Anda di halaman 1dari 43

TUGAS

PERENCANAAN DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR


Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng

METODE PENANGANAN KELONGSORAN


DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR
YANG TELAH ADA

DIBUAT OLEH :

RAYMOND BENARDUS MUNTHE, ST

NIM. 21010113420049

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR

TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana alam merupakan peristiwa alam yang dapat terjadi setiap saat
dimana saja dan kapan saja, yang menimbulkan kerugian material dan imaterial
bagi kehidupan masyarakat. Tanah longsor merupakan salah satu bencana
alam yang umumnya terjadi di wilayah pegunungan (mountainous area),
terutama di musim hujan, yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda
maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya
seperti perumahan, industri, dan lahan pertanian yang berdampak pada kondisi
sosialmasyarakatnya dan menurunnya perekonomian di suatu daerah. Menurut
Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor
secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi,
struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh
faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan
pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan. Bencana
tanah longsor dampaknya bersifat lokal (dibandingkan dengan gempa bumi dan
letusan gunung api), sering terjadi dan dapat mematikan manusia karena
kejadiannya yang tiba-tiba.
Kejadian tanah longsor di Indonesia sejak tahun 1994-1998 terjadi di
410 lokasi, tersebar di beberapa propinsi. Kejadian tersebut mengakibatkan 597
korban jiwa, 3400 rumah rusak sampai hancur, 1003 ha lahan pertanian, dan
7483,5 m jalan rusak dan terancamnya saluran irigasi. Lokasi yang tertimpa
bencana umumnya tergolong sebagai desa tertinggal. (Sutikno, 1997).
Sedangkan sejak tahun 2003-2005 sedikitnya telah terjadi 103 kejadian longsor
yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kejadian tersebut mengakibatkan
411 korban meninggal, 149 korban luka-luka, 4608 rumah rusak dan hancur, 751
ha lahan pertanian rusak, dan 920 m jalan rusak. (DVMBG, 2007).
Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang paling rawan tanah longsor di
Indonesia.
Selain kondisi alamnya yang rusak, banyaknya gunung api dan posisi
Propinsi Jawa Barat yang berada di sekitar tumbukan Lempeng Australia dan
Eurasia menjadikan Pulau Jawa sebagai wilayah yang rawan tanah longsor
dan gempa bumi. Menurut Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Tahun 2005
diketahui bahwa kawasan rawan longsor di Provinsi Jawa Barat menyebar di

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

sepuluh kabupaten/kota antara lain Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi,


Majalengka, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Di Jawa
Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang merupakan titik
rawan longsor. Bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Babakan Madang
Kabupaten Bogor pada awal Februari 2007 telah menyita banyak perhatian dan
menyebabkan banyak kerugian. Jumlah korban mengungsi dalam peristiwa longsor
ini sebanyak 7.200 jiwa terdiri dari 3.912 jiwa dari Desa Bojong Koneng dan 3.288
jiwa dari Desa Karang Tengah. Di Desa Bojong Koneng kerusakan bangunan
yang tergolong berat sejumlah 161 unit, kerusakan sedang 216 unit, dan kerusakan
ringan 546 unit yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, pondok pesantren,
dan bangunan sekolah (SD/MI). Sedangkan di Desa Karang Tengah kerusakan
bangunan yang tergolong berat 187 unit, sedang 124 unit, dan ringan 420 unit
yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, dan pondok pesantren.
Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor
tersebut, maka identifikasi daerah kejadian tanah longsor penting untuk dilakukan
agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan karakteristik dari tiap kejadian
longsor pada daerah-daerah di Indonesia serta sebagai langkah awal pencegahan
kejadian longsor nantinya dan merupakan langkah pertama dalam upaya
meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor. Identifikasi daerah
kejadian longsor juga penting untuk mengetahui hubungan antara lokasi kejadian
longsor dengan faktor persebaran geologi (batuan, patahan, lipatan) dan
penggunaan lahan di daerah terjadinya longsor, sehingga dapat diketahui
penggunaan lahan apa yang sesuai pada setiap karakteristik lahan dan geologinya.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tanah Longsor


Menurut Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana
pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang
relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan
atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan
sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru
akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan
terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus
Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi
dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan
besar tanah. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan
tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil,
pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng
atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi. Gerakan tanah (tanah longsor)
adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang
menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah.
Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh
sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di
sepanjang lereng.
Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam
maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh
gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan
aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain
adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di
tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang
banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan
budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor.
Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi
yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif
pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan
bentukbentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor
pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Sedangkan menurut Dwiyanto (2002), tanah longsor adalah suatu jenis


gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan
rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya
gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan
(instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara
penggalian atau penimbunan.
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan
mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement),
merupakan perpindahan massa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi
akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Meskipun
gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakan massa, ada beberapa faktor
lain yang juga berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain
kemiringan lereng dan air. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi
antarmineral akan semakin lemah, sehingga memungkinkan partikelpartikel tersebut
dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat
massa material, sehingga kemungkinan cukup untuk menyebabkan material untuk
meluncur ke bawah.
Tabel 1. Klasifikasi longsoran (Stewart Sharpe, 1938, dalam Hansen, 1984)

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

2.2 Tipe longsor


Menurut Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan
gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu :
a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi.
b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran
berbentuk tapal kuda.
c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah
bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing.
d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan
berkembang lebih lanjut menjadi aliran.
e. Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah,
penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada
daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah.
Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu
penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau
perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila
terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya ataupun
pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat.
Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air
tanah (pada sistem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik,
sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun.
Penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh
batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003).

Gambar 1. Tipe Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Gambar 2. Tipe Longsoran Rotasi


Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.

Gambar 3. Tipe Pergerakan Blok


Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 4. Tipe Runtuhan Batu


Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Gambar 5. Tipe Rayapan Tanah


Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat
dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan
tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 6. Tipe Aliran Bahan Rombakan


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,
dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu
mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat
menelan korban cukup banyak.
Ditinjau dari kenampakan jenis gerakan tanah longsor dapat dibedakan
menjadi beberapa macam/tipe antara lain :
1. Jenis jatuhan
Material batu atau tanah dalam longsor jenis ini jatuh bebas dari atas
tebing. Material yang jatuh umumnya tidak banyak dan terjadi pada lereng terjal.
2. Longsoran
Longsoran yaitu massa tanah yang bergerak sepanjang lereng dengan
bidang longsoran melengkung (memutar) dan mendatar. Longsoran dengan
bidang longsoran melengkung, biasanya gerakannya cepat dan mematikan

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

karena tertimbun material longsoran. Sedangkan longsoran dengan bidang


longsoran mendatar gerakannya perlahan-lahan, merayap tetapi dapat
merusakkan dan meruntuhkan bangunan di atasnya.
3. Jenis aliran
Jenis aliran yaitu massa tanah bergerak yang didorong oleh air. Kecepatan
aliran bergantung pada sudut lereng, tekanan air, dan jenis materialnya.
Umumnya gerakannya di sepanjang lembah dan biasanya panjang
gerakannya sampai ratusan meter, di beberapa tempat bahkan sampai
ribuan meter seperti di daerah aliran sungai daerah gunung api. Aliran
tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
4. Gerakan tanah gabungan
Gerakan tanah gabungan yaitu gerakan tanah gabungan antara longsoran
dengan aliran atau jatuhan dengan aliran. Gerakan tanah jenis gabungan ini
yang banyak terjadi di beberapa tempat akhir-akhir ini dengan menelan
korban cukup tinggi.
Menurut Dwiyanto (2002), dilihat dari kenampakan bidang gelincirnya
terdapat beberapa tipe longsoran yang sering terjadi diantaranya :
a. Kelongsoran rotasi (rotational slip).
b. Kelongsoran translasi (translational slip).
c. Kelongsoran gabungan (compound slip).

2.3 Penyebab Tanah Longsor


Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada
kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi
penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis
besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia.
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005),
tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu
terjadinya tanah longsor, yaitu :
a. Faktor alam
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu
lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan
kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api,
lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang
longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik).

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama,


ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena
air hujan.
c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal)
d. Keadaan topografi: lereng yang curam.
e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air,
erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir,
aliran bawah tanah pada sungai lama).
f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak
belukar di tanah kritis.
b. Faktor manusia
Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain :
a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah
yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan
menyebabkan tanah menjadi lembek
e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng.
f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran
masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.
h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng
semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing
i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang
bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat
karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing
j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran
Arsyad (1989) mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan
bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi sebagai akibat
meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air.
Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi setelah
jenuh air akan bertindak sebagai peluncur. Longsoran akan terjadi jika
terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut :
a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat
bergerak atau meluncur ke bawah,

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan
lunak, yang akan menjadi bidang luncur, dan
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di
atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.
Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat
tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan. Penyebab terjadinya tanah longsor
dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat
batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan
dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari
perubahan tata guna lahan hingga pembentukan gawir yang terjal tanpa
memperhatikan stabilitas lereng. (Surono, 2003). Sedangkan menurut Sutikno
(1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain :
tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah
hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut.

Tabel 2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor


NO FAKTOR PENYEBAB PARAMETER
1. Faktor Pemicu Dinamis 1. Kemiringan Lereng
2. Curah Hujan
3. Penggunan Lahan (aktivitas manusia)
2. Faktor Pemicu Statis 1. Jenis Batuan dan Struktur Geologi
2. Kedalaman Solum Tanah
3. Permeabilitas Tanah
4. Tekstur Tanah
Sumber : Goenadi et. Al (2003) dalam Alhasanah (2006)

Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan


berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola
drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat
dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur.
Berbagai tipe dan jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi
bersamaan dengan terjadinya gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat
sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah (Noor, 2006). Karnawati
(2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena
adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah,
geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu

10

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/


perubahan dan gangguan lahan.
Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah meliputi kondisi morfologi, geologi,
struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Faktor-faktor tersebut saling
berinteraksi sehingga mewujudkan suatu kondisi lereng yang cenderung atau
berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng yang demikian disebut sebagai kondisi
rentan untuk bergerak. Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila
ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan merupakan proses-proses alamiah ataupun
non alamiah yang dapat mengubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak)
menjadi mulai bergerak.
Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa
ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :
a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang
umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan
melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang,
gembur, dan mudah meresapkan air.
b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah
pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin
dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang
kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal.
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada
daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan
dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan
sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.
d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan
lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila
daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan
yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di
lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok,
persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau
bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan
mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat
massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat
tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang
dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor.

11

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1981) faktor-faktor


penyebab terjadinya tanah longsor antara lain adalah sebagai berikut :
a. Topografi atau lereng,
b. Keadaan tanah/ batuan,
c. Curah hujan atau keairan,
d. Gempa /gempa bumi, dan
e. Keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan.
Faktor-faktor penyebab tersebut satu sama lain saling mempengaruhi
dan menentukan besar dan luasnya bencana tanah longsor. Kepekaan suatu
daerah terhadap bencana tanah longsor ditentukan pula oleh pengaruh dan kaitan
faktor-faktor ini satu sama lainnya.

2.3.1 Kelerengan (Slope)


Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting
dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait
dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu
mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan
tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada
dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan
atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau
lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan
pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun
lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan
lahan pada lereng tersebut.
Lebih jauh Karnawati (2001) menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang
rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu :
 Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan
atau tanah yang lebih kompak.
 Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.
 Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.
Kemantapan suatu lereng tergantung kapada gaya penggerak dan gaya
penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang
berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah
gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya
penahan ini lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan
mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993;
Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003).

12

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Faktor-faktor yang menyebabkan longsor secara umum diklasifikasikan


sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003) :
1) Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya berat
unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal seperti
bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau karena
penggalian, dan bekerjanya beban goncangan.
2) Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya
absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban guncangan atau beban berulang,
pengaruh pembekuan atau pencairan, hilangnya sementasi material, proses
pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada
lempung sensitif.
Sitorus (2006) menjelaskan bahwa peningkatan tegangan geser dapat
disebabkan oleh banyak faktor lain :
a. Hilangnya penahan lateral; karena aktifitas erosi, pelapukan, penambahan
kemiringan lereng, dan pemotongan lereng.
b. Kelebihan beban; karena air hujan yang meresap ke tanah, pembangunan di
atas lereng; karena pengikisan air, penambangan batuan, pembuatan
terowongan, dan eksploitasi air tanah berlebihan.
c. Getaran; karena gempa bumi atau mesin kendaraan.
d. Hilangnya tahanan bagian bawah lereng; karena pengikisan air,
e. Tekanan lateral; karena pengisian air di pori-pori antarbutiran tanah dan
pengembangan tanah.
f. Stuktur geologi yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah
kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan,
patahan, rekahan, sesar,dan perlapisan batuan yang terlampau miring.
g. Sifat batuan; pada umumnya komposisi mineral dari pelapukan batuan
vulkanis yang berupa lempung akan mudah mengembang dan bergerak.
Tanah dengan ukuran batuan yang halus dan seragam, kurang padat atau
kurang kompak.
h. Air; adanya genangan air, kolam ikan, rembesan, susut air cepat. Saluran air
yang terhambat pada lereng menjadi salah satu sebab yang mendorong
munculnya pergerakan tanah atau longsor.
i. Vegetasi/tutupan lahan; peranan vegetasi pada kasus longsor sangat
kompleks. Jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mampu
menembus sampai lapisan batuan dasar maka tubuhan tersebut akan sangat
berfungsi sebagai penahan massa lereng. Di sisi ain meskipun tumbuhan
memiliki perakaran yang dangkal tetapi tumbuh pada lapisan tanah yang

13

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

memiliki daya kohesi yang kuat sehingga menambah kestabilan lereng.


Pada kadud tertentu tumbuhan yang hidup pada lereng dengan kemiringan
tertentu justru berperan sebagai penambah beban lereng yang mendorong
terjadinya longsor.
Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas :
(1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah
homogen,
(2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak homogen,
(3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang mempunyai
perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dasar
longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal (shallow
depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar dengan
lereng, dan
(4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada lapisan tanah
dengan dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan
penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987;
McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003).

Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah


perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan
yang kemiringannya melampaui 20 derajat (40%), umumnya berbakat untuk
bergerak atau longsor. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring
berpotensi untuk longsor.
Menurut Anwar et al (2001), dari berbagai kejadian longsor, dapat
didentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak yaitu:
a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak.
b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi.
c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

2.3.2 Penutupan Vegetasi


Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan,
erosi, dan longsor melalui (1) Intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2)
Batang mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan
merusak butir hujan, (3) Akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan
pergerakan tanah, (4) Transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.
Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan
longsor.Tanaman mampu menahan air hujan agar tidak merembes untuk sementara,

14

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

sehingga bila dikombinasikan dengan saluran drainase dapat mencegah


penjenuhan material lereng dan erosi buluh (Rusli, 2007). Selanjutnya menurut Rusli
(1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan
lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman
juga mampu membantu kestabilan lereng. Namun, terdapat fungsi-fungsi yang
tidak dapat dilakukan sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsor. Pola tanam
yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa
pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan
dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng
curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas
sebagai pengikat tanah (Surono, 2003).
Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis
kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer, 1993). Penutupan
menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan
(Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara
langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup
dalam penutupan lahan, yaitu :
1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia.
2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan
binatang
3. Tipe pembangunan
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang
lahan tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung
dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat, sedangkan informasi
tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir
secara langsung dari penutupan lahannya (Lillesand & Kiefer, 1993).

2.3.3 Faktor Tanah


Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor.
Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah
akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive)
seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi
tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah
mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin
kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi. (Sitorus, 2006).
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar
kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah

15

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian
besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air
limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan
sebagian besar menjadi aliran permukaan. (Litbang Departemen Pertanian,
2006).
Dalam hal kekritisan stabilisasi lereng menurut Saptohartono (2007)
pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah pasir cenderung
lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam, dibandingkan tekstur
tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liat sekitar 0,08 jam setelah terjadi hujan.

Tabel 3. Klasifikasi Kedalaman Tanah


NO KRITERIA NILAI (cm)
1 Sangat Dangkal <25
2 Dangkal 25 - 50
3 Sedang 50 – 90
4 Dalam >90
Sumber : Arsyad, 1989

2.3.4 Curah Hujan


Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya
bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam
tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan
lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin
meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin
menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk
bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air
dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan
sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut.
Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin
cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah
tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin
tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang
longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah
menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara
gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng
dan menurunkan kuat geser tanah.

16

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi


di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama
berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan
dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak
diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng
dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi
rawan longsor.
Air permukaan yang membuat tanah menjadi basah dan jenuh akan sangat
rawan terhadap longsor. Hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi berjalan
berkepanjangan lebih dari 1 atau 2 hari, akan berpeluang untuk menimbulkan
tanah longsor (Soedrajat, 2007). Selanjutnya, (Litbang Departemen Pertanian,
2006) hujan dengan curahan dan intensitas tinggi, misalnya 50 mm yang
berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi
tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah.
Ada dua tipe hujan, yaitu tipe hujan deras yang dapat mencapai 70 mm/jam
atau lebih dari 100 mm/hari. Tipe hujan deras sangat efektif memicu
longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air, misalnya
pada tanah lempung pasiran dan tanah pasir. Sedangkan tipe hujan normal,
curah hujan kurang dari 20 mm/hari. Tipe ini dapat menyebabkan longsor pada
lereng yang tersusun tanah kedap air apabila hujan berlangsung selama
beberapa minggu hingga lebih satu bulan (Anonim, 2007).

2.3.5 Faktor Geologi


Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur
geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan
gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah
kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan,
dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan
batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan
air meresap (Surono, 2003).

17

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Tanah Longsor


NO PERIHAL RANGKUMAN
1 Fenomena Sebab Akibat Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai
akibat getaran-getaran yang terjadi secara alami,
perubahan-perubahan secara langsung kandungan air,
hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban,
pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalur-jalur air
dan komposisi lereng.
2 Karakteristik Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh,
umum meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan
mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai
yang kencang, gempa umi dan letusan gunung berapi.
Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan
kejadian geologi lainnya.
3 Bisa diramalkan Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari
tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang
beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi
pada area geolog, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi
dan vegetasi.
4 Faktor-faktor yang memberikan  Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal,
kontribusi terhadap kerentanan tanah yang lembek, puncak batu karang.
 Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng
yang terjal, pada mulutmulut sungai dari lembah-
lembah gunung.
 Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah
pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah.
 Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah
patah.
 Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor.
5 Pengaruh-pengaruh umum Kerusakan fisik- Segala sesuatu yang berada di atas atau
yang merugikan pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-
puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-
jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa
mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-
lahan hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban –
kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran
puingpuing yang hebat atau aliran Lumpur telah membunuh
beribu-ribu orang.
6 Tindakan pengurangan resiko yang  Pemetaan bahaya
memungkinkan  Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya

18

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

 Asuransi
7 Tindakan kesiapan khusus  Pendidikan komunitas
 Monitoring sistem peringatan dan sistem evakuasi
8 Kebutuhan khusus pasca bencana  SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan
tanah)
 Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi
yang tidak memiliki tempat tinggal.
9 Alat-alat penilaian dampak Formulir-formulir pengkajian kerusakan

Sumber : UNDP 1992

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng


Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari
tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain:
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi
setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat
kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti
patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991).
Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993,
dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :
 Pelapukan (fisika, kimia dan biologi),
 Erosi,
 Penurunan tanah (ground subsidence),
 Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),
 Getaran dan aktivitas seismik,
 Jatuhan tepra
 Perubahan rejim air.
Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %)
dan kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan
sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang
menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan
kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor
Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).
Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan
bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di
puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga

19

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng. Letak atau posisi
tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng
(Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya
mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi ini erosi
tentunya memegang peranan penting. Penyebab lain dari kejadian longsor adalah
gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri
terutama karena ikutsertanya peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak
lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang
meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar airtanah, derajat kejenuhan, atau
muka air tanah.
Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan
meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari
massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar
dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat.
Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,
lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan,
1993). Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992); Bukit Lantiak, Padang dan
Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya
umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena kehadiran air
dalam tubuh lereng (Tabel 5).
Tabel 5. Penyebab Longsor Di Berbagai Tempat

Sumber : Kompas (2001)

20

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

2.4.1. Gempa atau Getaran.


Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di
Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam
27 Maret 1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985).
Demikian juga di Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam
Tadjudin, 1996) dan di Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi,
et.al., 1990). Di jalur keretaapi Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947
(Pangular, 1985) akibat getaran dan di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April;
1995, selain morfologi dan sifat fisik/mekanik material tanah lapukan breksi,
getaran kendaraan pun ikut ambil bagian dalam kejadian longsor. Gempa di
India dan Peru (2000) juga menyebabkan longsor.

2.4.2 Cuaca / Iklim


Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi
kadar air (water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Pada
beberapa kasus longsor di Jawa Barat, air hujan seringkali menjadi pemicu
terjadinya longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih
jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan
kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi
kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan Faktor Kemanan lereng
(Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi
lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan tanah selain
kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun karena
semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah
yang mempunyai masalah lereng rawan longsor.

2.4.3 Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng


Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak)
mengikutsertakan peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan,
terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat
perumahan (real estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit
merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi
tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh
lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan
lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak
menurunkan Faktor Keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng,
makin besar pula penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga lereng

21

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi
seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas
penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan,
jalan dan lainlain, atau erosi (Hirnawan, 1993). Kasus longsor yang disebabkan oleh
kondisi ketidakseimbangan beban pada lereng antara lain:
1) longsor di tempat penggalian trass di tepi jalan raya Lembang akibat
penggalian bahan baku bangunan dengan cara membuat tebing yang hampir
tegak lurus;
2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan untuk kawasan
perumahan (real estate);
3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan raya Bandung-Cirebon) juga
diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban.

2.4.4. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan


Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah
longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi.
Letak atau posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi
Faktor Keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng
akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di
puncak lereng justru akan menurunkan Faktor Keamanan Lereng sehingga
memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian
longsor adalah gangguan internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri
terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng;

2.4.5. Naiknya Muka Air Tanah


Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi
kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili
oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan,
atau muka airtanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan
mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang
berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material
tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan
meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion).
Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,
ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

22

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

BAB III
METODE PENANGGULANGAN KELONGSORAN

3.1 Penanggulangan Longsor


Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan
yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif
dilakukan setelah longsor terjadi. Menurut umur kestabilannya, tindakan korektif
dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat dan
penanggulangan permanen.

3.1.1 Pencegahan
Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya
kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada daerah-daerah yang berpotensi
longsor. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
 Menghindari penambahan gaya pada bagian atas lereng, misalnya tidak
melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng.
 Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki lereng.
 Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang berakibat terganggunya
kemantapan lereng.
 Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.
 Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air.
 Penghijauan pada lereng yang gundul.
 Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang
menimbulkan alur dalam.
 Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan,
bored pile, bronjong, dan lain-lain.
 Pengaturan tata guna lahan.

3.1.2 Penanggulangan Darurat


Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara
dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan permanen dilaksanakan.
Penanggulangan darurat dapat dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
 Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara
membuat saluran terbuka.

23

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

 Mengeringkan genangan air yang berada pada bagian atas longsoran.


 Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka.
 Menutup rekahan dengan tanah liat.
 Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki longsoran, misalnya dengan
bronjong ataupun karung yang berisi tanah.
 Pelebaran ke arah tebing.
 Pemotongan bagian kepala longsoran.

3.1.3 Penanggulangan Permanen


Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis,
dan perencanaan yang matang. Metode penanggulangan longsoran dibedakan
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara:
 Mengubah geometri lereng
 Mengendalikan air permukaan
b. Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara:
 Mengendalikan air rembesan
 Penambatan
 Beban kontra (counter weight)
c. Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka
dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya:
 Stabilisasi
 Relokasi
 Bangunan silang
 Bangunan bahan ringan

3.2 Pemilihan Tipe Penanggulangan


Pemilihan tipe penanggulangan gerakan tanah disesuaikan dengan tipe
gerakan, faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability).
Pemilihan tipe penanggulangan juga harus memperhatikan faktor-faktor yang
berkaitan dengan pelaksanaan, yaitu tingkat kepentingan, aspek sosial, dan
ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran.

24

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

3.2.1 Mengubah Geometri Lereng


Pengubahan geometri lereng dapat dilakukan dengan pemotongan dan
penimbunan (cut and fill). Bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri
daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di kaki lereng. Pemotongan
geometri terdiri dari:
 Pemotongan kepala (bagian atas) lereng.
 Pelandaian.
 Penanggaan.
 Pemotongan habis.
 Pengupasan tebing.
 Pengupasan lereng.
Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan.
Jadi pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan
tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki sudut kemiringan lebih besar
dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut
lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya. Penetapan metode
ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi. Pemotongan tidak
efektif untuk tipe longsoran berantai yang gerakannya dimulai dari bagian kaki
lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk gerakan tanah tipe aliran,
kecuali disertai dengan tata salir yang memadai.
Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan dilakukan dengan
memberikan beban berupa timbunan pada area kaki lereng yang berfungsi untuk
menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini hanya cocok untuk longsoran
rotasi tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di
dalam area longsoran.
Pemilihan metode penimbunan diperkenankan dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
 Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya
 Timbunan tidak mengganggu drainase permukaan dan tidak membentuk
cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air.
 Timbunan terletak di antara bidang netral dan ujung kaki longsoran.
Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan
di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
 Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di
dekatnya.
 Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran.

25

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

 Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung


kaki longsoran.
 Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di
tengah, maupun di kaki longsoran.
 Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran.

3.2.2 Mengendalikan Air Permukaan


Mengendalikan air permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana
penanggulangan longsoran. Pengendalian air permukaan ini bertujuan untuk
mengurangi berat massa tanah yang bergerak dan menambah kekuatan material
pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang
akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air
permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan
mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar.
Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
a. Menanam Tumbuhan
Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan.
b. Tata Salir
Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran dan
mengelilingi longsoran sehingga mencegah air limpasan yang datang dari
tempat yang lebih tinggi mengalir masuk ke area longsoran.
Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus
diperhatikan hal-hal berikut:
 Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga
air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran.
 Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan
aliran yang dikehendaki.
c. Menutup Rekahan
Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada
lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak
menimbulkan tekanan hidrostatis dan tidak membuat tanah yang bergerak
menjadi lembek.
d. Perbaikan Permukaan Lereng
Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan meratakan
permukaannya, misalanya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan

26

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya


resapan. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode lain.

3.2.3 Mengendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan)


Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air
tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang cermat.
Metode pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sumur Dalam
Digunakan untuk menanggulangi longsoran yang bidang longsornya relatif
dalam dan efektif digunakan pada daerah longsoran yang bermaterial lulus
air. Cara ini dinilai cukup mahal karena harus melakukan pemompaan secara
terus-menerus.
b. Penyalir Tegak (Saluran Tegak)
Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan air tanah sementara ke
lapisan lulus air di bawahnya, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik.
Efektifitas dari metode ini tergantung pada kondisi air tanah dan
perlapisannya.
c. Penyalir Mendatar (Saluran Mendatar)
Penyalir mendatar dibuat untuk mengalirkan air atau menurunkan muka air
tanah pada daerah longsoran. Metode ini dapat digunakan pada longsoran
besar yang bidang longsornya dalam dengan membuat lubang setengah
mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa dengan
diameter 5 cm atau lebih yang berlubang-lubang pada
dindingnya.Penempatan pipa penyalir tergantung pada jenis material yang
akan diturunkan muka air tanahnya. Untuk material berbutir halus jarak antar
pipa 3-8 meter, sedangkan untuk material kasar berjarak 8–15 meter.
Efektifitas cara ini tergantung dari permeabilitas tanah yang mempengaruhi
banyaknya air yang bisa dialirkan keluar.
d. Pelantar
Pelantar sangat efektif untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran
yang besar, tapi pengerjaannya sangat sulit dan mahal. Cara ini lebih banyak
dipakai pada lapisan batu, karena umumnya memerlukan penyangga yang
lebih sedikit dibandingkan bila dilakukan pada tanah. Agar berfungsi
maksimal, pelantar digali di bawah bidang longsor. Kemudian dari atas dibuat
lubang yang berhubungan dengan pelantar untuk mempercepat aliran air
dalam material yang longsor.

27

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

e. Sumur Pelega
Sumur pelega efektif untuk menanggulangi longsoran berskala kecil yang
disebabkan oleh rembesan. Sumur tersebut dibuat dengan menggali kaki
longsoran, dan galian ini harus segera diisi dengan batu. Hal ini untuk
menjaga agar tidak kehilangan gaya penahan yang dapat mengakibatkan
longsoran yang lebih besar.
f. Penyalir Parit Pencegat (Saluran Pemotong)
Penyalir parit pencegat dibuat untuk memotong aliran air tanah yang masuk
ke dalam longsoran. Parit ini dibuat di bagian atas mahkota longsoran sampai
ke lapisan kedap air, sehingga aliran air tanah tercegat oleh parit tersebut.
Pada dasar galian dipasang pipa dengan dinding berlubang untuk
mengalirkan air tanah. Pipa ini kemudian ditimbun dengan material yang bisa
berfungsi sebagai penyalir filter. Cara ini dapat dilakukan bila kedalaman
lapisan kedap air tidak lebih dari 5 meter. Efektifitas cara ini tergantung pada
kondisi air tanah dan perlapisannya.
g. Penyalir Liput
Penyalir liput dipasang di antara lereng alam dan timbunan yang sebaiknya
dilakukan pengupasan pada lereng alam sampai tanah keras. Sebelum
penyalir liput dipasang, material berbutir dari penyalir ini dihamparkan
menutupi seluruh lereng yang akan ditimbun. Air yang mengalir melalui
penyalir liput ini ditampung pada penyalir terbuka yang digali di bawah
timbunan.
h. Elektro Osmosis
Elektro osmosis merupakan salah satu cara penanggulangan longsoran
khususnya pada lanau dan lempung kelanauan. Cara ini jarang digunakan
karena relatif mahal dan tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas bila
proses elektro osmosis tidak berjalan dengan baik. Metode ini dilakukan
dengan cara menempatkan 2 (dua) elektroda sampai pada kedalaman
lapisan jenuh air yang akan dikeringkan, kemudian arus listrik searah
dialirkan. Arus listrik terimbas menyebabkan air pori mengalir dari anoda ke
katoda. Elektroda diatur agar tekanan air menjauhi lereng yang berfungsi
mengurangi kadar air dan tekanan air pori sehingga meningkatkan
kemantapan lereng.

