Anda di halaman 1dari 10

Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No.

3, Juli 2017, Halaman 239-248 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

PERNIKAHAN HAMIL DI LUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI


HUKUM ISLAM (KHI) DAN FIQIH ISLAM DI KANTOR URUSAN
1 AGAMA
(STUDI KASUS DI KOTA KUPANG)
Aladin
Program PascaSarjana Universitas Nusa Cendana
aladintesis46@gmail.com

Abstract
Pregnant marriage is an act that is basically not recommended by religion, because religion teaches
people to virtue, but this practice is still a lot we encounter in society.The problems in this study are:
(1) Why is there difference of marriage of pregnant marriage between Compilation of Islamic Law
(KHI) and Islamic Law (HI) ?; (2) What is the legal status of marriage law of pregnant women due to
adultery with men who impregnate her according to Islamic Law Compilation (KHI) and Islamic
fiqih ?.The conclusions of this study : first According to KHI that women who become pregnant out of
wedlock can be directly married to men who impregnate her without waiting for the woman to give
birth to her ingredients. Second, KHI allows to marry pregnant women due to adultery with men who
impregnate him, according to Islamic law the legal status of marriage of pregnant women due to
adultery with men who impregnate him there is a difference of opinion among the four schools.
Keywords: Pregnancy Marriage, KHI, Fiqh Islam.

Abstrak

Hamil diluar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama,
karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktek ini masih banyak
kita jumpai di masyarakat.Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi perbedaan
mengenai pernikahan hamil di luar nikah antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam
(HI)?; (2) Bagaimana status hukumpernikahanwanitahamilakibatzinadenganlaki-laki yang
menghamilinyamenurutKompilasi Hukum Islam (KHI)danfiqih Islam?.Kesimpulan dari penelitian
ini adalah: pertama,menurut KHI bahwa wanita yang hamil di luar nikah bisa langsung di nikahkan
dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu wanita itu melahirkan kandugannya.
Kedua, KHI membolehkan menikahi wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang
menghamilinya. Mazhab Hanafi dan Syafi'i membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina
dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang pernikahan wanita
hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya.

Kata Kunci: Pernikahan Hamil, KHI, Fiqih Islam.

A. Pendahuluan Perkawinan itu dijelaskan, bahwa: Sebagai


Ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 Negara yang berdasarkan Pancasila,
tentang Perkawinan (LNRI Th 1974 No. 1; dimana sila yang pertamanya ialah
TLN No. 3019) (Pasal 1 Undang-Undang Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, mempunyai hubungan yang erat sekali
Kementerian Agama Republik Indonesia) dengan agama/kerohanian sehingga
menetapkan, bahwa “Perkawinan ialah perkawinan bukan saja mempunyai peranan
ikatan lahir bathin antara seorang pria yang penting. Membentuk keluarga yang
dengan seorang wanita sebagai suami bahagia rapat hubungan dengan keturunan,
isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang pula2 merupakan tujuan perkawinan,
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal Pemeliharaan dan Pendidikan menjadi hak
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” dan kewajiban orang tua.Berdasarkan
Dalam penjelasan ketentuan Pasal 1 UU Penjelasan itu, perkawinan bukan sekedar
239
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248

hubungan yang bersifat perdata belaka, Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya


tetapi mengandung dimensi agama atau Hukum-Hukum Fiqh Islam ketika
kerohanian yang mengimplikasikan memberikan pengertian tentang pernikahan
bekerjanya peran agama dalam kehidupan yaitu “Nikah, suatu aqad syar'i (ikatan
keluarga, termasuk dalam pemeliharaan keagamaan) yang dianjurkan Syara” (Ash-
dan pendidikan dalam keluarga. Penjelasan Shiddieqy, Hasbi, 1978).
itupun menekankan peran agama dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
keluarga dalam kaitan dengan hak dan memberikan pengertian tentang pernikahan
kewajiban orang tua, sehingga orang tua atau perkawinan dalam Pasal 2 “yaitu akad
harus merawat dan mendidik anak-anaknya yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan
sesuai dengan agama yang dianutnya. untuk mentaati perintah Allah dan
Allah menetapkan pernikahan sebagai melaksanakannya merupakan ibadah”
wahana membangun rumah tangga Islami. (Departemen Agama RI, 2000). Yang dituntut
Dengan pernikahan, pergaulan antara pria dan oleh agama adalah perkawinan yang sah.
wanita sebagai suami isteri terjalin dengan Karena dengan perkawinan yang sah itu
terhormat, hasrat psikis biologis tersalurkan, diharapakan dapat terwujud keluarga yang
kepuasan dan kebahagiaan psikis emosional sakinah, mawaddah dan warahmah. Dengan
dapat tercapai sesuai fitrah dan kodrat insasni. mensyariatkan nikah, tentunya Allah juga
Pernikahan mempunyai beberapa tujuan, di mempunyai tujuan-tujuan. Dalam hal ini
antaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan Yusuf Qadwhawi mengungkapkan, kalau
hidup jasmani (kebutuhan biologis) dan sekiranya perkawinan itu tidak disyariatkan,
rohani, sekaligus untuk membentuk keluarga tentu naluri seksual tidak dapat tersalurkan
yang merupakan sarana untuk meneruskan dan tidak dapat memainkan perannya dalam
dan memelihara keturunan yang jelas, karena menjaga eksistensi manusia. Kalau sekiranya
Islam sangat menjaga kemurnian keturunan zina itu tidak diharamkan, hubungan seksual
(Khoirudin Nasution, 2004). tidak dibatasi hanya oleh laki-laki dan wanita
Pernikahan wanita hamil akibat zina tertentu yang diikat tali pernikahan, niscaya
dipengaruhi oleh faktor yang sangat tidak terwujudlah keluarga yang membangun
kompleks antara lain: kondisi ekonomi, latar perasaan sosial yang luhur, berupa cinta dan
belakang pendidikan, interaksi sosial, dan kasih sayang. Kalau tidak ada keluarga tentu
pemahaman nilai terhadap norma-norma tidak terbentuk suatu masyarakat, bahkan
agama. Akibat dari ketidakmampuan ini tidak ada usaha ke arah yang lebih baik lagi
banyak remaja berani melakukan hubungan sempurna (Qardhawi, Yusuf, 2003).
badan sebelum menikah. Persoalanya, bahwa dalam realitas
Berbeda dengan mahluk-mahluk Allah kehidupan masyarakat tidak dapat
yang lain, dalam mendapatkan pasangannya dihindari adanya hamil di luar nikah. Hamil
manusia dikenakan syarat-syarat khusus. di luar nikah adalah tindakan yang pada
Syarat-syarat tersebut terkumpul dalam dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama,
sebuah akad yang dinamakan pernikahan. karena agama mengajarkan manusia pada
Tentunya perbedaan ini disebabkan karena kebajikan, namun demikian praktek ini masih
Allah telah memberikan keistimewaan yang banyak kita jumpai di masyarakat.
sangat besar kepada manusia, yaitu akal dan Kecamatan Alak dan Kecamatan
hati. Diharapakan pula dengan akal dan hati Kelapa Lima merupakan salah satu
tersebut manusia dapat menemukan kecamatan yang masyarakatnya banyak
pasangannya secara halal dan bisa menjadi menganut agama Islam, sehingga kedua
pasangan yang sakinah, mawaddah dan kecamatan ini banyak melakukan/pencatatan
warahmah. peristiwa-peristiwa nikah secara Islam.
Pernikahan sangat dianjurkan oleh Adapun data-data peristiwa nikah yang
agama sebagaimana banyak termuat dalam dilakukan tiga tahun terakhir sebagai berikut:
al-Qur'an dan al-Hadis. Ini seperti pendapat

240
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

Pada tahun 2013 tercatat 170 peristiwa nikah penelitian yang berasal dari responden
di kecamatan Kelapa Lima dengan rincian melalui wawancara langsung yang
143 peristiwa adalah pernikahan hamil di luar berpedoman pada daftar pertanyaan yang
nikah, dan 27 peristiwa adalah perawan. Pada telah dipersiapkan maupun dalam bentuk
tahun 2014 tercatat 163 peristiwa nikah dokumen tidak resmi yang kemdian diolah
dengan rincian 140 peristiwa pernikahan peneliti. Data sekunder adalah data yang
hamil diluar nikah, 23 peristiwa adalah diperoleh dari dokumen-dokemen resmi, baik
perawan. Pada tahun 2015 tercatat ada 160 berupa buku yang berhubungan dengan objek
peristiwa nikah dengan rincian 140 penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
pernikahan hamil diluar nikah, dan hanya 20 laporan, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan
peristiwa saja dikategorikan perawan. peraturan perundangan.
Demikian halnya dengan kecamatan Bahan hukum primer adalah bahan-
Alak. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahan hukum yang mengikat, terdiri dari
bahwa banyak sekali peristiwa nikah peraturan perundangan yang terkait dengan
pernikahan hamil di luar nikah yang tercatat obyek penelitian. Bahan hukum sekunder
di kecamatan Alak. Pada tahun 2013 tercatat adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah
110 peristiwa nikah dengan rincian 85 yang terkait pula dengan obyek penelitian ini.
peristiwa adalah pernikahan hamil diluar Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau
nikah, 25 peristiwa adalah perawan. Pada penjelasan mengenai hukum primer atau
tahun 2014 tercatat 130 peristiwa nikah bahan hukum sekunder yang berasal dari
dengan rincian 120 peristiwa adalah kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan
pernikahan hamil di luar nikah dan 10 sebagainya. Bahan hukum yang diperoleh
peristiwa adalah perawan. Pada tahun 2015 selanjutnya diolah menggunakan metode
tercatat 120 peristiwa nikah dengan rincian Editing, Codding,Pentabulasian, dan
100 peristiwa adalah pernikahan hamil di luar Verifikasi data. Metode analisis data yang
nikah, 20 peristiwa adalah perawan. Tujuan digunakan adalah analisis data dengan
yang akan dicapai adalah untuk mengetahui menggunakan metode yuridis kualitatif dan
perbedaan mengenai pernikahan hamil di luar preskriptif yang berpedoman pada metode
nikah antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) interpretasi dan konstruksi sesuai dengan
dan Hukum Islam (HI) dan status hukum teori, asas, dan kaidah hukum yang berkaitan
pernikahan wanita hamil akibat zina dengan dengan permasalahan yang di teliti.
laki-laki yang menghamilinya menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan fiqih B. Hasil dan Pembahasan
Islam. Permasalahan yang diajukan adalah : 1. Terjadinya Perbedaan Pandangan
1. Mengapa terjadi perbedaan mengenai dan Pengetahuan Mengenai
pernikahan hamil di luar nikah antara Pernikahan Hamil di Luar Nikah
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Antara KHI dan Hukum Islam
Hukum Islam (HI)? Negara Indonesia merupakan negara
2. Bagaimana status hukum pernikahan hukum yang mayoritas penduduknya
wanita hamil akibat zina dengan laki- beragama Islam adalah merupakan realitas
laki yang menghamilinya menurut sosial, karena itu sangat relevan apabila
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan hukum Islam dijadikan sumber rujukan
fiqih Islam? dalam pembentukan hukum-hukum nasional.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Maka peran ulama dan ilmuwan yang concern
yuridis normatif. Metode pendekatan yang terhadap Islam sangat diperlukan (Tono,
digunakan adalah pendekatan studi kasus, Muttaqien, 1999:1) (Muttaqien, Dadan &
konseptual, doktrinal/undang-undang, Tono, Sidik (Ed),1999)
yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data Berangkat dari pemahaman bahwa
primer dan data sekunder. Data primer adalah Islam adalah agama yang kaffah dalam segala
data yang diperoleh langsung dari tempat hal dibandingkan dengan agama yang

241
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248

lainnya, maka di sinilah dibutuhkan sebuah merupakan suatu rangkaian hukum tertulis
kreatifitas bagi penganutnya untuk menggali dan masuk dalam Tata Hukum Indonesia
ajaran-ajaran yang ada untuk terus melalui instrument Inpres No. 1/1991,
dikembangkan agar eksistensi agama tidak kehadiran KHI merupakan sebuah alternatif
hilang atau mati. Pembaharuan-pembaharuan dan tidak harus disepakati oleh para hakim
dilakukan yang pasti tidak menyimpang dari agama dalam menerima, memeriksa,
tujuan syari'ah. Dengan demikian proses mengadili dan menyelesaikan suatu perkara
perkembangannya tidak menyalahi pesan yang diajukan padanya.
yang ingin disampaikan oleh ajaran Islam. Hukum materiil yang selama ini
Juga mengingat di dalam Islam tidak hanya berlaku di lingkungan Peradilan Agama ialah
ada ajaran ketuhanan atau teologi akan tetapi Hukum Islam yang dalam garis besarnya
juga ada dimensi hukum yang memperbaiki meliputi bidang-bidang hukum Perkawinan,
hubungan antara individu, masyarakat. Hukum Kewarisan, dan Hukum Kewakafan.
Kompilasi Hukum Islam merupakan Hukum materiil tersebut tertulis antara lain
hukum materiil dari salah satu di antara dalam kitab-kitab fiqih yang banyak beredar
hukum positif yang berlaku di Indonesia. di Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran
Berlakunya Kompilasi Hukum Islam tersebut Kepala Biro Peradilan Agama No.B/1/735
berdasarkan: Instruksi Presiden No.1 Tahun tanggal 18 Pebruari 1958, kitab-kitab fiqih
1991 tanggal 10 Juni 1991. Disebutkan bahwa yang dijadikan pedoman hukum tersebut
kompilasi ini dapat dipergunakan sebagai ialah bersumber pada 13 buah kitab fiqih yang
pedoman dalam penyelesaian masalah- semuanya bermazhab Syafi'i.
masalah di bidang yang diatur oleh kompilasi, Dadang Hermawan dan Sumardjo
yaitu hukum perkawinan, kewarisan, (Dadang Hermawan dan Sumardjo, 2015)
perwakafan oleh instansi pemerintah dan menjelaskan bahwa inpres dan Keputusan
masyarakat yang memerlukannya. Menteri Agama, KHI ini mempunyai
Kebutuhan akan adanya KHI di kedudukan sebagai “pedoman” dalam
Indonesia sebagai upaya memperoleh putusan. Artinya sebagai petunjuk bagi hakim
kesatuan hukum dalam memeriksa dan Pengadilan Agama dalam memutuskan dan
memutuskan perkara bagi para hakim di m e n y e l e s a i k a n p e r k a r a , t e rg a n t u n g
lingkungan peradilan agama, sudah lama sepenuhnya kepada hakim untuk
dirasakan oleh Departemen Agama. Bahkan menggunakannya dalam putusan mereka
sejak adanya peradilan agama di Indonesia, masing-masing, sehingga KHI ini akan
keperluan ini tidak pernah hilang, bahkan terwujud dan mempunyai makna serta
berkembang terus sejalan dengan landasan yang kokoh dalam yurisprudensi
perkembangan badan. Latar belakang peradilan agama. Dengan demikian, maka
penyusunan KHI yang tidak mudah untuk hakim peradilan agama sekarang hanya
dijawab secara singkat. Pembentukan KHI ini berkewajiban menerapkan ketentuan-
mempunyai kaitan yang erat sekali dengan ketentuan yang sudah ada atau yang sudah
kondisi hukum Islam di Indonesia ketika itu. digariskan dalam KHI, akan tetapi hakim
Hal ini penting untuk ditegaskan mengingat mempunyai peranan yang lebih besar lagi
sampai saat ini belum ada suatu pengertian untuk mengembangkan dalam
yang disepakati tentang hukum Islam, yang melengkapinya melalui putusan yang
masing-masing dilihat dari sudut pandang dibuatnya.
yang berbeda. Sebagaimana ditegaskan oleh Prof.
Kehadiran KHI di Indonesia Islamil Sunni dalam Dadang Hermawan dan
merupakan suatu rangkaian sejarah hukum Sumardjo (Dadang Hermawan dan Sumardjo,
nasional yang merupakan makna kehidupan 2015) KHI sebagai pedoman, landasan dan
masyarakat Islam Indonesia yang diantaranya pegangan para hakim-hakim di Peradilan
adanya norma hukum. KHI ini disepakati oleh Agama, Pengadilan Tinggi dan Hakim-hakim
para Alim Ulama Indonesia, bahkan KHI juga Mahkamah Agung dalam memeriksa dan

242
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

memutuskan perkara-perkara yang menjadi kerja rasio, Austin justru menekankan watak
wewenang Peradilan Agama. Sedang bagi perintah hukum yang bersumber pada
masyarakat yang memerlukan dapat kedaulatan penguasa. Dalam arti ini,
15
digunakan dalam kehidupan sehari-hari pandangan hukum Aquinas lebih lunak
sesuai dengan kesadaran hukumnya untuk dibandingkan dengan pandangan.
melaksanakan baik dalam bidang Hukum sebagai perintah, menurut
perkawinan, pembagian warisan, kegiatan Austin, memuat dua elemen dasar. Pertama,
amal ibadah dan sosial kemasyarakatan hukum sebagai perintah mengandung
dalam perwakafan, disamping peraturan pentingnya keinginan, yakni keinginan dari
perundang-undangan yang lain, terutama seorang penguasa bahwa seseorang harus
sumber hukum Al-Qur'an dan Hadits. melakukan atau menahan diri untuk tidak
Kekuatan KHI dijadikan sebagai melakukan sesuatu. Tentu saja, tidak semua
sumber hukum materiil dilandasi oleh Inpres keinginan mempunyai kekuatan sebagai
No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam hukum. Kalau saya ingin makan, misalnya,
itu dasar hukumnya adalah pasal 4 ayat (1) keinginan seperti ini pasti bukan hukum
UUD 1945, yaitu “Kekuasaan Presiden untuk sifatnya. Karena itu, keinginan dalam arti
memegang Pemerintahan Negara”. Juga hukum memiliki kekhususan, yakni bahwa
sebagaimana
17 telah dijelaskan di BAB II “pihak yang terkena hukum harus
dimana sumber hukum KHI yang salah menanggung akibat yang tidak
satunya adalah Al-Qur'an dan Hadits yang menyenangkan atau membahayakan dari
tidak perlu diragukan lagi kekuatannya. yang lain apabila gagal memenuhi hukum
Menurut Austin hukum harus dipahami yang berlaku.” Dengan demikian, hukum
dalam arti perintah karena hukum seharusnya dalam arti perintah yang mengungkapkan
tidak memberi ruang untuk memilih (apakah keinginan penguasa pada dasarnya memuat
mematuhi atau tidak mematuhi). Hukum ancaman hukuman bagi siapa pun yang
bersifat non optional. Karena itu, mengkritik berada di bawah hukum yang berlaku. Kedua,
para penganut teori hukum kodrat Austin hukum memiliki kemampuan untuk
menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk menciptakan sesuatu yang tidak
peraturan atau nasihat moral. Hukum dalam menyenangkan atau bahkan membahayakan
arti terakhir ini tidak punya implikasi subjek yang melanggarnya. Individu yang
hukuman apapun. Ketika hukum tidak lagi terkena perintah dengan sendirinya terikat,
dapat dipaksakan , yakni pelanggarannya wajib berada dibawah keharusan untuk
dikenai hukuman atau sanksi hukum, maka melakukan apa yang diperintahkan.
hukum tidak lagi dapat disebut hukum; atau Kegagalan memenuhi tuntutan perintah akan
hukum kehilangan esensinya sebagai berakibat bahwa subjek yang terkena perintah
perintah. Dengan demikian, kepatuhan pada mendapat sanksi hukum (Ujan) (Andre Ata
hukum adalah kewajiban yang tidak dapat Ujan, 2009 ).
ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai Para ulama menggunakan dalil Al-
hukum tetapi dalam praktek tidak dapat quran dalam menentukan hukum status
ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum pernikahan wanita hamil, terutama bagi Imam
adalah absurd, karena hukum yang demikian Hanafi dan Imam Syafi'i, yaitu memahami Al-
tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya quran pada surah An-Nur ayat 3. Pandangan
sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku mazhab Maliki tentang hukum perkawinan
masyarakat. Padahal, demikian Austin, dengan wanita hamil 19 karena zina pada
mengontrol perilaku masyarakat adalah dasarnya membedakan antara perkawinan
fungsi utama hukum. Dalam arti ini, wanita hamil karena zina dengan laki-laki
sebetulnya Austin sepakat dengan Aquinas yang menghamilinya dan perkawinan wanita
yang juga melihat hukum sebagai alat kontrol hamil karena zina dengan laki-laki yang tidak
sosial. Akan tetapi, berbeda dengan Aquinas menghamilinya. Dalam kasus yang pertama,
yang melihat hukum tertuma sebagai hasil mazhab Malik memperbolehkannya, hal ini

243
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248

berdasarkan pada surat an-Nur ayat 3. Lebih tidak dilaksanakannya pernikahan dalam
jauh ditegaskan bahwa, jika anak dalam batas-batas tertentu menimbulkan dampak
kandungan wanita tersebut lahir sesudah psikologis bagi keluarga wanita tersebut.
enam bulan terhitung sejak dilakukan akad Secara rinci alasan perbedaan pendapat
nikah, nasabnya ditetapkan kepada laki-laki mengenai pernikahan hamil di luar nikah
yang menghamili dan sekaligus menikahinya. antara KHI dengan Hukum Islam. Peneliti
Tetapi, jika anak dalam kandungan wanita uraikan pada tabel sebagai berikut:
tersebut lahir kurang dari enam bulan
terhitung sejak dilakukan akad nikah, nasab
anak yang lahir itu hanya ditetapkan kepada
ibunya, tidak kepada ayahnya, kecuali laki-
laki yang menghamilinya sekaligus menikahi
wanita hamil tersebut mengaku bahwa anak
yang lahir itu sebagai anaknya (Wahbah az-
Zuhailii, 1985).
Sementara itu KHI yang secara khusus
dalam babnya mengatur pernikahan wanita
hamil, yaitu bab VIII pasal 53 ayat (1), (2),
dan (3), di dalamnya ditetapkan bahwa
“wanita hamil di luar nikah dapat di nikahkan
dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa
harus menunggu kelahiran anak yang ada
dalam kandungannya terlebih dahulu, dan Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat
perkawinan saat hamil tidak diperlukan lagi diketahui bahwa perbedaan pendapat
perkawinan ulang setelah anak yang mengenai pernikahan hamil di luar nikah
dikandungnya lahir”. antara KHI dengan Hukum Islam terjadi
Dengan demikian perkawinan wanita karena di pengaruhi oleh perbedaan dalil-dalil
hamil di luar nikah di tetapkan oleh KHI, (Al-Qur'an dan Hadis) yang digunakan dalam
bahwa wanita hamil di luar nikah dapat menafsirkan permasalahan pernikahan hamil
dikawinkan dengan laki-laki yang di luar nikah. KHI menjelaskan pernikahan
menghamilinya, dan dapat ditafsirkan pula hamil di luar nikah berdasarkan dalil Al-
kata “dapat” bahwa wanita hamil di luar nikah Qur'an surat An-nur ayat 3, Mazhab Syafi'i
dan Hanafi, pendapat Abu Bakar, Umar dan
dapat di kawinkan dengan laki-laki lain yang
Ibnu Abbas. Sedangkan Hukum Islam
tidak menghamilinya.
menggunakan dalil Al-Qur'an surat An-Nisa
Berarti perkawinan wanita hamil di luar
ayat 11, 12, dan 176, surat At-Talaq ayat 4,
nikah boleh dilakukan baik dengan laki-laki Mazhab Maliki dan Ahmad bin Hambal.
yang menghamilinya ataupun laki-laki lain
yang tidak menghamilinya yang ingin 2 Status Hukum Pernikahan Wanita
bertanggungjawab terhadap wanita tersebut, Hamil Akibat Zina dengan Laki-laki
karena bisa jadi kehamilan itu bukan atas yang Menghamilinya Menurut KHI
dasar perbuatan zina melainkan pemerkosaan dan Hukum Islam
terhadapnya yang dilakukan oleh laki-laki Kasus kawin hamil di luar nikah secara
yang tidak jelas keberadaannya. khusus diatur dalam Pasal 53 KHI. Pasal
Oleh sebab itu, wanita hamil di luar tersebut menjelaskan tentang kebolehan
nikah boleh di nikahkan dengan laki-laki melangsungkan perkawinan bagi wanita
manapun yang mau bertanggungjawab, hamil di luar nikah. Meskipun demikian, ada
karena apabila wanita hamil tidak dapat di ketentuan yang harus dipenuhi dalam
nikahkan dengan laki-laki lain yang tidak perkawinan tersebut, diantaranya: (1)
menghamilinya sedangkan laki-laki yang Seorang wanita hamil di luar nikah bisa
menghamilinya tidak bertanggungjawab, dan

244
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

dikawinkan dengan pria yang mukmin” (Q.S. An-Nur: 3).Istilah


menghamilinya; (2) Perkawinan dengan perkawinan wanita hamil adalah perkawinan
wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat seorang wanita yang sedang hamil dengan
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu laiki-laki sedangkan dia tidak dalam status
kelahiran anaknya; (3) Dengan nikah atau masa iddah karena perkawinan
dilangsungkannya perkawinan pada saat yang sah dengan laki-laki yang
wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan mengakibatkan kehamilanya.
ulang setelah anak yang dikandung lahir. Mengenai ketentuan-ketentuan hukum
Ketentuan Pasal 53 KHI tentang perkawinan wanita hamil dalam pendapat
kebolehan melangsungkan perkawinan bagi para imam mazhab (Hanafi, Malik, Syafi'i dan
wanita hamil ini bisa dikategorikan Ahmad bin Hambal), mereka berbeda
kontroversial karena akan melahirkan pendapat, pada umumnya dikelompokkan
perdebatan dan silang pendapat dari berbagai kepada dua kelompok pendapat:
kalangan. Pendapat yang kontra tentu akan a. Imam Hanafi dan Imam Syafi'i
merasa keberatan dengan ketentuan ini yang mengatakan:
dinilai longgar dan cenderung kompromistis. Wanita hamil akibat zina boleh
Bisa dimungkinkan ketentuan ini justru akan melangsungkan perkawinan dengan laki-laki
dijadikan payung hukum legalisasi perzinaan. yang menghamilinya atau dengan laki-laki
Pasal 53 KHI tersebut tidak lain. Sebagaiman pendapat imam Hanafi
memberikan sanksi atau hukuman bagi sebagai berikut: “Wanita hamil karena zina
pezina, melainkan justru memberi solusi itu tidak ada iddahnya, bahkan boleh
kepada seseorang yang hamil akibat mengawininya, tetapi tidak boleh melakukan
perzinaan itu untuk segera melangsungkan hubungan seks hingga dia melahirkan
perkawinan. Padahal dalam fiqh telah kandungannya”. Sementara Imam Syafi'i
dijelaskan perihal hukuman terhadap pelaku mengatakan: “ hubungan seks karena zina itu
zina, diantaranya: jika pelaku zina itu sudah tidak ada iddahnya, wanita yang hamil karena
menikah (zina muhsan) hukumannya adalah zina itu boleh dikawini, dan boleh melakukan
didera seratus kali dan kemudian dirajam. hubungan seks sekalipun dalam keadaan
Bagi pelaku zina yang belum menikah (zina hamil”.
ghairu muhsan) hukumannya adalah didera Menurut mereka wanita zina itu tidak
seratus kali dan kemudian diasingkan ke dikenakan ketentuan-ketentuan hukum
tempat lain selama satu tahun (Asy Syaukani, perkawinan sebagaimana yang ditetapkan
1994: 550). dalam nikah. Karena iddah itu hanya
Kendati demikian, ketentuan Pasal 53 ditentukan untuk menghargai sperma yang
KHI tersebut juga berpegangan pada alasan ada dalam kandungan isteri dalam
logis dan bisa dijadikan landasan hukum perkawinan yang sah. Sperma hasil dari
untuk diterapkan dalam tatanan kehidupan hubungan seks di luar nikah tidak ditetapkan
masyarakat di Indonesia. Kebolehan oleh hukum.
melangsungkan perkawinan bagi wanita Mereka beralasan dengan Al-quran
hamil menurut ketentuan Pasal 53 KHI, pada surah An-Nur ayat 3 “Laki-laki yang
secara tegas dibatasi pada perkawinan dengan berzina tidak mengawini melainkan
laki-laki yang menghamilinya.Hal tersebut perempuan yang berjina, atau perempuan
berlandaskan pada firman Allah SWT dalam musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
surat An-Nur ayat 3 yang Artinya “Laki-laki dikawini melainkan oleh laki-laki yang
yang berzina tidak mengawini melainkan berzina atau laki-laki musyrik”.
perempuan yang berzina, atau perempuan Menurut Imam Hanafi meskipun
yang musyrik. Dan perempuan yang berzina perkawinan wanita hamil dapat
tidak dikawini melainkan laki-laki yang dilangsungkan dengan laki-laki, tetapi dia
berzina atau laki-laki yang musyrik. Dan yang tidak boleh disetubuhi, sehingga bayi yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang dalam kandungan itu lahir. Ini didasarkan

