PENDAHULUAN
1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
2. Bersifat sementara, dimulai dari awal proyek dan diakhiri dengan akhir
proyek, serta mempunyai jangka waktu terbatas.
3. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai
tujuan telah ditentukan.
4. Non rutin, tidak berulang– ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah
sepanjang proyek berlangsung. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang
identik, tetapi proyek yang sejenis.
Ilmu manajemen proyek sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya piramid raksasa di kota Mesir. Piramida yang
secara umum merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai makam raja-raja
dan juga sebagai sarana tempat peribadahan, merupakan bukti yang paling
menakjubkan dari penerapan ilmu manajemen proyek pada masa lalu.
Pembangunan piramid yang tidak dilakukan sembarangan membuktikan bahwa
desain dari setiap sudut bangunan diperhitungkan dengan sangat teliti. Hampir
setiap piramid dibangun dengan memperhitungkan jarak piramid dengan matahari,
karena matahari merupakan elemen terpenting bagi kehidupan masyarakat kuno.
Pembangunan piramid ini tidak mungkin dapat terlaksana jika tidak ada orang yang
melakukan perencanaan, pengorganisasian dan menggerakkan para pekerja serta
melakukan pengontrolan dalam pembangunannya. Dan sejarah pun mencatat
bahwa bangsa Indonesia juga mempunyai catatan gemilang dalam Manajemen
Proyek, salah satunya adalah Borobudur yang dibangun pada masa puncak
kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah.
Dan pada tanggal 16 Juli 1999 didirikanlah Ikatan Ahli Manajemen Proyek
Indonesia (IAMPI) yang merupakan asosiasi dari para Ahli Manajemen Proyek
Indonesia dan didirikan di Jakarta, sebagai salah satu asosiasi profesi anggota
LPKJ. Lembaga IAMPI ini juga menawarakan sertifikasi yang betaraf nasional di
Indonesia. Dan terakhir adalah lembaga ITAPPI (Ikatan Tenaga Ahli Pengendali
Proyek Indonesia) yang didirikan pada tahun 2008 dan merupakan organisasi
profesional dengan bidang pengendali proyek (Project Control).
b) Tahap Perencanaan
Terdiri atas:
- Sketsa Rencana
- Perancanaan Detail
Keberhasilan proyek konsruksi diawali dan sangat ditentukan dengan
berhasil tidaknya untuk menyusun suatu landasannya, yaitu berupa perencanaan
yang lengkap dan matang. Sehingga dengan sendirinya suatu perencanaan harus
dapat mengakomodasikan seluruh kebutuhan dan kepentingan pelaksanaan
konstruksi, sejak dari hal-hal yang bersifat teknis termasuk metode kerja sampai
dengan dampak yang diakibatkannya. Proses perencanaan keseluruhan secara
umum dibagi menjadi empat tahap pelaksanaan, yaitu tahap tanggapan terhadap
Arahan Penugasan (TOR) atau seringkali disebut tahap pengajuan proposal,
kemudian tahap survai dan investigasi, tahap penyusunan pra-rencana atau dikenal
sebagai sketsa rencana, serta tahap perencanaan final atau perencanaan detail.
Pelaksanaan keempat tahap kegiatan perencanaan tersebut berurutan degan urutan
tetap, tidak bisa diubah, dan kelengkapan serta hasil masing-masing tahap sangat
ditentukan oleh hasil dari tahap sebelumnya. Sehingga agar didapat hasil
keseluruhan yang optimal, pada selang antara masing-masing tahap biasanya
diadakan pertemuan antara pihak-pihak yang terkait untuk berdiskusi, membahas,
memperjelas, dan menegaskan hasil-hasil kegiatannya. Diskusi pembahasan pada
dasarnya adalah untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap hasil yang
dicapai pada tahap sebelumnya dan sekaligus merancang pelaksanaan kegiatan
tahap berikutnya. Karena sifat kegiatan konstruksi yang terurai dan terpisah-pisah,
di dalam diskusi-diskusi biasanya masih selalu muncul masukan-masukan baru
yang cukup penting untuk diperhatikan, dan patut untuk ditampung dikaitkan
dengan upaya meraih keberhasilan secara keseluruhan.
