Abstract
Pregnant marriage is an act that is basically not recommended by religion, because religion teaches
people to virtue, but this practice is still a lot we encounter in society.The problems in this study are:
(1) Why is there difference of marriage of pregnant marriage between Compilation of Islamic Law
(KHI) and Islamic Law (HI) ?; (2) What is the legal status of marriage law of pregnant women due to
adultery with men who impregnate her according to Islamic Law Compilation (KHI) and Islamic
fiqih ?.The conclusions of this study : first According to KHI that women who become pregnant out of
wedlock can be directly married to men who impregnate her without waiting for the woman to give
birth to her ingredients. Second, KHI allows to marry pregnant women due to adultery with men who
impregnate him, according to Islamic law the legal status of marriage of pregnant women due to
adultery with men who impregnate him there is a difference of opinion among the four schools.
Keywords: Pregnancy Marriage, KHI, Fiqh Islam.
Abstrak
Hamil diluar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama,
karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktek ini masih banyak
kita jumpai di masyarakat.Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi perbedaan
mengenai pernikahan hamil di luar nikah antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam
(HI)?; (2) Bagaimana status hukumpernikahanwanitahamilakibatzinadenganlaki-laki yang
menghamilinyamenurutKompilasi Hukum Islam (KHI)danfiqih Islam?.Kesimpulan dari penelitian
ini adalah: pertama,menurut KHI bahwa wanita yang hamil di luar nikah bisa langsung di nikahkan
dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu wanita itu melahirkan kandugannya.
Kedua, KHI membolehkan menikahi wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang
menghamilinya. Mazhab Hanafi dan Syafi'i membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina
dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang pernikahan wanita
hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya.
240
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah
Pada tahun 2013 tercatat 170 peristiwa nikah penelitian yang berasal dari responden
di kecamatan Kelapa Lima dengan rincian melalui wawancara langsung yang
143 peristiwa adalah pernikahan hamil di luar berpedoman pada daftar pertanyaan yang
nikah, dan 27 peristiwa adalah perawan. Pada telah dipersiapkan maupun dalam bentuk
tahun 2014 tercatat 163 peristiwa nikah dokumen tidak resmi yang kemdian diolah
dengan rincian 140 peristiwa pernikahan peneliti. Data sekunder adalah data yang
hamil diluar nikah, 23 peristiwa adalah diperoleh dari dokumen-dokemen resmi, baik
perawan. Pada tahun 2015 tercatat ada 160 berupa buku yang berhubungan dengan objek
peristiwa nikah dengan rincian 140 penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
pernikahan hamil diluar nikah, dan hanya 20 laporan, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan
peristiwa saja dikategorikan perawan. peraturan perundangan.
Demikian halnya dengan kecamatan Bahan hukum primer adalah bahan-
Alak. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahan hukum yang mengikat, terdiri dari
bahwa banyak sekali peristiwa nikah peraturan perundangan yang terkait dengan
pernikahan hamil di luar nikah yang tercatat obyek penelitian. Bahan hukum sekunder
di kecamatan Alak. Pada tahun 2013 tercatat adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah
110 peristiwa nikah dengan rincian 85 yang terkait pula dengan obyek penelitian ini.
peristiwa adalah pernikahan hamil diluar Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau
nikah, 25 peristiwa adalah perawan. Pada penjelasan mengenai hukum primer atau
tahun 2014 tercatat 130 peristiwa nikah bahan hukum sekunder yang berasal dari
dengan rincian 120 peristiwa adalah kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan
pernikahan hamil di luar nikah dan 10 sebagainya. Bahan hukum yang diperoleh
peristiwa adalah perawan. Pada tahun 2015 selanjutnya diolah menggunakan metode
tercatat 120 peristiwa nikah dengan rincian Editing, Codding,Pentabulasian, dan
100 peristiwa adalah pernikahan hamil di luar Verifikasi data. Metode analisis data yang
nikah, 20 peristiwa adalah perawan. Tujuan digunakan adalah analisis data dengan
yang akan dicapai adalah untuk mengetahui menggunakan metode yuridis kualitatif dan
perbedaan mengenai pernikahan hamil di luar preskriptif yang berpedoman pada metode
nikah antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) interpretasi dan konstruksi sesuai dengan
dan Hukum Islam (HI) dan status hukum teori, asas, dan kaidah hukum yang berkaitan
pernikahan wanita hamil akibat zina dengan dengan permasalahan yang di teliti.
laki-laki yang menghamilinya menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan fiqih B. Hasil dan Pembahasan
Islam. Permasalahan yang diajukan adalah : 1. Terjadinya Perbedaan Pandangan
1. Mengapa terjadi perbedaan mengenai dan Pengetahuan Mengenai
pernikahan hamil di luar nikah antara Pernikahan Hamil di Luar Nikah
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Antara KHI dan Hukum Islam
Hukum Islam (HI)? Negara Indonesia merupakan negara
2. Bagaimana status hukum pernikahan hukum yang mayoritas penduduknya
wanita hamil akibat zina dengan laki- beragama Islam adalah merupakan realitas
laki yang menghamilinya menurut sosial, karena itu sangat relevan apabila
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan hukum Islam dijadikan sumber rujukan
fiqih Islam? dalam pembentukan hukum-hukum nasional.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Maka peran ulama dan ilmuwan yang concern
yuridis normatif. Metode pendekatan yang terhadap Islam sangat diperlukan (Tono,
digunakan adalah pendekatan studi kasus, Muttaqien, 1999:1) (Muttaqien, Dadan &
konseptual, doktrinal/undang-undang, Tono, Sidik (Ed),1999)
yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data Berangkat dari pemahaman bahwa
primer dan data sekunder. Data primer adalah Islam adalah agama yang kaffah dalam segala
data yang diperoleh langsung dari tempat hal dibandingkan dengan agama yang
241
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248
lainnya, maka di sinilah dibutuhkan sebuah merupakan suatu rangkaian hukum tertulis
kreatifitas bagi penganutnya untuk menggali dan masuk dalam Tata Hukum Indonesia
ajaran-ajaran yang ada untuk terus melalui instrument Inpres No. 1/1991,
dikembangkan agar eksistensi agama tidak kehadiran KHI merupakan sebuah alternatif
hilang atau mati. Pembaharuan-pembaharuan dan tidak harus disepakati oleh para hakim
dilakukan yang pasti tidak menyimpang dari agama dalam menerima, memeriksa,
tujuan syari'ah. Dengan demikian proses mengadili dan menyelesaikan suatu perkara
perkembangannya tidak menyalahi pesan yang diajukan padanya.
yang ingin disampaikan oleh ajaran Islam. Hukum materiil yang selama ini
Juga mengingat di dalam Islam tidak hanya berlaku di lingkungan Peradilan Agama ialah
ada ajaran ketuhanan atau teologi akan tetapi Hukum Islam yang dalam garis besarnya
juga ada dimensi hukum yang memperbaiki meliputi bidang-bidang hukum Perkawinan,
hubungan antara individu, masyarakat. Hukum Kewarisan, dan Hukum Kewakafan.
Kompilasi Hukum Islam merupakan Hukum materiil tersebut tertulis antara lain
hukum materiil dari salah satu di antara dalam kitab-kitab fiqih yang banyak beredar
hukum positif yang berlaku di Indonesia. di Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran
Berlakunya Kompilasi Hukum Islam tersebut Kepala Biro Peradilan Agama No.B/1/735
berdasarkan: Instruksi Presiden No.1 Tahun tanggal 18 Pebruari 1958, kitab-kitab fiqih
1991 tanggal 10 Juni 1991. Disebutkan bahwa yang dijadikan pedoman hukum tersebut
kompilasi ini dapat dipergunakan sebagai ialah bersumber pada 13 buah kitab fiqih yang
pedoman dalam penyelesaian masalah- semuanya bermazhab Syafi'i.