245
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248

pada sabda Nabi Muhammad SAW yang Mereka juga beralasan dengan sabda
artinya: Janganlah kamu melakukan Nabi Muhammad SAW yang lainya: “Jangan
hubungan seks terhadap wanita hamil sampai kamu menggauli wanita hamil sampai dia
dia melahirkan. melahirkan dan wanita yang tidak hamil
Menurut Imam Syafi'i perkawinan sampai haid satu kali”.
wanita hamil itu dapat dilangsungkan, dapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin
pula dilakukan persetubuhan denganya, ini Hambal mengambil kesimpulan dari kedua
didasarkan pada sabda Nabi Muhammad hadis tersebut, bahwa wanita hamil tidak
SAW yang artinya “Bagi dia maskawinya, boleh dikawini, karena dia perlu iddah.
karena kamu telah meminta kehalalanya Mereka memberlakukan secara umum,
untuk mengumpulinyasedang anak itu hamba termasuk wanita hamil dari perkawinan yang
bagimu”... sahh, juga wanita hamil dari akibat perbuatan
Memperhatikan imam Syafi'i maka zina.
seorang wanita hamil karena hasil melakukan Adanya penentuan larangan
hubungan seks di luar nikah jika dia perkawinan wanita hamil tersebut berawal
melangsungkan perkawinan dengan laki-laki, dari pendapat mereka yaitu, wanita hamil
maka kehamilan itu tidak mempengaruhi karena zina tetap memiliki iddah, maka
dalam perkawinannya. wanita hamil tidak boleh melangsungkan
Jika memperhatikan pendapat imam perkawinan sampai dia melahirkan
Hanafi, meskipun boleh wanita hamil kandungannya. Dengan demikian wanita
melangsungkan perkawinan dengan seorang hamil dilarang melangsungkan perkawinan.
laki-laki, tetapi dia dilarang melakukan Bahkan menurut Imam Ahmad bin
hubungan seksual. Dilarangnya wanita hamil Hambal, wanita hamil karena zina harus
melakukan hubungan seksual dengan laki- bertaubat, baru dapat melangsungkan
laki yang mengawininya, berarti kehamilanya perkawinan dengan laki-laki yang
mempengaruhi terhadap kelangsungan mengawininya. Pendapat kedua Imam ini
kehidupan rumah tangganya, sebagaimana dapat dimengerti agar menghindari adanya
layaknya orang yang kawin. percampuran keturunan, yaitu keturunan
b. Imam Malik dan Ahmad bin Hambal yang punya bibit dan keturunan yang
mengatakan mengawini ibunya.
Tidak boleh melangsungkan Oleh karena itu imam Malik dan Ahmad
perkawinan antara wanita hamil karena zina bin Hanbal memberlakukan iddah secara
dengan laki-laki lain sampai dia melahirkan umum terhadap wanita hamil, apakah
kandungannya. hamilnya itu karena perkawinan yang sah,
Menurut Imam Malik dan Ahmad bin ataukah kehamilanya itu akibat dari
Hambal sama halnya dengan yang dikawini hubungan seksual di luar nikah. Dengan
dalam bentuk zina atau syubhat atau kawin demikian perkawinan wanita hamil dilarang.
pasid, maka dia harus mensucikan diri dalam 2. S t a t u s N a s a b A n a k D a l a m
waktu yang sama dengan iddah. Untuk Pernikahan Wanita Hamil
mendukung pendapatnya mereka Adapun status nasab anak dari
mengemukakan alasan dengan sabda Nabi pernikahan wanita hamil, para imam mazhab
Muhammad SAW yang artinya: “Tidak halal berbeda pendapat: (1) Para ulama sepakat
bagi seorang yang beriman kepad Allah dan bahwa anak akibat zina itu tidak dinasabkan
hari akhirat mmenyiramkan airnya kepada ayahnya, tetapi dinasabkan kepada
(spermanya) kepada tanaman orang lain, ibunya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
yakni wanita-wanita tawanan yang hamil, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid
tidak halal bagi seorang yang beriman kepada bahwa “ulama telah sepakat bahwa anak
Allah dan hari akhirat mengumpuli wanita akibat zina itu tidak dinasabkan kepada
tawanan perang sampai menghabiskan ayahnya, kecuali yang terjadi di zaman
istibra'-nya (iddah) satu kali haid. jahiliyah”; (2) Imam Syafi'i berpendapat,