c) Tahap Pelelangan
Terdiri atas:
- Persiapan administrasi
- Prakualifikasi
- Pelelangan
- Pelulusan
Sebelum membahas langkah-langkah pada tahap pelelangan ini, ada
baiknya terlabih dahulu meninjau beberapa hal yang berkaitan dengan latar
belakang diselenggarakannya pelelangan. Seperti diketaui, pekerjaan pada sektor
swasta dibiayai sepenuhnya dengan dana swasta. Sumber dana proyek dikumpulkan
dan dikendalikan sepenuhnya baik oleh perorangan, suatu bentuk kerja sama, atau
perusahaan swasta. Dengan demikian pembelanjaan dana semacam itu
dikendalikan oleh suatu lembaga publik akan tetapi langsung oleh pemiliknya
berdasarkan pada kepentingan terbaiknya. Sehingga pada sektor swasta, bisnis
dapat diwujudkan berdasarkan penawaran bersaing (pelelangan) atau cara negoisasi
dengan pelaksanaan kontraknya dapat menggunakan kedua-dua sistem. Sedangkan
pada sektor publik, karena pekerjaan umum dibiayai dengan menggunakan dana
yang diperoleh dari perpajakan, dana masyarakat, ataupun penerimaan negara
lainnya, pertanggung jawab pelaksanaannya harus diupayakan secermat mungkin.
Upaya-upaya untuk mengamankan pelaksanaan pekerjaan konstruksinya dilakukan
dengan berdasarkan pada peraturan-peraturan dan hanya dapat diserahkan kepada
Kontraktor yang diyakini benar-benar handal secara objektif. Dalam rangka
berupaya menghindarkan berbagai penyimpangan pelakasanaan, hampir semua
pekerjaan umum selalu diberikan berdasar pelelangan melalui persaingan
penawaran. Sudah tentu cara tersebut tidak diberlakukan untuk semua proyek,
karena dalam prakteknya peraturan juga masih mengijinkan menempuh sistem
penunjukan langsung. Terutama dalam menghadapi keadaan darurat,
penanggulangan bencana alam, atau keperluan pekerjaan khusus yang sangat
membutuhkan spesialisasi.
Kontraktor Utama
Sub Kontraktor
Pelelangan Umum
Penunjukan Langsung
Ada beberapa jenis sistem kontrak yang di kenal selama ini, antara lain :
Kontrak Biaya Ditambah Upah yang Dinegosiasikan (Negotiated Cost Plus And
Fee Contract)
Jenis kontrak ini mewajibkan pemberi tugas membayar biaya nyata yang
dikeluarkan kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaan ditambah biaya atas jasa
yang dilakukan oleh kontraktor. Kontrak biaya ditambah jasa sangat jarang
digunakan, disebabkan kesulitan pihak pemberi tugas dalam mengendalikan
biaya yang dilakukan oleh kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaan. Kontrak
jenis ini biasanya digunakan pada pekerjaan – pekerjaan kecil atau sulit untuk
ditetapkan terlebih dahulu harga satuannya atau volume total pekerjaannya.
Kontrak biaya ditambah jasa dibedakan atas cara menetapkan besarnya biaya
atas jasa yang diberikan oleh kontraktor:
a) Biaya atas jasa yang besarnya terlebih dahulu ditetapkan (cost plus fixed
fee) dan tidak berubah meskipun biaya proyek bertambah atau berkurang.
b) Biaya atas jasa yang besarnya berdasarkan presentase biaya nyata yang
dikeluarkan oleh kontraktor (Cost Plus Percent of Cost). Presentase ini
ditetapkan terlebih dahulu pada suatu nilai yang nyata.
c) Biaya atas jasa yang besarnya berdasarkan presentase biaya yang
dikeluarkan oleh kontraktor, dimana presentase tersebut bervariasi
terhadap besarnya biaya nyata yang dikeluarkan oleh kontraktor (Cost
Plus Sliding Fee) yang biasa disebut target kontrak.
d) Biaya atas jasa ditetapkan berdasarkan suatu formula yang disepakati
oleh pemberi tugas dan kontraktor, tetapi berbeda dengan yang telah
disebutkan diatas (Cost Plus Profit Sharing), misalnya dengan bonus
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian pekerjaan lebih kecil
dari yang direncanakan dan dikenakan hukuman (Pinalti) bila biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari yang direncanakan.
e) Dalam jenis kontrak ini, resiko yang diterima oleh pemberi tugas lebih
besar disbanding resiko yang diterima kontrak.