Anda di halaman 1dari 4

Permasalahan kerusakan pangan pascapanen

Oleh :

Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala.

Darussalam. Banda Aceh- 2311 Indonesia

Kerusakan bahan pangan terjadi kerana beberapa factor antara lain kerusakan
mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan fisik, dan kerusakan biologi. Kerusakan
mikrobiologis tidak hanya terjadi pada mentah saja, tetapi juga terjadi pada bahan
setengah matang, bahkan juga pada bahan olahan. Kerusakan ini sangat merugikan
karena racun yang dihasilkan dari aktivitas mikroba dan bahan yang rusak karena
mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi bagi bahan lainnya. kerusakan mekanis
disebabkan oleh terjadinya benturan antar bahan,ketika dipetik dan mengangkutan
bahan harus ditangganindengan baik agar tidak tidak tajuh, luka atau memar. Pada
Kerusakan fisik, disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya tepung kanji
yang ingin di bawah dari suatu tempat ke tempat lain lalu terkena hujan karena
pembungkusan yang kurang baik akan membuat perubahan fisik, tepung akan
mengeras karena menyerap air . Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang terjadi
karena adanya gangguan dari hama, kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas enzim
yang di hasilkan oleh bahan itu sendri dan pembusukan juga termasuk dalam
kerusakan biologis. Adapun factor utama terjadinya kerusakan pada bahan pangan
yaitu pertumbuhan dan aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan
pangan, serangga parasit dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air,
udara (oksigen), sinar dan waktu. Pada kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba, Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi
bahan pangan, dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang
lebih kecil; menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan menyebabkan
ketengikan; serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak.
Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan
lainnya. Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Khamir
membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak
daripada kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94. Pada
ph menentukan jenis mikroba akan tumbuh pada bahan, misalnya pada ph yang
rendah dengan ph yang tinggi mikroba yang tumbuh akan berbeda begitu juga dengan
suhu dan oksigen. Pada aktifitas enzim dapat terjadi secara alami dari bahan itu
sendiri atau dari aktivitas mikroba yang menyebabkan penurunan kualitas dari bahan.
Serangan parasite dan tikus adalah hal yang paling sering terjadi pada bahan pangan
akibatnya terjadi cacat, memar atau kerusakan lainnya, hal tersebut dapat membuat
bahan menjadi lebih cepat busuk dari pada bahan yang busuk dengan sendirinya.
Sinar juga dapat membuat bahan rusak, misalnya buah papaya yang terkena matahari
langsung selama satu hari dapat busuk lebih cepat dari perkiraan. Waktu sangat
berpengaruh pada bahan pangan, karena proses penyimpanan yang lama membuat
bahan menjadi lebih parah. Misalnya pada buah pisang yang ingin di ekspor dari aceh
ke cina dapat memakan waktu berhari-hari jika melewati jalur laut. Jika tidak
ditanggani dengan benar sesampai ke tujuan kondisi pisang sudah tak sebaik pada
awal, misalnya terjadinya perubahan warna.
Cara mengatasi permasalahan kerusakan pangan dapat dilakukan dengan cara
penyimpanan bahan dalam suhu dingin. Telah diketahui bahwa penyebab utama
kerusakan adalah pertumbuhan dan aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam
bahan pangan, serangga parasit dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar
air, udara (oksigen), sinar dan waktu. Telah banyak penelitian bahwa penyimpanan
bahan pangan pada suhu rendah membuat bahan lebih awet. Teknik penyimpanan
pada suhu dingin dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme, sehingga
dengan penurunan suhu 8°C kecepatan reaksinya akan berkurang setengahnya dan
memperlambat keaktifan respirasi sehingga pertumbuhan bakteri, jamur dan
kebusukan akan dihambat (Khomsan 2004). Penggunaan suhu rendah dan
pengawetan pangan tidak dapat membunuh mikroorganisme penyebab kebusukan.
Dengan demikian, jika bahan pangan dikeluarkan dari penyimpanan suhu beku dan
dibiarkan mencair kembali, pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan berjalan
cepat (Winarno 1993). Pendinginan juga akan menonaktifkan enzim pada bahan
pangan, kadar air dalam bahan pangan juga akan berkurang, selain itu serangga atau
parasite tidat dapat tumbuh pada suhu dingin.
Siapa saja pelaku yang harus berperan untuk menekan presentase kerusakan
atau kehingan pangan tersebut ? yang berperan dalam menekan presentase kerusakan
bahan pangan dapat dilakukan oleh pemerintah, penyuluh dan petani dan masyarakat.
Peran pemerintah sangat di perlukan untuk menekan kerusakan pangan, misalnya
menyedian transportasi yang baik agar dalam perjalanan bahan pangan tidak mudah
terbentur sehingga bahan tetap dalam keadaan yang baik. Peran penyuluh adalah hal
yang paling penting karena penyuluh dapat memberikan banyak informasi pada
petani dan masyarakat bagaimana menanggani bahan pangan yang baik dan benar.
Peran dari masyakat dan petani sangat berpengaruh dalam menekan kerusakan bahan
pangan, masyarakat dan petani harus melakukan olahan atau penangganan terhadap
bahan pangan dengan baik dan benar sesuai jenis bahan pangan yang di tanggani,
sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan.

Saran
Untuk meningkatkan ketersediaan pangan dapat dilakukan dengan cara
melakukan penangganan pascapanen dengan baik dan benar, hal tersebut dapat
dilakukan melalui penyuluh. Peran penyuluh dalam hal ini sangat penting karena
penyuluh dapat memberikan informasi yang penting tentang proses penangganan
pasca panen sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan pada bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA

Khomsan A. 2004. Pangan dan Gizi. Yogyakarta

Muchtadi., Tien R., 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai