak goyah dan kadang menghindari dari keluarga

atau lingkungan. Menurut mantan Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang itu,

bahwa para siswa dibiarkan bebas untuk berekpresi malahan kadang mereka

membuka situs porno.


Dia mengatakan, dampak informasi global itu, justru mereka meniru gaya pergaulan

bebas dari negara lain dan diterapkan di daerah ini. "Harus ada langkah nyata dalam

pengawasan, taman kota jangan dibiarkan gelap, ruang warnet tanpa sekat dan kontrol

anak didik ketika bolos sekolah," kata mantan anggota DPRD Kabupaten Tangerang

itu.

Pengamat pendidikan di Kabupaten Tangerang, Eny Suhaeni mengatakan,

pengawasan orang tua lebih penting untuk mencegah terjadinya hubungan seks bebas

di antara anak-anak mereka. "Jangan dibiarkan siswa membuka situs porno, ini

dampaknya," katanya. Seharusnya, ada filter agar siswa tidak dapat membuka akses

situs dewasa yang dianggap membahayakan bagi perkembangan anak.

Anda mungkin juga menyukai