Angka Kejadian Asma Di Bali
Angka Kejadian Asma Di Bali
Asma akibat alergen bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta
diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast (Somantri,
2009). Faktor seperti virus, bakteri, jamur, parasit, allergen, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis
akan menimbulkan hiperreaktifitas bronkus dalam saluran pernapasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan immunoglobulin E (IgE) (Mangunnegoro, 2004). Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat
banyak (Smeltzer & Bare, 2002). Peningkatan produksi mukus yang disebabkan oleh bronkospasme akan
mengakibatkan sesak, batuk, mengi/wheezing, adanya sesak akan mengakibatkan moreksi. Timbulnya
edema mukosa, kontraksi otot polos bronkiolus akan menyebabkan proliferasi sehingga terjadi
sumbatan dan konsulidasi pada jalan napas mengakibatkan proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Peningkatan CO2 dalam alveolus (hiperventilasi) akan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) sehingga paru-paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yang akan menyebabkan konsentrasi O2 dalam
alveolus menurun dan terjadi gangguan difusi, mengakibatkan oksigenasi ke jaringan tidak memadai
sehingga terjadi gangguan perfusi yang menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hipoksia akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinik seperti sianosis, takipnea, gelisah, napas cuping hidung, dan
retraksi dada (Mangunnegoro, 2004). Gejala asma yang sering terjadi adalah hiperventilasi atau
bernapas dalam (Kolb, 2009). Hiperventilasi terjadi karena penderita asma mengembangkan tingkat
kedalaman pernapasan jauh melebihi yang seharusnya. Hiperventilasi menunjukkan buruknya sistem
pernapasan karena terjadi kehilangan karbondioksida secara progresif. Hal ini kemudian menstimulasi
restriksi saluran napas dan peningkatan mucus (Roy, 2006). Sistem pernapasan yang buruk seperti ini
menyebabkan tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap berbagai penyakit. Semua hal tersebut
berhubungan dengan bagaimana cara bernapas yang efisien dan benar (Fadhil, 2009). Pengontrolan
terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma
dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari
stres (Wong, 2003).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Penderita asma
masih dapat hidup produktif jika mereka dapat mengendalikan asmanya (United States Environmental
Protection Agency, 2004). Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap,
tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis
yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru, 2008). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk
mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria
dalam Dalimunthe, 2010). Latihan bernapas dapat dilakukan sebagai salah satu pencegahan terjadinya
serangan asma. Latihan bernapas bertujuan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan
mempermudah pengeluaran dahak dari saluran pernapasan (Sundaru, 2000).
Latihan pernapasan dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
meningkatkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, serta mengurangi udara yang terperangkap. Latihan
napas dalam dapat dilakukan pada penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif (Smeltzer &
Bare, 2002). Tujuan napas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
untuk mengurangi kerja bernapas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernapasan yang berguna, mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas (Smeltzer & Bare, 2002). Latihan napas
dalam sangat bermanfaat untuk klien dalam membuka jalan napas yang mengalami penyempitan dan
menjadi salah satu terapi asma untuk mencegah timbulnya serangan asma (Medscape, 2009). Selain
latihan napas dalam, terdapat salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas
pada penderita asma adalah teknik olah napas. Teknik pernapasan ini dapat berupa olahraga aerobik,
senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Yoga, Mahatma, Buteyko dan Pranayama
(Fadhil, 2009). Salah satu terapi alternatif untuk asma yang mutakhir, ilmiah dan komprehensif, adalah
metode Buteyko, yang dikembangkan oleh penemunya sendiri, Prof. Konstantin Buteyko, dari Rusia.
Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang bertujuan untuk menurunkan
ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma (GINA, 2005). Teknik pernapasan Buteyko
juga membantu menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah sehingga oksigenasi yang lancar
akan menurunkan kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma (Murphy,
2005). Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan memperbaiki buruknya sistem
pernapasan pada penderita asma sehingga akan menurunkan gejala asma sekaligus akan menurunkan
frekuensi serangan pada asma. (Kolb dalam Dalimunthe, 2010).
Angka kejadian asma di bali
Asma akibat alergen bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta
diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast (Somantri,
2009). Faktor seperti virus, bakteri, jamur, parasit, allergen, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis
akan menimbulkan hiperreaktifitas bronkus dalam saluran pernapasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan immunoglobulin E (IgE) (Mangunnegoro, 2004). Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat
banyak (Smeltzer & Bare, 2002). Peningkatan produksi mukus yang disebabkan oleh bronkospasme akan
mengakibatkan sesak, batuk, mengi/wheezing, adanya sesak akan mengakibatkan moreksi. Timbulnya
edema mukosa, kontraksi otot polos bronkiolus akan menyebabkan proliferasi sehingga terjadi
sumbatan dan konsulidasi pada jalan napas mengakibatkan proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Peningkatan CO2 dalam alveolus (hiperventilasi) akan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) sehingga paru-paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yang akan menyebabkan konsentrasi O2 dalam
alveolus menurun dan terjadi gangguan difusi, mengakibatkan oksigenasi ke jaringan tidak memadai
sehingga terjadi gangguan perfusi yang menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hipoksia akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinik seperti sianosis, takipnea, gelisah, napas cuping hidung, dan
retraksi dada (Mangunnegoro, 2004). Gejala asma yang sering terjadi adalah hiperventilasi atau
bernapas dalam (Kolb, 2009). Hiperventilasi terjadi karena penderita asma mengembangkan tingkat
kedalaman pernapasan jauh melebihi yang seharusnya. Hiperventilasi menunjukkan buruknya sistem
pernapasan karena terjadi kehilangan karbondioksida secara progresif. Hal ini kemudian menstimulasi
restriksi saluran napas dan peningkatan mucus (Roy, 2006). Sistem pernapasan yang buruk seperti ini
menyebabkan tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap berbagai penyakit. Semua hal tersebut
berhubungan dengan bagaimana cara bernapas yang efisien dan benar (Fadhil, 2009). Pengontrolan
terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma
dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari
stres (Wong, 2003).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Penderita asma
masih dapat hidup produktif jika mereka dapat mengendalikan asmanya (United States Environmental
Protection Agency, 2004). Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap,
tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis
yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru, 2008). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk
mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria
dalam Dalimunthe, 2010). Latihan bernapas dapat dilakukan sebagai salah satu pencegahan terjadinya
serangan asma. Latihan bernapas bertujuan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan
mempermudah pengeluaran dahak dari saluran pernapasan (Sundaru, 2000).
Latihan pernapasan dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
meningkatkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna, tidak
terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, serta mengurangi udara yang terperangkap. Latihan
napas dalam dapat dilakukan pada penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif (Smeltzer &
Bare, 2002). Tujuan napas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
untuk mengurangi kerja bernapas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernapasan yang berguna, mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas (Smeltzer & Bare, 2002). Latihan napas
dalam sangat bermanfaat untuk klien dalam membuka jalan napas yang mengalami penyempitan dan
menjadi salah satu terapi asma untuk mencegah timbulnya serangan asma (Medscape, 2009). Selain
latihan napas dalam, terdapat salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas
pada penderita asma adalah teknik olah napas. Teknik pernapasan ini dapat berupa olahraga aerobik,
senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Yoga, Mahatma, Buteyko dan Pranayama
(Fadhil, 2009). Salah satu terapi alternatif untuk asma yang mutakhir, ilmiah dan komprehensif, adalah
metode Buteyko, yang dikembangkan oleh penemunya sendiri, Prof. Konstantin Buteyko, dari Rusia.
Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang bertujuan untuk menurunkan
ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma (GINA, 2005). Teknik pernapasan Buteyko
juga membantu menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah sehingga oksigenasi yang lancar
akan menurunkan kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma (Murphy,
2005). Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan memperbaiki buruknya sistem
pernapasan pada penderita asma sehingga akan menurunkan gejala asma sekaligus akan menurunkan
frekuensi serangan pada asma. (Kolb dalam Dalimunthe, 2010).
ASMA
Pengertian
Penyebab kekambuhan asma
Cara pencegahan Kekambuhan asma
Pentalaksanaan
LATAR BELAKANG
Berdasarkan pengkajian di desa Nania, kota Ambon, didapatkan data bahwa kesehatan
lingkungan merupakan masalah yang kurang dipahami oleh sebagian besar masyarakat dan kurang
mendapatkan perhatian. Sebagian masyarakat di desa Nania memiliki perilaku / kebiasaan hidup sehat
yang masih kurang, belum memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan dan belum memiliki jamban
keluarga.
Adanya permintaan penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lingkungan merupakan
momentum yang sesuai untuk menyampaikan informasi mengenai penyakit-penyakit akibat lingkungan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, warga di desa Nania mampu memahami tentang
penyakit asma.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 60 menit diharapkan warga di desa nania
dapat :
a. Memahami pengertian, tanda dan gejala dan penyebab penyakit asma
b. Memahami pertolongan pertama bagi penderita asma
c. Memahami cara pencegahan kekambuhan penyakit asma
METODE
Ceramah dan Tanya jawab
MEDIA
Leaflet
ISI MATERI
1. Pengertian, tanda dan gejala asma
2. Cara pencegahan kekambuhan asma
3. Cara pernafasan yang benar
PEMBAGIAN
SETTING TEMPAT
Peserta duduk dengan membentuk huruf U.
EVALUASI
1. Kegiatan : jadwal, tempat, alat Bantu / media, pengorganisasian, proses penyuluhan
2. Hasil penyuluhan, memberi pertanyaan pada warga tentang :
Pengertian, tanda dan gejala, dan penyebab asma
Pencegahan kekambuhan asma
Cara pernafasan yang benar
PENGORGANISASIAN
1. Ketua : Wa Ariani
2. Sekretaris : imran
3. Moderator : jumiadi
4. Penyaji : Hamiyana
5. Dokumentasi : fang
REFERENSI
Dainur, 1992, Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya Medika,
Jakarta
Notoatmojoyo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
Setyono, Joko; 2001, Keperawatan Medikal Medah, Salemba Medika, Jakarta
KONSEP TIORI
Asma adalah penyakit sukar bernapas yang ditandai adanya penyempitan saluran napas, napas
mencuit-cuit atau bengek.. Asma bersifat refersibel. Asma terjadi ketika bronchi mengalami inflamasi dan
hiperresponsif. Penyakit ini menyebabkan penyempitan pada saluran nafas sehihngga menimbulkan
kesulitan bernafas. Asma adalah penyakit obstruksi saluran peranfasana yang bersifat refersibel dan
berbeda dari obstruksi saluran peranafasan lain seperti pada penyakit empisema maupun bromnkitis kronis
yang bersifat ireversibel dan kontinyu.
Etiologi
Etiologi asma mungkin merupakan reaksi alergi yang sering terjadi pada pasien dengan umur
kurang dari 30 tahun. Namun, munculnya asma pada pasien dengan menyebabkan asma antara lain yaitu
beberapa bahan iritan seperti debu-debu yang beterbangan, asap, produk pembersih atau bau. Pemicu
tambahan lainnya adalah udara dingin, infeksi saluran peranfasan atas atau bawah dan stres.
Paofisiologi
Patofiiologi asma diawali dengan reaksi inflamasi pada slauran peranfasan yang memicu terjadinya
perubahan patofisiologi yang berupa bronki menjadi hiperresponsif dna terjadi bronkospasme. Sehingga
mengganggu proses pertukaran udara dan ventilasi. Kebanyakan pasien berupay mengatasi penyakit
asma dengan baik. Namun begitu, pasien yang mengidap penyakit asma perlu diangani secara serius
karena reaksi asma bisa mengarah pada gagal nafas dan akhirnya menyebabkan kematian.
Latihan pernafasan yaitu bernafas lambat dan berirama dengan cara yang rileks untuk memperbaiki
pertukaran udara.
Caranya :
a. Pernafasan diafragma:
letakan satu tangan diatas perut tepat dibawah iga dan tangan lainnya pada tengah-tengah dada
Nafaslah dengan lambat dan dalam melalui hidung biarkan perut mengembang menonjol sebesar mungkin
Hembuslah nafas melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot perut
Tekan dengan kuat ke arah dalam dan ke atas pada perut sambil menghembuskan nafas
Ulangi selama 1 menit, diikuti dengan periode istirahat selama 2 menit
Lakukan selama 5 menit, beberapa kali sehari pada saat sebelum makan dan waktu mau tidur