masalah di bidang yang diatur oleh kompilasi, Dadang Hermawan dan Sumardjo
yaitu hukum perkawinan, kewarisan, (Dadang Hermawan dan Sumardjo, 2015)
perwakafan oleh instansi pemerintah dan menjelaskan bahwa inpres dan Keputusan
masyarakat yang memerlukannya. Menteri Agama, KHI ini mempunyai
Kebutuhan akan adanya KHI di kedudukan sebagai “pedoman” dalam
Indonesia sebagai upaya memperoleh putusan. Artinya sebagai petunjuk bagi hakim
kesatuan hukum dalam memeriksa dan Pengadilan Agama dalam memutuskan dan
memutuskan perkara bagi para hakim di m e n y e l e s a i k a n p e r k a r a , t e rg a n t u n g
lingkungan peradilan agama, sudah lama sepenuhnya kepada hakim untuk
dirasakan oleh Departemen Agama. Bahkan menggunakannya dalam putusan mereka
sejak adanya peradilan agama di Indonesia, masing-masing, sehingga KHI ini akan
keperluan ini tidak pernah hilang, bahkan terwujud dan mempunyai makna serta
berkembang terus sejalan dengan landasan yang kokoh dalam yurisprudensi
perkembangan badan. Latar belakang peradilan agama. Dengan demikian, maka
penyusunan KHI yang tidak mudah untuk hakim peradilan agama sekarang hanya
dijawab secara singkat. Pembentukan KHI ini berkewajiban menerapkan ketentuan-
mempunyai kaitan yang erat sekali dengan ketentuan yang sudah ada atau yang sudah
kondisi hukum Islam di Indonesia ketika itu. digariskan dalam KHI, akan tetapi hakim
Hal ini penting untuk ditegaskan mengingat mempunyai peranan yang lebih besar lagi
sampai saat ini belum ada suatu pengertian untuk mengembangkan dalam
yang disepakati tentang hukum Islam, yang melengkapinya melalui putusan yang
masing-masing dilihat dari sudut pandang dibuatnya.
yang berbeda. Sebagaimana ditegaskan oleh Prof.
Kehadiran KHI di Indonesia Islamil Sunni dalam Dadang Hermawan dan
merupakan suatu rangkaian sejarah hukum Sumardjo (Dadang Hermawan dan Sumardjo,
nasional yang merupakan makna kehidupan 2015) KHI sebagai pedoman, landasan dan
masyarakat Islam Indonesia yang diantaranya pegangan para hakim-hakim di Peradilan
adanya norma hukum. KHI ini disepakati oleh Agama, Pengadilan Tinggi dan Hakim-hakim
para Alim Ulama Indonesia, bahkan KHI juga Mahkamah Agung dalam memeriksa dan
242
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah
memutuskan perkara-perkara yang menjadi kerja rasio, Austin justru menekankan watak
wewenang Peradilan Agama. Sedang bagi perintah hukum yang bersumber pada
masyarakat yang memerlukan dapat kedaulatan penguasa. Dalam arti ini,
15
digunakan dalam kehidupan sehari-hari pandangan hukum Aquinas lebih lunak
sesuai dengan kesadaran hukumnya untuk dibandingkan dengan pandangan.