28

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

3.2.4 Penambatan
Metode penambatan ini terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu penambatan
tanah dan penambatan batuan. Penambatan tanah terdiri dari:
 Tembok penahan
 Sumuran
 Tiang pancang
 Turap baja
 Bored pile
Sedangkan penambatan batuan terdiri dari:
 Tumpuan beton
 Baut batuan
 Pengikat beton
 Jangkar kabel
 Jala kawat
 Tembok penahan batu
 Beton semprot
 Dinding tipis

Penjelasan dari metode penambatan adalah sebagai berikut.


a. Tembok Penahan

Gambar 7. Tembok Penahan


Tembok penahan dibuat dari pasangan batu, beton, atau beton bertulang.
Keberhasilan tembok penahan tergantung dari kemampuan menahan geseran
dan stabilitas terhadap guling. Selain untuk menahan gerakan tanah, juga
berfungsi melindungi bangunan dari runtuhan. Tembok penahan harus diberi
fasilitas drainase dan pipa salir sehingga tidak terjadi tekanan hidrostatis yang
besar.

29

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

b. Sumuran

Gambar 8. Sumuran
Cincin-cincin (gorong-gorong) beton pracetak dengan diameter 0,1 - 2,0 meter
dimasukkan ke dalam sumuran yang digali dengan kedalaman melebihi bidang
longsoran. Kemudian gorong-gorong diisi dengan beton tumbuk, beton cyclop,
atau material berbutir tergantung dari kekuatan geser yang dikehendaki.
Pelaksanaan penanggulangan dengan metode ini sebaiknya dilakukan pada
musim kemarau, pada saat tidak terjadi gerakan. Cara ini bisa dilakukan sampai
dengan kedalaman 15 meter.
c. Tiang Pancang

Gambar 9. Tiang Pancang


Tiang pancang cocok digunakan untuk pencegahan maupun penanggulangan
longsoran yang bidang longsornya tidak terlalu dalam, namun tidak cocok untuk
jenis tanah yang sensitif karena getaran yang terjadi pada saat pemancangan
dapat mencairkan massa tanah. Efektifitasnya juga tergantung pada
kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada umumnya semua metode tiang
tidak cocok untuk gerakan tanah tipe aliran, karena tanahnya bersifat lembek
dan dapat lolos melalui sela-sela tiang.

30

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

d. Bored Pile

Gambar 10. Bored Pile

e. Turap Baja

Gambar 11. Turap Baja


Untuk lapisan keras disarankan menggunakan tiang baja terbuka pada ujung-
ujungnya. Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar,
karena modulus perlawanannya yang kecil. Namun masalah ini dapat diatasi
dengan pemasangan ganda. Sedangkan tiang baja yang berbentuk pipa dapat
diisi beton atau komposit beton dengan baja profil untuk memperbesar modulus
perlawanannya.
f. Tumpuan Beton
Tumpuan beton digunakan untuk menyangga batuan yang menggantung akibat
tererosi atau pelapukan.
g. Baut Batuan
Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh
adanya diskontinuitas kekar dan retakan agar lereng menjadi stabil.
h. Pengikat Beton
Umumnya dikombinasikan dengan baut batuan agar mengurangi penggunaan
baut batuan.

31

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

i. Jangkar Kabel
Metode ini dilakukan bila massa batuan yang bergerak berukuran besar.
j. Jala Kawat
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menjaga agar runtuhan batuan bisa
ditahan di satu tempat.
k. Tembok Penahan Batu
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan fragmen batuan yang runtuh
dari atas.
l. Beton Semprot
Digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang bersifat kekar, meluruh,
atau batuan lapuk.
m. Dinding tipis
Beberapa jenis batuan seperti serpih atau batuan lempung sangat mudah lapuk
bila tersingkap (terbuka). Untuk melindungi batuan tersebut, maka dipasang
dinding tipis dari batu bata, batu, atau beton pada permukaannya.

3.2.5 Beban Kontra (Counter Weight)


a. Bronjong

Gambar 12. Bronjong


Bronjong adalah bangunan berupa anyaman kawat yang diisi dengan batu
belah. Struktur bangunannya berbentuk persegi dengan ukuran sekitar (2 x 1 x
0,5) m³ yang disusun secara bertangga.
Keuntungan penggunaan bronjong antara lain sebagai berikut:
 Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan gerak
vertikal maupun horisontal.
 Bila runtuh masih bisa dimanfaatkan lagi.
 Bersifat lulus air sehingga tidak menyebabkan terjadinya genangan air
permukaan.

32

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

 Pelaksanannya mudah.
 Material mudah didapat.
 Biayanya relatif lebih ekonomis.
Bronjong umumnya dipasang di kaki lereng yang juga berfungsi mencegah
penggerusan. Keberhasilan penggunaan bronjong sangat tergantung dari
kemampuannya dalam menahan geseran pada tanah di bawah alasnya. Oleh
karena itu bronjong harus diletakkan dengan mantap di bawah bidang longsoran.
Bronjong efektif bila digunakan untuk longsoran dangkal, namun tidak efektif
untuk longsoran berantai (multiple slide).
b. Tanah Bertulang
Tanah bertulang berfungsi menambah tahanan geser. Konstruksi ini terdiri dari
timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelat-pelat baja strip dan
panel untuk menahan material berbutir. Bangunan ini pada umumnya
ditempatkan di ujung kaki lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah
bidang longsoran.
c. Dinding Penopang Isian Batu
Cara penanggulangan ini dilakukan dengan penimbunan pada bagian kaki
longsoran dengan material berbutir kasar yang dipadatkan dan berfungsi
menambah tahanan geser. Penanggulangan ini bisa digunakan untuk longsoran
rotasi maupun translasi.
Dalam pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya.
 Alas isian batu harus diletakkan di bawah bidang longsoran sedalam 1,5 –
3,0 meter.

3.2.6 Tindakan Lain


Tindakan ini diambil bila penanggulangan dengan metode-metode yang telah
diuraikan di atas tidak bisa diterapkan. Tindakan ini meliputi penggunaan bahan
ringan, penggantian material, stabilisasi, bangunan silang, dan relokasi.
a. Penggunaan Bahan Ringan
Penanggulangan dengan metode ini dilakukan dengan mengganti material yang
longsor dengan bahan yang lebih ringan untuk mengurangi gaya dorong. Cara
ini hanya digunakan pada longsoran rotasi yang berskala kecil. Bahan ringan
yang umum digunakan adalah batu apung, abu sekam, polisterin, serbuk gergaji,
dan lain-lain.

33

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

b. Penggantian Material
Penanggulangan ini dilakukan dengan cara mengganti material yang longsor
dengan material berbutir yang mempunyai kuat geser lebih tinggi atau dengan
memadatkan kembali material yang ada secara berlapis. Cara ini hanya
digunakan untuk longsoran rotasi tunggal yang berskala kecil. Cara ini bertujuan
menambah tahanan sepanjang bidang longsoran dan sekaligus sebagai
drainase bila menggunakan material berbutir.
Dalam pemilihan metode ini, harus diperhatikan:
 Hanya digunakan untuk longsoran pada lereng yang tidak terlalu terjal.
 Harus ada ikatan antara material pengganti dengan bagian yang mantap di
bawah bidang longsoran.
c. Stabilisasi
Stabilisasi bertujuan meningkatkan kuat geser dari material longsor. Proses
stabilisasi lereng bisa dilakukan secara menyeluruh, pada bagiankaki, atau
berupa tiang-tiang. Stabilisasi dilakukan dengan cara grouting atau injeksi
melalui retakan, celah-celah, atau lubang-lubang buatan. Material yang
digunakan untuk stabilisasi antara lain kapur dan semen yang efektif pada
material berbutir kasar. Keberhasilan metode ini tergantung dari peningkatan
kuat geser material, terutama sepanjang bidang longsorannya. Stabilisasi
kurang efektif dan sulit pelaksanaannya bila dilakukan pada tanah lempung.
Pemilihan metode ini harus mempertimabangkan hal-hal berikut ini:
 Letak/kedalaman bidang longsoran
 Gradasi material yang distabilisasi
 Adanya lapisan rembes air yang harus dikeringkan atau diberi drainase agar
tidak menimbulkan tekanan hidrostatik.
 Stabilisasi lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, saat longsoran
relatif diam.
d. Bangunan Silang
Bangunan silang adalah jembatan atau talang yang dibuat melintasi lokasi
longsoran. Cara ini jarang dilakukan karena relatif mahal.
Penggunaan bangunan silang harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
 Pennggulangan ini hanya efektif untuk longsoran yang kecil dan lereng
dengan kecuraman lebih dari 2 : 1.
 Jika menggunakan pilar di tengah-tengah area longsoran harus dibuat
sedemikian rupa sehingga aman.

34

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

e. Relokasi
Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan bangunan, misalnya jalan,
saluran, atau pemukiman ke tempat lain yang lebih aman.
Penanggulangan ini merupakan pilihan terakhir yang dapat diambil jika cara-cara
lain tidak bisa diterapkan.
Pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal berikut:
 Lokasi yang baru harus relatif lebih aman dan tidak akan menimbulkan
masalah baru dari sudut kemiringan, drainase, dan lain-lain.
 Lokasi yang baru tidak menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi
masyarakat.
 Hanya boleh dilakukan bila cara-cara yang lain tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan.

3.2.7 Upaya Pengelolaan Lingkungan


Pengelolan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan
menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Kajiannya
didasari pula oleh studi kelayakan teknik atau studi geologi yang mencakup
geologi teknik, mekanika tanah dan hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan
dalam menangani lereng rawan longsor selain didasari oleh hasil rekomendasi
studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasari pula oleh pengelolaan
lingkungannya. Diharapkan mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih
jauh lagi sehingga dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng.
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan
mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban,
penanaman vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng,
merupakan kajian yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng.
Secara umum pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah
mencoba mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya. Kendati
demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan kecuali dikurangi.
Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas lereng adalah sebagai berikut :
(1) Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara :
 Pemangkasan lereng;
 Pemotongan lereng atau cut; biasanya digabungkan dengan
pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng;
 Pembuatan undak-undak, dan sebagainya

35

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

(2) Menambah beban di kaki lereng dengan cara :


 Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).
 Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat; dinding penahan
atau retaining wall harus didesain terlebih dahulu)
 Membuat ‘bronjong’, batu-batu bentuk menyudut diikatkan dengan kawat;
bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan
dengan bentuk bulat, dan sebagainya
(3) Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air
tanah di dalam tubuh lereng Kadar air tanah dan muka air tanah biasanya
muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara :
 Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di
kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya muka air
tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga
muka air tanah turun
 Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga
evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh
lereng (infiltrasi). Infiltrasi dikendalikan dengan cara tersebut.
 Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan
atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan
jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off.
(4) Mengendalikan air permukaan dengan cara:
 Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari
puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang.
 Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air
larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi.

Gambar 13. Beberapa Upaya Peningkatan Stabilitas Lereng

36

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

BAB II
KESIMPULAN

Pada suatu lereng bekerja gaya-gaya yang terdiri dari gaya pendorong dan juga
penahan. Gaya pendorong adalah gaya tangensial. dari berat massa tanah, sedangkan
gaya penahan berupa tahanan geser tanah. Analisa kemantapan suatu lereng harus
dilakukan dengan memperhitungkan besarnya gaya pendorong dan gaya penahan. Suatu
lereng akan longsor bila keseimbangan gaya-gaya yang bekerja terganggu, yaitu gaya
pendorong melampaui gaya penahan. Oleh karena itu prinsip penanggulangan longsoran
adalah mengurangi gaya pendorong atau menambah gaya penahan. Penanggulangan yang
baik adalah penanggulangan yang dapat mengatasi masalah secara tuntas dengan biaya
yang relatif murah dan mudah pelaksanaannya. Penanggulangan sangat tergantung pada
tipe dan sifat gerakan tanah, kondisi lapangan dan geologi. Penanggulangan yang hanya
didasarkan coba-coba umumnya kurang berhasil.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum tepat dan
memadai. Disamping itu longsoran-longsoran yang tidak sederhana / kompleks,
penanggulangannya memerlukan analisa yang lebih teliti berdasarkan data yang lebih
lengkap. Cara-cara penanggulangan longsoran dengan mengurangi gaya pendorong dapat
dilakukan antara lain dengan pemotongan dan pengendalian air permukaan, sedangkan
penanggulangan yang menambah gaya penahan antara lain dengan pengendalian air
rembesan dan penambatan. Dalam hal ini akan dibahas beberapa metoda penanggulangan
yang terdiri dari mengubah geometri lereng, pengendalian air permukaan, mengendalikan
air rembesan, penambatan dan tindakan lainnya.
Dengan adanya penanggulangan akan longsor atau bergeraknya tanah, infrastruktur
yang akan atau telah dilaksanakan dapat dijaga dengan baik sehingga dapat berfungsi
dengan baik dalam menjaga lalu lintas atau transportasi yang digunakan oleh masyarakat.

