Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

T
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HEMOROID
DI RUANG MAWAR RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

OLEH :
KELOMPOK 7
NAMA NIM
DEVI SELVIA P1908
HARDI FIRMANSYAH P1908
HELDI ESTIANI P1908
LINAWATI DWI LESTARI P1908100
MUHAMMAD ISRAN W P1908
NURLIA P1908
RENNY CHANDRA KUMALA P1908
RUYUN WARDANIATI P1908
SANTI WIJAYA P1908

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


INSTITUTTEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS KESEHATAN
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2020
RONDE KEPERAWATAN
HEMOROID KEPERAWATAN

A. LATAR BELAKANG
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan
keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu metode
untuk menggali dan membahas secara mendalam masalah keperawatan yang terjadi pada
pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh perawat primer
ataupun perawat pelaksana, konselor, kepala ruang, dan seluruh tim keperawatan beserta
tenaga kesehatan lain seperti fisioterapi, laboratorium, radiologi, ahli gizi, dengan
melibatkan pasien secara langsung sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam lagi masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi
perawat dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui
suatu transfer pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori kedalam praktik keperawatan
(Nursalam 2011).

Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ronde keperawatan adalah menyelesaikan masalah pasien melalui
pendekatan berfikir kritis.
2. Tujuan Khusus
a) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis.
b) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.
c) Menentukan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
d) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien.
e) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
f) Meningkatkan kemampuan justifikasi.
g) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
Manfaat
Manfaat dilakukannya ronde bagi pasien maupun perawat adalah masalah pasien
dapat teratasi, kebutuhan pasien dapat terpenuhi, terciptanya komunitas keperawatan yang
profesional, terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan serta perawat dapat melaksanakan
model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar keperawatan (Nursalam 2011).

Konsep Ronde Keperawatan


1. Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain melibatkan pasien untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer dan atau konselor, kepala ruangan, perawat pelaksana
yang perlu juga melibatkan tim kesehatan (Nursalam 2011).
Kozier et al (2004) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur
di mana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi
yang akan membantu dalam merencankan pelayanan keperawatan dan memberikan
kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta
mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien. Beberapa
pengertian tentang teori ronde keperawatan dapat diambil kesimpulan bahwa ronde
keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, dengan pasien atau keluarga
terlibat aktif dalam diskusi dengan membahas masalah keperawatan serta
mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.
2. Karakteristik Ronde Keperawatan
Adapun karakteristik dalam ronde keperawatan yaitu pasien dilibatkan secara
langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, perawat primer dan konselor melakukan
diskusi bersama, konselor memfasilitasi kreatifitas dan yang terakhir konselor
membantu mengembangkan kemampuan perawat primer dalam meningkatkan
kemampuan mengatasi masalah (Nursalam 2011).
3. Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan.
b) Pasien dengan kasus baru atau langka.
4. Peran masing-masing anggota tim
a) Katim dan Perawat Associate (PA)
(1) Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
(2) Menjelaskan diagnosis keperawatan
(3) Menjelaskan intervensi yang dilakukan
(4) Menjelaskan hasil yang didapat
(5) Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
(6) Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
b) Perawat Konselor / Perawat Primer (PP)
(1) Memberikan justifikasi
(2) Memberikan reinforcement
(3) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan
(4) Mengarahkan dan koreksi
(5) Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
(6) Berorientasi pada masalah klien
5. Alur Ronde Keperawatan
Alur yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :

Tahap pra ronde - - - - - - Perawat Primer

Penetapan Pasien

Persiapan pasien :
- informed consent
- hasil pengkajian / validasi data

Tahap Pelaksanaan - - - - - - Penyajian - Apa diagnossa keperawatan?


masalah - Apa data yang mendukung?
- Bagaimana intervensi yang
sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang dilakukan?
Validasi data

Diskusi Perawat primer,


Tahap Pelaksanaan - - - - - - - - - -
Konselor KARU
di kamar pasien

Lanjutan – Diskusi di Nurse


Station

Tahap pasca Ronde - - - - - - - - - Kesimpulan dan Rekomendasi


Solusi Masalah
B. DEFENISI HEMOROID
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis
(Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada
kanalis ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa,
namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali
dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan
diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi
dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal.
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan
Jong, 2000).

C. ETIOLOGI
Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan
peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi
tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor
predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat
dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus
dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu.
Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai
tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya
hemoroid.
Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu
lama dan konstipasi).

D. JENIS HEMOROID
1. Hemoroid Internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan dan ditutupi
oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
1) Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu defekasi.
Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol dalam lumen.
2) Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi dapat
masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi.
4) Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk kembali.
2. Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk.
Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis
eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2) Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
gambar 1.4 : formation of hemorroidh

E. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda
a. Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan
feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
b. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
2. Gejala
a. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi
spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi
dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
c. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan
mucus.
F. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat
disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik,
bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena
(varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran
yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran
tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada
hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal
dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio
anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran
(varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan
tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices)
akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap
pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter
anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering
menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila
dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan,
jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku
(trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
G. PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk derajat
I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat konstipasi
dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat untuk diit tinggi
serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan
olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan
daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika
peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria, untuk
melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%.
Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium
moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan
timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid
eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap.
Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi.
Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid antara
lain:
a. Prosedur ligasi pita-karet
Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian
proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil
diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada
pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan
pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan
nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan jaringan
hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan ini sangat
kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai luas karena menyebakan
keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama
sembuh.
c. Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid
eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi
komplikasi pada periode pasca operatif.
d. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif selesai, selang
kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi
diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan
1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika
setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman
duduk dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit
sampai dengan 1-2 minggu post operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV
dapat dilakukan dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati
dahulu.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Inspeksi
a. Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
b. Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup
mukosa.
c. Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
2. Rectal touch
a. Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah
ada fibrosis
b. Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
c. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.
3. Fokus Intervensi
a. Pre Operasi
1) Pengkajian
a) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien,
kemudian diit rendah serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai
kebiasaan klien tentang minum kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain yang
perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien tentang penyakit
sirorcis hepatis.
b) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai
berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga
perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian
mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur dan buah) juga penting
untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari.
c) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien
apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri
waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar
darah segar dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah
yang keluar. Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi
feces, ada darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.
d) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya
aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi
banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai
kebiasaan mengangkat barang-barang berat.
e) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri
atau gatal pada anus.
f) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
g) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat
persalinan dan kehamilan.
h) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah.
ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut:
1. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)
2. Keluhan Utama : Klien mengatakan panas
3. Sirkulasi :
a. Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah
bermakna)
b. Pelambatan pengisian kapiler
c. Pucat, kulit dingin/lembab
d. Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e. Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f. Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
4. Eliminasi: Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.
5. Nyeri/Ketidaknyamanan : Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan
abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
6. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi)
Dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia
minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi
episiotomi kedalam kubahvagina, atau robekan pada serviks.
7. Seksualitas :
a. Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen
placentayang tertahan)
b. Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan
fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Ariyoni, D. 2011. Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan tingkat nyeri
pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 15 juni 2011.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D.
Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta: Arima
Medika. NN. 2009. Askep hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://be11nursingae.blogspot.com.
NN. 2011. Media informasi obat. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://medicastore.com.
|

Anda mungkin juga menyukai