Anda di halaman 1dari 2

BANJIR KANAL BARAT DAN BANJIR KANAL TIMUR :

MENGAPA MASIH BANJIR ?


Oleh : Gede Adi Wiguna (25317027)

Sekitar 40 persen dari luasan DKI Jakarta merupakan dataran rendah, yang ketinggiannya
berada di bawah muka air laut pasang 1 sampai dengan 1,5 meter, dan dari 40 persen lahan
tersebut baru 11.500 Hektar yang dilayani dengan Polder. Sementara terdapat 13 aliran sungai
menuju laut diantaranya Kali Mookervart, Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali
Krukut, Kali Baru Barat, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Grogol, Kali Cipinang, Kali
Jatikramat, Kali Cakung dan Kali Sunte) yang kondisinya terus mengalami pendangkalan dan
penyempitan akibat adanya sampah dan bangunan liar di sepanjang sungai, menyebabkan
bencana banjir dari tahun ke tahun. Selain itu, pembangunan yang sangat pesat di Jabotabek dan
terjadinya perubahan tata guna lahan di hulu sungai, yang menjadi penyebab penambahan debit
air pada musim penghujan yang melebihi batas maksimum.
Kondisi demikian makin diperparah oleh rendahnya kemampuan 13 sungai untuk
mengalirkan banjir. Fakta yang ada saat ini, kemampuan mengalirkan debit banjir dari sungai
dan kanal yang ada sangat jauh dari rencana. Perhitungan debit banjir sungai-sungai yang masuk
ke Jakarta menunjukkan adanya kenaikan sebesar 50% dari debit perhitungan pola induk 1973
dalam periode 25 tahun. Sungai-sungai utama yang ada saat ini kapasitas pengalirannya berada
jauh di bawah debit rencana yang mengakibatkan sungai-sungai mudah meluap. Kapasitas alur
sungai yang ada terhadap debit rencana antara 17,5 – 80%. Kemampuan alur Sungai Ciliwung
saat ini hanya sebesar 17,5% persen dari rencana, sedangkan Kali Pesanggarahan hanya 20,7% .
Penurunan kapasitas tersebut disebabkan oleh adanya sedimentasi, pendangkalan
dan penyempitan alur sungai, dan pemanfaatan lahan di bantaran sungai. Jadi bukan suatu hal
yang aneh jika terjadi banjir karena kemampuan untuk mengalirkan debit banjir itu sendiri lebih
kecil daripada limpasan permukaan yang ada.
Sangat sulit untuk membebaskan Kota Jakarta dari banjir secara total. Dataran banjir
(flood plain) seluas 24.000 ha yang berada di utara Jakarta dan telah berkembang luar biasa
untuk permukiman dan industri selamanya tidak akan terbebas secara mutlak dari banjir. Upaya
struktural atau sistem pengendali banjir seperti kanal, polder dan sistem drainase hanya mampu
digunakan untuk mengendalikan banjir hingga besaran banjir tertentu. Sistem pengendali banjir
di Jakarta saat ini dibangun untuk banjir rencana 3-100 tahun dan untuk sistem drainase
menggunakan banjir rencana 2-10 tahun. Artinya jika terjadi curah hujan yang tinggi yang
mengakibatkan banjir dengan besaran debit lebih besar dari debit banjir rencana tersebut maka
luapan air tidak bisa ditampung oleh bangunan pengendali banjir. Selain itu, bangunan
pengendali banjir itu pun pada kenyataannya dibangun tidak sesuai kriteria standard dan rencana
yang sudah ditetapkan.
Kanal banjir di Jakarta sendiri dibagi atas dua wilayah banjir yaitu Banjir Kanal Barat
dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat (BKT) dikenal juga sebagai Kanal Banjir Kali
Malang yang dibangun dimulai dari Ciliwung dengan titik penggalian di Matraman dan
kemudian dari Karet akan diteruskan ke Kali Angke melalui Kanal Krukut yang lebih dulu sudah
terbangun. Sementara untuk Banjir Kanal Timur, dibangun dengan tujuan untuk melindungi
wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara dari banjir akibat luapan Sungai Cipinang, Sunter,
Buaran, Jatikramat dan Cakung. Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan kanal yang baru saja
selesai dibangun dengan dana Rp 4,9 trilyun namun sejauh ini BKT hanya mampu mengurangi
sekitar 30% dari banjir di wilayah Jakarta bagian timur. Kanal yang dibangun oleh pemerintah
provinsi tidak banyak membantu mengurangi beban banjir karena sejarah mengatakan topografi
Jakarta yang datar menyebabkan sulitnya air untuk mengalir secara gravitasi. Selain itu, Jakarta
merupakan wilayah dataran rendah yang menerima air kiriman dari daerah yang lebih tinggi
seperti Bogor dan sekitarnya. Masalah seperti sedimentasi lumpur di dasar saluran dan sampah
juga berpotensi menyebabkan penyumbatan pada saluran kanal sehingga dapat menimbulkan
meluapnya air yang melewati kanal. Selain itu, padatnya permukiman penduduk di sekitar area
kanal tersebut juga menambah beban pada kanal karena adanya limpasan debit air run-off dari
permukiman tersebut yang turut masuk ke dalam kanal.

Anda mungkin juga menyukai