melaksanakan baik dalam bidang Hukum sebagai perintah, menurut
perkawinan, pembagian warisan, kegiatan Austin, memuat dua elemen dasar. Pertama,
amal ibadah dan sosial kemasyarakatan hukum sebagai perintah mengandung
dalam perwakafan, disamping peraturan pentingnya keinginan, yakni keinginan dari
perundang-undangan yang lain, terutama seorang penguasa bahwa seseorang harus
sumber hukum Al-Qur'an dan Hadits. melakukan atau menahan diri untuk tidak
Kekuatan KHI dijadikan sebagai melakukan sesuatu. Tentu saja, tidak semua
sumber hukum materiil dilandasi oleh Inpres keinginan mempunyai kekuatan sebagai
No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam hukum. Kalau saya ingin makan, misalnya,
itu dasar hukumnya adalah pasal 4 ayat (1) keinginan seperti ini pasti bukan hukum
UUD 1945, yaitu “Kekuasaan Presiden untuk sifatnya. Karena itu, keinginan dalam arti
memegang Pemerintahan Negara”. Juga hukum memiliki kekhususan, yakni bahwa
sebagaimana
17 telah dijelaskan di BAB II “pihak yang terkena hukum harus
dimana sumber hukum KHI yang salah menanggung akibat yang tidak
satunya adalah Al-Qur'an dan Hadits yang menyenangkan atau membahayakan dari
tidak perlu diragukan lagi kekuatannya. yang lain apabila gagal memenuhi hukum
Menurut Austin hukum harus dipahami yang berlaku.” Dengan demikian, hukum
dalam arti perintah karena hukum seharusnya dalam arti perintah yang mengungkapkan
tidak memberi ruang untuk memilih (apakah keinginan penguasa pada dasarnya memuat
mematuhi atau tidak mematuhi). Hukum ancaman hukuman bagi siapa pun yang
bersifat non optional. Karena itu, mengkritik berada di bawah hukum yang berlaku. Kedua,
para penganut teori hukum kodrat Austin hukum memiliki kemampuan untuk
menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk menciptakan sesuatu yang tidak
peraturan atau nasihat moral. Hukum dalam menyenangkan atau bahkan membahayakan
arti terakhir ini tidak punya implikasi subjek yang melanggarnya. Individu yang
hukuman apapun. Ketika hukum tidak lagi terkena perintah dengan sendirinya terikat,
dapat dipaksakan , yakni pelanggarannya wajib berada dibawah keharusan untuk
dikenai hukuman atau sanksi hukum, maka melakukan apa yang diperintahkan.
hukum tidak lagi dapat disebut hukum; atau Kegagalan memenuhi tuntutan perintah akan
hukum kehilangan esensinya sebagai berakibat bahwa subjek yang terkena perintah
perintah. Dengan demikian, kepatuhan pada mendapat sanksi hukum (Ujan) (Andre Ata
hukum adalah kewajiban yang tidak dapat Ujan, 2009 ).
ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai Para ulama menggunakan dalil Al-
hukum tetapi dalam praktek tidak dapat quran dalam menentukan hukum status
ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum pernikahan wanita hamil, terutama bagi Imam
adalah absurd, karena hukum yang demikian Hanafi dan Imam Syafi'i, yaitu memahami Al-
tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya quran pada surah An-Nur ayat 3. Pandangan
sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku mazhab Maliki tentang hukum perkawinan
masyarakat. Padahal, demikian Austin, dengan wanita hamil 19 karena zina pada
mengontrol perilaku masyarakat adalah dasarnya membedakan antara perkawinan
fungsi utama hukum. Dalam arti ini, wanita hamil karena zina dengan laki-laki
sebetulnya Austin sepakat dengan Aquinas yang menghamilinya dan perkawinan wanita
yang juga melihat hukum sebagai alat kontrol hamil karena zina dengan laki-laki yang tidak
sosial. Akan tetapi, berbeda dengan Aquinas menghamilinya. Dalam kasus yang pertama,
yang melihat hukum tertuma sebagai hasil mazhab Malik memperbolehkannya, hal ini
243
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248
berdasarkan pada surat an-Nur ayat 3. Lebih tidak dilaksanakannya pernikahan dalam
jauh ditegaskan bahwa, jika anak dalam batas-batas tertentu menimbulkan dampak
kandungan wanita tersebut lahir sesudah psikologis bagi keluarga wanita tersebut.
enam bulan terhitung sejak dilakukan akad Secara rinci alasan perbedaan pendapat
nikah, nasabnya ditetapkan kepada laki-laki mengenai pernikahan hamil di luar nikah
yang menghamili dan sekaligus menikahinya. antara KHI dengan Hukum Islam. Peneliti
Tetapi, jika anak dalam kandungan wanita uraikan pada tabel sebagai berikut:
tersebut lahir kurang dari enam bulan
terhitung sejak dilakukan akad nikah, nasab
anak yang lahir itu hanya ditetapkan kepada
ibunya, tidak kepada ayahnya, kecuali laki-
laki yang menghamilinya sekaligus menikahi
wanita hamil tersebut mengaku bahwa anak
yang lahir itu sebagai anaknya (Wahbah az-
Zuhailii, 1985).
Sementara itu KHI yang secara khusus
dalam babnya mengatur pernikahan wanita
hamil, yaitu bab VIII pasal 53 ayat (1), (2),
dan (3), di dalamnya ditetapkan bahwa
“wanita hamil di luar nikah dapat di nikahkan
dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa
harus menunggu kelahiran anak yang ada
dalam kandungannya terlebih dahulu, dan Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat
perkawinan saat hamil tidak diperlukan lagi diketahui bahwa perbedaan pendapat
perkawinan ulang setelah anak yang mengenai pernikahan hamil di luar nikah
dikandungnya lahir”. antara KHI dengan Hukum Islam terjadi
Dengan demikian perkawinan wanita karena di pengaruhi oleh perbedaan dalil-dalil
hamil di luar nikah di tetapkan oleh KHI, (Al-Qur'an dan Hadis) yang digunakan dalam
bahwa wanita hamil di luar nikah dapat menafsirkan permasalahan pernikahan hamil
dikawinkan dengan laki-laki yang di luar nikah. KHI menjelaskan pernikahan
menghamilinya, dan dapat ditafsirkan pula hamil di luar nikah berdasarkan dalil Al-
kata “dapat” bahwa wanita hamil di luar nikah Qur'an surat An-nur ayat 3, Mazhab Syafi'i
dan Hanafi, pendapat Abu Bakar, Umar dan
dapat di kawinkan dengan laki-laki lain yang
Ibnu Abbas. Sedangkan Hukum Islam
tidak menghamilinya.
menggunakan dalil Al-Qur'an surat An-Nisa
Berarti perkawinan wanita hamil di luar
ayat 11, 12, dan 176, surat At-Talaq ayat 4,
nikah boleh dilakukan baik dengan laki-laki Mazhab Maliki dan Ahmad bin Hambal.
yang menghamilinya ataupun laki-laki lain
yang tidak menghamilinya yang ingin 2 Status Hukum Pernikahan Wanita
bertanggungjawab terhadap wanita tersebut, Hamil Akibat Zina dengan Laki-laki
karena bisa jadi kehamilan itu bukan atas yang Menghamilinya Menurut KHI
dasar perbuatan zina melainkan pemerkosaan dan Hukum Islam
terhadapnya yang dilakukan oleh laki-laki Kasus kawin hamil di luar nikah secara
yang tidak jelas keberadaannya. khusus diatur dalam Pasal 53 KHI. Pasal
Oleh sebab itu, wanita hamil di luar tersebut menjelaskan tentang kebolehan
nikah boleh di nikahkan dengan laki-laki melangsungkan perkawinan bagi wanita
manapun yang mau bertanggungjawab, hamil di luar nikah. Meskipun demikian, ada
karena apabila wanita hamil tidak dapat di ketentuan yang harus dipenuhi dalam
nikahkan dengan laki-laki lain yang tidak perkawinan tersebut, diantaranya: (1)
menghamilinya sedangkan laki-laki yang Seorang wanita hamil di luar nikah bisa
menghamilinya tidak bertanggungjawab, dan
244
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah
245
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248
pada sabda Nabi Muhammad SAW yang Mereka juga beralasan dengan sabda
artinya: Janganlah kamu melakukan Nabi Muhammad SAW yang lainya: “Jangan
hubungan seks terhadap wanita hamil sampai kamu menggauli wanita hamil sampai dia
dia melahirkan. melahirkan dan wanita yang tidak hamil
Menurut Imam Syafi'i perkawinan sampai haid satu kali”.
