Anda di halaman 1dari 9

A.

Latar Belakang Masalah

Pembentukan peraturan perundangundangan merupakan suatu rangkaian

proses yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,

pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Rangkaian tahapan tersebut

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (untuk selanjutnya disebut UU P3).

Walau tidak semua jenis peraturan perundang-undangan memiliki proses

yang sama di setiap tahapan. Setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki

materi muatan yang berbeda-beda, masing-masing memiliki fungsi tertentu.

Misalnya materi undang-undang tentunya berbeda dengan materi muatan dalam

peraturan presiden. Perbedaan materi muatan dan hal yang diatur tentu dapat

mempengaruhi cepat atau tidaknya pembentukan jenis peraturan perundang-

undangan tersebut. Semakin rumit materi yang diatur semakin lama pula proses

pembentukannya.

Undang-undang merupakan salah satu jenis peraturan perundang-

undangan yang proses pembentukannya dapat membutuhkan waktu yang lama.

Ukuran lama atau tidaknya dilihat dari proses pembentukan meliputi berbagai

tahapan atau prosedur yang harus dilalui.

Mulai dari tahapan perencanaan dengan menyiapkan Rancangan Undang-

Undang (RUU) yang harus disertai dengan naskah hasil penelitian/hasil kajian

(naskah akademik), kemudian melalui tahap pembahasan di lembaga legislatif

(DPRRI) hingga tahapan pengundangan.


1
2

Hal tersebut merupakan prosedur “normal” sebagaimana yang diatur

dalam UU P3. Tahapan atau prosedur yang panjang dan membutuhkan waktu

yang lama tersebut juga dikarenakan oleh undang-undang yang dibentuk

bertujuan mengatur kepentingan masyarakat luas dengan segala karakteristik

sehingga harus dilakukan dengan saksama dan tepat sesuai dengan pedoman

pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan yang saat ini menjadi pedoman dalam penyusunan peraturan

perundangundangan di Indonesia adalah UU P3. UU P3 saat ini menggantikan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan yang dianggap masih terdapat kekurangan dan belum dapat

menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu untuk diganti. UU P3

yang menggantikan UU sebelumnya pun saat ini dalam proses pembaharuan

untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pembentukan peraturan

perundang-undangan.1

Perubahan atau penggantian undang-undang yang lama tentunya

mempunyai dasar atau pertimbangan, salah satunya adalah dinamika hukum atau

perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat.

Pembentukan suatu undang-undang yang seperti biasa memiliki perbedaan

jangka waktu penyelesaian dibandingkan jenis peraturan perundang-undangan

lainnya yang dibentuk atas kondisi tertentu. Seperti pembentukan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undangundang (Perppu).

1
Naskah Akademik Rancangan Undang –Undang tentang Perubahan Atas Undang –
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
http://www.bphn.go.id diakses pada 11 September 2019.
3

Sebenarnya kedua jenis peraturan perundang-undangan tersebut memiliki

kedudukan yang sama di dalam hierarki pembentukan peraturan perundang-

undangan. Akan tetapi latar belakang pembentukannya berbeda sehingga

prosedurnya pun dilakukan tidak seperti biasanya atau melewati prosedur

“normal” mulai dari tahap perencanaan hingga pengundangan sebagaimana

ditentukan dalam UU P3. Pasal 1 angka 4 UU P3 menyatakan: Peraturan

Pemerintah Pengganti UndangUndang adalah Peraturan Perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.2

Dengan didasari ikhwal kegentingan memaksa inilah sehingga prosedur

atau tahapan pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini

dilakukan berbeda dari pembentukan undangundang biasanya.

Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa undangundang yang telah ditetapkan

dan diundangkan, tentulah telah melalui proses yang sangat panjang sampai

akhirnya disahkan menjadi milik publik yang bersifat terbuka, mengikat untuk

umum. Jika satu undang-undang yang telah dipersiapkan, dibahas dan

diperdebatkan sedemikian rupa akhirnya ditetapkan dan diundangkan

sebagaimana mestinya.3

2
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
3
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta : Sinar Grafika,
2012), hlm.70
4

Walaupun pernyataan tersebut terkait judicial review suatu undang-

undang. Namun, hal tersebut memperjelas bahwa pembentukan suatu undang-

undang melalui proses yang sangat panjang. Tidak dapat dipungkiri pembentukan

jenis peraturan perundang-undangan terutama yang melewati tahap pembahasan

di lembaga legislatif seperti undang-undang atau peraturan daerah memerlukan

waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan jenis peraturan

perundangundangan yang langsung dibuat oleh pejabat yang berwenang atau tidak

melalui lembaga legislatif.

Pembentukan peraturan perundang undangan yang lama dan panjang

khususnya undang-undang di Indonesia harusnya menjadi perhatian pemerintah

dan DPR atau seluruh pemangku kepentingan. Terutama yang dibentuk untuk

mengisi kekosongan hukum atau memenuhi hak atau kebutuhan masyarakat

dalam memperoleh kepastian hukum agar dapat diselesaikan dalam waktu yang

lebih singkat dari biasanya. Sebagaimana diketahui masih terdapat undang-

undang yang secara substansi sangat penting (urgent) untuk segera diundangkan

namun masih berlarut-larut dalam tahap pembahasan tanpa memiliki kepastian

waktu untuk diselesaikan. Dengan berbagai faktor penghambat mulai dari

rumitnya substansi yang diatur hingga perdebatan dalam pembahasan materi yang

belum memenuhi kesepakatan atau titik temu. Sedangkan dinamika hukum,

kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum serta perkembangan masyarakat

yang sangat cepat tidak akan menunggu ketidakpastian waktu pembentukan

undang-undang tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk

membahas masalah pembentukan undang-undang di Indonesia.


5

Dalam sistem perundang-undangan di Indonesia hanya dikenal satu nama

jenis undang-undang, yaitu keputusan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), dengan persetujuan bersama Presiden, dan disahkan oleh Presiden.

Selain itu, tidak ada UndangUndang yang dibentuk oleh lembaga lainnya baik di

pusat maupun di daerah, sehingga di Indonesia tidak ada istilah Undang-Undang

Pusat ataupun Undang-Undang Lokal.4

Pasal 20 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa, “Setiap rancangan

undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama”. Bukan tanpa sebab mengapa pembentukan

undang-undang harus mendapatkan persetujuan DPR. Tidak lain karena DPR

yang merupakan lembaga legislatif yang merupakan representasi dari rakyat

Indonesia yang memiliki fungsi legislasi diamanatkan oleh Pasal 20 ayat (1) UUD

NRI 1945 yaitu, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk

undang undang.” Sehingga setiap pembentukan Undang-Undang harus melalui

DPR sebagai lembaga legislatif yang diberi kewenangan dalam membentuk

undang-undang.

Pembentukan suatu undang-undang atau pembentukan peraturan perundang-


undangan bukanlah kegiatan yang monodisipliner ilmu hukum semata-mata. Beberapa
cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu politik dan sosiologi, memberikan sahamnya. Isi
sebuah peraturan negara misalnya, jelas merupakan porsi ilmu politik dan sosiologi;
bentuk sebuah peraturan merupakan sumbangan ilmu dogmatika hukum, metodologinya
datang dari sosiologi hukum dan ilmu-ilmu perencanaan, dan prosesnya ditunjang oleh
hukum tatanegara dogmatik.5

4
Maria Farida Indrati S,, Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 53.
5
CST.Kansil, Kemahiran Membuat Perundang-undangan Sebelum dan Sesudah tahun
199), (Jakarta : PT. Perca, 2003) hlm.37.
6

DPR selaku lembaga legislatif merupakan institusi kunci (key institution)

dalam perkembangan politik negara-negara modern.6 Menilik perkembangan

lembaga-lembaga negara, lembaga legislatif merupakan cabang kekuasaan

pertama yang mencerminkan kedaulatan rakyat.7

DPR memiliki 3 fungsi sebagaiman secara atributif dinyatakan

kewenangannya dalam UUD NRI tahun 1945. Ketiga fungsi tersebut adalah

fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut

dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya

Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut lagi, fungsi legislasi DPR tersebut

dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk

undangundang yang juga merupakan perintah wajib dari UUD NRI tahun 1945.

Dalam posisi lembaga legislatif sebagai pembuat norma umum yang

utama, Prof. Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa kewenangan untuk mengatur

dan membuat aturan (regeling) pada dasarnya merupakan domain kewenangan

lembaga legislatif yang berdasarkan prinsip kedaulatan, merupakan kewenangan

eksklusif wakil rakyat yang berdaulat untuk menentukan sesuatu peraturan yang

mengikat dan membatasi kebebasan setiap individu warga negara (presumption of

liberty of the sovereign people).8

6
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer
dalam Sistem Presidensial Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 1.
7
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, (Jakarta: Sekretariat
Jenderal Mahkmah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), hlm. 33
8
Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang di Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), hlm. 11.
7

Oleh karena demi mengoptimalkan sistem pendukung yang pada akhirnya

dapat membantu kinerja DPR sebagai upaya pelaksanaan fungsi legislasi DPR

sebagaimana amanat Pasal 20 ayat (1) baru UUD NRI Tahun 1945, maka dalam

UU No. 17 Tahun 2014 khususnya Pasal 413 ayat (2) dibentuklah Badan Keahlian

DPR.

Adapun Badan Keahlian DPR RI ini kemudian terwujud melalui Peraturan

Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 3 Peraturan a quo

menyatakan bahwa “Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, yang dalam Peraturan Presiden ini selanjutnya disebut Badan Keahlian

merupakan aparatur pemerintah yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya

bertanggung jawab kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia dan secara administratif berada di bawah Sekretariat Jenderal.” Adapun

Badan Keahlian ini dipimpin oleh Kepala Badan Keahlian.

Dalam pelaksanaan tugasnya, pada Badan Keahlian DPR RI saat ini

terdapat 5 (lima) struktur pusat yang masing-masing pusat tersebut memiliki fokus

tersendiri guna mnedukung kelancaran tugas DPR RI tersebut. Adapun masing-

masing pusat pada Badan Keahlian DPR RI yakni: 1. Pusat Perancangan Undang-

Undang, 2. Pusat Penelitian, 3. Pusat Analisa APBN, 4. Pusat Akuntabilitas

Keuangan Negara, dan 5.Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang.


8

Masing-masing pusat ini dikepalai oleh Kepala Pusat dan memiliki tenaga

fungsional seperti misalnya tenaga fungsional perancang undang-undang yang ada

pada Pusat Perancangan Undang-Undang.

Lahirnya Badan Kehalian DPR RI yang merupakan amanat UU No. 17

Tahun 2014 merupakan terobosan baru karena dalam UU 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 27 Tahun 2009) atau bisa

pula disebut UU MD3 sebelumnya belum ada supporting system khusus yang

memiliki fungsi penting untuk mendukung tugas-tugas kedewanan. Dalam UU

MD3 sebelumnya hanya ada Sekretariat Jenderal DPR selaku satu satunya

supporting system yang mendukung DPR RI dalam pelaksanaan tugasnya.

Sedangkan misalnya untuk mendukung fungsi legislasi didukung oleh beberapa

pihak seperti misalnya Deputi Perundang-Undangan pada Sekretariat Jenderal

DPR dan juga Badan Legislasi DPRI RI.

Fungsi legislasi DPR selama ini selalu mendapatkan “rapor merah” dimata

publik baik dari sisi kualitas begitu pula sisi kuantitas. Begitu juga Badan

Legislasi DPRI RI adalah alat kelengkapan DPR RI dan bukan suatu badan

tertentu yang khusus yang fungsinya pula dapat menyusun suatu undang-undang,

sehingga seringkali tumpang tindih dengan fungsi pada Komisi-Komisi yang ada

di DPR RI, maka dalam revisi UU MD3 yang pada akhirnya melahirkan UU No.

17 Tahun 2014 dibentuklah Badan Keahlian DPR RI. Dengan adanya Badan

Keahlian DPR RI ini, fungsi DPR RI terutama di bidang legislasi diharapkan akan

semakin lebih baik negara kita.


9

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan

dalam bentuk Penyusunan Proposal Tesis yang berjudul Inisiatif Badan

Keahlian Perancangan Undang-Undang dalam Proses Pembentukan

Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai