Anda di halaman 1dari 13

STUDI PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK ( Cromileptes altivelis )

DALAM KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI PULAU PUHAWANG,


KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh: Indra Gumay Yudha (Fak. Pertanian, Universitas Lampung)

ABSTRAK

Studi pertumbuhan ikan kerapu bebek dilakukan di Pulau Puhawang, Lampung Selatan, untuk
mengetahui perbedaan jenis pakan yang digunakan terhadap pertumbuhan dan mengetahui laju
pertumbuhan ikan kerapu bebek selama masa budidaya 14 bulan. Percobaan dilakukan
dengan menempatkan 2000 ekor ikan kerapu bebek berukuran 2.6-2.9 gram dalam 2 unit KJA
yang masing-masing memiliki 4 petak jaring, sehingga dalam setiap petak jaring terdapat 250
ekor ikan Selama 4 bulan masa pemeliharaan awal, ikan kerapu bebek dalam KJA1 diberi
pakan buatan (pelet), sedangkan ikan kerapu di KJA2 diberi makan ikan rucah. Pemberian
pakan dilakukan 2 kali sehari sebanyak 15% dari biomass ikan yang dipelihara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pemberian pakan
buatan (pelet) dengan pakan yang berupa ikan rucah selama masa pemeliharaan 4 bulan.
Pakan buatan yang diberikan kepada ikan kerapu bebek menghasilkan pertambahan bobot
sebanyak 32.95 gram, sedangkan ikan kerapu bebek yang diberi makan ikan rucah mengalami
pertambahan bobot 35.80 gram. Selanjutnya dari studi pertumbuhan selama 14 bulan
didapatkan model laju pertumbuhan untuk ikan kerapu bebek adalah Wt = 6.098.e0.358t.
Selama masa budidaya diperoleh nilai FCR sebesar 11.1 dan SR pada akhir masa budidaya
adalah 49.3%.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat ini sudah banyak dibudidayakan oleh
masyarakat di Indonesia, termasuk di perairan Teluk Lampung. Selain bernilai ekonomis
tinggi dengan harga sekitar 36 US dollar per kg, ikan kerapu bebek juga sudah berhasil
dikembangkan teknik pembenihannya oleh balai pemerintah, seperti Balai Budidaya Laut
(BBL) Lampung dan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut di Gondol-Bali, dan
beberapa hatchery swasta di Indonesia. Dengan demikian terbuka peluang yang cukup luas
untuk mengembangkan usaha pembesaran ikan kerapu bebek.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 1
Dalam pengembangan budidaya laut (marine culture), terutama untuk ikan-ikan karang
bernilai ekonomis tinggi, Propinsi Lampung memiliki keunggulan dibandingkan dengan
daerah lainnya di Indonesia. Faktor yang mempercepat perkembangan tersebut antara lain
adanya Balai Budidaya Laut (BBL) yang terletak di Desa Hanura, Lampung Selatan. Selain
itu, kondisi lingkungan pesisir di Propinsi Lampung dengan banyaknya pulau-pulau kecil (69
pulau) juga sangat mendukung untuk pengembangan budidaya ikan karang. Menurut
Sunyoto (1993), wilayah pesisir Lampung memiliki areal terluas dibandingkan daerah lainnya
untuk pengembangan budidaya ikan karang dengan metode karamba jaring apung, yaitu
sekitar 800 ha. Saat ini di Propinsi Lampung telah banyak pengusaha yang bergerak dalam
budidaya ikan kerapu macan dan kerapu bebek. Menurut Sudjiharno (2002), saat ini terdapat
lebih kurang 30 usaha budidaya ikan kerapu yang sebagian besar lokasinya berada di sekitar
Tanjung Putus, Pulau Puhawang, Perairan Bawang, Piabung, Ringgung, Pulau Tegal, Mutun,
Pulau Pasaran, Pulau Kubur, Pulau Balak, serta Pulau Condong.

Dalam kegiatan budidaya perikanan, pakan merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan. Kandungan zat gizi pakan sangat mempengaruhi hasil panen yang merupakan
tujuan akhir dari proses budidaya. Oleh karena itu, aspek nutrisi dalam pakan ikan mendapat
perhatian yang cukup besar oleh para ahli dan juga usahawan. Selain itu, pakan juga
merupakan komponen biaya operasional yang cukup besar dalam kegiatan budidaya, sehingga
perlu diperhitungkan efisiensinya.

Pada kegiatan pembesaran ikan kerapu bebek dalam karamba jaring apung (KJA) di Propinsi
Lampung, umumnya pembudidaya memberikan pakan yang berupa ikan rucah (ikan non
ekonomis tinggi), seperti ikan pepetek dan kuniran. Di samping harganya murah (Rp 1.000 –
Rp 2.000 per kg), ketersediaannya cukup melimpah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi
budidaya. Selain pakan yang berupa ikan rucah, telah tersedia pula jenis pakan buatan yang
berupa pelet khusus untuk pembesaran ikan kerapu. Pakan tersebut mengandung protein
minimum 49%, lemak minimum 9%, serat maksimum 3%, abu maksimum 10%, dan kadar air
maksimum 11%. Harga jual pakan ini sekitar Rp 9.000 – Rp 13.000. Dengan adanya pakan
buatan, maka terdapat alternatif bagi pembudidaya ikan kerapu untuk memilih jenis pakan
yang akan diberikan kepada ikan peliharaannya.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 2
Oleh karena pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor makanan dan biaya untuk pakan
merupakan komponen terbesar dalam operasional budidaya, maka perlu dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis pakan terhadap pertumbuhan ikan
kerapu bebek, sehingga dapat diperoleh hasil panen yang optimum dengan biaya yang relatif
lebih murah. Selanjutnya, dengan mengetahui laju pertumbuhan ikan yang dibudidayakan dan
beberapa faktor budidaya lainnya (FCR dan SR) akan sangat bermanfaat untuk perhitungan
investasi (biaya operasional) serta perkiraan hasil panen yang lebih optimum.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Seberapa besar pengaruh jenis pakan yang berbeda (jenis pelet dan jenis ikan rucah)
terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek.

b. Seberapa besar laju pertumbuhan ikan kerapu bebek yang dipelihara selama 14 bulan.

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian tentang pengaruh jenis pakan terhadap
pertumbuhan ikan kerapu bebek (bagian a) adalah sebagai berikut:

H0 : μ1 = μ2 , dan
H1 : μ1 ≠ μ2

Hipotesis nol (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
perlakuan pakan jenis 1 (ikan rucah) dengan pakan jenis 2 (pelet) terhadap pertambahan bobot
ikan kerapu bebek yang dipelihara selama 3 bulan; dan sebaliknya hipotesis altenatif (H1)
menyatakan terdapat perbedaan antara kedua perlakuan terhadap pertumbuhan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:


a. Pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadap laju pertumbuhan ikan kerapu bebek
b. Laju pertumbuhan ikan kerapu bebek selama 14 bulan pemeliharaan
c. Beberapa faktor lainnya dalam budidaya ikan kerapu bebek, seperti SR, FCR, jenis
penyakit, dan sebagainya.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 3
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pertumbuhan dan beberapa aspek budidaya ikan kerapu bebek ini
diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan usaha budidayanya. Hasil penelitian
mengenai jenis pakan yang lebih baik terhadap pertumbuhan, antara pakan buatan yang
harganya relatif mahal dengan ikan rucah yang lebih murah, dapat dijadikan acuan bagi
pembudidaya untuk mengefisienkan biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pakan.

Hasil penelitian mengenai laju pertumbuhan ikan kerapu bebek selama masa budidaya dapat
dijadikan acuan untuk lebih mengoptimalkan masa budidaya, sehingga dapat diperoleh hasil
panen yang maksimal. Masa pemeliharaan yang lebih lama dari 14 bulan mungkin justru akan
lebih mendatangkan keuntungan bagi pembudidaya, karena hasilnya lebih banyak dengan
biaya operasional yang tidak terlalu tinggi peningkatannya. Demikian pula halnya dengan
FCR yang sangat berguna untuk menentukan kebutuhan pakan yang akan digunakan dalam
proses budidaya, sehingga perhitungan biaya untuk pakan tidak berlebihan (boros) atau
bahkan kekurangan. Hal ini sangat bermanfaat bagi investor yang akan menanamkan
modalnya untuk usaha budidaya kerapu bebek.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2002 hingga Juli 2003 di KJA milik Yayasan Sahabat
Alam di Pulau Puhawang, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Lampung Selatan.

2.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 2 unit rakit KJA yang berukuran 8x8
m2 dan masing-masing terdiri dari 4 petak tempat meletakkan jaring, jaring I (waring bagan
berdiameter 2x2 mm2) ukuran 1x1x1 m3 sebanyak 12 buah, jaring II (jaring trawl dengan
mesh size ¾ inchi ) ukuran 2x2x2 m3 sebanyak 12 buah, jaring III (jaring trawl dengan mesh
size 1 ¼ inchi) ukuran 3x3x3 m3 sebanyak 12 buah, timbangan, bak pengobatan dan
perlengkapannya, gunting, gilingan daging, wadah pakan, serta cool box tempat penyimpan
pakan rucah.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 4
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih ikan kerapu bebek berukuran seragam dengan
bobot sekitar 2.6-2.9 gram sebanyak 2.000 ekor, pakan yang berupa pelet dan ikan rucah,
multivitamin, minyak cumi, es untuk menyimpan pakan rucah, formalin 38% dan metilen
blue.

2.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap. Penelitian pertama difokuskan untuk melihat pengaruh 2
jenis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek. Penelitian ini
berlangsung selama 4 bulan dengan perolehan data berupa bobot ikan kerapu bebek setiap
bulan. Sebanyak 2.000 ekor benih ikan kerapu bebek ditempatkan dalam 8 petak jaring I,
sehingga masing-masing petak jaring I berisi 250 ekor. 4 petak digunakan sebagai perlakuan
A, yaitu pemberian pakan dengan ikan rucah, sedangkan 4 petak lainnya digunakan sebagai
perlakuan B (pemberian pakan buatan/pelet). Dengan demikian akan didapatkan 2 perlakuan
dengan masing-masing 4 ulangan. Ikan-ikan yang dipelihara pada perlakuan A diberi makan
ikan rucah yang telah dihaluskan dengan gilingan daging sebanyak 15% dari bobot total.
Pemberian pakan ini dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Pada perlakuan B
pemberian pakan yang berupa pelet dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore hari) dengan jumlah
yang sama dengan perlakuan A. Setiap bulan dihitung bobot ikan dengan cara menimbangnya
secara keseluruhan dan dirata-ratakan. Ikan yang mati juga dicatat untuk perhitungan SR
(survival rate, tingkat kelangsungan hidup). Setelah 4 bulan dapat diukur pertambahan bobot
selama masa pemeliharaan pada masing-masing perlakuan. Selanjutnya dilakukan analisis
sidik ragam pada data tersebut, sehingga dapat diketahui apakah terdapat perbedaan perlakuan.

Penelitian tahap kedua, yaitu untuk mengukur laju pertumbuhan ikan kerapu bebek selama 14
bulan, dilakukan dengan menimbang bobot ikan yang dipelihara setiap bulan selama masa
budidaya hingga panen, yaitu sekitar 14 bulan. Untuk menghitung pertumbuhan ikan dapat
dilakukan melalui pendekatan matematika. Salah satu model laju pertumbuhan yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut (Effendie, 1997):

Wt = W0 egt atau ln Wt = ln W0 + gt

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 5
dimana Wt adalah bobot ikan pada waktu t, W0=berat awal, e=dasar logaritma natural dan
g=koefisien pertumbuhan. Dengan model pertumbuhan tersebut, maka dapat diketahui laju
pertumbuhan ikan kerapu bebek selama masa budidaya hingga panen, sehingga dapat
dilakukan pendugaan yang lebih baik untuk perhitungan biaya operasional (investasi).

Beberapa faktor lainnya yang penting juga turut diamati, seperti perhitungan SR (survival rate,
tingkat kelangsungan hidup) hingga panen, jenis-jenis penyakit yang menyerang, dan FCR
(food conversion ratio, rasio konversi pakan).

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Jenis Pakan Terhadap Pertumbuhan

Data hasil pengukuran bobot ikan kerapu bebek yang dipelihara dalam KJA dengan perbedaan
pemberian pakan selama 4 bulan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Pertambahan bobot ikan kerapu bebek setelah 4 bulan perlakuan

No Pengukuran Perlakuan A (gram) Perlakuan B (gram)


1 2 3 4 1 2 3 4
1 Bobot awal 2.7 2.6 2.6 2.9 2.8 2.9 2.6 2.7
2 Bobot akhir 37.8 37.5 38.5 40.2 38.8 35.4 32.9 35.3
3 Pertambahan 35.1 34.9 35.9 37.3 36.0 32.5 30.3 32.6
Rerata (gram) 35.80 32.85

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 diketahui bahwa hipotesis nol
(H0 : μ1=μ2 ) diterima. Artinya, perlakuan pemberian jenis pakan yang berbeda (pelet dan
rucah) tidak memberikan hasil yang berbeda terhadap pertambahan bobot ikan kerapu bebek
selama 4 bulan. Pemberian pakan yang berupa pelet dengan kadar protein 49% ataupun ikan
rucah, secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan ikan kerapu
bebek.

Hasil yang sama diperoleh berdasarkan penelitian Suwirya (2002) terhadap ikan kerapu bebek
yang diberi pakan ikan rucah dan pakan buatan selama 4 bulan. Pemberian pakan buatan tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek dibandingkan

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 6
dengan pemberian ikan rucah. Dari uji coba yang dilakukan diketahui bahwa pertambahan
bobot ikan kerapu bebek yang diberi pakan buatan adalah 96.8 gram, sedangkan yang diberi
ikan rucah adalah 97.4 gram. Demikian pula halnya dengan tingkat kelangsungan hidup (SR)
yang tidak berbeda nyata, yaitu masing-masing sebesar 98.0% dan 95.1%.

Berdasarkan penelitian Sunaryat dan Salam (1998) pada ikan kerapu macan yang diberi pakan
buatan dan ikan rucah selama 40 hari diperoleh hasil yang berbeda terhadap laju pertumbuhan.
Pemberian pakan yang berupa ikan rucah justru memberikan hasil yang lebih baik daripada
pemberian pakan buatan. Pemberian ikan rucah menghasilkan bobot 46.03 gram, sedangkan
pakan buatan hanya 27.96 gram. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa
pemberian pakan yang berupa cumi-cumi segar memberikan pertambahan bobot yang
terbesar, yaitu 62.38 gram.

Berdasarkan pengamatan saat pemberian pakan, dapat diketahui bahwa ikan kerapu bebek
yang diberi ikan rucah lebih agresif dan cepat menghabiskan makanannya bila dibandingkan
dengan yang diberi pelet. Apabila ikan kerapu bebek pada perlakuan A diberi pelet, maka
pelet tersebut tidak langsung dimakan, bahkan adakalanya sama sekali tidak dimakan;
sedangkan ikan kerapu bebek pada perlakuan B bila diberi ikan rucah, ternyata langsung
dimakan. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan kerapu bebek memiliki preferensi yang lebih
tinggi terhadap pakan yang berupa ikan rucah.

3.2 Laju Pertumbuhan

Hasil pengukuran bobot rata-rata ikan kerapu bebek setiap bulan selama 14 bulan masa
pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan nilai rata-rata bobot ikan kerapu bebek pada Tabel 2 dapat diketahui persamaan
laju pertumbuhannya dengan pendekatan garis regresi setelah nilai rata-rata tersebut
ditransformasikan dalam fungsi ln. Persamaan laju pertumbuhan tersebut adalah:
ln Wt = 1.8008 + 0.358t atau Wt = 6.098*e0.358t. Adapun grafik laju pertumbuhan dapat
dilihat pada Gambar 1.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 7
Tabel 2. Bobot rata-rata ikan kerapu bebek selama 14 bulan
Ulangan ke- Rerata
Bulan ke-
1 2 3 4 (gram)
0 2.4 2.6 2.8 3.0 2.7
1 5.5 5.5 5.8 5.8 5.6
2 9.8 9.9 9.9 10.0 9.9
3 20.5 21.0 21.0 21.2 20.9
4 36.3 38.5 39.7 40.1 38.6
5 54.4 57.0 56.8 57.1 56.3
6 82.7 83.3 83.1 84.2 83.3
7 120.5 124.8 124.5 128.9 124.7
8 155.3 157.4 159.3 160.6 157.2
9 179.7 200.3 196.9 202.4 194.8
10 217.4 249.7 247.0 255.6 242.4
11 287.5 300.6 298.1 302.5 297.2
12 340.8 361.3 367.2 372.9 360.5
13 403.7 440.2 428.8 450.6 431.0
14 428.3 532.6 514.4 562.3 509.4

600,0

500,0
Wt = 6.098.e0.358t.
Bobot (gram)

400,0

300,0

200,0

100,0

0,0
11

13

15
1

Bulan ke-

Gambar 1. Grafik laju pertumbuhan ikan kerapu bebek

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 8
Berdasarkan persamaan dan grafik tersebut dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan ikan
kerapu bebek pada awal pemeliharaan berlangsung lambat hingga bulan ke-7. Selanjutnya
mulai bulan ke-8 hingga 12 relatif sedikit lebih cepat, dan dari bulan 12 hingga bulan 14 terus
meningkat dengan pesat. Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa dalam pembesaran
sebaiknya panen dilakukan hingga bulan ke-16 atau bahkan 18, dikarenakan bobot ikan yang
dipanen diperkirakan akan meningkat lebih pesat hanya dalam waktu yang relatif singkat
(antara 2 hingga 4 bulan) jika dibandingkan bila dipanen pada bulan ke-14. Oleh karena
pertumbuhan yang pesat sudah dimulai sejak bulan ke-8, maka sebaiknya pemberian pakan
juga lebih diintensifkan lagi sejak bulan tersebut.

Menurut Akbar dan Sudaryanto (2001), lambatnya pertambahan berat kerapu bebek ini
dimungkinkan karena secara genetik memang lambat tumbuh. Kerapu bebek yang dipelihara
di dalam karamba jaring apung dengan berat awal 1.3 gram dan panjang total 4 cm akan
mencapai berat antara 400-500 gram selama pembesaran 12-14 bulan. Pertumbuhan ini relatif
lambat bila dibandingkan dengan ikan kerapu macan yang dibesarkan pada lokasi dan dengan
ukuran awal yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang menyatakan
bahwa faktor keturunan merupakan termasuk salah satu faktor internal yang mempengaruhi
pertumbuhan ikan, dan faktor tersebut merupakan hal yang sulit untuk dikontrol.

3.3 Survival Rate (SR) dan Food Convertion Ratio (FCR)

Survival rate atau tingkat kelulushidupan ikan kerapu bebek yang dipelihara dalam KJA
selama 14 bulan dalam penelitian ini adalah 49.3%. Rendahnya tingkat kelulushidupan ini
dikarenakan pada saat pemeliharaan mengalami serangan penyakit, sehingga mengalami
kematian. Penyakit yang banyak menyerang antara lain dari jenis crustacea (Nerocila sp),
cacing (Diplectanum sp), dan protozoa (Cryptocaryon sp). Beberapa jenis bakteri juga
menyerang bersamaan dengan serangan penyakit tersebut. Tindakan pencegahan sudah
dilakukan, seperti perendaman rutin setiap seminggu sekali terhadap ikan yang dipelihara
dalam air tawar ataupun air laut yang telah diberi formalin dan metilen blue. Pengobatan
terhadap ikan yang sakit juga telah dilakukan, namun tidak banyak ikan yang tertolong.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 9
Rasio konversi pakan (FCR) selama masa budidaya adalah 11.1 Perhitungan secara jelas
dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai FCR 11.1 berarti bahwa untuk menaikkan 1 gram bobot
ikan dibutuhkan 11.1 gram pakan. Menurut Sunyoto (1993) nilai konversi pakan berbeda
tergantung jenis pakan, spesies, ukuran ikan, dan suhu perairan. Sebagai contoh, ikan kerapu
lumpur yang diberi ikan rucah mempunyai konversi pakan sekitar 5-8, sedangkan ikan kerapu
sunuk antara 8-12. Terdapat kecenderungan bahwa dalam usaha budidaya kerapu, ikan-ikan
yang berharga lebih tinggi mempunyai laju pertumbuhan yang lebih lambat serta konversi
pakan yang lebih tinggi.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

a. Pemberian pakan yang berupa ikan rucah dan pakan buatan (pelet) tidak memberikan
hasil yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan ikan kerapu bebek yang dipelihara
dalam KJA selama 4 bulan

b. Laju pertumbuhan ikan kerapu bebek selama masa budidaya 14 bulan mengikuti model
laju pertumbuhan ln Wt = 1.8008+0.358t .

c. Rasio konversi pakan ikan kerapu bebek selama masa budidaya dengan pakan ikan rucah
adalah 11.1.

d. Secara ekonomis ikan rucah lebih baik digunakan sebagai pakan dalam budidaya ikan
kerapu bebek.

e. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan sektor perikanan di Propinsi


Lampung, terutama budidaya ikan karang ekonomis tinggi.

4.2 Saran

Beberapa hal yang perlu disarankan untuk kemajuan pengembangan budaya ikan kerapu
bebek, antara lain:

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 10
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa aspek budidaya ikan kerapu
bebek, seperti peningkatan daya tahan terhadap penyakit, pencegahan penyakit serta
pengobatan yang efektif, sehingga dapat meningkatkan SR.

b. Perlu dilakukan studi lanjutan tentang laju pertumbuhan ikan kerapu bebek hingga
diperoleh gambaran kurva pertumbuhan yang lebih lengkap (bentuk sigmoid)., untuk
keperluan pengelolaan sumberdaya perikanan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. dan Sudaryanto. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar
Swadaya. Jakarta. 104 hal.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Stell, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan
Biometrik. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. 748 hal.
Sudjiharno. 2002. Peran Balai Budidaya Laut Lampung dalam Pengembangan Budidaya Laut
di Indonesia. Makalah Seminar sehari Pengembangan Teknologi Budidaya Kerapu di
Balai Budidaya Laut Lampung, 2 Juli 2002. Kerjasama Departemen Kelautan dan
Perikanan dengan JICA. 11 hal.
Sunaryat dan Salam. 1998. Laporan Hasil Pengujian Penggelondongan Kerapu Macan
(Ephinephelus fuscogutatus) di Kurungan Apung. Laporan Tahunan Balai Budidaya
Laut T.A 1997/1998. Lampung. 8 hal.
Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Penebar Swadaya.
Jakarta. 65 hal.
Suwirya, K. 2002. Pakan dalam Budidaya Laut. Makalah Seminar sehari Pengembang-an
Teknologi Budidaya Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung, 2 Juli 2002. Kerjasama
Departemen Kelautan dan Perikanan dengan JICA. 9 hal.

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 11
Lampiran 1. Analisa sidik ragam pertumbuhan kerapu bebek dgn 2 perlakuan pakan

Perhitungan Perlk. A Perlk. B. Total


35.1 36.0
34.9 32.5
35.9 30.3
37.3 32.6
Yi. 143.2 131.4 274.6
∑ (Yij)2 5130.12 4333.1 9463.22
(Yi.) 2/r 5126.56 4316.49 9443.05
∑ (Yij-Yi.) 2 3.56 16.61 20.17

Yi. Rata 35.8 32.85

Sumber db JK KT F Hit

Perlakuan 1 17.405 17.405 4.03049 tn


Galat 6 25.91 4.318333
Total 7 43.315

Keterangan: tn= tidak nyata pada selang kepercayaan 90%

Lampiran 2. Perhitungan laju pertumbuhan

Bulan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bobot 2.7 5.6 9.9 20.9 38.6 56.3 83.3 124.7 157.2 194.8 242.4 297.2 360.5 431.0 509.4

Konv. 0.975 1.725 2.288 3.039 3.652 4.03 4.422 4.83 5.057 5.272 5.49 5.694 5.887 6.066 6.233
Ln
intersep 1.808 Persamaan laju pertumbuhan : ln Wt=1.808+0.358t
slope 0.358
r2 0.933

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 12
Lampiran 3. Perhitungan untuk menentukan FCR dan SR

Bulan ke- Bobot rata- Jumlah Bobot Pemberian Jumlah Pakan dlm
rata (g) Ikan Total (g) Pakan (%) Pakan (g) 1 bulan (g)

0 2.7 2000 5400.0 15 810.0 21870.0


1 5.6 1955 10948.0 15 1642.2 49266.0
2 9.9 1832 18136.8 12 2176.4 67468.9
3 20.9 1628 34025.2 10 3402.5 105478.1
4 38.6 1554 59984.4 10 5998.4 179953.2
5 56.3 1413 79551.9 9 7159.7 221949.8
6 83.3 1357 113038.1 9 10173.4 305202.9
7 124.7 1231 153505.7 8 12280.5 380694.1
8 157.2 1227 192884.4 8 15430.8 478353.3
9 194.8 1214 236487.2 7 16554.1 463514.9
10 242.4 1203 291607.2 7 20412.5 632787.6
11 297.2 1136 337619.2 6 20257.2 607714.6
12 360.5 994 358337.0 6 21500.2 666506.8
13 431.0 989 426259.0 5 21313.0 639388.5
14 509.4 986 502268.4 5 25113.4 703175.8

Jumlah Pakan Total 5523324.5

FCR = Jumlah pakan/penambahan bobot SR= (986/2000)*100%


FCR= 5523324.5/496868.4 SR= 49.3%
FCR= 11.1

Indra Gumay Yudha: Studi pembesaran ikan kerapu bebek (C.altivelis) dalam KJA di Pulau Puhawang, Lampung Selatan 13

Anda mungkin juga menyukai