37

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F., 2010, Tinjauan Longsoran pada Ruas Jalan Akses - Pelabuhan
Gorontalo, Prosiding Simposium Nasional XIII FSTPT, Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang, hal 1 – 10.

Aliu, S. W., 2010, Tinjauan Debit Rancangan Kanal Tamalate, Tugas Akhir D3
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNG (tidak dipublikasikan

Cornforth, D. H., 2005, Landslides in Practice Investigation, Analysis, and


Remedial/Preventative Options in Soils, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken,
New Jersey.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Bidang Pelayanan IPTEK Puslitbang


Prasarana Transportasi Balitbang, 2004, Advis Teknik Longsoran dan
Penggunaan Geosintetik untuk Penanganan Longsoran Studi Kasus Jalan Akses
Pelabuhan, P3JJ, Gorontalo.

Hardiyatmo, H. C., 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.Hardiyatmo, H. C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya
Perkerasan, Drainase, Longsoran, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Karnawati, D., 2005, Geologi Umum dan Teknik, Program Studi S2 Teknik Sipil
UGM, Yogyakarta.

Rahardjo, P. P., 2002, Risiko Geoteknik dan Investigasi Forensik Pada Longsoran, Prosiding
Seminar Nasional Slope2002, HMJ-Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung,
hal. 197-203.

Suryolelono, K. B., 2003, Bencana Alam Tanah Longsor, Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)

Agus Setyawan, Wahyu Wilopo, Supriyanto Suparno. 2006. Mengenal Bencana Alam
Tanah Longsor dan Mitigasinya. http://www.io.ppijepang.org/article.php?1d=196
[10 Jul 2007]

38

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta
Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Program
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2007. Pencegahan Gerakan Tanah Dengan Identifikasi Zona Rentan.


http://www.d-infokom-jatim.go.id/news.php?id=11029 [26 Juli 2007]

Anwar,H.Z., Suwiyanto, E. Subowo, Karnawati, D., Sudaryanto, Ruslan, M. 2001.


Aplikasi Citra Satelit Dalam Penentuan Dareah Rawan Bencana Longsor. Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Asdak, S. 1995. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

_______.2003. Faktor Hutan Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana Longsor
di Hulu DAS Cimanuk. Hal 39-52 dalam Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana
Longsor di Kabupaten Garut. H. Ramdan (Ed.) Alqaprint Jatinangor. Sumedang.
Pemerintah Kabupaten Garut.

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah


Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus Daerah Ciawi-PuncakPacet Jawa Barat.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2: 7-16 Jurusan Ilmu Tanah, In Press (April
1999).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007. Bogor. Humas
Kabupaten Bogor.

____________________. 2003. Kecamatan Babakan Madang Dalam Angka 2003.


Kerjasama Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor.

Dahlan, Endes N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota.
Bogor.

Darsoatmojo, A. Dan Soedradjat, G. M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001.


Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001.

39

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis).


Diterjemahkan : Endah, N. M. Dan I. B. M. Surya. Jakarta : Erlangga.

Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Direktorat


Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta.

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Manajemen


Bencana Tanah Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802.
htm [14 Juli 2007]

[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2007. Pengenalan


Gerakan Tanah. http://www.merapi.vsi.esdm.go.id/?static/gerakantanah/
pengenalan.htm [18 Mei 2007]

Dwiyanto, JS. 2002. Penanggulangan Tanah Longsor dengan Grouting. Pusdi


Kebumian LEMLIT UNDIP, Semarang.

Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hermawan dan
Tri Endah Utami. 2003. Proses Soil Softening pada Bidang Diskontinuitas:
Faktor Utama Longsoran Besar. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1
Mei 2003. Hal 44-51.

Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi
dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Karnawati, Dwikorita. 2006. Wilayah yang Tak Pernah Luput Bencana oleh Madina
Nusrat. Artikel Internet. http://www.kompas.com/kompascetak/0601/14/Fokus/
2360408.htm [13 Jul 2007]

Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran


Teknik Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.

Lillesand, T. M. & R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.


Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

40

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Litbang Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan


Pegunungan. http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf
[13 Juli 2007]

Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Penerbit Universitas


Indonesia. Jakarta.

Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di
Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Tesis. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.

Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau
Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta.

Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Paripurno, ET. 2006. Pengenalan Longsor Untuk Penanggulangan Bencana. Di dalam:


[UNDP] United Nation Development Program. Pustaka Pelajar dan Oxfam
B.G.,penerjemah;

Purwowidodo. 2003. Panduan Praktikum Ilmu Tanah Hutan : Mengenal Tanah.


Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
IPB.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Sumberdaya Lahan
Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.

Rejekiningrum, Popi. 2007. Teknologi Inderaja dan SIG untuk Identifikasi Potensi Bencana
Kekeringan, Banjir, dan Longsor. Paper Mata Kuliah Teknik Analisis Citra Dijital
Untuk Kehutanan. Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Rusli, Salim ST. 2007. Waspada Hujan dan Longsor. Jakarta

Sangadji, Ismail. 2003. Formasi Geologi, Penggunaan Lahan, dan Pola Sebaran
Aktivitas Penduduk di Jabodetabek. Skripsi. Departemen Tanah Fakultas Pertanian
IPB.

41

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA

Saptohartono, Endri. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat


Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bandung.
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung.

Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai


Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat
Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Sudrajat, Adjat. 2007. Menunggu Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/


112007/16/0901.htm [15 Jan 2008].

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi.

Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi
Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.

Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik.


Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM. UGM Press. 96

Sutikno. 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam


Gerakan Tanah. Jakarta.

_______. 2001. Tanah Longsor Goyang Pulau Jawa. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. Bandung.

[UNDP] United Nation Development Program. 1992. Introduction of Hazard.Pustaka


Pelajar dan Oxfam B.G., penerjemah; Paripurno ET, editor.

Wahyono.2003. Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di Kompleks


Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran Gombel, 8 Februari
2002. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 32-43

Wahyu Wilopo, Priyono Suryanto. 2005. Agroforestri Alternatif Model Rekayasa Vegetasi
Pada Kawasan Rawan Longsor. J Hutan Rakyat 7 (1) : 1-15

42

You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Anda mungkin juga menyukai