wanita hamil itu dapat dilangsungkan, dapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin
pula dilakukan persetubuhan denganya, ini Hambal mengambil kesimpulan dari kedua
didasarkan pada sabda Nabi Muhammad hadis tersebut, bahwa wanita hamil tidak
SAW yang artinya “Bagi dia maskawinya, boleh dikawini, karena dia perlu iddah.
karena kamu telah meminta kehalalanya Mereka memberlakukan secara umum,
untuk mengumpulinyasedang anak itu hamba termasuk wanita hamil dari perkawinan yang
bagimu”... sahh, juga wanita hamil dari akibat perbuatan
Memperhatikan imam Syafi'i maka zina.
seorang wanita hamil karena hasil melakukan Adanya penentuan larangan
hubungan seks di luar nikah jika dia perkawinan wanita hamil tersebut berawal
melangsungkan perkawinan dengan laki-laki, dari pendapat mereka yaitu, wanita hamil
maka kehamilan itu tidak mempengaruhi karena zina tetap memiliki iddah, maka
dalam perkawinannya. wanita hamil tidak boleh melangsungkan
Jika memperhatikan pendapat imam perkawinan sampai dia melahirkan
Hanafi, meskipun boleh wanita hamil kandungannya. Dengan demikian wanita
melangsungkan perkawinan dengan seorang hamil dilarang melangsungkan perkawinan.
laki-laki, tetapi dia dilarang melakukan Bahkan menurut Imam Ahmad bin
hubungan seksual. Dilarangnya wanita hamil Hambal, wanita hamil karena zina harus
melakukan hubungan seksual dengan laki- bertaubat, baru dapat melangsungkan
laki yang mengawininya, berarti kehamilanya perkawinan dengan laki-laki yang
mempengaruhi terhadap kelangsungan mengawininya. Pendapat kedua Imam ini
kehidupan rumah tangganya, sebagaimana dapat dimengerti agar menghindari adanya
layaknya orang yang kawin. percampuran keturunan, yaitu keturunan
b. Imam Malik dan Ahmad bin Hambal yang punya bibit dan keturunan yang
mengatakan mengawini ibunya.
Tidak boleh melangsungkan Oleh karena itu imam Malik dan Ahmad
perkawinan antara wanita hamil karena zina bin Hanbal memberlakukan iddah secara
dengan laki-laki lain sampai dia melahirkan umum terhadap wanita hamil, apakah
kandungannya. hamilnya itu karena perkawinan yang sah,
Menurut Imam Malik dan Ahmad bin ataukah kehamilanya itu akibat dari
Hambal sama halnya dengan yang dikawini hubungan seksual di luar nikah. Dengan
dalam bentuk zina atau syubhat atau kawin demikian perkawinan wanita hamil dilarang.
pasid, maka dia harus mensucikan diri dalam 2. S t a t u s N a s a b A n a k D a l a m
waktu yang sama dengan iddah. Untuk Pernikahan Wanita Hamil
mendukung pendapatnya mereka Adapun status nasab anak dari
mengemukakan alasan dengan sabda Nabi pernikahan wanita hamil, para imam mazhab
Muhammad SAW yang artinya: “Tidak halal berbeda pendapat: (1) Para ulama sepakat
bagi seorang yang beriman kepad Allah dan bahwa anak akibat zina itu tidak dinasabkan
hari akhirat mmenyiramkan airnya kepada ayahnya, tetapi dinasabkan kepada
(spermanya) kepada tanaman orang lain, ibunya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
yakni wanita-wanita tawanan yang hamil, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid
tidak halal bagi seorang yang beriman kepada bahwa “ulama telah sepakat bahwa anak
Allah dan hari akhirat mengumpuli wanita akibat zina itu tidak dinasabkan kepada
tawanan perang sampai menghabiskan ayahnya, kecuali yang terjadi di zaman
istibra'-nya (iddah) satu kali haid. jahiliyah”; (2) Imam Syafi'i berpendapat,
246
Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah
247
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, Juli 2017, Halaman 239-248
DAFTAR PUSTAKA
248