246
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

paling cepat umur kehamilanya itu adalah C. Simpulan


enam bulan, apabila perkawinan telah lebih Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dari enam bulan, lalu anak lahir, maka anak disimpulkan sebagai berikut:
tersebut mempunyai hubungan nasab kepada 1. Perbedaan mengenai pernikahan hamil
suaminya. Sebaliknya apabila kurang dari di luar nikah antara KHI dan hukum
enam bulan, maka nasab anak tersebut Islam. Menurut KHI bahwa wanita
dihubungkan kepada ibunya.Ibnu Rusyd yang hamil di luar nikah bisa langsung
mengatakan bahwa Imam Syafi;i berkata: di nikahkan dengan laki-laki yang
“Siapapun yang kawin dengan seorang menghamilinya tanpa menunggu
wanita dan belum mencampurinya atau telah wanita itu melahirkan kandugannya.
mencampurinya sesudah akad, lalu wanita itu Sedangkan berdasarkan hukum Islam
melahirkan anak setelah enam bulan dari dalam hal ini pendapat Imam Malik dan
waktu terjadinya akad bukan dari waktu Ahmad bin Hambali yang mengatakan
terjadinya percampuran itu, maka anak tidak boleh melangsungkan pernikahan
tersebut tidak dipertalikan nasabnya kepada antara wanita hamil karena zina dengan
seorang laki-laki yang mengawini, kecuali laki-laki sampai dia melahirkan
jika ibu itu melahirkan setelah lebih dari enam kandungannya. Perbedaan tersebut
bulan.Pendapat tersebut jika diperhatikan terjadi karena di pengaruhi oleh
dengan pengertian dari perkawinan (nikah) perbedaan dalil-dalil (Al-Qur'an dan
itu sendiri secara istilah, yaitu nikah adalah Hadis) yang digunakan dalam
akad penghalalan persetubuhan. Oleh karena menafsirkan permasalahan pernikahan
itu konsekuensinya, jika seorang wanita hamil di luar nikah. KHI menjelaskan
ternyata hamil sebelum akad dimaksud, maka pernikahan hamil di luar nikah
kehamilan wanita tersebut tidak dihargai, berdasarkan dalil Al-Qur'an surat An-
bibit itu dapat milik laki-laki mana saja, sebab nur ayat 3, Mazhab Syafi'i dan Hanafi,
itu apabila anak itu lahir, dia tidak memiliki pendapat Abu Bakar, Umar dan Ibnu
nasab kepada laki-laki (ayah), tetapi hanya Abbas. Sedangkan Hukum Islam
memiliki nasab kepada ibunya; (3) Imam menggunakan dalil Al-Qur'an surat An-
Hanafi berpendapat bahwa anak yang Nisa ayat 11, 12, dan 176, surat At-
dilahirkan oleh wanita hamil dengan laki-laki Talaq ayat 4, Mazhab Maliki dan
atau suami, maka hubungan anak tersebut Ahmad bin Hambal.
dengan suami ibunya. Dengan demikian 2. Status hukum pernikahan wanita hamil
menurut imam Hanafi, bahwa setiap anak akibat zina dengan laki laki yang
yang lahir akan dihubungkan nasabnya menghamilinya. KHI membolehkan
kepada laki-laki yang memiliki bibit. menikahi wanita hamil akibat zina
Ketentuan ini terlihat dengan sikapnya dengan laki-laki yang menghamilinya,
mengartikan nikah dengan setubuh. Maka menurut hukum Islam status hukum
konsekuensinya asal terjadi hubungan pernikahan wanita hamil akibat zina
seksual yang mengakibatkan lahirnya dengan laki-laki yang menghamilinya
seorang bayi, maka bayi tersebut adalah anak pun terjadi perbedaan pendapat diantara
laki-laki pelaku perbuatan zina tersebut. ke empat mazhab. Mazhab Hanafi dan
Dengan demikian, bayi yang lahir dari Syafi'i membolehkan pernikahan
perkawinan wanita hamil itu bukan secara wanita hamil akibat zina dengan laki-
langsung dinasabkan kepada laki-laki yang laki yang menghamilinya. Mazhab
mengawini ibunya bayi, tetapi dmasabkan Maliki dan Hanbali melarang
kepada mereka yang menuai bibit, artinya pernikahan wanita hamil akibat zina
bisa pula dinasabkan kepada orang yang dengan laki-laki yang menghamilinya.
bukan mengawini ibu bayi tersebut.
Saran yang penulis berikan yaitu:
1. Pembahasan mengenai hukum

247
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248

perkawinan akibat hamil di luar nikah Hlm. 1. Tersedia pada:


sangatlah luas, karena itu diharapkan file:///C:/Users/Windows7-
untuk penelitian selanjutnya akan ultimate/Downloads/1469-4905-1-
menghasilkan penelitian yang lebih luas PB.pdf.
dan mendalam. Pembahsan tersebut Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal Haram Dalam
agar selalu dicari relevansinya dengan Islam. Solo: Era Intermedia hlm. 214-
perkembangannya masa kini, agar 216
penelitian tersebut tidak hanya menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik
bahan bacaan namun bisa menjadi I n d o n e s i a Ta h u n 1 9 4 5 d a n
rujukan sumber hukum yang jelas. Perubahannya
2. Menghadapi perkembangan zaman Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
yang semakin pesat dan terjadinya tahun 1974 tentang Perkawinan.
Lembaran Negara Republik Indonesia
degradasi moral terutama dikalangan
1974 Nomor 1
remaja, diharapkan agar para orang tua
Wahbah az-Zuhailii, al-Fiqh al-Islami wa
selalu menanamkan nilai-nilai agama
adillatuhu (Beirut: Dar al Fikr, 1985)
kepada putra putrinya sedini mungkin, VII: 148
sehingga dapat meminimalisasi
terjadinya perkawinan akibat hamil di
luar nikah.

DAFTAR PUSTAKA

Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum Membangun


Hukum, Membela Keadilan, Kanisius,
2009.Online:https ://
artnur.wordpress.com/2010/03/13/posi
tivisme-hukum-john-austin-1790-
1859/. Di akses pada tanggal 3 Juni
2017. Pukul 13.00 WITA.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1978. Hukum-Hukum
Fiqih Islam. Jakarta: Bulan Bintang
hlm. 265
Dadang Hermawan dan Sumardjo (2015).
Kompilasi Hukum Islam Sebagai
Hukum Materiil Pada Peradilan
Agama. Jurnal Yudisia Vol. 6 Nomor 1,
J u n i 2 0 1 5 . O n l i n e .
file:///C:/Users/Windows7-ultimate/
Downloads/1469-4905-1-PB.pdf. Di
akses pada tanggal 3 Juni 2017, Pukul
10.30 WITA.
Departemen Agama RI. 2000. Kompilasi
Hukum Islam Di Indonesia. Bandung :
Fokusmedia hlm.14
Khoirudin Nasution, Islam; Tentang Relasi
Suami dan Istri (Hukum Perkawinan I)
(Yogyakarta: ACADEM IA, dan
Tazzafa, 2004), hlm. 35-50.
Muttaqien, Dadan. & Tono, Sidik (Ed).1999.
Peradilan Agama dan Kompilasi
Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press.

248

Anda mungkin juga menyukai